Eyang Gentar Bumi menyusuri lorong rahasia, diikuti oleh Aji Saka dan Juminten, menuruni anak tangga menuju kesebuah tempat didalam lembah.
Didalam lembah yang ditutupi oleh pepohonan yang rimbun, ada dua buah kolam berwarna putih kebiruan dan berwarna kuning keemasan. Kedua kolam itu jika masih ada keturunan dengan leluhur pembuat kolam, akan menerimanya untuk berendam dan mampu bertahan lebih dari satu bulan.Aji Saka dan Juminten, oleh Eyang Gentar Bumi diperintahkan untuk berendam di kedua kolam berwarna.Keduanya masuk kedalam kolam pertama, yaitu kolam yang mengandung kekuatan petir. Posisi mereka berdua saling membelakangi, dengan sikap lotus keduanya khusyuk melakukan kultivasi, sambil berendam didalam kolam berwarna putih kebiruan.Ada rasa panas seperti sengatan aliran listrik tegangan tinggi, menjalar ke seluruh tubuhnya.Argh.... Aahhh.... Uuhhh.... Iihhh....Keduanya mengerang merasakan rasa sakit disekujur tubuhnya, ketika sengatan energi Petir terus menjalar. Keduanya bertahan semampu mungkin sambil menyerap energi petir yang menjalar didalam dirinya."Bertahanlah, jangan sampai tidak sadarkan diri," ucap Aji Saka."Iya, Kak."Keduanya terus menyerap energi petir yang masuk kedalam tubuhnya, sengatannya semakin kuat. Hampir saja keduanya tidak sadarkan diri, kalau tidak segera dibantu oleh gurunya, yang mengalirkan hawa murni kedalam tubuh keduanya, dengan menggunakan telunjuknya yang diarahkan ke kening mereka berdua.Beberapa waktu kemudian, rasa hangat dan nyaman menyelimuti tubuh keduanya. Mereka sudah tidak merasakan sakit lagi, malah tubuhnya terasa nyaman dan ringan.Tiga bulan mereka melakukan kultivasi sambil berendam di kolam petir berwarna putih kebiruan, sudah waktunya untuk beranjak dari kolam. Keduanya naik dari kolam petir dengan pakaiannya yang sudah lumutan.Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang baru, yang sudah disediakan oleh gurunya. Keduanya menikmati makanan daging rusa bakar, dan buah-buahan Abadi bersama gurunya."Sekarang istirahatlah dulu, baru besoknya, kalian harus melanjutkannya lagi di kolam Abadi," perintah gurunya."Baik Kakek Guru!" Seru keduanya bersamaan.Eyang Gentar Bumi kembali lagi ke perguruan, meninggalkan mereka berdua didalam ruangan rahasia.Aji Saka mengajak Juminten rebahan di bale-bale yang ada dipojok ruangan tersebut. Juminten tiduran disebelah Aji Saka, kepalanya di atas dada bidang Aji Saka sebelah kanan, dadanya dijadikan bantal agar Juminten bisa istirahat dengan nyenyak, tangan kanan Aji Saka memeluk tubuh Juminten dengan penuh kasih sayang..Ada rasa hangat didalam tubuh keduanya, ketika kulit mereka bersentuhan. Rasa hangat itu menimbulkan gejolak didalam jiwa mudanya, yang sama-sama belum pernah menikmati rasanya bercinta.Juminten mendesah ketika tangan kanan Aji Saka meremas buah dadanya Juminten dengan penuh perasaan, dia baru pertama kalinya di jamah oleh seorang lelaki. Tangan kekar Aji Saka bertumpu di atas sebuah gunung kembar sambil memegangnya, hingga keduanya tertidur pulas karena kecapaian.Didalam Perguruan Beladiri Gentar Bumi, semua murid perguruan bertanya-tanya diantara teman-temannya, karena setelah berbulan-bulan, mereka tidak melihat Aji Saka bersama Juminten keluar dari ruangan khusus. Hanya Eyang Gentar Bumi yang sering keluar, dan memberikan tugas kepada kedua murid setianya, Layang Seta dan Layang Kumitir, yang juga teman akrabnya Aji Saka untuk mengurus kuda putihnya.Tujuh bulan berlalu, Aji Saka dan Juminten telah selesai berendam didalam dua Kolam, Kolam Petir dan Kolam Abadi, sambil berkultivasi untuk meningkatkan ranah kekuatannya.Terdengar dari dalam tubuh keduanya suara teredam belasan kali, menandakan mereka berdua telah naik tingkat ke ranah Abadi.Dan sekarang, keduanya tinggal menyempurnakan kekuatannya, keduanya duduk lotus berdampingan menghadap kearah barat, di atas batu hitam yang lebar, dan dibelakang keduanya Eyang Gentar Bumi siap menyalurkan semua kekuatannya, kepada Aji Saka dan Juminten yang sebenarnya --- Eyang Gentar Bumi menyatukan kembali anak dan mantunya yang bereinkarnasi kedalam wujud Aji Saka dan Juminten."Tahan, jangan sampai tidak sadarkan diri," ucap gurunya, memberi peringatan kepada kedua murid kesayangannya.Aji Saka dan Juminten bertahan sekuatnya, sambil menyerap semua kekuatan yang dialirkan oleh gurunya.Argh.... Iihhh....Keduanya menahan rasa sakit yang luar biasa. Tubuh mereka seperti mengeluarkan asap hitam, beberapa jam kemudian, asap hitam berganti dengan puluhan cahaya yang menyelimuti tubuh kedua muridnya.Usai menyatukan kekuatan jiwa anak dan mantunya, yang berada didalam tubuh Aji Saka dan Juminten, Eyang Gentar Bumi memberikan sepasang cincin penyimpanan untuk Aji Saka dan Juminten. Dan diberi tau cara menggunakannya, dengan meneteskan darahnya masing-masing."Didalam cincin isinya sudah lengkap, ada beberapa kitab kuno Tingkat Dewa yang harus dipelajari, termasuk kitab ilmu Melipat Bumi. Ada juga buah-buahan abadi sejenis apel dan anggur, sumberdaya tingkat Dewa, serta milyaran koin emas untuk dipergunakan membantu sesama manusia yang tertindas, dan satu kitab cara masuk ke Alam Dewa, setelah kekuatan kalian berada ditingkat Dewa Abadi," jelas Eyang Gentar Bumi, panjang kali lebar.Gurunya juga menjelaskan, bahwa dia berasal dari Alam Dewa yang sudah ratusan tahun berada di Alam Bumi, menunggu kelahiran kembali anak dan menantunya, yang menitis masuk kedalam tubuh Aji Saka dan Juminten.Setelah anak dan menantunya bertemu, dan disatukan kembali oleh gurunya yang menitis kedalam tubuh Aji Saka dan Juminten. Baru gurunya akan meninggalkan Alam Bumi, kembali lagi ke Alam Dewa.Namun sebelum gurunya menghilang, dia telah berpesan kepada Aji Saka dan Juminten, agar menuju ke lereng gunung sebelah selatan, karena Layang Seta dan Layang Kumitir bersama kuda putihnya sudah menunggu di lereng gunung."Kalian jangan kembali ke perguruan, langsung saja keluar dari lembah ini, dengan jalan terbang. Karena kalian sudah bisa terbang," jelas gurunya.Lalu dia menjelaskan cara-cara terbang dengan menggunakan kekuatannya, karena kedua muridnya, yang sebenarnya perwujudan dari anak dan menantunya, ranah kekuatan kultivasinya sudah mencapai tingkat Abadi. Aji Saka ranah kekuatan kultivasinya sudah berada ditingkat Abadi Tahap Puncak, sedangkan Juminten berada ditingkat Abadi Tahap Menengah.Keduanya sama-sama sudah mampu untuk terbang, namun jangan terlalu sering menunjukkan bahwa dirinya sudah bisa terbang. Kecuali dalam keadaan terdesak, baru dapat digunakan. Karena penduduk di Alam Bumi ini, rata-rata tidak ada yang mampu untuk terbang.Karena itulah, semampu mungkin, untuk dapat menyembunyikan ranah kekuatannya, sehingga tidak menjadi pusat perhatian banyak orang.Eyang Gentar Bumi, berpesan kepada keduanya, agar sering berlatih dan berkultivasi, untuk menjadi lebih kuat lagi, sehingga akan menjadi Kultivator Tangguh Tingkat Dewa, yang tidak ada tandingannya. Dan memberikan sepasang pedang Dewa Petir, yang memiliki kekuatan petir dan mistis tingkat tinggi, serta memberikan sepasang pakaian kultivator, karena keduanya belum berganti pakaian, dan pakaiannya sudah pada bulukan.Usai memberikan pesan dan sejumlah keperluan kepada Aji Saka dan Juminten, Eyang Gentar Bumi menghilang dari hadapannya.Bersamaan dengan menghilangnya Eyang Gentar Bumi, Gunung Guntur bergoyang dan mengeluarkan letusan-letusan yang sangat dahsyat.Aji Saka dan Juminten bergesas meninggalkan lembah, melesat terbang menuju kearah lereng gunung sebelah selatan, untuk menemui kedua sahabat setianya.Tampak di lereng Gunung Guntur sebelah selatan, keduanya tengah duduk menunggu kedatangan Aji Saka dan Juminten, bersama empat ekor kuda putih.Satu ekor kuda putih milik Aji Saka, dan tiga ekor lagi milik Eyang Gentar Bumi, yang telah diberikan kepada Aji Saka dan kepada kedua sahabat setianya.Aji Saka dan Juminten, yang baru keluar dari dalam Goa di dasar lembah, melayang terbang di atas Gunung Guntur, melihat Gunung Guntur yang sedang mengeluarkan lahar panas kearah sebelah utara, begitu juga dengan letusannya, mengarah ke wilayah utara.Kedua sahabatnya dalam posisi aman, berada disebelah selatan Gunung Guntur. Hanya Perguruan Beladiri Gentar Bumi yang posisinya dipuncak, hancur oleh ledakan dari dalam gunung, dan para murid perguruan yang pada malas dan sombong, sebelumnya sudah disuruh pergi oleh gurunya, dan mereka entah pada pergi kemana?Aji Saka dan Juminten melayang turun dengan kecepatan sedang, menuju kearah Layang Seta dan Layang Kumitir. Kedua sahabatnya senang melihat kedatangan Aji Saka dan Juminten, yang mendarat dengan sempurna dihadapannya.Kemudian keempatnya pergi meninggalkan tempat itu, dengan menunggangi empat ekor kuda putih yang besar-besar.Keempatnya menuruni lereng Gunung Guntur ke wilayah selatan, hendak menuju ke Kota Raja Giling Weusi.Kerajaan Giling Weusi merupakan sebuah kerajaan yang sangat besar, dan bermusuhan dengan kerajaan Tatar Pasundan.Aji Saka dan Juminten memacu kudanya kearah gerbang Kota Raja, diikuti oleh Layang Seta dan Layang Kumitir dari belakang dengan kecepatan tinggi.Tak seberapa lama, mereka tiba didepan gerbang Kota Raja, setelah mendapat pemeriksaan dari para penjaga gerbang dan membayar biaya masuknya. Kembali keempatnya melanjutkan perjalanannya.Bersambung....."Sekarang sudah saatnya untuk membunuh seluruh kultivator terkuat, agar kita cepat menguasai seluruh kerajaan di Nusantara!" Seru Raja Giling Weusi merasa yakin rencananya bakal berhasil. "Panglima, segera mulai rencana pertama untuk membunuh mereka. Biar mereka saling membunuh di arena pemilihan adu jago. Nanti para pemenangnya masuk kedalam rencana kedua, mereka undang ke istana untuk menyantap hidangan yang sudah ditaburi racun. Dan rencana ketiga, untuk menghilangkan jejak, semua mayat para pemenang buang ketengah laut, agar menjadi santapan hewan-hewan laut," tambah Raja Giling Weusi panjang lebar.Panglima Kerajaan Giling Weusi melaksanakan titah rajanya, dia bersama para petinggi kerajaan akan memulai pemilihan adu jago, yang sudah dipersiapkan dari enam bulan lalu, dengan mengundang seluruh Raja dan petinggi se-nusantara. Sekarang mereka tinggal memulainya, menjalankan rencana pertama dari Raja Giling Weusi.Para peserta Pemilihan Jago sudah berdatangan, memadati arena pertaru
Di Pendopo Perguruan Beladiri Bangau Putih, Aji Saka, Juminten, Layang Seta dan Layang Kumitir, dijamu oleh dua orang tokoh tua aliran putih, Eyang Pertala dan Eyang Dharmala, sebagai tuan rumah pemilik dan pendiri perguruan.Dua tokoh tua itu, hampir seumuran dengan Eyang Gentar Bumi, yang telah kembali ke Alam Dewa. Dan keduanya, masih sahabatnya Eyang Gentar Bumi."Silahkan dinikmati jamuannya. Hanya segini adanya," ucap Eyang Pertala." Terimakasih, Pak Tua," balas Aji Saka."Anak muda, apakah anak muda ini muridnya sahabatku, Gentar Bumi?" Tanya Eyang Dharmala, pura-pura tidak tau.Aji Saka, Juminten, layang Seta dan Layang Kumitir, menatap dua tokoh tua sambil menganggukkan kepalanya berbarengan."Benar Pak Tua. Apakah Pak Tua ini juga para Dewa, yang turun ke Alam Bumi?" Jawab Aji Saka, balik bertanya."Oh, kalian semua sudah tau tentang asal usul Gentar Bumi?" Tanya Eyang Pertala."Kami sudah diberi tau, Pak Tua," jawab Aji Saka."Syukurlah, kalau kalian sudah diberi tau, bera
Aji Saka dan Juminten memacu kudanya kearah pesisir pantai selatan, hendak menuju ke Ibukota Kerajaan Nusantara. Namun dipertengahan jalan, keduanya dihadang oleh kelompok begal yang selalu beroperasi di wilayah selatan.Kelompok begal yang terdiri dari seratus orang lebih, mengepung Aji Saka dan Juminten dari berbagai arah. Mereka siap menerjang sepasang kekasih ini, yang duduk tenang dipunggung kuda putihnya."Cepat serahkan kedua kuda dan koin emas milik kalian, jika kalian ingin selamat!" Seru pemimpin begal mengancam Aji Saka dan Juminten."Ambillah jika kalian mampu," balas Aji Saka."Bajingan kamu! Beraninya menentang ketua kami!" Teriak salah seorang anggota kelompok begal."Oh, kalian ingin menghadap Dewa Kematian! Baiklah, silahkan kalian maju, jika kalian ingin merasakan panasnya api neraka!" Aji Saka berseru memprovokasi mereka."Kurang ajar kamu! Ayo serang keduanya!" Seru pemimpin begal, berteriak memerintahkan bawahannya untuk menerjang Aji Saka dan Juminten.Kali ini,
Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom.... Bom....Terdengar lagi suara teredam dari dalam tubuh Pendekar Aji Saka dan Juminten sebanyak enam kali, walaupun keduanya masih belum sadar, namun kekuatan yang disalurkan oleh Dewa Agung Nirkala, dengan dibantu oleh kekuatan ribuan cahaya dan cahaya pelangi yang melindungi tubuhnya, telah membuat keduanya naik tingkat secara gila-gilaan.Kini ranah kekuatan keduanya meningkat secara drastis, ranah kultivasi keduanya sudah mencapai tingkat Dewa Agung, dari semula berada ditingkat Dewa Putih, naik enam tingkat melewati Maha Dewa Putih, benar-benar suatu keberuntungan yang sangat besar bagi keduanya.Ranah kekuatan kultivasi Aji Saka, sekarang sudah berada ditingkat Dewa Agung Tahap Puncak, sementara Juminten ranah kekuatannya sudah mencapai tingkat Dewa Agung Tahap Menengah. Dan sekarang keduanya sudah bisa masuk ke Alam Dewa, jika keduanya ingin cepat-cepat berkunjung ke alam yang lebih tinggi lagi.Begitu pula dengan kekuatan kedua kuda putihn
Sepasang kultivator yang tampang dan cantik, Aji Saka dan Juminten, setelah menaikan ranah kekuatannya ketingkat lebih tinggi, keduanya lantas mempelajari kitab-kitab kuno.Aji Saka mempelajari kitab Merobek Ruang dan Waktu, kitab cara memasuki Alam Dewa Nirwana, dan kitab jurus Dewa Petir dari mulai jurus Petir Menyambar Lawan, Pukulan Tapak Dewa Petir, Tendangan Bayangan Dewa Petir, dan Cambuk Dewa Petir Menghancurkan Musuh.Sedangkan Juminten, selain ia mempelajari Jurus kitab Dewa Petir, ia juga mempelajari kitab jurus Dewa Petir Membelah Gunung. Keduanya khusuk berlatih dengan jurus-jurus yang baru dipelajarinya.Duarr.... Duarr.... Siuutt.... Ceter.... Ceter....Terdengar suara ledakan pukulan Gentar Bumi, yang dipadukan dengan kekuatan pukulan Tapak Dewa Petir, membahana disekitar kawasan pegunungan batu, disusul dengan suara cambuk petir, yang menghancurkan batu-batu besar, dan memekakkan telinga dengan suara cambuknya yang sangat nyaring.Keduanya sangat bersemangat, hingga A
Aji Saka masuk kedalam rumah besar, diikuti oleh Juminten dari belakang, melewati ratusan mayat yang bergelimpangan di tanah, setelah ditindas oleh aura kekuatan Supreme King of the Great Gods Tahap Awal,yang diarahkan oleh Aji Saka kepada para penjahat.Sepasangan Kultivator Tangguh Tingkat Dewa, Aji Saka dan Juminten terus melangkah menuju keruang tengah, dimana para petinggi kelompok penjahat sedang berkumpul."Ohh..., ternyata kalian berkumpul disini!" Seru Aji Saka mengenali kesepuluh orang itu, yang pernah belajar ilmu beladiri di Perguruan Gentar Bumi. "Setelah lama meninggalkan Perguruan Beladiri Gentar Bumi, kalian ternyata bergabung dengan para penjahat. Pantas saja selama di perguruan, kalian tidak ada kemajuan sama sekali, karena hati dan jiwa kalian diliputi oleh sifat iri dan dengki," tambah Aji Saka memprovokasi mereka."Bedebah kau....! Bajingan tengik! Dasar Bujang Lapuk yang tak laku-laku, sok berlaga jadi jagoan dihadapan kami. Apakah kalian berdua ingin setor nyawa
Sepasang Kultivator Tangguh Tingkat Dewa, memacu kuda putihnya dengan kecepatan sedang. Keduanya setelah membasmi kelompok begal hutan jati, terus melanjutkan perjalanannya lagi menuju kearah Ibukota Nusantara.Disepanjang perjalanan, memang keduanya kerap kali berpapasan dengan begal dan perampok, yang tidak segan-segannya mereka sering membunuh korbannya. Karena itulah, ketika Aji Saka dan Juminten bertemu dengan kelompok begal ataupun perampok, keduanya tidak memberikan ampunan lagi, langsung membantainya. Satu orangpun tidak dibiarkan lolos, walaupun ada yang berusaha melarikan diri, namun Aji Saka dan Juminten akan terus memburu mereka hingga ke markasnya.Seperti hari ini, keduanya mengikuti lima anggota perampok yang melarikan diri, setelah kawan-kawannya dibantai oleh Aji Saka dan Juminten. Mereka melarikan diri kedalam hutan larangan, yang dikuasai oleh para perampok dan begal.Mereka menjadikan hutan larangan sebagai markasnya, agar tidak mudah terdeteksi oleh pasukan keraja
Udara disebuah pegunungan yang berkabut, sangat dingin sekali. Kabut tebal terus menerus turun, menyelimuti seluruh permukaan pegunungan.Sepasang Kultivator Tangguh Tingkat Dewa, setelah membebaskan ratusan wanita muda dari cengkeraman para perampok, keduanya meneruskan perjalanannya menuju kearah selatan, melewati pegunungan berkabut yang udaranya sangat dingin sekali.Aji Saka penasaran dengan pegunungan berkabut, dia mengajak Juminten untuk memasuki kabut tebal, sambil mengedarkan pandangan Mata Dewanya, dia menuntun Juminten terus berjalan mendaki pegunungan berkabut.Tak seberapa lama, keduanya tiba di atas pegunungan. Sambil duduk di atas sebuah batu besar, dia terus mengedarkan pandangan Mata Dewanya, untuk memindai seluruh tempat itu.Tampak ada sesuatu di dasar pegunungan, adanya sebuah kekuatan besar yang tersembunyi. Dia terus mendeteksi lebih dalam lagi, ternyata sebuah kekuatan itu bersumber dari sepasang Mustika Jagad, yang diselubungi oleh selimut ghaib, agar tidak mud
Kekuatan Sepasang Kultivator Tangguh dan Mawar, sekarang sudah melampaui kekuatan Alam Dewa Nirwana. Dan mereka selayaknya naik ketingkat lebih atas lagi, yaitu Alam Dewa Cahaya Lapisan Pertama, karena didalam tubuh mereka sekarang, sudah bersemayam jutaan cahaya yang menyilaukan pandangan mata musuh-musuhnya, jika mereka dan kedua kudanya sedang marah, akan terpancar cahaya yang menyilaukan dari dalam tubuh mereka.Aji Saka, Juminten dan Mawar terus memacu kudanya mendaki Golden Mountain, melalui jalan setapak yang biasa dilewati oleh bintang buas. Mereka sengaja tidak terbang, karena mereka ingin memburu binatang buas, untuk dipanggang dipuncak Golden Mountain.Namun yang mereka temukan adalah segerombolan Golden Tiger, menghadang perjalanan sepasang pemilik Pedang Dewa Petir dan Mawar. Raja Golden Tiger dengan memakai mahkota dan mengenakan jubah kebesarannya, serta memegang sebuah tongkat emas, berdiri dengan gagah menatap rombongan Aji Saka penuh selidik."Kalian sudah berani mem
Aji Saka, Juminten dan Mawar, memacu lari kudanya dengan kencang, menuju kearah perbatasan kota Banjar Sagara, di pesisir pantai Sagara. Mawar ingin segera melampiaskan dendam kepada paman tirinya, yang menghancurkan seluruh keluarganya.Waktu pun tak terasa, mereka sudah sampai diperbatasan kota, rumah keluarga Mawar berada dijalan perbatasan, yang mengarah ke Kota Banjar Sagara, yang kini dikuasai oleh keluarga dari paman tirinya.Kuda sepasang pemilik Pedang Dewa Petir, yang ditunggangi oleh Aji Saka, Juminten dan Mawar, menerobos masuk kedalam halaman rumah besar, menubruk para penjaga pos yang menghadangnya, hingga membuat mereka terpental selain terkena kaki kuda yang melayang di atas tanah, juga terkena sambaran lidah petir dari telapak tangan Juminten.Para penjaga pos tidak berdaya, setelah terkena sambaran lidah petir, sebagian tubuhnya hangus, dan langsung tergeletak di tanah tidak bergerak lagi.Aji Saka, Juminten dan Mawar, loncat dari kuda yang ditungganginya, mereka ber
Sepasang Kultivator Tangguh, Aji Saka dan Juminten memberitahu semua penduduk Perkampungan Angsana, bahwa semua makhluk iblis itu sudah musnah, dan mereka sekarang telah aman, tidak akan ada yang mengganggunya.Semua warga Angsana setelah diberi penjelasan oleh Aji Saka dan Juminten, baru mereka merasa tenang, dan berani keluar dari rumahnya.Mereka berkumpul di Pendopo Angsana, untuk melaksanakan tugas ronda. Sedangkan Aji Saka dan Juminten, beristirahat disebuah kamar khusus untuk tamu, didalam pendopo yang dijaga oleh petugas keamanan Kampung.Juminten tidur bersama Aji Saka, kepala Juminten di atas dada bidang sebelah kanan Aji Saka, sambil tangan Aji Saka membelai rambut Juminten dengan penuh kasih sayang.Belaian tangannya terus menuju ke depan dada Juminten, dan memegang sebuah tonjolan daging yang empuk dan kenyal. Juminten sempat menggelinjang, merasakan geli tapi ada suatu kenikmatan menjalar ke seluruh jiwanya.Juminten membiarkan tangan nakal Aji Saka meremas-remas buah da
Kabar Sepasang Kultivator Tangguh menghancurkan Kerajaan Iblis Serigala Merah, dan membunuh Raja Iblis beserta seluruh prajuritnya, tersebar begitu cepat ke seluruh Alam Dewa Nirwana, hingga sampai ke telinga Penguasa Wilayah Timur, Tuan Radjasaka dan ke beberapa pelindungnya termasuk Dewa Agung Niskala dan Dewa Agung Nirkala.Penguasa Alam Dewa wilayah timur, mengadakan pertemuan dengan seluruh Dewa Agung, untuk membahas peristiwa hancurnya Kerajaan Iblis Serigala Merah, yang menguasai Alam Dewa wilayah barat."Yang Mulia Dewa Agung Niskala, bukankah Sepasang Pedang Dewa Petir itu sudah menghilang ratusan tahun lalu? Dan kenapa sekarang muncul lagi, bahkan pemiliknya adalah sepasang muda-mudi?" Tanya Tuan Radjasaka penasaran."Iya memang, sudah ratusan tahun sepasang Pedang Dewa Petir itu menghilang dari Alam Dewa, tapi pemiliknya yang sekarang, adalah reinkarnasinya Anak dan menantuku, yang kekuatannya lebih tinggi dari anak mantuku sebelumnya. Ranah kekuatannya yang sekarang, berad
Goa disebelah barat danau hutan larangan, kini dijadikan markas sementara oleh Aji Saka. Didalam Goa sudah ditata sedemikian rupa, lorong-lorongnya dibersihkan dari rumput, sampah dan bebatuan yang pada menonjol. Begitu pula dengan ruangannya yang cukup besar, dijadikan ruang pertemuan dan tempat istirahat.Semakin hari semakin bertambah penghuninya, karena Aji Saka dan Juminten, dibantu oleh ketujuh pengikutnya, kerapkali selalu membawa orang-orang yang menjadi buronan iblis untuk berlindung didalam Goa, hingga lima bulan sudah terkumpul seribu orang lebih, dan semuanya para pekerja pertambangan yang diselamatkan oleh Aji Saka dan Juminten dari kejaran pasukan iblis.Didepan Goa, sudah dibangun ratusan rumah dan pendopo, yang terbuat dari kayu jati. Rumah-rumah tersebut berjejer rapih, mengelilingi sebuah pendopo dan disetiap sudut perkampungan baru, ada pos penjagaan.Aji Saka memberi nama perkampungan itu dengan nama Cakra Manggala, sebuah perkampungan baru disebelah barat danau hu
Pemilik Sepasang Pedang Dewa Petir, Aji Saka dan Juminten, melesat dengan cepat kearah ratusan prajurit Serigala Merah, dengan menyabetkan pedang Dewa Petir memenggal leher-leher mereka, sehingga ratusan kepala mereka terpisah dari tubuhnya, dan jatuh kedalam hutan.Dari enam ratus prajurit Serigala Merah, kini tinggal empat ratus prajurit lagi. Dan keempat ratus itu juga, menjadi sasaran empuk pedang Dewa Petir, yang dengan cepat memenggal leher para prajurit iblis, sehingga tidak bisa dilihat oleh mata mereka.Ratusan kepala lagi terlepas dari tubuhnya, dan jatuh bersama potongan tubuhnya kedalam hutan, biar menjadi santapan hewan-hewan buas.Kini tinggal dua ratus prajurit Serigala Merah, yang hendak meloloskan diri dari amukan pedang Dewa Petir. Namun Aji Saka dan Juminten bertindak cepat, menghantam mereka dengan pukulan Gentar Bumi dan Cambuk Petir, sehingga tubuh mereka hancur menjadi debu, dan sisanya hangus tersambar Cambuk Petir.Usai membereskan seluruh prajurit iblis denga
Aji Saka dan Juminten, setelah berada didalam hutan gelap, dengan menunggangi kuda putihnya, keduanya ingin segera naik ke Alam Dewa Nirwana Lapisan Dasar, dengan cara merobek ruang dan waktu yang telah mereka sempurnakan dari kitab kuno cara masuk ke Alam Dewa.Aji Saka mengerahkan kekuatannya, untuk merobek sebuah ruang dan waktu. Dengan kedua tangannya dibantu oleh Juminten, dia mengarahkan kedua tangannya ke depan, lurus dengan dirinya untuk merobek dan membuka Alam Dewa Nirwana.Pertama kali dia mencoba membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit. Tetapi kalau dia sudah terbiasa, dengan kekuatannya yang begitu tinggi, paling cepat sekitar tiga puluh detik bisa merobek dan membuka Alam Dewa.Setelah Alam Dewa Nirwana Lapisan Dasar terbuka, Aji Saka bersama Juminten bergegas masuk ke Alam Dewa Nirwana membawa kedua kuda putihnya.Keduanya muncul disebuah tempat yang sangat asing bagi dirinya, dipinggir sebuah danau ditengah hutan yang sangat lebat, penuh dengan pepohonan dan semak b
Setelah Aji Saka dan Juminten membersihkan dirinya masing-masing, mereka berdua tiduran sambil berpelukan. Tangan Aji Saka mengelus-elus daerah sensitifnya Juminten, dengan penuh kasih sayang, membuat Juminten mendesah merasakan gejolak jiwanya membara. Ada suatu kenikmatan dan kehangatan didalam jiwanya yang menggelora, seakan ingin segera merasakan apa yang menjadi impiannya. Bercinta dengan sepuas-puasnya, tapi niat itu diurungkan, karena keduanya masih saling menjaga agar tidak sampai kebablasan sebelum mereka resmi menjadi suami istri.Akhirnya keduanya tertidur dengan pulasnya, karena mereka merasakan lelah dan capek.Esok harinya, keduanya sudah pada keluar dari penginapan. Mereka melanjutkan perjalanannya lagi menuju kearah Ibukota, memacu kudanya dengan kecepatan tinggi.Sedangkan Tuan Kota dan Jenderal Kartiwa, yang telah menyaksikan peristiwa mengerikan itu, berniat mengunjungi Ibukota untuk melaporkan peristiwa di kotanya, sebelum keduanya menerima hukuman dari Penguasa Ke
Perjalanan Sepasang Kultivator Tangguh Tingkat Dewa, menuju ibukota Nusantara, banyak mengalami hambatan. Terutama dari para begundal penjahat yang terus berkembang bertambah banyak, seakan dibiarkan oleh pihak kerajaan, sehingga Aji Saka terus berpikir jauh ke depan, untuk membuat rasa aman dan nyaman bagi penduduk di wilayah kerajaan Nusantara, dia harus membentuk pasukan keamanan khusus, yang nantinya ditempatkan di wilayah paling rawan, dan paling banyak terjadi perampokan."Setelah selesai membangun Ibukota Kerajaan Nusantara, aku akan segera membentuk pasukan khusus keamanan, untuk mengamankan seluruh wilayah Nusantara, dari gangguan para penjahat," ucap Aji Saka didalam batinnya, sambil terus memacu kuda putihnya dengan kecepatan sedang, berdampingan dengan kuda putih yang ditunggangi oleh Juminten.Waktu pun tak terasa, menjelang magrib mereka berdua sampai disebuah kota besar. Kota Bungbulang, sebuah kota masih dibawah kekuasaan Kerajaan Nusantara.Tampak didepan gerbang masu