Selama beberapa minggu setelah kejadian itu, tidak ada kabar dari Karina. Annisa heran karena biasanya Karina sering datang ke kios untuk urusan pekerjaan atau untuk menemui Shafira. Beberapa kali Annisa berusaha mengirim pesan dan menelepon Karina, tetapi Karina tidak merespon. Annisa sempat merasa cemas jika Karina sakit atau sedang mengalami masalah. Namun melalui karyawannya, Karina menyampaikan pesan pada Annisa bahwa keadaan dirinya cukup baik. Karina juga berjanji akan segera menemui Annisa. Annisa tidak mengetahui secara pasti apa yang membuat Karina berubah, bahkan tidak membalas pesan darinya. Suatu sore, ketika Annisa dan Dani sedang menemani Shafira bermain, ponsel Dani berbunyi. Dani segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari ibunya. "Halo, Bu," kata Dani. "Halo, Nak. Tolong datang ke sini sekarang!" ujar Ibu Dani dengan panik. "Ada apa, Bu?" tanya Dani. "Lily, sepertinya dia akan segera melahirkan.Ia sudah sangat kesakitan," jawab ibu. Sama-s
"Li, apa kamu sudah siapkan nama untuk anakmu?" tanya ibu sambil menggendong bayi Lily. "Belum, Bu. Aku tidak tertarik untuk mencarinya," A jawab Lily sekenanya. "Li, dia ini anakmu! Kalau kamu bersikap seperti itu dan membencinya, dia juga bisa merasakan. Ayo susui dia! Kasihan dia sudah haus," kata ibu. "Aku tidak mau menyusui dia, Bu. Ibu dan kalian semua tahu bahwa aku tidak menginginkan anak ini sejak awal, bukan? Jadi kalian saja yang urus dia, aku tidak mau! Jauhkan dia, Bu! Tangisannya sangat berisik," ujar Lily sambil memiringkan tubuhnya menghadap dinding. "Bagaimana ini? Bayi ini butuh susu. Kenapa kamu tega berbuat begitu pada anak kandung mu sendiri?" seru ibu. "Sabar, Bu. Mungkin Lily masih perlu waktu. Beberapa wanita memang mengalami itu setelah melahirkan. Nanti pasti naluri keibuannya akan muncul seiring dengan waktu yang terus berjalan. Untuk sementara, Nisa akan membeli susu formula untuknya," kata Annisa. Annisa beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan
Annisa dan Dani segera menuju rumah ibu. Sesampainya di sana, mereka melihat ibu duduk lemas di atas tempat tidur sambil menangis. Di depan ibu, Bagas tertidur pulas dengan wajah yang murni tanpa dosa. Annisa mengambil surat yang ditulis oleh Lily dari atas meja. Ia tidak menyangka Lily akan bertindak nekat seperti itu. Dani turut mendekat dan membaca surat itu. Di surat itu Lily malah menyatakan memang menunggu anaknya lahir dan sudah lama berencana untuk pergi dari rumah. Lily menuliskan bahwa ia senang karena akhirnya bisa kembali bebas. Ia merasa kehamilannya selama ini telah menghambat dan memenjara hidupnya. Setelah anak itu lahir, Lily merasa hidupnya bisa kembali seperti dulu. Ia kembali bisa melakukan semua yang ia inginkan. Dani menghela nafas panjang, lalu menggerutu, "Lily tidak berubah juga. Mengapa ia tidak belajar dari kejadian ini dan menjadi dewasa? Apa yang sedang ia lakukan di luar sana? Apa dia tidak jera juga setelah melakukan kebodohan dan menanggung akibatny
Kehidupan Annisa, Dani, dan Shafira semakin lengkap dengan kehadiran Bagas di tengah mereka. Annisa memperlakukan Bagas seperti anak kandungnya sendiri. Shafira juga sangat menyayangi Bagas. Ia suka membelai dan mencium Bagas sebelum tidur, juga menyanyikan lagu untuknya. Bagas tumbuh sehat dan normal seperti bayi pada umumnya. Di usianya yang ke tiga bulan, tubuh Bagas sehat dan montok."Sayang, terimakasih karena kamu sudah memperlakukan Bagas dengan sangat baik. Kamu tidak mengingat keburukan Lily dan apa yang dia sudah lakukan padamu," ujar Dani di suatu malam. "Mas, Bagas ini layak mendapatkan kasih sayang. Dia tidak harus dihukum dan menanggung kesalahan ibunya," jawab Annisa sambil membelai Bagas yang ada di pangkuannya. "Tapi dimana Lily sebenarnya? Sampai saat ini kita belum bisa menemukan jejaknya. Seringkali aku sedih melihat Bagas dan ibu. Ibu terus memikirkan Lily dan mencemaskan dia. Mengapa ia tidak memberi kabar sedikitpun? Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buru
Dani sangat beryukur karena bisa berjalan kembali dengan sehat dan normal. Ia sama sekali tidak merasakan efek atau dampak dari kecelakaan. Sesuai dengan janjinya, ia berusaha untuk mencari pekerjaan baru. Pertama-tama, Dani kembali mendatangi kantornya dulu untuk menanyakan apakah masih ada lowongan pekerjaan baginya. Namun pimpinan perusahaan itu mengatakan bahwa untuk saat ini posisi pekerjaannya dulu telah ditempati oleh orang lain, dan belum ada posisi lain yang kosong. Dani pulang ke kios dengan sedikit rasa kecewa. Ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa dan menghela nafas panjang. Annisa mendekati Dani dan membawakan segelas air minum."Kenapa, Mas? Lelah, ya?" tanya Annisa. "Bukan, Sayang. Hari ini aku sudah mencoba berkeliling, juga mengunjungi kantor lamaku, tapi aku belum berhasil mendapatkan pekerjaan," keluh Dani. Annisa mengusap punggung suaminya dengan lembut. "Mas, sabar, ya. Dengan kondisi saat ini, memang tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Besok kita coba
Hari demi hari berlalu dengan menyenangkan bagi keluarga kecil Dani. Dani sibuk dengan pekerjaan di kantor barunya. Sementara itu, Annisa menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga dan tetap mengelola usaha laundry nya yang semakin maju. Shafira bertumbuh menjadi anak yang cantik, pintar, dan ceria. Ia sudah mulai bersekolah di sebuah Taman Kanak-kanak. Annisa semakin sibuk karena harus menyiapkan sarapan dan bekal untuk Dani dan Shafira di pagi hari. Shafira pergi ke sekolah bersama Dani, dan Annisa mulai berkutat dengan kesibukannya untuk mengurus Bagas dan melakukan pekerjaan di kios. Menjelang siang, Annisa akan menjemput Shafira di sekolah. Di sore hari, Annisa mengajari Shafira menggambar, menulis, dan membaca. Semua rutinitas yang padat pastinya membuat Annisa lelah, tapi ia sangat menikmatinya dan bersyukur. Bagas juga terus bertumbuh sehat dan aktif. Ia mulai belajar berjalan dan sangat dekat dengan Shafira. Satu minggu sekali, Annisa dan Dani membawa anak-anak mereka u
Dani dan ibunya sudah melaporkan berita kehilangan Lily ke kantor polisi. Dengan penuh harap dan selalu dihantui dengan rasa cemas, mereka terus menunggu kabar mengenai kondisi Lily. Sekian lama mereka menanti, namun belum ada berita apapun. Lily seperti hilang ditelan bumi, tidak bisa ditemukan jejaknya. Sampai suatu siang, Ibu Dani menerima berita yang mengejutkan dari kantor polisi. Ia nyaris pingsan ketika pihak kepolisian menyampaikan bahwa ada jenazah seorang wanita yang diperkirakan seusia dengan Lily ditemukan di sebuah hutan yang agak jauh dari rumah penduduk. Saat itu, seorang warga sedang mencari kayu dan menemukan jenazah wanita itu. Namun tidak ditemukan identitas di tubuh wanita itu. Wajahnya sudah tidak dapat dikenali lagi. Polisi ingin melakukan tes DNA untuk memastikan apakah jenazah itu adalah Lily atau bukan. Ibu Dani meraung, menangis, dan berteriak, hingga beberapa tetangga berdatangan ke rumah. Melihat keadaannya yang menyedihkan dan sangat terguncang, akhirn
"Iya, mungkin dengan kita menemani ibu di sini, ia akan lebih terhibur. Ibu mungkin gak akan selalu teringat pada Lily dan larut dalam kesedihan. Kita juga bisa merawatnya dan memperhatikan kondisi kesehatannya. Aku yakin kehadiran Shafira dan Bagas juga akan membantu mengalihkan pikiran ibu dari masalah ini," kata Dani. Annisa menatap suaminya, ia mengerti kecemasan yang sedang melanda. Namun Annisa masih merasa berat hati untuk tinggal satu rumah bersama dengan mertuanya. Kenangan buruk di rumah ini masih melekat erat dalam benak Annisa. Bukan ia tidak mau melupakan peristiwa yang telah lampau atau mencoba memaafkan ibu mertuanya, tapi Annisa merasa lebih baik mencegah dan tidak membuka peluang sedikitpun, supaya hal buruk itu terulang kembali. Selama ini ibu mertuanya memang sudah banyak berubah, tidak pernah berkata buruk, atau melakukan hal yang negatif padanya. Namun dalamnya hati siapa yang tahu? "Aku tidak bisa, Mas," jawab Annisa. "Kenapa, Nis? Kamu tidak melihat kondisi
Lily sempat mengunjungi Annisa dan ingin mengambil Bagas kembali. Namun tentu saja Bagas yang tidak pernah mengenal Lily langsung menolak. Bagas menangis dan berteriak, lalu bersembunyi di balik pintu.Lily menatap Bagas yang kini sudah bertumbuh menjadi anak yang sehat dan pintar. "Mbak Nisa, aku kangen sama Bagas. Aku ingin menebus kesalahanku dan merawatnya," kata Lily. "Kalau kamu menyayangi Bagas, biarkan dia tinggal bersamaku, Li. Aku gak akan mengijinkan kamu membawanya, karena itu hanya akan membuatnya terluka. Dia bahkan gak mengenal kamu, Li," ujar Annisa. Lily memejamkan matanya dan diam beberapa saat. "Dulu kamu pergi begitu saja, tanpa memikirkan bagaimana Bagas bisa hidup. Kamu asyik dengan duniamu sendiri dan gak pernah menanyakan kabarnya. Sekarang kamu kembali dan mengatakan ingin membawanya? Aku akan berjuang untuk mempertahankan Bagas tetap bersamaku. Saat ini dia sudah menjadi anakku, adiknya Shafira," kata Annisa dengan tegas. "Bagas, ini mama kandungmu, Saya
Pagi itu Dani kembali melangkahkan kakinya ke minimarket tempat ia menjadi tukang parkir. Ia berusaha tetap bersemangat, sekalipun kondisi ini bertentangan dengan harapannya. Sebentar lagi Winda akan melahirkan dan membutuhkan biaya. Dani biasa bekerja dari pagi sampai sore. Sekalipun ia memakai topi dan masker agar wajahnya tidak mudah dikenali, tetapi akhirnya beberapa tetangga melihat dirinya saat sedang bekerja. Namun kini Dani pasrah, ia tidak peduli lagi dengan ucapan orang-orang. Bahkan ada yang mengedarkan berita bahwa Dani, papa Shafira bekerja sebagai tukang parkir. Selama Shafira ada di rumah Ibu Dani, rumah itu lebih ramai dari biasanya. Beberapa tetangga datang untuk berfoto bersama Shafira. Hari-hari Shafira menjadi sangat melelahkan. Menjelang siang, Ibu Dani mendengar suara ketukan di pintu depan. Ia segera membukakan pintu dan melihat punggung seorang gadis yang membelakanginya. "Cari siapa?" tanya Ibu Dani. Wanita berambut panjang dan pirang itu berbalik badan.
Mendengar berita tentang Lily, Surya segera pulang dan menjemput Annisa. Mereka langsung menuju ke rumah sakit dengan perasaan yang tak menentu. Geram, kesal, cemas, dan amarah memenuhi hati Annisa dalam perjalanan ke rumah sakit itu. "Mengapa mereka gak memberi tahu keadaan Shafira pada kita, Mas?" tanya Annisa dalam kegeraman. "Tenang, Sayang, beruntungnya jaman sekarang berita cepat menyebar melalui media sosial, sehingga kita bisa mengetahui keadaan Shafira dan dimana dia sekarang," jawab Surya sambil tetap fokus mengemudi."Aku gak akan pernah mengijinkan Mas Dani dan ibunya untuk menyentuh Shafira lagi!" ucap Annisa. Surya sangat memaklumi rasa sakit dan kemarahan yang sedang melanda Annisa. Annisa adalah wanita yang mengandung dan membesarkan Shafira dengan penuh cinta, sehingga wajar ia merasa marah ketika melihat anaknya sakit dan menderita seperti itu. Annisa dan Surya akhirnya tiba di rumah sakit Permata. Annisa sudah tidak sabar, ia ingin segera berlari menuju kamar p
Dani sangat terkejut ketika melihat Shafira ada di rumah ibunya. Ia langsung memeluk Shafira dan menumpahkan rasa rindu yang sudah lama terpendam dalam hatinya. "Fira, Papa kangen sekali," ucap Dani. "Pa, Fira mau pulang ke rumah Mama," jawab Shafira sambil menangis. "Bu, kenapa Fira bisa ada di sini?" tanya Dani."Memangnya kenapa? Itu yang kamu mau, kan? Ibu menjemputnya tadi, karena kamu gak punya usaha dan inisiatif untuk mengambil anakmu kembali," jawab ibu. Shafira terus menangis tanpa henti sejak tiba di rumah itu. Berbagai cara sudah Dani lakukan untuk menenangkan Shafira, tetapi ia tetap rewel dan memanggil-manggil nama Annisa. Dani memberi isyarat pada Winda untuk mengajak Shafira ke kamar, karena ia ingin lebih banyak berbincang dengan ibunya. Winda menggandeng tangan Shafira dan membujuknya masuk ke dalam kamar. Dani mulai beralih menatap ibunya dan berbicara dengan volume suara yang tidak terlalu keras. "Bu, apa Ibu mengambil Shafira dengan paksa? Kasihan Annisa dan
"Apa?! Kamu jadi tukang parkir? Memalukan! Apa gak ada pekerjaan lain?" seru Ibu Dani. "Kalau ada pekerjaan lain yang lebih baik, aku pasti mau, Bu. Masalahnya aku sudah mencoba melamar pekerjaan ke banyak tempat lain, tapi sampai sekarang gak ada jawaban. Aku rasa sementara gak masalah kalau aku menjadi tukang parkir, yang terpenting itu halal dan kita bisa makan," jawab Dani. "Ibu gak mau! Apa kata orang lain? Keluarga kita ini terhormat, kamu juga sudah Ibu sekolahkan tinggi, masa hanya menjadi tukang parkir?" oceh Ibu Dani. Winda berusaha memberanikan diri untuk bicara, menengahi keributan itu. "Bu, ini hanya untuk sementara. Kita doakan saja Mas Dani cepat mendapat pekerjaan yang lebih baik. Aku setuju pendapat Mas Dani, yang penting sekarang kita bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari,""Siapa yang minta pendapatmu? Pokoknya Ibu mau kamu mengerjakan pekerjaan lain, bekerja di kantor dan punya gaji tetap!" Winda tersentak dan langsung kembali bungkam. Sementara itu Dani hanya
Sambil mengemudi mobil, Surya melirik Annisa yang banyak diam sejak pertemuan dengan Dani dan istrinya tadi. Annisa terlihat melamun dan berpikir, sesekali ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali. "Sayang, ada apa? Apa kamu masih merasa sakit hati melihat Dani bersama wanita lain?" tanya Dani. "Ah, bukan begitu, Mas. Aku hanya sedikit terkejut tadi. Tapi aku bersyukur, karena aku dan Mas Dani sudah menemukan pasangan baru dan kebahagiaan masing-masing," jawab Annisa. "Kalau kamu masih merasa aneh, aku memakluminya. Kamu dan Dani cukup lama menikah, jadi wajar jika tetap ada kenangan di antara kalian berdua," ujar Surya. Annisa mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Surya. Ia berkata lembut, "Mas Dani adalah bagian dari masa laluku. Sekarang aku punya kamu, Mas. Kebahagiaanku sempurna karena ada kamu dan anak-anak kita,""Terimakasih, Sayang. Kamu juga harus tahu, bahwa aku sangat bahagia memiliki kalian," ujar Surya. "Oh ya, bagaimana kalau kita percepat saja
Dani mengakhiri panggilan telepon itu dan terdiam beberapa saat. Setelah kembali menguasai dirinya, ia berkata pada Winda, "Win, kita ke rumah sakit sekarang. Aku sudah mendapatkan pinjaman uang,""Uang dari mana, Mas? Apa kamu meminjamnya?" tanya Winda. "Iya, terpaksa aku meminjam pada mantan istriku. Sudahlah, yang terpenting kamu bisa dirawat di rumah sakit," jawab Dani. Dani mengantarkan Winda ke rumah sakit, mengurus semua proses administrasi dan menemaninya sampai masuk ke kamar perawatan. Setelah itu Dani berpamitan untuk mengambil pakaian Winda di rumah dan mengembalikan mobil yang ia pinjam pada Pak Imron. Ibu Dani melihat Dani memasukkan beberapa pakaian Winda ke dalam tas ranselnya. Ia bertanya, "Dan, apa Winda jadi dirawat di rumah sakit?""Iya, Bu," jawab Dani. "Dari mana kamu mendapatkan uang?" tanya Ibu Dani lagi. "Aku terpaksa meminjam pada Annisa, Bu. Aku gak tahu bisa mendapatkan uang dari mana lagi," jawab Dani. Ibu Dani duduk di tempat tidur di dalam kamar it
"Bu Winda harus dirawat di rumah sakit, Pak. Ini demi keselamatan ibu dan bayinya," kata dokter setelah memeriksa Winda. "Apa?! Memangnya istri saya kenapa, Dok? Apa tidak bisa dirawat di rumah saja?" tanya Dani. "Bu Winda sepertinya mengalami kontraksi dan harus beristirahat total di tempat tidur. Dia saat ini tidak boleh terlalu lelah dan memaksakan diri. Jika tidak, bisa berbahaya untuk bayi yang sedang dikandungnya. Janin Ibu bisa gugur nantinya. Kita juga harus memeriksa Bu Winda lebih mendetail, dan peralatan di rumah sakit pastinya lebih memadai. Secara fisik, sepertinya Bu Winda kurang mendapatkan asupan atau gizi yang diperlukan, apalagi dalam kondisi hamil seperti ini," beber dokter muda itu. "Dasar merepotkan! Ibu sudah sering mengingatkan kamu, jangan malas makan! Kalau sudah begini bagaimana? Dari mana kita mendapat uang untuk biaya rumah sakit?" seru Ibu Dani sambil menoyor kepala Winda. Dokter yang memeriksa sempat terkejut melihat Ibu Dani tak segan mengoceh dan me
"Nis, bukankah itu Dani?" tanya Surya. "Iya, Mas," jawab Annisa sambil melihat ke arah mantan suaminya yang berlari menjauh. Surya bertanya lagi, "Apa yang terjadi padanya? Apa sekarang dia menjadi tukang parkir?" "Aku juga gak tahu, Mas. Sejak kami berpisah, aku sudah gak mendengar kabarnya lagi," Annisa juga hampir tidak mempercayai apa yang dilihatnya, ia tidak habis pikir, apa yang sudah terjadi pada Dani dan keluarganya. Namun Annisa tidak terlalu peduli lagi, baginya Dani adalah bagian dari masa lalunya. Annisa sudah menutup lembaran kelam masa lalunya itu. Kini Annisa sudah membuka lembaran baru, memiliki jalan hidupnya sendiri bersama Surya dan anak-anaknya. ---Dani terengah-engah dan berhenti di bawah sebuah pohon rindang. Ia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan mantan istrinya dalam kondisi seperti ini. Dani merasa malu karena hidupnya berubah total sejak Annisa meninggalkan dirinya. 'Nis, apa kamu sudah menikah dengan Surya? Sekarang aku sudah menikah dengan W