"Kamu harusnya jadi perempuan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk suatu perbuatan. Sekarang lihatlah, kamu datang ke sini meminta Arga untuk tanggung jawab anak yang kamu kandung. Siapa yang nyuruh kamu mau-maunya melakukan hal seperti itu? Laki-laki tergoda biasanya karena perempuan yang menggodanya, kamu juga tahu nafsu laki-laki seperti binatang jika melihat perempuan yang berpakaian seperti kamu sekarang ini, apalagi laki-laki kurang iman seperti Arga yang kamu goda. Apa orang tuamu bangga melihat anaknya begini?" cecar Ayah panjang lebar membuat Mita langsung diam dan aku juga tersindir. Memang dari dulu Mita tidak pernah berpakaian sopan, selalu saja menunjukkan belahan dadanya di lengkapi dengan rok mininya. "Yang rugi kamu sendiri, semua aib ke kamu sebagai perempuan. Kamu yang harusnya masih gadis, sekarang jadi hamil tanpa ada ikatan pernikahan dan sekarang bayi itu akan di cap anak haram," lanjut Ayah kemudian Ayah pergi begitu saja ke kamar. "Pulanglah Mita
"Siapa, Nin?" tanya Sinta membuatku kembali mendongak."Mas Arga," jawabku jujur, kulihat Sinta mengangkat alisnya sebelah lalu memicingkan matanya ke arah ponselku."Angkat aja sih, tapi nggak usah banyak ngomong, datar aja," suruh Sinta, aku langsung mengangguk, kuangkat telponnya lalu kudekatkan ke telingaku.[Assalamualaikum] ucapku memulai percakapan.[Walaikumsalam, Dek maaf ya kalo Mas ganggu kamu malam-malam] jawab Mas Arga.[Iya, ada apa, Mas?] tanyaku to the point.[Hana masih manggil-manggil Mas, nggak?] tanyanya, aku yakin ini hanya basa-basi.[Nggak kok, dia udah tidur] [Oh syukurlah. Em … Mas mau minta tolong sama kamu boleh nggak?] lanjut Mas Arga membuatku langsung menyergit.[Iya, apa itu?] tanyaku penasaran.[Em … kalo Mita mengganggumu, tolong kasih tau Mas ya] ucapnya memohon, aku langsung menahan nafasku sejak.[Iya, tapi nggak apa-apa sih, aku bisa ngadepinnya sendiri] lanjutku, kudengar ia mengehela nafas kasar.[Ya udah, tapi kalo dia ngelakuin hal yang aneh-a
Ku jalankan mobil dengan kecepatan tinggi menuju kantor, lalu ku parkiran mobil di perkirakan kantor kemudian aku memilih pergi tanpa menggunakan mobil.Pikiranku berkecamuk sekarang, aku tidak tahu harus kemana dan mengadu pada siapa. Ini seperti karma untukku karena udah menyia-nyiakan Hanin dan anak-anak.Aku menaiki angkot tidak tahu tujuannya kemana yang penting aku pergi, selama di dalan angkot aku terus melamum apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Hampir satu jam aku di lama angkot, hingga terakhir aku turun di halte, aku memilih duduk di halte hingga hari mulai gelap, mendengar suara adzan berkumandang, aku beranjak lalu berjalan mencari mesjid terdekat.PoV Hanin.Setelah selesai sholat magrib, Sinta langsung mendandaniku, Sinta memang paling ahli dalam dunia per makeupan."Semoga aja nanti mertua nggak stres ya melihat kecantikan mantan menantu yang selalu di fitnahnya ini," gumam Sinta sombong, aku langsung tertawa melihatnya dari kaca."Iya serius, sukur-sukur nanti o
Dua minggu kemudian, Aku sudah melupakan tentang Mas Arga dan Mita. Kujalani hari-hariku seperti biasanya, mulai dari ngajar hingga ngurus anak-anak.Sore yang indah ini anak-anak sedang bermain di halaman, sedangkan aku duduk di teras melihat mereka, sesekali pikiranku melayang ntah kemana."Bunda," panggil Hana membuyarkan lamunanku."Iya Nak, kenapa?" tanyaku sambil tanganku terulur mengusap rambutnya."Ayah kok nggak pernah datang, Bunda?" pertanyaan Hana membuatku kaget sekaligus bingung harus menjawab apa."Em … mungkin Ayah lagi banyak kerjaan sayang," jawabku berbohong. Bibir Hana langsung mengerucut membuatku gemas."Gimana kalo kita beli ice cream sekalian jalan-jalan," ajakku. Hana langsung bersorak riang."Ayuk Bunda!" ajaknya sambil menarik-narik tanganku.Aku membawa mereka ke mall sekalian untuk beli keperluan rumah, sampai di mall kami langsung melangkah masuk, Dani yang tidak sabaran berlari masuk membuatku kesusahan mengejarnya karena banyak orang."Dani!" panggilku
Siang hari begitu bel berbunyi, aku langsung memulangkan semua murid dan akupun bergegas pulang ke rumah. Sampai di rumah aku melihat Hana dan Dani sudah tidur di depan televisi.Tanpa membuang waktu aku langsung membersihkan diri terlebih dahulu, setelahnya baru aku membuka ponsel melihat sambungan GPS dan whatsapp web Mas Arga.Kulihat lokasinya sekarang ada di rumahnya, ku refresh ponselku berkali-kali siapa tau ponselku sedang lola."Masa sih si rumahnya terus, coba deh nanti malam lagi di cek," gumamku sambil mengutak-atik ponselku. Kubuka lagi whatsappnya, banyak panggilan dan pesan dari Dimas dan Mita. Kubuka terlebih dahulu pesan-pesan Dimas.[Ga, kamu di mana sih? Udah tiga hari nggak masuk kantor, anak-anakmu butuh kamu Ga, aku tahu kamu benci dengan pernikahan ini setidaknya jangan jauhi anak-anakmu] pesan terakhir Dimas yang cuma di baca oleh Mas Arga."Owh, gara-gara Dimas makanya Mas Arga datang sembunyi-sembunyi," gumamku lalu tanganku membuka pesan-pesan Mita.[Sayang
Aku kaget saat Ayah menepuk pundakku, aku mendongak melihat Ayah."Inilah Nak, akibat dari perbuatanmu. Ayah harap dengan kejadian ini semua kamu bisa intropeksi dirimu, bukan Ayah melarang kamu patuh sama Ibumu, tapi kamu harus tau juga Ibumu adalah adalah tipe orang yang mudah di hasut. Ingat, waktu kamu diambang kebingungan antara menceraikan Hanin atau tidak, ibumu 'kan yang menghasut-hasutmu untuk menceraikan Hanin detik itu juga," lanjut Ayah mengingatkanku waktu aku menceraikan Hanin.Tok! Tok! Tok!"Ayah di dalam nggak?" terdengar suara Ibu dari luar ruangan, aku langsung panik."Ayah, aku belum mau ketemu Ibu," ucapku memohon pada Ayah."Ya sudah kamu masuk ke kamar pribadi Ayah, kunci dari dalam," suruh Ayah, aku langsung berlari ke kamar."Masuk lah, Bu," suruh Ayah, Ibu langsung masuk dengan muka gembira."Kakek," ucap seseorang yang tidak asing bagiku, aku langsung membuka pintu kamar sedikit, mataku terbelalak melihat Ibu membawa Hana yang masih lengkap dengan seragam se
"Apa yang dia lakukan?" tanyaku tegas."Dia jemput Hana ke sekolah diam-diam, terus di bawa ke kantor," jawab Dimas datar membuatku bingung."Maksudnya gimana sih? Ibu bawa Hana ke kantor Ayah, tapi kenapa kamu yang antar pulang, kenapa bukan Ayah?" tanyaku bingung."Kebetulan tadi Arga juga di kantor mertuamu makanya dia bawa Hana lari ke kantorku, minta tolong buat ngantarin Hana ke sini," terang Dimas membuatku mematung, Mas Arga yang bawa Hana."Kenapa Mas Arga nggak ikut?" tanyaku lagi, kulihat Dimas memicingkan matanya."Kenapa sih? Kamu kangen sama dia?" goda Dimas membuatku langsung mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Dimas."Hehe sorry … sorry, si Arga malu ketemu sama kamu, dia belum siap katanya," lanjut Dimas, aku langsung mangut-mangut.Brak!Tiba-tiba pintu di buka kasar membuatku dan Dimas kaget. Aku langsung berdiri melihat Mita dan Ibu mertua yang datang."Dimana Arga?" tanya Mita dengan angkuh membuatku langsung melipat kedua tanganku."Sudah berapa kali kubi
"Kamu sakit Ga?" tanyaku karena melihat wajah Arga pucat dan kelihatan tidak bertenaga."Nggak kok," jawabnya singkat, tapi aku tidak yakin melihat ekspresinya."Aku nggak percaya Ga, berobat yuk," ajakku, Arga malah menggeleng."Nggak kok aku nggak apa-apa cuma kangen anak-anak aja," ujarnya membuatku menyergitkan kening."Ya udah ketemu lah, pergi ke rumah, Hanin," saranku."Iya, nunggu Mita lahiran aja dulu aku benar-benar malu sama Hanin setelah undangan pernikahan kemaren," lanjutnya, aku hanya mangut-mangut.***Keesokan harinya aku menunggu Sinta di sekolah karena aku tidak tahu dimana alamatnya. Sekarang aku sedang duduk di kursi panjang dekat pagar."Si Hanin udah kayak kuping batu ya, nggak ada malunya walaupun udah di hina semua guru-guru," ucap seseorang yang sedang duduk di sampingku."Iya ih, andai aja itu CEO tahu kalo Hanin itu cuma janda yang kesepian, pasti dia juga bakal jijik lihat, Hanin," sambung temannya, aku yang mendengar kata CEO langsung penasaran, siapa yan