Ada apa dengan Mas Arga? Kenapa dia berubah seperti ini, biasanya ia tidak peduli dengan anak-anak dan menganggapku remeh. "Ayah, Kakak udah kenyang, yuk kita makan ice cream," ucap Hana lalu meneguk air putih di depannya. "Dani udah kenyang, Nak?" tanya Mas Arga pada Dani, kulihat Dani mengangguk karena mulutnya masih penuh. "Ya udah kalo gitu Ayah ambilin ice cream, ya," lanjut Mas Arga sambil menyusun piring mereka bertiga lalu ia membawanya ke dapur. "Kamu makanlah Nin, jangan di liatin terus kapan kenyangnya? Nanti nggak boleh makan ice cream," ucap Dimas sambil terkekeh membuatku langsung tertawa. "Apa sih, aku ke dapur bentar ya, ngambil minum," ucapku yang dibalas anggukan oleh Dimas sambil menyendokkan nasi ke mulutnya. Aku langsung beranjak menuju dapur, saat tanganku hendak meraih gelas, samar-samar kulihat Mas Arga sedang mencuci piring. Apa aku salah lihat? Kudekati ia untuk memastikan benarkah ia mencuci piring dan ternyata mataku masih sehat, benar itu Mas Arga s
"Kamu harusnya jadi perempuan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk suatu perbuatan. Sekarang lihatlah, kamu datang ke sini meminta Arga untuk tanggung jawab anak yang kamu kandung. Siapa yang nyuruh kamu mau-maunya melakukan hal seperti itu? Laki-laki tergoda biasanya karena perempuan yang menggodanya, kamu juga tahu nafsu laki-laki seperti binatang jika melihat perempuan yang berpakaian seperti kamu sekarang ini, apalagi laki-laki kurang iman seperti Arga yang kamu goda. Apa orang tuamu bangga melihat anaknya begini?" cecar Ayah panjang lebar membuat Mita langsung diam dan aku juga tersindir. Memang dari dulu Mita tidak pernah berpakaian sopan, selalu saja menunjukkan belahan dadanya di lengkapi dengan rok mininya. "Yang rugi kamu sendiri, semua aib ke kamu sebagai perempuan. Kamu yang harusnya masih gadis, sekarang jadi hamil tanpa ada ikatan pernikahan dan sekarang bayi itu akan di cap anak haram," lanjut Ayah kemudian Ayah pergi begitu saja ke kamar. "Pulanglah Mita
"Siapa, Nin?" tanya Sinta membuatku kembali mendongak."Mas Arga," jawabku jujur, kulihat Sinta mengangkat alisnya sebelah lalu memicingkan matanya ke arah ponselku."Angkat aja sih, tapi nggak usah banyak ngomong, datar aja," suruh Sinta, aku langsung mengangguk, kuangkat telponnya lalu kudekatkan ke telingaku.[Assalamualaikum] ucapku memulai percakapan.[Walaikumsalam, Dek maaf ya kalo Mas ganggu kamu malam-malam] jawab Mas Arga.[Iya, ada apa, Mas?] tanyaku to the point.[Hana masih manggil-manggil Mas, nggak?] tanyanya, aku yakin ini hanya basa-basi.[Nggak kok, dia udah tidur] [Oh syukurlah. Em … Mas mau minta tolong sama kamu boleh nggak?] lanjut Mas Arga membuatku langsung menyergit.[Iya, apa itu?] tanyaku penasaran.[Em … kalo Mita mengganggumu, tolong kasih tau Mas ya] ucapnya memohon, aku langsung menahan nafasku sejak.[Iya, tapi nggak apa-apa sih, aku bisa ngadepinnya sendiri] lanjutku, kudengar ia mengehela nafas kasar.[Ya udah, tapi kalo dia ngelakuin hal yang aneh-a
Ku jalankan mobil dengan kecepatan tinggi menuju kantor, lalu ku parkiran mobil di perkirakan kantor kemudian aku memilih pergi tanpa menggunakan mobil.Pikiranku berkecamuk sekarang, aku tidak tahu harus kemana dan mengadu pada siapa. Ini seperti karma untukku karena udah menyia-nyiakan Hanin dan anak-anak.Aku menaiki angkot tidak tahu tujuannya kemana yang penting aku pergi, selama di dalan angkot aku terus melamum apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Hampir satu jam aku di lama angkot, hingga terakhir aku turun di halte, aku memilih duduk di halte hingga hari mulai gelap, mendengar suara adzan berkumandang, aku beranjak lalu berjalan mencari mesjid terdekat.PoV Hanin.Setelah selesai sholat magrib, Sinta langsung mendandaniku, Sinta memang paling ahli dalam dunia per makeupan."Semoga aja nanti mertua nggak stres ya melihat kecantikan mantan menantu yang selalu di fitnahnya ini," gumam Sinta sombong, aku langsung tertawa melihatnya dari kaca."Iya serius, sukur-sukur nanti o
Dua minggu kemudian, Aku sudah melupakan tentang Mas Arga dan Mita. Kujalani hari-hariku seperti biasanya, mulai dari ngajar hingga ngurus anak-anak.Sore yang indah ini anak-anak sedang bermain di halaman, sedangkan aku duduk di teras melihat mereka, sesekali pikiranku melayang ntah kemana."Bunda," panggil Hana membuyarkan lamunanku."Iya Nak, kenapa?" tanyaku sambil tanganku terulur mengusap rambutnya."Ayah kok nggak pernah datang, Bunda?" pertanyaan Hana membuatku kaget sekaligus bingung harus menjawab apa."Em … mungkin Ayah lagi banyak kerjaan sayang," jawabku berbohong. Bibir Hana langsung mengerucut membuatku gemas."Gimana kalo kita beli ice cream sekalian jalan-jalan," ajakku. Hana langsung bersorak riang."Ayuk Bunda!" ajaknya sambil menarik-narik tanganku.Aku membawa mereka ke mall sekalian untuk beli keperluan rumah, sampai di mall kami langsung melangkah masuk, Dani yang tidak sabaran berlari masuk membuatku kesusahan mengejarnya karena banyak orang."Dani!" panggilku
Siang hari begitu bel berbunyi, aku langsung memulangkan semua murid dan akupun bergegas pulang ke rumah. Sampai di rumah aku melihat Hana dan Dani sudah tidur di depan televisi.Tanpa membuang waktu aku langsung membersihkan diri terlebih dahulu, setelahnya baru aku membuka ponsel melihat sambungan GPS dan whatsapp web Mas Arga.Kulihat lokasinya sekarang ada di rumahnya, ku refresh ponselku berkali-kali siapa tau ponselku sedang lola."Masa sih si rumahnya terus, coba deh nanti malam lagi di cek," gumamku sambil mengutak-atik ponselku. Kubuka lagi whatsappnya, banyak panggilan dan pesan dari Dimas dan Mita. Kubuka terlebih dahulu pesan-pesan Dimas.[Ga, kamu di mana sih? Udah tiga hari nggak masuk kantor, anak-anakmu butuh kamu Ga, aku tahu kamu benci dengan pernikahan ini setidaknya jangan jauhi anak-anakmu] pesan terakhir Dimas yang cuma di baca oleh Mas Arga."Owh, gara-gara Dimas makanya Mas Arga datang sembunyi-sembunyi," gumamku lalu tanganku membuka pesan-pesan Mita.[Sayang
Aku kaget saat Ayah menepuk pundakku, aku mendongak melihat Ayah."Inilah Nak, akibat dari perbuatanmu. Ayah harap dengan kejadian ini semua kamu bisa intropeksi dirimu, bukan Ayah melarang kamu patuh sama Ibumu, tapi kamu harus tau juga Ibumu adalah adalah tipe orang yang mudah di hasut. Ingat, waktu kamu diambang kebingungan antara menceraikan Hanin atau tidak, ibumu 'kan yang menghasut-hasutmu untuk menceraikan Hanin detik itu juga," lanjut Ayah mengingatkanku waktu aku menceraikan Hanin.Tok! Tok! Tok!"Ayah di dalam nggak?" terdengar suara Ibu dari luar ruangan, aku langsung panik."Ayah, aku belum mau ketemu Ibu," ucapku memohon pada Ayah."Ya sudah kamu masuk ke kamar pribadi Ayah, kunci dari dalam," suruh Ayah, aku langsung berlari ke kamar."Masuk lah, Bu," suruh Ayah, Ibu langsung masuk dengan muka gembira."Kakek," ucap seseorang yang tidak asing bagiku, aku langsung membuka pintu kamar sedikit, mataku terbelalak melihat Ibu membawa Hana yang masih lengkap dengan seragam se
"Apa yang dia lakukan?" tanyaku tegas."Dia jemput Hana ke sekolah diam-diam, terus di bawa ke kantor," jawab Dimas datar membuatku bingung."Maksudnya gimana sih? Ibu bawa Hana ke kantor Ayah, tapi kenapa kamu yang antar pulang, kenapa bukan Ayah?" tanyaku bingung."Kebetulan tadi Arga juga di kantor mertuamu makanya dia bawa Hana lari ke kantorku, minta tolong buat ngantarin Hana ke sini," terang Dimas membuatku mematung, Mas Arga yang bawa Hana."Kenapa Mas Arga nggak ikut?" tanyaku lagi, kulihat Dimas memicingkan matanya."Kenapa sih? Kamu kangen sama dia?" goda Dimas membuatku langsung mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Dimas."Hehe sorry … sorry, si Arga malu ketemu sama kamu, dia belum siap katanya," lanjut Dimas, aku langsung mangut-mangut.Brak!Tiba-tiba pintu di buka kasar membuatku dan Dimas kaget. Aku langsung berdiri melihat Mita dan Ibu mertua yang datang."Dimana Arga?" tanya Mita dengan angkuh membuatku langsung melipat kedua tanganku."Sudah berapa kali kubi
"I--ibu," ucap Hanin bingung, Ibu mendekati Hanin lalu memeluknya membuat Hanin kaget. "Maafin Ibu Nak, selama ini Ibu jahat sama kamu, selalu remehin kamu, fitnah kamu," ucap Ibu menyesali perbuatannya sedangkan Hanin yang mendengar itu langsung tersenyum. "Tidak Bu, Ibu nggak sepenuhnya salah, aku juga banyak salah sama Ibu," jawab Hanin. "Pokoknya besok kalian harus jadi pengantin lagi, Ibu nggak mau tahu gimanapun caranya Ibu akan usahain semuanya malam ini," lanjut Ibu, Hanin hanya tersenyum lalu mengangguk. Malam itu juga semua di persiapkan untuk tambahan, seperti pelaminan, baju pengantin dan yang lain-lainnya. Sedangkan Hanin masih tidak percaya apa yang terjadi malam ini, rasanya itu hal yang tidak mungkin. *** Keesokan harinya, Dimas dan Arga sudah siap, tapi Hanin dan Puspita masih di kamar. "Bunda cantik banget," puji Hana saat melihat Hanin baru saja selesai di rias. Hanin langsung menoleh lalu tersenyum kemudian ia mengangkat Hana ke pangkuannya. "Putri Bunda ini
"turut mengundang teman-teman, sahabat dan keluarga menyaksikan pengesahan kisah cinta kami yang begitu indah dalam resepsi pernikahan kamu Dimas angg dengan Puspita Hanin Damayanti-" Arga menghentikan bacaannya lalu ia menatap Hanin bingung "Puspita hanin? kamu ganti nama? setau aku nama kamu Hanindira Anggraini," tanya Arga bingung, sedangkan Hanin malah terkekeh lalu menutup mulutnya dengan tangann "itu bukan Hanin aku lah, Mas," jawab hanin membuat Arga mematung mulutnya juga ikut menganga tidak percaya "ja--jadi yang nikah sama Dimas-" ucapan Arga terpotong kala hanin mengangguk "Orang lain mas yang namanya juga Hanin," lanjut Hanin, seketika air mata Arga lolos begitu saja bibirnya juga mulai melengkung "Ka--kamu nggak nikah?" tanya Arga lagi, hanin hanya menggeleng sambil tersenyum membuat Arga langsung mengusap wajahnya sambil mengucap hamdalah flashback Setelah menemani Arga ruqyah, Dimas pamit pulang, ia bukan pulang ke rumahnya melainkan ke rumah Hanin. Disisi lai
Arga membaca undangan tersebut, ia melihat nama Dimas dan Hanin terpampang di depan. Hatinya terasa seperti di iris sekarang melihat nama Hanin dan Dimas, Arga menelan salivanya dengan susah payah lalu detik kemudian ia tersenyum."Selamat ya, insyaallah aku akan datang menghadiri undangannya," ucapnya dengan berat hati pada Hanin, sedangkan Hanin hanya mengangguk sekilas."Aku juga punya sesuatu untuk kalian, tunggu sebentar," ujar Arga lalu ia tergesa-gesa mengambil sesuatu ke kamar.Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar, dengan beberapa kertas di tangannya."Ini," ucap Arga sambil menyodorkan semua kertas itu pada Hanin."Apa ini?" tanya Hanin bingung."Bacalah," jawab Arga, tanpa membuang waktu Hanin langsung membaca satu persatu lembaran tersebut, matanya langsung membola."M--mas, i--ini apa? Kenapa semua warisan atas namaku dan anak-anak?" tanya Hanin bingung, Arga hanya tersenyum."Cuma kalian yang berhak mendapatkannya bahkan akupun nggak layak untuk mewarisi itu, aku
PoV authorTiga hari setelah Arga berobat, ia merasa sudah sangat sehat sekarang di tambah lagi Dimas selalu menemaninya.Sekarang mereka dalam perjalanan menuju kantor Ayahnya untuk memberi tahu semuanya. Begitu sampai Arga langsung masuk, tapi Arga kaget melihatku Ibunya ada di dalam juga."Arga, kamu dari mana aja sih? Kasian Mita sudah hampir seminggu kamu tinggal," omel Ibu membuat Arga langsung menggaruk alisnya sekilas."Ibu kasihan sama anak orang, tapi Ibu nggak kasihan sama Arga yang setengah mati melawan penyakit," gumam Arga yang terdengar jelas oleh Ibunya."Penyakit? Penyakit apa?" tanya Ibunya lagi, tapi Arga malah berjalan mendekati Ayahnya."Yah, Arga mau ngomong sesuatu sama Ayah, penting," ucap Arga tanpa basa-basi membuat Ayah langsung mengangguk."Ngomonglah atau mau di luar," tawar Ayah."Di luar aja, Yah," ajak Arga lalu mereka berdua keluar.Sedangkan Dimas tetap di dalam menemani Ibu Arga supaya tidak menguping."Ada apa dengan Arga? Kasih tau saya," tanya Ibu
"Mita menginginkan Arga, Om. Dia tetat kekeh supaya Arga menikahinya," jawab Dimas membuat Ayah Arga mangut-mangut."Benar, apa yang kamu bilang. Tapi, walau gimanapun Om nggak setuju punya menantu kayak dia," lanjut Ayah Arga.PoV hanin.Hari ini adalah hari pertamaku ngajar setelah sakit selama tiga hari, pagi-pagi sekali aku berangkat karena masih harus mengantar Hana ke sekolah dan mengantar Dani ke rumah Sinta, aku takut jika Dani di rumah sama Mbok Sumi, Ibu mertuaku bakal datang mengambilnya."Hana nanti kalo ada yang jemput Hana ke sekolah jangan mau ya Nak, tunggu Bunda sampai datang. Kalo kamu di paksa, lari aja ke kantor ngadu sama guru di situ ya," nasehatku pada Hana di dalam mobil."Iya Bunda. Tapi kalo Ayah yang jemput?" tanyanya membuatku langsung bingung."Izin dulu sama wali kelasmu, bilang di jemput Ayah biar Bunda nggak kecarian," lanjutku, Hana langsung mengangguk.Setelah mengantarkan mereka berdua, aku langsung bergegas menuju sekolah. Hampir setengah jam aku me
*PoV Author*Tiga hari kemudian, Mita sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Dimas dan Arga mengantarkan Mita ke rumah orang tua Arga.Selama perjalanan hanya ada keheningan, Arga dan Dimas di depan sedangkan Mita dan bayinya di kursi belakang."Mas, kamu bakal nginap di rumah Ibu, 'kan," tebak Mita, Arga melihat Mita sekilas dari spion."Nggak, aku punya rumah," jawab Arga datar membuat Mita langsung mendengus kesal."Kamu ngapain sih Mas, sendirian tau di rumahmu itu atau nggak aku sama baby Aydan ikut kesana," tawar Mita, Dimas yang mendengar itu hanya bisa menggaruk alisnya sekilas."Mita kamu masih masih waras apa gimana sih? Apa kata orang kita satu rumah yang belum menikah, aku udah bilang kita tunggu hasil tes DNA, titik. Nggak ada perdebatan," tegas Arga tanpa melihat Mita membuat Mita langsung menatap tajam ke arah Arga.Sampai di rumah orangtuanya, Arga langsung menurunkan semua barang Mita. Ibunya dengan semangat menyambut Mita dan bayi itu. "Menantu sama cucu Ibu
Selama tes berlangsung, Dimas terus menemaniku gantian untuk menggendong bayi Mita.Setelah selesai, kami pun keluar, ada rasa lega dihatiku akhirnya tes DNA yang selalu ku inginkan akhirnya terlaksana, sekarang tinggal menunggu hasilnya.Sampai di ruangan Mita, aku langsung memberikan bayi itu pada Mita."Kamu mau kemana, Mas?" tanya Mita saat melihatku melangkah menuju pintu."Pulang," jawabku singkat."Arga, masa Mita baru melahirkan kamu tinggal, gimana sih," omel Ibu membuatku langsung memutar mata malas. Ntah pelet macam apa yang di kasih Mita ke Ibu, sehingga Ibu menjadi sangat penurut sama Mita."Em ... Ayah, Arga mau ngobrol bentar sama Ayah di luar," ajakku pada Ayah, Ayah langsung melangkah mendekatiku lalu kami keluar dari ruangan."Kenapa?" tanya Ayah begitu kami sudah di luar."Aku mau jaga Mita, asal Ibu jangan disini karena kalo nggak pasti akan terus memaksaku untuk menikahi Mita, sedangkan hasil tes DNA keluar dua minggu lagi," jawabku panjang lebar memberikan penger
"Kenapa kamu berikan semua warisan sama perempuan murahan itu, kenapa?!" teriak Ibu seperti orang frustasi."Minta maaf lah Bu, bersihkan nama, Hanin," ujar Arga sambil menahan pukulan Ibunya."Nggak, sampai kapanpun Ibu tidak akan pernah minta maaf!" Ibu terus berteriak.Arga melepaskan cengkeramannya Ibunya pada bajunya lalu ia berbalik hendak pergi, aku juga mengikutinya, belum sempat kami melangkah."Akh!" ringis Mita membuatku dan Arga kembali berbalik."Kamu kenapa, Nak?" tanya Ibu panik melihat Mita memegangi perutnya."Bu, perutku sakit ba--banget," ucap Mita menahan sakit, seketika aku dan Arga saling melempar pandangan."Yuk Ga, bantu dia ke rumah sakit biar kamu tahu kepastian bayi itu," ajakku yang dibalas anggukan oleh Arga, ia langsung mendekati Mita lalu menggendongnya, sedangkan aku langsung menuju mobil.Selama perjalanan Mita terus menangis meringis kesakitan, aku sesekali melihatnya dari spion.Sampai di rumah sakit, Mita langsung di larikan ke ruang bersalin. Hampi
"Kamu sakit Ga?" tanyaku karena melihat wajah Arga pucat dan kelihatan tidak bertenaga."Nggak kok," jawabnya singkat, tapi aku tidak yakin melihat ekspresinya."Aku nggak percaya Ga, berobat yuk," ajakku, Arga malah menggeleng."Nggak kok aku nggak apa-apa cuma kangen anak-anak aja," ujarnya membuatku menyergitkan kening."Ya udah ketemu lah, pergi ke rumah, Hanin," saranku."Iya, nunggu Mita lahiran aja dulu aku benar-benar malu sama Hanin setelah undangan pernikahan kemaren," lanjutnya, aku hanya mangut-mangut.***Keesokan harinya aku menunggu Sinta di sekolah karena aku tidak tahu dimana alamatnya. Sekarang aku sedang duduk di kursi panjang dekat pagar."Si Hanin udah kayak kuping batu ya, nggak ada malunya walaupun udah di hina semua guru-guru," ucap seseorang yang sedang duduk di sampingku."Iya ih, andai aja itu CEO tahu kalo Hanin itu cuma janda yang kesepian, pasti dia juga bakal jijik lihat, Hanin," sambung temannya, aku yang mendengar kata CEO langsung penasaran, siapa yan