Semalaman, Shanum dibuat kebingungan dan gundah mengenai Zayn. Di sisi lain, Shanum takut untuk menerima Zayn kembali tetapi di sisi lain, Shanum juga takut dirinya akan menyesal jika tidak menerima Zayn. Bagaimanapun, Zayn pernah mengisi hatinya.Namun, setelah sibuk menimbang-nimbang, Shanum akhirnya jatuh pada satu keputusan. Sepertinya memulai kembali dengan Zayn bukan perkara yang buruk. Waktu itu, Zayn telah menjadi orang yang tepat bagi Shanum tetapi di waktu yang salah. Mungkinkah kali ini adalah waktunya? Sebuah kisah yang akan terulang, dengan cinta yang sama, orang yang sama, tetapi dengan kepribadian yang telah matang pertanda dewasa.Belum selesai pikiran Shanum dipenuhi Zayn, pagi harinya ketika Shanum tengah sibuk sarapan roti selai di meja makan, pintu rumahnya diketuk begitu kencang.“Siapa, ya?” tanya Shanum pada Bi Nena, sementara Bi Nena hanya menggeleng dan mengangkat bahu.“Biar Bibi cek ya, Mbak. Mbak Shanum di sini aja,” tukas Bi Nena lalu bergerak meninggalkan
“Pagi, Pak Zayn,” sapa seorang pria dengan seragam bertuliskan nama TPU yang dikunjungi oleh Zayn dan Shanum saat ini.Di saat itu, Shanum yang masih kebingungan pun hanya bisa mengangguk pelan sambil balas tersenyum saat pria asing yang ditebaknya sebagai petugas di TPU tersebut melontarkan senyuman sebagai bentuk sapaan kepadanya.“Ini bunga untuk ziarahnya ya, Pak,” tutur petugas TPU tersebut seraya mengangsurkan satu keranjang berisi bunga beraneka warna.Zayn lantas menerima keranjang tersebut dengan ramah. Setelahnya, pria itu pun mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan dari dalam kantongnya.“Makasih ya, Pak. Ini uangnya.” Zayn lalu mengangsurkan uang tersebut kepada pria petugas pemakaman tersebut.Pria tersebut menerima upahnya dengan senang hati. Lalu setelahnya ia pun berucap, “Sama-sama, Pak. Lain kali jangan sungkan minta tolong lagi. Telepon saya 24 jam siap sedia buat Pak Zayn.”Zayn terkekeh pelan karena gurauan receh yang dilemparkan kepadanya itu.“Bapak bisa saja.
Suasana hening mendadak tercipta di antara dua orang yang tengah berpandangan di Tempat Pemakaman Umum tersebut.Dari bagaimana Shanum yang tak kunjung merespon dirinya, Zayn pun hanya bisa menebak-nebak isi hati wanita itu. Pikirnya, wanita itu pasti masih sibuk menata rasa di dalam hatinya.“Kutegaskan sekali lagi, Sha. Kamu nggak bersalah di sini, segala yang terjadi adalah salahku yang nggak mampu membagi hati dengan Monica,” tegas Zayn sekali lagi dan hanya dibalas anggukan singkat dari Shanum yang bahkan kini sudah mengalihkan pandangannya ke arah lain.Dari sini dapat dilihat bahwa tak ada lagi hal lain yang bisa dilakukan Zayn selain kembali menunggu kesiapan hati wanita itu.Tak ingin lebih lama lagi berdiam diri tanpa melakukan apa-apa di sana, Zayn lantak beranjak berdiri. Shanum yang melihat ini pun menatap bingung ke arah pria itu.“Aku akan menagih jawabannya nanti saja. Sekarang mari kita berangkat kerja dulu. Ibu Bos kita ini nggak boleh terlambat dan memberi contoh bu
Shanum sekali lagi mengusap kasar wajahnya. Tak terhitung sudah berapa kali wanita muda itu menghela napas berat hari ini.Jarinya tangannya yang ada di atas meja pun tak henti-hentinya mengetuk permukaan benda berbahan dasar kayu jati tersebut, sedangkan satu tangan lainnya tengah sibuk menggulir layar benda persegi tipis yang merupakan alat komunikasi miliknya itu.Kesimpulannya, Shanum sekarang sedang merasa stress.Bukan karena pekerjaan tentunya, karena pada dasarnya hari ini bukanlah hari kerja yang sibuk baginya. Hanya ada beberapa dokumen yang perlu ditangani olehnya dan juga beberapa pertemuan yang seharusnya siap dihadiri olehnya siang hari ini.“Sebenarnya Feri ke mana sih,” gerutu Shanum seraya tak melepaskan pandangannya dari layar ponsel yang ada di depan wajahnya saat ini.Alih-alih mengerjakan tumpukan beberapa dokumen yang diberikan Veny, sekretarisnya, pagi hari ini, Shanum memilih untuk terus me
Selepas kepergian Feri dari kantornya siang tadi, Zayn yang seolah mendapatkan bendera merah tanda ajakan perang pun mulai gundah. Untuk kedua kalinya Feri menantangnya dalam sebuah persaingan yang tak masuk akal terkait dengan perebutan cinta Shanum.“Hal nekat apa gerangan yang akan dilakukannya kali ini?” gumam Zayn, yang kini tak bisa lagi fokus pada pekerjaannya.‘Tak tak tak'Suara bolpoin mekanik yang ditekan itu mengiringi lamunan Zayn tentang keadaan sang wanita terkasih saat ini. Demi apapun pria itu sangat mengkhawatirkan keadaan Shanum.“Masa bodo, aku akan ke kantornya saja sekarang.”Tanpa melihat jam terlebih dahulu, Zayn yang saat itu sendirian di kantornya pun memutuskan untuk segera pergi menjemput Shanum di kantornya.Meskipun masih sore dan belum waktunya jam pulang kantor, Zayn yang tengah cemas bukan main itu, pun berniat menunggu saja gadis itu sampai pulang.Ia takut, bila Shanum dibiarkan pulang
Awalnya, Shanum berusaha untuk tidak terkejut mengenai sikap sopir taksi yang dipesannya. Meski dalam keadaan yang seharusnya panik sebab sopir tersebut mengebut begitu kencang, tetapi Shanum tetap mempertahankan pikiran positifnya.Namun, nahasnya semua pikiran positifnya harus ditelan bulat-bulat sebab menyadari bahwa jawaban dari semua rasa penasaran sekaligus takutnya telah terjawab. Kini, Shanum benar-benar terkejut setengah mati. Lututnya terasa lemas dan napasnya memburu.Shanum menggeleng dengan wajah pucat, tubuhnya mulai tremor dan ekspresinya kecut. Berulang kali mencoba meyakinkan semua ini tidak nyata, tetapi netranya tidak mampu berbohong. Objek yang ditangkap itu sungguhan nyata, si sopir adalah Feri! Benar-benar Feri!Orang yang ingin ditemuinya sejak tadi. Namun, kenapa aura dari Feri tampak berbeda, sungguh tidak seperti biasanya, hingga berhasil membuat Shanum sungguh ketakutan? Lagipula ada angin aneh apa yang mengakibatk
Semua terjadi begitu cepat dan menegangkan, Shanum bahkan sampai seakan lupa cara untuk bernapas. Terhimpit pada keputusasaan dan kepanikan yang semakin mendera serta makin mencengkam, Shanum tahu bahwa bahaya akan segera menerjangnya.Secara sengaja, Shanum membuka kontak di ponselnya secara cepat serta menekan tombol panggilan pada nomor orang yang sekelebat langsung muncul dalam pikirannya. Sosok pria yang bisa dipercayai dan diharapkan bisa dengan segera menolongnya dari bencana di depan mata, Zayn.Pikiran Shanum sudah kosong, tidak tahu strategi apalagi yang bisa digunakannya untuk menghadapi Feri.Di seberang sana, ponsel Zayn berbunyi begitu kencang hingga mengejutkannya. Dengan segera, Zayn mengangkat ponselnya. Saat melihat nama orang yang tertera di sana, sukses membuatnya memelotot seketika. Rasa kekhawatiran telah menyelimuti hatinya.Segeralah, dengan refleks Zayn menepikan mobilnya ke tempat yang aman untuk menga
Rasa pening langsung menyergap Shanum tatkala ia mencoba membuka mata. Hal terakhir yang diingat oleh wanita muda ini adalah bagaimana dirinya yang bersusah payah melarikan diri dari kejaran Feri.Siapa pula yang akan menyangka, sahabat terbaiknya justru sekarang menjadi musuh terbesar yang sangat membahayakan?Cinta memang sesuatu yang rumit untuk dipahami. Bahkan patah hati terbesar di hidup manusia dapat mengubahnya menjadi individu yang berbeda. Sakit hati akan membangkitkan monster terburuk yang ada di dalam diri seseorang. Dan begitulah yang terjadi pada sahabat Shanum yang satu ini.“Ugh…!” Shanum merintih karena merasakan sakit di sekujur tubuhnya.Tak heran, karena hanya manusia super yang akan baik-baik saja setelah nekat melompat keluar dari mobil yang berkendara dengan kecepatan tinggi seperti apa yang dilakukan wanita tersebut. Dan ditambah pula dengan ia yang langsung bangkit berlari setelahnya, membuat jelas hasilnya bahwa Shanum yang hanya manusia biasa ini pastinya se
"Kenapa Stella jelek-jelekin aku di depan Sena, ya? Dia punya masalah apa sama aku?" gumam Shanum tak mengerti dengan sikap buruk yang ia terima oleh orang yang bahkan tidak ia kenal.Zayn dan Shanum masih sibuk mengurus Sena yang sudah terlanjur membenci Shanum karena perkataan Stella. Zayn tak menyangka, masih ada banyak penghalang yang mengusik dirinya menuju hari bahagianya. "Kamu tenang aja, Sha. Aku nggak akan membiarkan Stella memberikan pengaruh buruk sama Sena," tegas Zayn. Pria itu harus segera menyelesaikan masalah ini secepat mungkin sebelum keadaan menjadi semakin keruh. Sudah susah payah Zayn meminta restu dari kedua orang tuanya. Zayn tidak akan membiarkan pernikahannya gagal karena Sena.Keduanya pun mulai memberikan pengertian pada Sena dan mencoba menghapus pemikiran buruk bocah itu mengenai Shanum. Pria itu harus bisa mengembalikan Sena seperti sedia kala."Sena sayang, Tante Shanum nggak seperti yang dibilang Tante Stella. Tante Shanum bukan tante jahat. Selama in
Pernikahan antara Shanum dan Zayn tinggal menghitung hari. Tidak lama lagi, pasangan kekasih itu akan menjadi pasangan sehidup semati. Zayn benar-benar tidak sabar ingin segera meresmikan hubungannya dengan Shanum. Namun berbeda dengan Zayn, Shanum justru merasakan kegelisahan yang tidak wajar menjelang hari pernikahannya.Satu minggu lagi, Zayn dan Shanum akan menggelar acara pernikahan sederhana. Shanum diterima dengan baik oleh keluarga Zayn, maupun oleh anak Zayn.Tapi entah kenapa, mendadak Shanum merasa resah tanpa alasan yang jelas. Padahal ia sudah mendapatkan restu dan Shanum juga bisa mengakrabkan diri dengan Sena. Menurut Zayn, tidak ada lagi masalah di antara mereka dan Zayn yakin pernikahan mereka akan berjalan lancar."Hari ini mau dijemput jam berapa?" tanya Zayn pada Shanum melalui sambungan telepon."Nanti aku kabari, Mas. Aku ada pekerjaan yang belum selesai.""Kamu nggak lupakan sama janji makan malam kita hari ini? Sena udah nungguin," ujar Zayn.Shanum mengulas se
Acara kunjungan di rumah tahanan pun berakhir. Arya harus segera kembali ke sel, sementara Lila dan Bu Desi harus segera pergi meninggalkan rutan."Hati-hati di jalan, ya. Jaga diri kalian baik-baik," ucap Arya sebelum berpisah dari ibu dan juga adiknya."Mas juga hati-hati di sini. Jaga kesehatan!" sahut Lila."Ibu pergi ya, Arya? Sehat-sehat di sini, ya? Nanti Ibu jengukin kamu lagi," ungkap Bu Desi berpamitan pada putranya dengan manik mata berkaca-kaca.Arya dan Lila saling beradu pandang. Setelah Lila mengajak Bu Desi pergi nanti, mungkin Bu Desi tidak akan bisa sering-sering menjenguk Arya di dalam penjara."Ibu nggak perlu terlalu sering datang ke sini. Arya akan baik-baik saja di sini, Bu. Ibu sama Lila juga harus hidup dengan baik selama Arya nggak ada, ya?" cetus Arya.Perpisahan antara ibu dan anak itu pun kembali diwarnai dengan tangisan. Bu Desi dan Lila pun keluar dari rutan, dan bergegas pulang ke kontrakan. "Untung aja masih ada ongkos buat pulang," gumam Lila."Kamu
Suasana rumah tahanan itu pun mulai penuh dengan tangis haru. Arya benar-benar senang dan bersyukur, akhirnya keluarganya datang mengunjungi dirinya setelah beberapa bulan pria itu berada di penjara. Mereka bertiga menangis, meluapkan kerinduan yang sudah lama terpendam."Maafkan Ibu, Arya. Ibu udah lama nggak jenguk kamu. Ibu minta maaf baru bisa datang sekarang," ucap Bu Desi pada sang putra. Tidak hanya Bu Desi saja yang mengucapkan kata maaf, Lila juga ikut merasa bersalah karena sudah mengabaikan sang kakak. "Lila juga minta maaf, Mas. Selama ini Lila nggak pernah jengukin Mas," sahut Lila.Arya menghela napas. Sebenarnya pria itu sangat kecewa pada ibu dan juga adiknya. D i saat dirinya tengah menghadapi kesulitan, Arya justru ditinggalkan oleh keluarganya. Pria itu menderita seorang diri di dalam jeruji besi."Maafkan kami ya, Arya? Ke depannya, Ibu sama Lila akan sering-sering jengukin kamu di sini," ujar Bu Desi.Arya hanya diam. Ini kesempatan pria itu untuk mengeluarkan un
Mata Lila tampak berkabut. Rasanya tak kuasa jika harus mengatakan apa yang baru saja menimpanya pada sang ibu.Namun, gadis itu tetap memutuskan untuk membangunkan sang ibu, agar wanita yang melahirkannya itu tak perlu merasakan linu ketika bangun di pagi hari esok. Usai menyeka air mata serta jejak kesedihan di wajahnya, kini Lila yang terlihat jauh lebih tegar daripada saat pertama masuk ke rumah pun mulai memanggil sang ibu untuk membangunkannya. "Ibu." Lila berbisik pelan seraya menepuk lengan Bu Desi.Wanita itu menggeliat ketika mendapat tepukan tiba-tiba yang mengganggu tidurnya yang baru setengah jalan itu."Kenapa kamu pulang semalam ini, hm? Ke mana saja kamu? Apa kamu membuat masalah baru lagi setelah terlibat dengan suami orang itu," cecar Bu Desi membuat Lila seketika menganga, tak percaya jika rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut Bu Desi. "Astaga, Bu. Apa nggak bisa nanyanya satu-satu dan pelan? Dan lagi, apa ibu bisa nggak berburuk sangka ke aku, hm?" Lila mena
Lila tidak menyadari bahwa setelah ditimpa sebuah musibah sebagai bentuk karmanya merebut suami orang pasca rumahnya dihancurkan oleh istri sah dari mantan istri David, kini Lila akan segera terjerembab dalam masalah baru yang jauh lebih kompleks.Dirinya sama sekali tidak mengetahui segala hal berkaitan utang-piutang yang dimiliki sang kakak, Arya, dari mulai kepada siapa dan seberapa besar nominal tersebut. Sekarang, Rendy tiba-tiba datang mendatanginya dan mengajaknya menaiki sebuah mobil hitam metalik.Senyum Rendy mengembang begitu puas. Terutama saat Lila menuruti saja saat Rendy mengajaknya ke salah satu hotel di kota mereka. Lila masih mencoba berpikir positif mengingat bagaimanapun Rendy adalah salah satu rekan kerja Arya dulu yang kebetulan pernah ditemuinya sebanyak dua kali.“Ayo, masuk,” tukas Rendy masih mempertahankan senyum miliknya kemudian melirik ke tas Lila. “Oh, ya. Kamu pasti capek kan abis kuliah? Udah sini, tasnya aku
“Tante cantik kok diam aja?” tanya Sena dengan nada khas anak-anaknya, saat melihat Shanum tiba-tiba terdiam saat bermain rumah-rumahan.Shanum yang sebenarnya sedari tadi mencemaskan reaksi orang tua Zayn terhadap rencana pernikahan mereka itu, pun dibuyarkan lamunannya oleh suara imut Sena yang sempat dihiraukannya itu.“Maaf ya, Sena, Tante sedang gak fokus,” sahut Shanum sambil tersenyum.Menatap Shanum sambil memiringkan kepalanya, Sena pun bertanya dengan polos, “Fokus itu apa, Tante?”Shanum hampir saja tidak bisa menahan tawanya saat mendapati hal tersebut. Ia merasa konyol karena membicarakan isi pikirannya pada anak kecil berusia 3 tahun itu.“Fokus itu ….”Saat hendak menjawab pertanyaan Sena, tiba-tiba saja Zayn sudah bergabung dengan mereka. Seperti apa yang dikatakannya sebelum ini, laki-laki itu keluar membawa serta tas berisi perlengkapan Sena seperti baju ganti, susu, dan beberapa ha
Tak terasa telah tiga hari telah berlalu. Usai kejadian nahas yang menimpa Shanum itu, rangkaian permasalahan silih berganti menyambanginya sebagai buntut dari peristiwa tersebut.Kendati demikian, peristiwa mengerikan itu tak hanya membawa rentetan malapetaka saja. Adapun berkah yang dibawa olehnya yakni kedekatan yang semakin terasa antara Zayn dan Shanum sendiri.Ya, usai kejadian penculikan Shanum tempo hari, Zayn yang senantiasa menjaga dan merawat Shanum di sampingnya itu, membuat hati Shanum yang semula ragu untuk terbuka kepadanya, pun akhirnya berhasil sepenuhnya menerima kembali kehadiran laki-laki tersebut.Seperti sekarang, Zayn sendirilah yang senantiasa menemani Shanum yang masih trauma itu keluar masuk kantor polisi dan pengadilan. Dalam kondisi yang masih sedikit syok, wanita itu tetap harus memberikan kesaksian agar memperoleh keadilan seperti yang telah dijanjikan oleh undang-undang itu sendiri.“Mas, sebenarn
“Apaan? Kalian mau nyulik gue? Gue nggak kenal kalian!” Lila masih mengomel penuh rasa kesal, sayangnya mereka tidak mengenal kata menyerah sebab langsung menyeret tangan Lila.Bersamaan dengan kericuhan itu semua, tiba-tiba terdengar suara bariton seorang pria yang rasanya begitu familiar dan tak asing di telinga Lila.“Hai, Lila,” panggil seorang pria muda dengan berbaju rapi muncul dari belakang dua orang berbadan kekar tadi. Lila terkejut mendengar sapaan tersebut, mengingat sebentar, kemudian langsung merespons.“Kak Rendy!” teriak Lila cepat setelah berhasil memicingkan netra bermaksud untuk lebih mengenali sang pria muda tersebut. Pria itu langsung tersenyum penuh arti dan mengangguk seolah memberikan kode.“Iya, ini aku, Lila.” Rendy kemudian meminta para dua orang tadi untuk menyingkir sebentar untuk berbincang dengan Lila. “Udah lama nggak ketemu, ya. Ternyata kabarmu masih baik.”Rani dan Rena kebingung