"Kenapa, Mas? Apa kamu khawatir semua kekayaan ini akan lenyap jika kita bercerai?" Shanum bertanya menantang Arya. "Bukan, Sha. Bukan itu. Tapi, aku sangat mencintaimu, dan aku sungguh nggak mau pisah darimu." Arya mencoba membujuk Shanum agar menarik kembali ucapannya tadi yang menginginkan perceraian itu. "Cih, bullshit! Cinta, katamu? Kalau kamu sungguh mencintaiku, aku yakin kamu nggak akan pernah menduakan bahkan menghadirkan dia dalam rumah tangga kita," tunjuk Shanum ke arah Anara, yang entah mengapa wajahnya terlihat lebih pucat daripada tadi. Shanum juga melihat bagaimana pelipis Anara berkeringat, dan bergeming di tempatnya bahkan terlihat seperti tengah melamun tentang sesuatu. "Aku nggak mau berbagi, Mas. Silakan, aku menceraikanmu agar kamu bisa hidup bahagia dengan istri baru dan calon bayimu itu, Mas, " ucap Shanum datar, nyaris tidak ada ekspresi meskipun di dalam dadanya tengah berdesir perih, ketika mengingat lagi bagaimana Arya berkhianat hingga menghadirkan An
"Mbak. Mbak Shanum." Bi Nena mencoba memanggil Shanum yang tampak larut dalam lamunannya usai kepergian suami dan mertuanya guna mengantarkan Anara ke rumah sakit. "E—eh, iya Bi. Gimana? Maaf, Bibi ngomong apa tadi?" tanya Shanum sedikit gelagapan karena sempat kehilangan fokusnya."Anu … Bibi udah beresin semua barang-barang mereka di dalam koper ini, terus gimana ya, Mbak?" tanya Bi Nena meminta pendapat sang majikan. "Hm, biarin di situ aja, Bi. Mungkin, besok atau lusa mereka sudah pergi dari rumah ini," jawab Shanum datar. Lalu, Ia segera membawa langkahnya menuju ke lantai atas untuk beristirahat karena hari ini sangatlah melelahkan bagi Shanum. Bi Nena hanya menatap kepergian Shanum dengan tatapan nanar hingga punggungnya menghilang dan tidak terlihat lagi. "Kasihan, Mbak Shanum. Dia pasti tertekan banget saat ini karena kelakuan Mas Arya dan mertuanya." Bi Nena bergumam pelan. Ia sadar betul bahwa saat ini Shanum tidak sedang baik-baik saja.Namun, wanita itu selalu menyim
"Urusan kita belum selesai, Mbak!" seru Lila menatap tajam penuh kebencian ke arah kakak iparnya. Shanum hanya mengedikkan bahunya acuh. Seakan tak peduli dengan tatapan tajam juga kebencian yang amat kentara dari Lila. Ia tak akan gentar karena rumah ini adalah rumahnya, dan dia berhak mengusir siapa pun yang ada di rumah ini. Termasuk, Arya dan keluarganya. Lila lantas memilih membalikkan tubuhnya, dan segera berlalu keluar rumah. Gadis itu berniat untuk menelpon sang ibu. Dia harus tahu siapa yang sakit, dan dibawa ke rumah sakit yang mana demi bisa menyusul mereka dan mengadukan perbuatan Shanum yang telah lancang membereskan barang-barang mereka tanpa persetujuan. Dia tidak bisa menghadapi Shanum sendirian tanpa ada Bu Desi, maupun Arya. Lila memang segan berhadapan dengan Shanum, jika hanya seorang diri. "Sialan! Apa-apaan maksudnya dia nyuruh Bi Nena membereskan barang-barangku tanpa izin," gerutu Lila kesal. Ia melangkah keluar rumah mewah itu sambil mengentak-entakkan lan
Bu Desi meraih tubuh Lila agar duduk bersamanya. Mendengar tekad Arya yang tidak akan membiarkan hal itu terjadi, hanya membuat kedua wanita berbeda generasi itu memutar bola matanya malas."Apa rencanamu sekarang, Arya?" tanya Bu Desi setelah puas mendumal tanpa suara. "Ada. Pokoknya ada satu cara agar kita bisa tetap berada di rumah itu, Bu," ucap Arya yakin."Caranya?" Lila bertanya dengan wajah sangsi. Ia merasa keputusannya untuk menjadi sugar baby seperti Rena dan Rani itu adalah pilihan yang tepat, mengingat bagaimana gonjang-ganjingnya rumah tangga Arya dan Shanum saat ini. Lila memutuskan untuk berdiri di atas kakinya sendiri meski harus memakai jalan pintas. Arya mendekatkan dirinya kepada ibu dan adiknya. Ia lantas membisikkan kata-kata yang menjadi rencananya agar bisa tetap tinggal di rumah mewah Shanum. Setelah mengatakan itu, Bu Desi tampak berpendapat. "Jadi, kita harus baik-baikin Shanum dulu gitu? Kalau dia sudah masuk ke perangkap kita, barulah kita menjalankan r
Sudah hampir tiga puluh menit berlalu. Bu Desi, Arya, dan juga Lila masih setia menunggu dokter yang memeriksa Anara keluar untuk memberitahukan mereka kondisi wanita yang tengah hamil muda itu. "Sebenarnya si Anara kenapa sih, Bu?" tanya Lila memecah keheningan di antara mereka."Tadi dia perutnya sakit, kayaknya kram gitu. Jadi, kita buru-buru aja bawa dia ke sini, takut kenapa-napa sama kandungannya," jawab Arya sekenanya tanpa menoleh ke arah sang adik yang duduk di antara dirinya dan Bu Desi."Lagi genting-gentingnya dia malah mendadak pingsan, bukannya bantu ngomong," celoteh Bu Desi seraya cemberut. Arya langsung memicingkan matanya ke arah sang Ibu atas reaksi yang baru saja diperlihatkan. "Ibu apaan sih. Memangnya Anara mau sakit kayak gini, dia juga nggak mau sakit begini, Bu," tukas Arya kesal atas ocehan Bu Desi yang hobinya hanya menjulidi para menantunya. Tidak hanya Shanum, bagi Anara pun berlaku demikian. Wanita itu memilih diam setelah Arya menukas ucapannya. Kalau
"Selamat pagi, Mbak," sapa Bi Nena tatkala melihat Shanum baru saja memasuki ruang makan pagi itu."Pagi, Bi," sahut Shanum seraya mengambil posisi duduk. "Mau dibuatin sarapan apa, Mbak?" tanya Bi Nena, yang memang sebenarnya bingung dari tadi mau mengerjakan apa di dapur ini. Sebab, penghuni rumah sebagian tidak berada di rumah besar itu. Suasana hari itu sangatlah hening, sebab hanya tersisa Shanum dan Bi Nena saja di rumah. "Aku mau teh chamomile hangat saja, Bi," ucap Shanum kemudian. Ia merasa jika meminum teh itu akan membuatnya tidak gugup lagi saat harus datang ke pengadilan nanti."Nggak mau roti atau yang lainnya, Mbak?" tanya Bi Nena dengan raut khawatir ketika Shanum hanya meminta dibuatkan teh saja pagi itu. "Nggak usah, Bi. Tolong buatin segera ya, karena saya mau buru-buru pergi ke suatu tempat," pinta Shanum sembari mengulas senyuman manisnya."Baik, Mbak. Tunggu sebentar," ucap Bi Nena, sambil bergegas untuk menyiapkan pesanan sang majikan.Sementara itu, Shanum
"Alhamdulillah," ucap Shanum dengan perasaan lega tatkala baru saja keluar dari kantor pengadilan agama. Dia sempat gugup bahkan berkeringat dingin saat mengisi formulir pengajuan gugatan cerai. Beruntungnya, Shanum dapat mengendalikan emosinya setelah beberapa menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Hal itu rupanya cukup membantu Shanum dalam menghadapi kegugupannya saat berada di dalam tadi. Kini, wanita cantik nan anggun itu membawa langkahnya menuju ke parkiran mobil di tempat dia memarkirkannya tadi. "Sudah selesai, Sha?" tanya seseorang dari arah belakang. Shanum seketika menolehkan wajahnya, dan lagi-lagi melihat mantan kekasihnya itu berjalan tak jauh di belakangnya."Su–sudah." Shanum menjawab tercengang sekaligus gugup, bahkan lebih tepatnya tak berani membalas tatapan Zayn."Apakah kamu sungguh akan bercerai, Sha?" tanya Zayn yang kian mendekatkan langkahnya."Ya, begitulah." Shanum menjawab sekenanya. Dalam hatinya ingin sekali segera berlalu dari tempat
Beberapa jam yang lalu ….Pagi itu, Bu Desi terbangun dengan tubuh yang terasa pegal. Tidur di sofa rumah sakit membuatnya tidak nyaman, terutama di bagian pinggangnya.'Ck! Gara-gara si Anara, aku harus mengalami ini semua, huffh!' keluh Bu Desi, tatkala dirinya baru membuka matanya. Wanita paruh baya itu melempar tatapan ke arah ranjang di mana tampak Arya sedang menyuapi Anara dengan telaten. Arya yang menyadari sang Ibu baru saja terbangun dari tidurnya pun menoleh ke arah sofa, lalu pria itu menyapa Bu Desi."Ibu sudah bangun?" sapa Arya lemah lembut."Yah, seperti yang kamu lihat," sahutnya singkat. Bu Desi tampak berdiri, dan berniat untuk pergi ke kamar mandi untuk sekadar mencuci wajahnya agar terlihat segar. "Aku udah beliin makanan buat Ibu, di situ," ucap Arya sambil menunjuk ke suatu arah dengan menggerakkan ekor matanya."Makasih," sahut Bu Desi, lagi-lagi hanya singkat saja. Entah mengapa, dirinya sudah merasa tidak betah berada di tempat ini."Hufh … aku rindu kasurk
"Kenapa Stella jelek-jelekin aku di depan Sena, ya? Dia punya masalah apa sama aku?" gumam Shanum tak mengerti dengan sikap buruk yang ia terima oleh orang yang bahkan tidak ia kenal.Zayn dan Shanum masih sibuk mengurus Sena yang sudah terlanjur membenci Shanum karena perkataan Stella. Zayn tak menyangka, masih ada banyak penghalang yang mengusik dirinya menuju hari bahagianya. "Kamu tenang aja, Sha. Aku nggak akan membiarkan Stella memberikan pengaruh buruk sama Sena," tegas Zayn. Pria itu harus segera menyelesaikan masalah ini secepat mungkin sebelum keadaan menjadi semakin keruh. Sudah susah payah Zayn meminta restu dari kedua orang tuanya. Zayn tidak akan membiarkan pernikahannya gagal karena Sena.Keduanya pun mulai memberikan pengertian pada Sena dan mencoba menghapus pemikiran buruk bocah itu mengenai Shanum. Pria itu harus bisa mengembalikan Sena seperti sedia kala."Sena sayang, Tante Shanum nggak seperti yang dibilang Tante Stella. Tante Shanum bukan tante jahat. Selama in
Pernikahan antara Shanum dan Zayn tinggal menghitung hari. Tidak lama lagi, pasangan kekasih itu akan menjadi pasangan sehidup semati. Zayn benar-benar tidak sabar ingin segera meresmikan hubungannya dengan Shanum. Namun berbeda dengan Zayn, Shanum justru merasakan kegelisahan yang tidak wajar menjelang hari pernikahannya.Satu minggu lagi, Zayn dan Shanum akan menggelar acara pernikahan sederhana. Shanum diterima dengan baik oleh keluarga Zayn, maupun oleh anak Zayn.Tapi entah kenapa, mendadak Shanum merasa resah tanpa alasan yang jelas. Padahal ia sudah mendapatkan restu dan Shanum juga bisa mengakrabkan diri dengan Sena. Menurut Zayn, tidak ada lagi masalah di antara mereka dan Zayn yakin pernikahan mereka akan berjalan lancar."Hari ini mau dijemput jam berapa?" tanya Zayn pada Shanum melalui sambungan telepon."Nanti aku kabari, Mas. Aku ada pekerjaan yang belum selesai.""Kamu nggak lupakan sama janji makan malam kita hari ini? Sena udah nungguin," ujar Zayn.Shanum mengulas se
Acara kunjungan di rumah tahanan pun berakhir. Arya harus segera kembali ke sel, sementara Lila dan Bu Desi harus segera pergi meninggalkan rutan."Hati-hati di jalan, ya. Jaga diri kalian baik-baik," ucap Arya sebelum berpisah dari ibu dan juga adiknya."Mas juga hati-hati di sini. Jaga kesehatan!" sahut Lila."Ibu pergi ya, Arya? Sehat-sehat di sini, ya? Nanti Ibu jengukin kamu lagi," ungkap Bu Desi berpamitan pada putranya dengan manik mata berkaca-kaca.Arya dan Lila saling beradu pandang. Setelah Lila mengajak Bu Desi pergi nanti, mungkin Bu Desi tidak akan bisa sering-sering menjenguk Arya di dalam penjara."Ibu nggak perlu terlalu sering datang ke sini. Arya akan baik-baik saja di sini, Bu. Ibu sama Lila juga harus hidup dengan baik selama Arya nggak ada, ya?" cetus Arya.Perpisahan antara ibu dan anak itu pun kembali diwarnai dengan tangisan. Bu Desi dan Lila pun keluar dari rutan, dan bergegas pulang ke kontrakan. "Untung aja masih ada ongkos buat pulang," gumam Lila."Kamu
Suasana rumah tahanan itu pun mulai penuh dengan tangis haru. Arya benar-benar senang dan bersyukur, akhirnya keluarganya datang mengunjungi dirinya setelah beberapa bulan pria itu berada di penjara. Mereka bertiga menangis, meluapkan kerinduan yang sudah lama terpendam."Maafkan Ibu, Arya. Ibu udah lama nggak jenguk kamu. Ibu minta maaf baru bisa datang sekarang," ucap Bu Desi pada sang putra. Tidak hanya Bu Desi saja yang mengucapkan kata maaf, Lila juga ikut merasa bersalah karena sudah mengabaikan sang kakak. "Lila juga minta maaf, Mas. Selama ini Lila nggak pernah jengukin Mas," sahut Lila.Arya menghela napas. Sebenarnya pria itu sangat kecewa pada ibu dan juga adiknya. D i saat dirinya tengah menghadapi kesulitan, Arya justru ditinggalkan oleh keluarganya. Pria itu menderita seorang diri di dalam jeruji besi."Maafkan kami ya, Arya? Ke depannya, Ibu sama Lila akan sering-sering jengukin kamu di sini," ujar Bu Desi.Arya hanya diam. Ini kesempatan pria itu untuk mengeluarkan un
Mata Lila tampak berkabut. Rasanya tak kuasa jika harus mengatakan apa yang baru saja menimpanya pada sang ibu.Namun, gadis itu tetap memutuskan untuk membangunkan sang ibu, agar wanita yang melahirkannya itu tak perlu merasakan linu ketika bangun di pagi hari esok. Usai menyeka air mata serta jejak kesedihan di wajahnya, kini Lila yang terlihat jauh lebih tegar daripada saat pertama masuk ke rumah pun mulai memanggil sang ibu untuk membangunkannya. "Ibu." Lila berbisik pelan seraya menepuk lengan Bu Desi.Wanita itu menggeliat ketika mendapat tepukan tiba-tiba yang mengganggu tidurnya yang baru setengah jalan itu."Kenapa kamu pulang semalam ini, hm? Ke mana saja kamu? Apa kamu membuat masalah baru lagi setelah terlibat dengan suami orang itu," cecar Bu Desi membuat Lila seketika menganga, tak percaya jika rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut Bu Desi. "Astaga, Bu. Apa nggak bisa nanyanya satu-satu dan pelan? Dan lagi, apa ibu bisa nggak berburuk sangka ke aku, hm?" Lila mena
Lila tidak menyadari bahwa setelah ditimpa sebuah musibah sebagai bentuk karmanya merebut suami orang pasca rumahnya dihancurkan oleh istri sah dari mantan istri David, kini Lila akan segera terjerembab dalam masalah baru yang jauh lebih kompleks.Dirinya sama sekali tidak mengetahui segala hal berkaitan utang-piutang yang dimiliki sang kakak, Arya, dari mulai kepada siapa dan seberapa besar nominal tersebut. Sekarang, Rendy tiba-tiba datang mendatanginya dan mengajaknya menaiki sebuah mobil hitam metalik.Senyum Rendy mengembang begitu puas. Terutama saat Lila menuruti saja saat Rendy mengajaknya ke salah satu hotel di kota mereka. Lila masih mencoba berpikir positif mengingat bagaimanapun Rendy adalah salah satu rekan kerja Arya dulu yang kebetulan pernah ditemuinya sebanyak dua kali.“Ayo, masuk,” tukas Rendy masih mempertahankan senyum miliknya kemudian melirik ke tas Lila. “Oh, ya. Kamu pasti capek kan abis kuliah? Udah sini, tasnya aku
“Tante cantik kok diam aja?” tanya Sena dengan nada khas anak-anaknya, saat melihat Shanum tiba-tiba terdiam saat bermain rumah-rumahan.Shanum yang sebenarnya sedari tadi mencemaskan reaksi orang tua Zayn terhadap rencana pernikahan mereka itu, pun dibuyarkan lamunannya oleh suara imut Sena yang sempat dihiraukannya itu.“Maaf ya, Sena, Tante sedang gak fokus,” sahut Shanum sambil tersenyum.Menatap Shanum sambil memiringkan kepalanya, Sena pun bertanya dengan polos, “Fokus itu apa, Tante?”Shanum hampir saja tidak bisa menahan tawanya saat mendapati hal tersebut. Ia merasa konyol karena membicarakan isi pikirannya pada anak kecil berusia 3 tahun itu.“Fokus itu ….”Saat hendak menjawab pertanyaan Sena, tiba-tiba saja Zayn sudah bergabung dengan mereka. Seperti apa yang dikatakannya sebelum ini, laki-laki itu keluar membawa serta tas berisi perlengkapan Sena seperti baju ganti, susu, dan beberapa ha
Tak terasa telah tiga hari telah berlalu. Usai kejadian nahas yang menimpa Shanum itu, rangkaian permasalahan silih berganti menyambanginya sebagai buntut dari peristiwa tersebut.Kendati demikian, peristiwa mengerikan itu tak hanya membawa rentetan malapetaka saja. Adapun berkah yang dibawa olehnya yakni kedekatan yang semakin terasa antara Zayn dan Shanum sendiri.Ya, usai kejadian penculikan Shanum tempo hari, Zayn yang senantiasa menjaga dan merawat Shanum di sampingnya itu, membuat hati Shanum yang semula ragu untuk terbuka kepadanya, pun akhirnya berhasil sepenuhnya menerima kembali kehadiran laki-laki tersebut.Seperti sekarang, Zayn sendirilah yang senantiasa menemani Shanum yang masih trauma itu keluar masuk kantor polisi dan pengadilan. Dalam kondisi yang masih sedikit syok, wanita itu tetap harus memberikan kesaksian agar memperoleh keadilan seperti yang telah dijanjikan oleh undang-undang itu sendiri.“Mas, sebenarn
“Apaan? Kalian mau nyulik gue? Gue nggak kenal kalian!” Lila masih mengomel penuh rasa kesal, sayangnya mereka tidak mengenal kata menyerah sebab langsung menyeret tangan Lila.Bersamaan dengan kericuhan itu semua, tiba-tiba terdengar suara bariton seorang pria yang rasanya begitu familiar dan tak asing di telinga Lila.“Hai, Lila,” panggil seorang pria muda dengan berbaju rapi muncul dari belakang dua orang berbadan kekar tadi. Lila terkejut mendengar sapaan tersebut, mengingat sebentar, kemudian langsung merespons.“Kak Rendy!” teriak Lila cepat setelah berhasil memicingkan netra bermaksud untuk lebih mengenali sang pria muda tersebut. Pria itu langsung tersenyum penuh arti dan mengangguk seolah memberikan kode.“Iya, ini aku, Lila.” Rendy kemudian meminta para dua orang tadi untuk menyingkir sebentar untuk berbincang dengan Lila. “Udah lama nggak ketemu, ya. Ternyata kabarmu masih baik.”Rani dan Rena kebingung