Sudah hampir 2 jam tidak ada juga pembeli yang datang ke restoran Devan. Sebelumnya tempatnya itu benar-benar sangat ramai. Bahkan terkenal di internet, tetapi gara-gara penangkapan dirinya semua itu langsung berubah 180°.Beberapa kali Devan mondar mandi di depan pintu utama, menunggu pelanggan mana yang datang untuk pertama kalinya. Tetapi sayangnya sudah 2 jam berlalu, tapi tak ada tanda-tanda pelanggan yang singgah di tempat itu. Devan mulai frustrasi. Amanda pun tampak merasa kasihan. Ini semua sebab penangkapan Devan yang viral.Padahal Devan berniat akan menggratiskan 10 orang pertama yang datang di hari itu. Tetapi tak ada satu pun yang singgah, membuat Devan uring-uringan. "Kalau kayak begini aku benar-benar bisa bangkrut. Usahaku yang sudah dirintis oleh orang tua bisa-bisa gulung tikar gara-gara kejadian itu," gumam Devan, frustrasi. Dia duduk termenung memandangi pintu utama. Banyak sekali orang-orang menoleh ke arah tokonya, tapi ada tak ada satu pun yang berani untuk
"Kenapa diam saja? Ayo katakan! Kamu punya rencana apa terhadapku?!" tanya Devan sembari berkacak pinggang. Wajah pria itu juga marah. Amanda semakin kelabakan. Dia tidak tahu harus mengatakan apa agar Devan percaya kalau tadi itu tak bermaksud untuk jahat kepadanya. "Bukan, bukan seperti itu, Mas. Aku hanya terbawa emosi saja, sebab kamu itu mati-matian membela Maura yang sudah jelas membuat kamu seperti ini," ujar Amanda akhirnya berusaha untuk mengelak. Dia tidak mau sampai kehilangan kesempatan mendekati Devan. "Itu urusanku, Amanda. Aku yang merasakan sendiri dan aku yang tahu siapa yang sudah jahat kepadaku. Kamu tidak usah berpikiran buruk terhadap Maura. Tugasku sekarang adalah mencari Maura dan kalau kamu memang masih ingin membantuku, silakan. Aku juga tidak menjanjikan upah yang besar kepadamu. Karena sekarang saja sulit sekali mendapatkan pelanggan. Ingat perjanjian kita di awal, kamu tidak boleh punya niatan untuk mendapatkan apa-apa dariku," ujar pria itu sembari men
Saat itu Winda sedang mengecek penghasilannya di supermarket. Dia dikagetkan dengan suara dering ponsel. Lebih membuatnya syok adalah Raka yang menelepon wanita itu. Winda melotot dengan tubuh mematung melihat HPnya terus bergetar. Karena diamnya itu, salah satu karyawan menepuk pundak Winda dan mengatakan kalau ponselnya berdering. Winda tersentak, dia mengerjapkan mata berkali-kali, tak percaya kalau yang meneleponnya adalah Raka.Dengan perasaan canggung, wanita itu pun menerima panggilan dari sang pria. "H-Halo, Mas?" tanya Winda, suaranya sedikit bergetar karena gugup. "Win, kamu di mana?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat jantung Winda berdetak dengan sangat kencang. Seperti ingin meledak saja."Aku ada di supermarket. Kebetulan lagi cek karyawan," ucap Winda dengan perasaan tak karuan. "Bisakah kita bertemu?""Hah?!" Seperti sebuah kembang api yang meledak, begitu indah di langit. Perasaan Winda pun campur aduk, warna-warni dan meledak-ledak. Dia benar-benar tidak menyang
Lusi berpikir, mungkin sebaiknya dia kerja saja daripada diam dan menunggui Alia, takut kalau pemikirannya terus terpaku kepada sakit hati yang sudah dia tinggalkan di kota sebelumnya. Tetapi dia juga bingung harus bekerja apa. Sementara pengalamannya hanya mengurus percetakan, penerbitan dan beberapa kontrakan. Sebenarnya semua itu sudah cukup untuk menghidupinya dan Alia. Tetapi dia merasa bingung saja jika tidak ada kegiatan apa-apa. Lagi pula kepindahannya ke sini itu untuk melupakan masa lalu dan memulai hidup baru, jadi mungkin dia harus bisa punya kegiatan yang bermanfaat."Hah! Aku bingung sekali. Sudahlah, sebaiknya aku beres-beres aja. Masalah itu biarkan nanti dipikirkan," ujar Lusi kembali melanjutkan aktivitasnya. Sementara itu Adiba ada di kamarnya. Tidak ada yang berubah sejak gadis itu meninggalkan tempat ini. Kelebatan bayangan saat dia dimarahi habis-habisan oleh sang Ayah dan Ibu yang terus dipukuli masih terngiang di benaknya. Adiba berusaha untuk menghalau sem
Jantung Adiba berdetak dengan sangat kencang. Tubuhnya bergetar hebat. Dia berusaha untuk tenang melihat ponselnya yang terus berdering, hingga akhirnya suaranya berhenti. Tetapi tak lama kemudian panggilan itu masuk kembali. Dia benar-benar mulai khawatir. Sesaat, Adiba hanya bisa terdiam memandangi ponsel tersebut. Entah sudah berapa kali ponselnya terus berdering, tapi tak ada satu pun yang diangkat oleh gadis itu. Ini benar-benar membuat sang gadis merasa frustrasi, hingga akhirnya suara ketukan pintu membuatnya terkesiap. Itu adalah Lusi. Karena posisi pintu yang tidak terkunci, membuat Lusi bisa melihat apa yang sedang terjadi. "Adiba, HP kamu dari tadi berdering, loh. Sampai kedengaran ke kamarku," ucap Lusi berusaha untuk mencari tahu apa yang terjadi.Adiba langsung mendekat kepada Lusi dengan tangan yang bergetar. Melihat itu Lusi juga kaget. "Kenapa, Diba? Ada apa?"Dengan perasaan khawatir, Adiba meneguk saliva dengan susah payah, berusaha untuk tenang dan menceritakan
"Apakah semua ini gara-gara aku? Sebab memberitahukan semuanya kepada Devan, jadi kamu yang mendapat getahnya?" tanya Lusi merasa bersalah.Adiba hanya diam saja. Ingin mengatakan kalau itu benar juga takut Lusi malah menjadi beban pikiran. Lagi pula memang harus seperti ini. Kalau misalkan Lusi tidak memberitahukan kebenarannya, mungkin Devan sampai saat ini masih mendekam di penjara. Walaupun Adiba tidak tahu apakah dia sudah bebas atau belum, yang pasti sudah melakukan hal yang benar dengan menceritakan yang sebenarnya.Kebenaran pasti akan terungkap lambat atau lawan, tetapi tentu saja lebih cepat lebih baik agar tidak ada korban lagi."Nggak apa-apa, Lus. Kamu jangan merasa bersalah seperti itu. Aku hanya kaget saja kalau misalkan Arya tiba-tiba saja menerorku. Ya, dia sudah tahu kalau aku yang memberitahumu perihal kejahatannya." Lusi memejamkan mata sembari menghela napas panjang. Dia benar-benar merasa bersalah kepada Adiba. Kalau sampai terjadi seperti ini, mungkin Adiba ak
Maura hanya menganggukkan kepala. Dia tidak berani mengucapkan apa pun, takut jika salah bicara dan malah menjadi keributan antara Raka dan Mila. Meskipun memang itu yang dia mau, agar mereka pecah belah. Tetapi tentu saja Maura tidak mau menjadi penyebab keretakan hubungan mereka. Harus ada orang ketiga yang menjadikan mereka hancur. "Ngapain kamu lihatin aku? Makan! Kalau nggak, aku ambil semua makanannya!" seru Mila karena dari tadi Maura hanya melihat wajahnya. Wanita itu pun langsung menganggukkan kepala dan kembali menyuapkan makanan. Sementara Raka hanya bisa menahan napas sembari menggelengkan kepala. Untuk saat ini dia hanya bisa berdiam diri dan menahan semua kekesalan, tidak mau menambah masalah.Fokusnya kali ini adalah mencari Lusi dan juga Alia. Saat hampir selesai menyuapkan makanan, tiba-tiba saja Raka mengatakan sesuatu yang membuat Mila dan Maura kaget bersamaan. "Besok aku ingin mengunjungi Ibu," ujar Raka membuat kedua wanita berbeda usia itu langsung menoleh d
Melihat diamnya Mila yang begitu lama, membuat Raka kesal sendiri. Dia pun akhirnya menyudahi makan malam, membuat Maura dan Mila kaget. Sebab sang pria sampai menggebrak meja.Mila berusaha untuk menyusul kepergian suaminya, sementara itu Maura tiba-tiba saja langsung tersenyum puas. Dia merasa jumawa, itu artinya ini kabar yang baik. Tampaknya akan ada perpecahan yang lama-kelamaan membesar dan mungkin akan berakhir hubungan mereka. Karena dia yakin Bu Sinta pasti akan terus menghasut anaknya untuk mengakhiri hubungan dengan Mila. Dengan begitu kakaknya juga akan sengsara. Ini adalah sebuah kabar yang bagus. Maura harus memberitahukan Bu Sinta kalau anaknya akan menemui besok, jadi Bu Sinta harus punya 1000 cara agar Raka bisa mengakhiri hubungannya dengan Mila. Sementara itu Mila terus berusaha mengajarkan ke kamarnya. Dia bertanya apa yang salah sampai Raka tiba-tiba saja pergi dari meja makan."Kamu kenapa, sih, Mas?Marah-marah mulu! Aku kan tanya baik-baik," ucap Mila karena
Sementara itu di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang menikmati bulan madu. Seharian mereka berkeliling puncak. Mereka berdua sudah cek in, tetapi Raka mengajak untuk keluar. Entah kenapa dia tidak mau sampai terjadi hubungan suami istri di antara keduanya. Pikiran pria itu benar-benar kacau. Dia hanya berharap bisa menemukan anaknya dan mantan istri, setidaknya jika tahu keberadaan Alia, hatinya bisa tenang. Mungkin sesekali akan mengunjungi Alia, tentu tanpa sepengetahuan Mila. Tetapi dia tidak tahu bagaimana mengatakan semua ini kepada Winda, agar wanita itu paham kalau dirinya saat ini benar-benar membutuhkan ruang untuk mencari anaknya. "Mas, kenapa sih kamu dari tadi diam aja? Apa kamu tidak suka dengan hotel yang akan kita tempati?" tanya Winda karena dari berangkat dia melihat kalau Raka tidak fokus. Dia terus saja seperti gelisah dan memikirkan sesuatu. "Maafkan aku, Winda. Kalau boleh jujur, aku itu sedang memikirkan Alia. Ke mana kira-kira dia pergi," ucap Raka, m
Sepeninggalnya Maura, Imel hanya mematung di tempat. Dia jadi berpikiran macam-macam. Mungkinkah bosnya ini memang pelakor di masa lalu dan sekarang sedang berusaha untuk memperbaiki diri atau memang wanita hamil itu masih tetap menjadi pelaku dan berusaha menyembunyikan identitasnya?Semua pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba saja dan bermunculan di benak sang gadis. Mila yang melihatnya pun mulai khawatir kalau karyawan barunya ini akan berpikiran macam-macam atau lebih parahnya dia akan menyebarkan semua informasi ini. Tidak ada yang tahu hati seseorang. Meskipun Mila merasa kalau dia sudah bersikap baik kepada Imel, tetapi tidak tahu dengan tanggapan gadis itu sendiri. Mila berdehem beberapa kali, berusaha untuk menetralkan perasaan. Dia harus tenang menghadapi situasi seperti ini. Wanita hamil itu akan berbicara baik-baik kepada Imel dan memberikan pengertian kalau semua yang dikatakan Maura itu adalah kebohongan belaka. Berharap Imel tidak akan mencari tahu melewati internet,
"Tidak akan. Aku jamin dia tidak akan tahu masalah ini, kecuali kamu yang ngomong. Tapi sepertinya kalau kamu ngomong pun jika tidak ada bukti percuma," ucap Mila. Dia tidak sadar kalau dari tadi Maura sedang mengambil buktinya. Wanita itu juga tidak berniat untuk mengatakan kalau dirinya punya bukti. Dia akan menyimpan ini baik-baik dan menjadi kejutan untuk Mila, memberikan semua ini kepada Raka tanpa sepengetahuan wanita hamil itu. Ingin tahu, betapa terkejutnya Mila setelah Raka mengambil tindakan. Karena Maura yakin, Raka tidak akan diam saja jika diperlakukan tidak baik oleh istrinya. Apalagi martabatnya sebagai seorang suami diinjak-injak begitu saja."Dengar, ya. Sekali lagi aku tegaskan, kamu jangan macam-macam sama aku dan jangan terlalu senang seolah Mas Raka itu akan benar-benar mendukungmu, kecuali kalau kamu itu adalah pelakor," ujar Mila dengan santai.Maura hanya diam saja. Dia memilih untuk mematikan rekaman dan hendak pergi dari sana, tetapi baru juga beberapa lang
"Apa tadi Mbak bilang? Mas Raka itu hidup dari uang Kakak, begitu?" tanya Maura memperjelas.Dia ingin merekam semua perkataan Mila. Dengan begitu secara kontan Raka pasti akan sakit hati dan meninggalkan Mila. Menurutnya tak masalah kalau Raka tiba-tiba saja meninggalkan Mila dengan alasan yang jelas. Lagi pula masalah perceraian bisa diurus setelah anak yang ada dalam kandungan Mila lahir. "Iya, kamu nggak sadar juga? Suamiku itu bisa hidup karena aku. Dia juga bisa mendapatkan apa-apa juga sebab uangku. Jadi, kamu jangan merasa senang karena dibela oleh Mas Raka. Karena dia juga akan tergantung padaku. Lalu, apa kamu pikir Mas Raka akan memberikan uang kepadamu? Tidak, kecuali dariku. Uang Mas Raka juga itu uangku. Apa kamu tidak menyadarinya?" ucap Mila. Dia sama sekali tidak curiga kepada Maura, apalagi wanita itu mengatakan hal tersebut sembari makan bubur. Perutnya sangat lapar. Anak yang ada dalam kandungan juga sudah menendang-nendang. Dia benar-benar merasa kalau hari ini
Awalnya Maura takut saat kakaknya tiba-tiba bertanya seperti itu, tetapi karena kelicikan yang sudah terlatih membuat dia berpikir lebih baik mempermainkan perasaan kakaknya itu, akan sangat menghancurkan Siapa tahu dengan tidak sengaja bisa berakibat fatal kepada anak yang ada dalam kandungan. Jadi, dia tidak perlu susah-susah menggugurkan kandungan Mila. Tinggal buat saja mental ibunya down, pasti anaknya ada dalam kandungan pun ikut terkena dampaknya. "Oh, Kakak mau tahu kenapa aku sampai yakin sekali kalau Mas Raka itu pasti membelaku? Sebab Mas Raka lebih percaya sama aku ketimbang sama istrinya. Kakak nggak sadar, ya? Kalau selama ini Mas Raka itu sudah lelah sekali berhubungan dengan Kak Mila, tetapi karena anak yang ada dalam kandungan itulah Mas Raka akhirnya bertahan. Dia sebenarnya berharap Kak Mila bisa berubah lebih baik, tidak terus mengekang dan cemburu buta. Tapi, sayangnya itu tidak terjadi juga. Aku yakin, memang itu ada sifat asli Kak Mila, kan? Pencemburu dan mend
Maura istirahat sejenak di sebuah masjid, tapi dia sama sekali tidak salat. Hanya berteduh. Sebelumnya wanita itu pergi ke kantin rumah sakit untuk makan. Sebab dia tidak mungkin menunggu terus Mila, sementara kakaknya itu menyebalkan. Ada saja kata-kata yang membuat dirinya semakin kesal.Wanita itu makan sambil melamun, banyak pikiran yang terus bergerilya di benak. Apa yang harus dia lakukan saat ini? Sementara Raka sama sekali tidak bisa dihubungi. Kalau misalkan dirinya pulang dengan Mila, apakah semua akan baik-baik saja dan rencananya untuk mengerjai kakaknya itu akan berhasil? Pertanyaan itu juga semakin menjadi-jadi di benaknya. Dia tak tahu harus melakukan apa. "Ah, capeknya! Aku harus benar-benar menerima semua ini. Lagi pula nggak ada salahnya, kan? Aku sudah menolongnya juga. Aku akan memulai aksiku nanti kalau sudah sampai rumah," gumam wanita itu langsung menghabiskan makanan.Dia memilih untuk kembali ke kamar kakaknya dan melihat kalau Mila sedang terduduk sembari he
"Sekarang masih diam lagi, kan? Berarti itu Kakak mengaku kalau selama ini aku belajar cara kejam dari Kakak. Aku tidak mungkin belajar dari orang lain. Pasti dari orang terdekat dulu. Coba saja dari awal saat aku datang ke sini untuk menjenguk Kakak di penjara, mungkin kejadiannya akan beda kalau Kakak bersikap baik saat itu. Ini pun aku pasti akan melupakan semua dendam dan kesakitan yang sudah Kakak beri. Sayangnya sampai detik terakhir, Kakak bersikap seperti ini. Jadi, untuk apa aku lembut dan tetap diam saja? Tidak, aku tidak mau bodoh dan menderita kedua kalinya. Sekarang terserah. Kalau misalkan aku harus keluar rumah, tanggung akibatnya. Kalau tidak mau, lakukan sesuai dengan keinginanku," ujar Maura. Setelah itu dia pergi dari hadapannya, membuat wanita hamil itu mengerang dengan hati yang dipenuhi amarah. "Maura, kurang ajar kamu! Awas! Aku akan buat perhitungan padamu!" seru Mila dengan suara parau. Maura memilih untuk keluar dan menenangkan diri terlebih dahulu. Tidak
Mila sampai tidak bisa berkata-kata mendengar semua perkataan adiknya. Jadi, selama ini Maura itu menyimpan dendam begitu banyak. Dia kira wanita itu tidak akan melakukan hal seperti ini, sebab tahu kalau dirinya adalah keluarga satu-satunya di sini. Melihat diamnya Mila, Maura tersenyum sinis sembari melipat tangan di depan dada."Kakak tahu? Ini adalah curahan hatiku selama ini. Inginnya aku memakai-maki Kakak sebisaku, tetapi sayang ini rumah sakit. Aku tidak bisa begitu saja mengeluarkan unek-unek. Tetapi satu hal yang pasti, Kakak jangan mengharapkan apa-apa dariku. Kecuali kalau bisa membayarku dengan uang yang mahal," ucap Maura menantang. Mila hanya diam saja memandangi adiknya yang dulu polos dan penurut, setelah masuk ke dunia luar dan tinggal di kota sifatnya berubah drastis seperti ini. Entah siapa yang sudah meracuni Maura, tetapi Mila yakin wanita ini tidak tiba-tiba seperti ini. Padahal belum lama di Jakarta, tapi sudah berubah drastis. Diyakini ada yang meracuni piki
"Dari dulu aku ingin tahu, bagaimana rasanya menyiksa Kakak seperti ini? Memang Tuhan itu Maha Adil. DIA akan memberikan balasan yang setimpal untuk orang-orang yang jahat seperti Kakak. sSekarang Kakak sendiri yang merasakan bagaimana sendiri tanpa bantuan siapapun. Harusnya dari dulu Kakak itu tahu kalau Kakak tidak bisa apa-apa sendiri tanpa bantuan orang lain, tapi sayangnya Kakak meremehkanku. Coba Kakak akan dibantu siapa kalau keadaan seperti ini?" papar Maura sepertinya masih belum puas mengeluarkan unek-uneknya kepada wanita hamil itu. Di saat seperti ini Mila bisa saja mengamuk. Tetapi dia tidak berdaya dengan keadaannya. Jadi, wanita itu pun memilih untuk tenang. Menghela nafas berkali-kali dan berusaha untuk menetralkan emosi yang tiba-tiba saja naik karena perkataan adiknya.Mila tahu, Maura pasti akan memancing emosi dan berusaha untuk membuatnya menderita. Tetapi Mila tidak mau disetel oleh anak ini. Dia harus memenangkan semua peperangan antara dirinya dan Maura. Ter