Pandangan anak-anak masih mengintari sekeliling kami. Mereka masih mencari bundanya. Terlihat raut kecewa di wajah dua malaikatku itu."Oh ... kalian cari Bunda kan? Bunda katanya mau kembali ke kamar dulu. Kita kalau mau pulang, pulang saja. Bunda belum bisa diganggu saat ini," kataku."Masa Bunda nggak mau menemui kita sih, Yah? Kan aku mau ketemu dulu sebelum pulang," ucap Kia."Bukan nggak mau, tapi nggak bisa. Nanti lagi ya. Insya Allah kalau kita ke sini lagi, kita kan ketemu Bunda lagi nanti," rayuku pada putri kami.Bibirnya terus mengerucut, tangannya bersedekap di depan dada, dan matanya terus saja ia gerakkan."Huh. Kesal aku!" katanya sambil tetap cemberut.Faiz lebih santai walaupun ia diam. "Ya udah, Yah. Ayo kita pulang!" sahut Faiz. Ia bisa tersenyum dan mulai menjahili adiknya hingga akhirnya Kia mengejar Faiz yang sudah sampai ke dekat mobil."Awas Kia!" Hampir saja ia tertabrak motor. Saat ia keluar dari gerbang, Kia nggak nengok kanan kiri. Ia tetap fokus pada Fai
"Tadi sih ada, katanya lagi nunggu teman-temannya datang," kata Bi Sumi.Kuminta Bi Sumi mengambilkan beberapa piring buat kami, karena perut ini sudah lapar banget. "Yuk makan semua!" ajakku.Kali ini Kia maunya disuapin. Mungkin efek tadi nggak ketemu lagi bundanya, ia diledek kakaknya juga, jadi merajuknya nggak selesai-selesai."Bi, tolong siapin Kia dulu ya!""Iya, Pak," jawab Bi Sumi.Kami makan bersama, sampai ayamnya habis beberapa biji oleh Faiz si penyuka ayam goreng, katanya mirip Upin Ipin.Ada bunyi bel di depan. Sepertinya ada yang datang. Saat aku beranjak, sudah dibuka oleh Cynthia. Ternyata yang datang teman yang tak kusukai. Sekarang ia bergaul dengan orang yang sok sosialita, aku tak suka melihatnya.Ia datang ke ruang makan. Matanya melebar saat ia masuk ke ruang makan. Aku memperhatikan tingkahnya kali ini."Ya Allah, masa udah pada habis? Tadi kan aku masak banyak!" Cynthia mulai berulah, seakan tak tau kalau ada ibuku di sini."Ya namanya juga dimakan. Pasti ha
Aku ke dalam, menyusul Bi Sumi yang berteriak karena Cynthia. Apa yang terjadi padanya? Ternyata Cynthia pingsan, kulihat ia terbaring di dekat dapur.Aku langsung menolongnya. Ia mencoba menyayat pergelangan tangannya. Usaha b*nuh diri yang tak bisa dimaafkan oleh Allah.Kemudian kuangkat dia menuju mobil, setelah itu aku menitip pesan pada Bi Sumi dan Ayu untuk menjaga anak-anak karena kemungkinan aku akan lama di rumah sakit. Saat di mobil, aku menghubungi rumah Cynthia."Halo, ya, Nak Wahyu ada apa?""Saya mau mengabarkan kalau Cynthia tadi pingsan. Sekarang sedang saya bawa ke rumah sakit Husada.""Astaghfirullah. Memangnya ada apa?""Bapak datang saja ke rumah sakit ya, Pak!""Baiklah, Nak Wahyu. Nanti Bapak ke sana," jawabnya."Iya, Pak. Ditunggu ya, Pak. Terima kasih."Aku melajukan kendaraan dengan cepat, kemudian berhenti di depan ruang IGD agar Cynthia gampang dipindahkan.Beberapa perawat menghampiri membawa ranjang dorong. Cynthia langsung dipindahkan ke sana, lalu dibawa
"Iya, Pak. Walau sudah bercerai, saya akan tetap bertanggung jawab atas kejadian tadi serta nanti pada anak saya pun demikian," jawabku pada Bapak."Terima kasih sekali lagi, Nak Wahyu.""Sama-sama, Pak. Saya permisi dulu, ya!" Kuberikan beberapa lembar uang berwarna merah ke tangan Bapak. Aku takut beliau tak ada uang untuk menjaga Cynthia.Bapak mengangguk dan berterima kasih padaku. Beliau tetap di samping Cynthia.Kuurus semua pembayaran sampai pembayaran ruangan yang akan ditempati Cynthia. Kuharap ia bisa segera sadar dan menyesali seluruh perbuatannya.Aku kembali ke rumah karena hari sudah beranjak malam. Urusan Cynthia kurasa sudah selesai, ia biar diurus keluarganya. Tibalah aku di rumah, sudah ada Yuni--adiknya Tika di sana. Ia sedang bermain bersama anak-anakku. Tak kusangka saat melihat Yuni, wajahnya mirip dengan Tika. Walau berbeda ibu, mereka tetap satu ayah."Mas Wahyu, maaf aku nggak bilang-bilang kalau sudah ada di sini.""Ya nggak apa-apa. Bagus kalau kamu sudah
"Sebenarnya kemarin Bapak sudah punya firasat tentang Teh Tika.""Firasat?""Ya, Bapak bilang, apa mungkin Teh Tika bercerai dan menghilang karena sakit? Karena ibunya Teh Tika dan Teh Rahmi pun dulunya seperti itu." "Oh begitu ya?""Ya, Mas. Tapi Bapak nggak mau bicarakan dengan Mas Wahyu. Takut Mas Wahyu kepikiran," sahutnya.Jadi, selama ini Bapak pun sudah menyangka ke sana. Itu berarti memang perasaan mereka sangat dekat. Lebih baik Bapak tau saja agar bisa diurus oleh Bapak dan ibu nantinya. Syukur-syukur jika masih bisa tinggal di Jakarta. Namun, aku tak bisa selalu di sampingnya karena ada pekerjaanku di kantor."Ya udah, Mas. Terserah Mas Wahyu saja. Bapak sudah menyangka ke arah sana, semoga Mas bisa bijak saja. Aku ngantuk, Mas. Duluan ya!" Yuni pamit ke kamarnya. Baiklah akan kukatakan saja pada Bapak keberadaan Tika.***Beberapa hari ini aku sibuk di kantor karena akan ada kunjungan kenegaraan dalam tiga hari ke depan. Para diplomat menggunakan hotel kami. Perlu pengama
"Mas, aku ada kabar mengenai Bapak. Sudah kusampaikan semua pada Bapak dan Ibu. Seperti dugaanku, mereka tak kaget. Malah mereka sangat berterima kasih Mas sudah mau menemuinya. Bapak dan Ibu akan menemui Teh Tika dan memintanya pulang. Mereka minta doa agar Teh Tika mau diajak pulang ke kampung," kata Yuni.Aku yang benar-benar tak ada waktu untuk menyampaikan semua pada orang tua Tika sangat berterima kasih pada Yuni yang bisa menjadi penghubung antara kami."Alhamdulillah, terima kasih atas gerak cepatnya. Aku malah terlalu sibuk di kantor. Maaf ya!" sahutku."Nggak apa-apa, Mas. Yuni juga ngerti kerjaan Mas Wahyu memang banyak. Kebayang bakal ada diplomat negara lain yang menginap di sana," sahut Yuni yang memaklumi pekerjaanku. Ia cukup pengertian seperti kakaknya. Tidak seperti Cynthia yang selalu menuntut hal yang tak bisa kuberikan."Makasih banyak ya, Yun!" Aku memandangi wajahnya yang ayu walau tanpa make up. Tak lama aku langsung menunduk, ya Allah jangan sampai aku malah m
Kemana perginya Yuni? Apa yang terjadi padanya? Bagaimana aku harus mempertanggung jawabkan pada orangtuanya? Apalagi Tika juga menyayangi adiknya ini."Bagaimana anak-anak? Apa kalian tau kemana Tante Yuni pergi?" Aku bertanya karena memang penasaran.Anak-anak belum menjawab juga, akhirnya aku melihatnya lagi ke kamar. Barangkali ia masih di dalam karena belum bangun. Kuketuk pintunya sebanyak tiga kali, tetap tak ada jawaban dari dalam. Aku pun membuka pintu kamarnya. Di dalam sudah kosong, kuperiksa koper dan baju-bajunya sudah tak ada. Kemana dia?Aku kembali menanyakan pada anak-anak. Mereka menelan ludah."Kemarin ... ada Tante Cynthia datang. Tante masuk kamar Ayah. Tak lama keluar dan melihat Tante Yuni yang sedang bersama kami. Tante Cynthia marah-marah dan malah mengusir Tante Yuni."Tak terpikirkan Cynthia akan melakukan ini. Mengapa ia searogan ini? Malah sok mengusir Yuni padahal Yuni adalah tamuku.Cynthia meneleponku. Kuterima teleponnya di dalam kamar karena ada anak-
Hari ini aku pulang tepat waktu, pukul 16.00. Setelah kuminta Bi Sumi tak pulang, ia harus menjaga anak-anak karena aku akan ke Bogor. Bi Sumi setuju karena ia pun bisa meninggalkan keluarganya sore ini.Aku menuju kost-an Yuni. Ia telah mengirimkan lokasi kost-annya. Alamatnya tak jauh dari rumahku.Tak lama aku menunggunya, ia keluar dengan pakaian yang pernah dipakai Tika. Tika memberikan sejumlah bajunya pada Yuni. Mereka berdua mirip, walau beda ibu."Maaf Mas, kalau menunggu lama." Ia masuk dan duduk di sampingku. Baru kali ini kami duduk berdampingan di mobil seperti ini."Ya, nggak apa-apa. Kamu udah makan?" Karena tak ada topik lain, aku bertanya makan pada Yuni. Sungguh, aku agak nervous kali ini. Setelah membaca diary Tika semalam, ia menyinggung Yuni dalam tulisannya. "Udah, Mas. Ayo berangkat! Oya, Mas. Hati-hati ada lalat.""Eh, emang kenapa lalat?""Lalatnya bisa masuk ke dalam mulut Mas yang menganga," katanya.Ups aku jadi malu karena ekspresi wajahku yang menganga.