Makin dekat ke tujuan nih Adina.
”Kami akan mengatakan semuanya,” Kevin memberikan keberanian pada akhirnya. Setiap orang pada akhirnya harus berani untuk memilih. Lalu kemana hati akan membawa mereka itulah yang menentukan apakah kaki akan berpijak di kanan atau di kiri. Tidak untuk keduanya dan tidak sama sekali. Seperti bom waktu yang menunggu untuk meledak ketika aku melihat Tara berdiri di depan pavilyunku. Hari masih terlalu pagi dan aku belum terjaga sepenuhnya. Ketika bel berbunyi, membuatku meninggalkan mimpi indah dan terpaksa membuka pintu. “Tara?” “Kau bahkan tidak repot untuk mengintip siapa yang datang. Jika aku seorang penjahat, maka saat ini nasibmu selesai.” “Jangan bodoh! Aku tahu tempat ini aman.” Tara melengos dan menyerbu masuk ke dalam pavilyun. Setelah sebuah kerutan dalam aku melihat sekeliling. Berharap menemukan seseorang bersamanya, dengan hasil nihil. Kunyalakan seluruh lampu agar bisa melihat wajah kesal Tara dengan jelas. Bukan hanya kesal tapi juga penuh ancaman. Entah apa yang me
”Bukankah ini menjadi salah satu bentuk kegagalan?” tanya Karen. Dia terus menghakimi tanpa ampun. Seolah yang dia katakan adalah keajaiban yang telah menjadi nyata. Ada lintasan kepuasan di mata Karen. “Adina, katakan sesuatu jika menurutmu apa Karen sampaikan tidak benar.” Andre memberikan reaksi setelah Karen duduk di kursinya. Apakah dia sedang mendorong kami untu berperang di ruang meeting? Entahlah. “Memang, setelah berita itu mencuat hotel kita disebut dalam banyak artikel. Mario adalah artis yang sangat dikenal oleh masyarakat. Kabar menghilang satu minggu itu menjadi trending topik di banyak tempat. Orang terkejut setelah Mario kembali ke panggung hiburan dan memberikan kesaksian.” “Bahwa dia bersembunyi di Summer Hotel. Memalukan!” Aku membuka beberapa data yang ada di laptopku. Lalu menghubungkannya dengan layar yang ada di ruangan meeting. Lima orang lain terlihat tegang karena apa yang aku lakukan. Ok, tidak dengan Karen. Karena tampaknya dia yakin bahwa pernyataanny
”Hi, Dina. Senang bisa membantumu dan aku mendapatkan liburan gratis.” Andre tiba-tiba berdiri dari tempat dia duduk dan mengambil posisi di belakangku. Itu adalah panggilan video. “Jadi, Mario Sanjaya adalah temanmu?” “Kenapa? Kau terkejut? Untuk orang-orang yang baru kau kenal atau bahkan sudah kau kenal. Kau tidak pernah tahu sebesar apa lingkaran mereka.” Karen semakin gelisah di tempat duduknya. Aku melirik sekilas dengan sudut mata untuk mengklaim kemenanganku. Sebelum menyelesaikan pembicaraan dengan Mario. “Semua memberitakan hal ini. Bahkan berita entertainment menelan semua dengan lahap.” “Kau luar biasa, Mario. Popularitasmu tidak bisa diragukan. Semua berita itu adalah tentangmu dan nama Summer Hotel hanya menumpang kata untuk ikut terkenal.” “Kau tahu, teman-teman artis dan pejabat yang kukenal mencari informasi tentang hotel itu. Hotel dengan privasi dan keamanan tinggi sampai-sampai aku bisa bersembunyi di dalamnya dengan aman.” “Terdengar seperti omong kosong. K
”Apa… apa maksudmu?” Kenapa Andre menjadi sangat mengerikan di depanku. Rasanya aku ingin menghilang dan menenggelamkan diriku ke dasar bumi. Dia menyebut namaku dengan lengkap. Adina El Khairi. Apakah itu artinya…. Dan dia mengabaikan pertanyaan juga tatapan mataku. Wajahnya begitu dingin dan berkabut. Tanpa sepatah kata dia pergi meninggalkan ruang meeting. Langkahnya panjang dan cepat untuk menuju ke ruangannya. Aku mengikuti dari belakang dengan sedikit berlari. Beberapa karyawan melihat kami tanpa ada yang berani mengarahkan pandangan. Dalam hatiku mengumpat Andre. Dia memperlakukanku seperti aku sekretaris yang harus mengikutinya. Dia mungkin lupa bahwa aku baru saja mengungkap fakta besar tentang perusahaannya. Kemenanganku beberapa waktu lalu seketika menghilang. Andre duduk di kursi besarnya dan aku tiba beberapa detik kemudian dengan nafas terengah. “Bisa nggak kalau jalan itu pelan-pelan?” ujarku kesal. “Aku tidak menyuruhmu untuk menyamai langkahku. Kau bisa berjalan
”Aku….” Sial! Aku merasa seperti tikus kecil yang sedang masuk dalam perangkap seseorang. Tidak ada jalan keluar! “Kau mau mengakuinya atau kau mau aku yang mengatakan padamu? Membukamu di sini?” Apakah aku terlalu lama melamun dalam lamunan? Sehingga aku bahkan tidak sadar jika Andre sudah berdiri di belakangku. Dia membungkuk dan wajahnya tepat di samping wajahku. Kulit pipiku bahkan bisa merasakan hangat nafas yang keluar dari tenggorkannya. Andai aku menoleh sedikit saja, hidungku pasti bersentuhan dengan hidungnya. Aku bisa merasakan bahwa ada senyum sinis di wajah Andre. Mataku menatap lurus ke depan. Mengalihkan pikiran bahwa aku gugup. Dengan pertanyaannya dan juga dengan sikapnya. Tuhan! Ini terlalu dekat! Beberapa detik aku terlempar jauh dari kenyataan untuk kemudian kembali dengan pikiran bingung. Ok, waktunya mengatur nafas! Tarik… hembuskan dan... tetap tenang. Bukankah ini hanya gertakan? Andre mungkin tidak akan membicarakan sesuatu yang aku pikirkan. “Apa… apa mak
”Jika kau berniat seperti itu, maka sejak beberapa bulan lalu, Summer hotel pasti sudah tenggelam ke dasar bumi.” Andre memaksa membenarkan pendapatnya. Aku melipat kedua tangan di dada. Semoga ini cukup menguatkan diriku sendiri. Jantungku berlompatan di dalam sana demi berhadapan dengan pesona Andre. Apakah pria ini telah mengisi sesuatu dalam diriku yang kosong setelah kepergian Fattan? Ini bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Tunggu! Aku tidak boleh tergesa menarik kesimpulan. Aku butuh waktu dan ini bukan tujuanku datang ke Bali. Bertemu Andre hanyalah sebuah kebetulan yang menarikku dari lubang kesedihan. Bukan untuk masuk ke lubang lainnya. Walau aku tidak bisa memungkiri fakta bahwa Andre sangatlah, menarik! Ketika kami berdiri berhadapan, mungkin saat itu sebenarnya aku bahkan tidak bernafas. “Aku akan pergi. Aku tidak bisa tinggal pada sesuatu yang masih berada di masa lau. Namun sebelum itu, masih ada satu hal yang harus kita bereskan,” tegasku. “Siapa yang tertinggal di
”Duduklah dengan tenang, Tuan Peter,” ujarku pada Peter ketika kami berada di ruang VVIP restaurant milik Orchid Hotel. “Terima kasih, Nyonya Adina. Aku harus minta maaf padamu atas….” “Tunggu! Kita belum akan membicarakan apa pun sampai semua orang yang harus hadir datang ke ruangan ini.” Peter menelan lagi kata-kata yang nyaris meluncur dari mulutnya. Pria berwajah Tionghoa dengan tubuh tambun itu mendadak diam. Sebelum gala dinner para pengusaha pariwisata di Bali, aku sengaja mengundangnya untuk makan malam. Undangan yang tentu tidak akan Peter terima dengan senang hati. Kekalahn sudah di depan mata. Ini akan jadi penyesalan terparah dalam hidup Peter. Di mana dia mempertaruhkan setengah saham perusahaannya hanya untuk menyatakan kebodohanku. Sekarang, di sini Peter akan berhadapan dengan kekalahannya sendiri. Bahwa kekuatan alam dan keajaiban tidak bisa begitu saja dia remehkan. Pria ini beberapa kali mencoba menghubungiku setelah laporan keuangan Summer Hotel di publish seca
”Hi, selamat datang. Masuklah, kami semua sudah menunggumu.” Nauri menjadi orang pertama yang berdiri spontan dan tampak terkejut. Matanya melebar, bibirnya bergetar dan tampak sangat gugup. Andre sedikit menarik tangannya agar kembali duduk. Perbuatannya bisa membuat orang berpikir bahwa dia sedang menunjukkan kekaguman yang berlebihan. Sikap yang bisa saja membuat seseorang tersanjung atau tersinggung. Namun Nauri menolak dan terus memandang ke arah pria yang baru masuk ke ruangan. Memang dia tampan dan sikap Nauri mengakomodir semua pengakuan tentang hal itu. Nauri masih mencoba menyapa pria itu walau dia terkepung dalam kegugupan. Seolah menyapa pria itu menjadi hal yang harus dia lakukan. Penting dan sekarang! “Tara, bagaimana kau bisa berada di sini?” “Apa aku mengenalmu?” Tara balik bertanya. “Oh, maaf, Tuan Tara. Aku Nauri. Salah satu model dari Singapura. Waktu itu kita pernah berjumpa dalam sebuah private party.” Mata Tara memindai Nauri dari atas ke bawah. Dia mencob