Bab 99
Percakapan demi percakapan mengalir dari rekaman tersebut. Percakapan tersebut tidak lain adalah percakapan serius antara Zea dan Arza. Apalagi jika bukan percakapan mereka di Exotic Bar beberapa malam yang lalu. Kala itu, kedua orang tersebut, Arza dan juga Zea sama sekali tidak mengetahui jika George telah datang terlebih dahulu dan bahkan merekam percakapan mereka. Dan rekaman itu bukan hanya satu.Satu persatu rekaman tersebut diperdengarkan. Perlahan-lahan terlihat raut wajah Nadine berubah. Seolah tersadar dari anggapannya yang salah. Wajahnya yang sedari tadi terlihat datar sekarang mulai berubah merah.
"Bajingan sekali lelaki ini!" ucap Nadine menengadahkan kepala. Menahan kemarahan agar tidak tumpah secara keseluruhan. Nadine sadar, meskipun ia melepaskan kemarahan sekarang, namun semuanya tidaklah meBab 100. Kebenaran akan kenyataan yang sekian lama terpendam, sekarang telah nampak ke permukaan. Tapi di samping itu masih ada beberapa pertanyaan yang mengganggu pikiran Nadine. "Maaf sebenarnya bagaimana bisa dengan video Papa yang sedang berada di kamar Zea?" Nadine menyampaikan prahara di hatinya. "Nah ini, Ma. Yang menjadi pertanyaan terbesar kami. Ini harus diselidiki. Makanya secepatnya aku dan Richardo akan menyerahkan masalah ini pihak yang berwenang." tutur George. "Apa? Richardo? Richardo yang mana?" Nadine merasa heran. Ia mencoba mengingat-ingat. "Pengacara Richardo, Ma. Pengacara yang dulu juga membantu mengurus perceraian antara Mama dan Arza." George menjawab. "Ooh ... pengacara Richardo? Kamu minta bantuan padanya, Pa?" "Sebenarnya aku juga tahu masalah ini
Bab 101 Derai air mata Bu Farah semakin deras. "Mengapa kamu mengucapkan kata-kata seperti itu kepada ibu, Nak? Apa kau tidak ingat dari perut ibu inilah kamu terlahir ke dunia." ucap Bu Farah di sela-sela isak tangisnya. "Halah! Sudahlah, Bu! Tidak usah mengingat ketika aku berada dalam perut ibu! Tidak usah pula mengungkit-ungkit jasa Ibu yang telah melahirkan aku. Memangnya dulu aku minta dilahirkan apa? Tidak, Bu! Jadi, sekarang kalau ibu ingin menyesal, menyesal saja pada diri Ibu sendiri! Mengapa dulu ibu mau melahirkan aku ke dunia. Orang tua aneh." jawab Arza sengit. "Ya Tuhan! Maafkan aku yang tidak bisa mendidik dan membesarkan anakku dengan baik, hingga sekarang dia berubah menjadi anak durhaka!" Bu Farah menyeka air matanya. "Nah kan begitu lebih baik. Salahkan diri Ibu sendiri saja." cemooh A
Bab 102 "Arza, mau ke mana kamu?" tanya Bu Farah setengah merintih. Perih perutnya belum jua terobati. "Apa pedulimu wanita buta?" cemoh Arza. "Arza! Sekarang kau boleh saja menghina merendahkan diri ibu yang telah rentah ini, Nak. Tapi sebaiknya kau ingat asal-usulmu! Dahulu aku sama sekali tidak semiskin ini. Hanya karena gara-gara ulahmu lah sehingga hidupku terlunta-lunta seperti sekarang!" ucap bicara sambil terisak. "Oh jadi sekarang ibu ingin menyalahkan aku atas semua kemiskinan yang menimpa kita? Seharusnyaibu yang nesti sadar, dulu kita bisa hidup kaya dan nyaman, itu karena aku yang membiayai. Ibu hanya tahunya menghabiskan uang-uangku saja! Dan sekarang ibu ingin menyalahkan aku? Hebat sekali, Bu. Hebat!" Arza menepuk-nepukkan tangannya. Tok ... tok ... tok ...! Di teng
Bab 103"Itu hanyalah omong kosong. Lagian pula, Tahu apa lamu tentang kami?" bentak Arza dengan muka memerah menahan malu. "Lho ... lho ... sabar dulu Pak! Saya kan cuma sebatas nanya, dan menyesuaikan dengan kata kata Bapak kemarin dulu. Kok bapaknya malah marah-marah? Bukankah wajar apabila saya bertanya?" Pak Farid yang sudah terkenal rempong tersebut bertanya seolah tanpa rasa bersalah. "Tidak usah terlalu dalam ingin mengikuti kehidupanku, Farid!" Arza mengingatkan. "Halah! Nggak usah sewot, Pak! Seandainya saja wanita tua tadi benar-benar Ibu anda sekalipun, seharusnya Anda tidak usah malu mengakuinya sebagai ibu dong." serobot pak Farid lagi.Muka Arza semakin merah padam. "Sudah kubilang dia itu bukan ibuku. Kok kamu yang nyolot amat! Dia itu hanya seorang ibu angkat yang kebetulan sekali kujenguk kem
Bab 104 "Farid janganlah kamu terlalu bersikap seolah-olah tahu seluruh seluk beluk hidupku! Termasuk soal mobil yang memang pada kenyataanya banyak aku miliki. Apa aku harus memberitahumu jika mobil yang sedang kuparkir di depan kontrakan ibu angkatku sekarang adalah mobil lamaku? Lagian juga aku cuma ke kontrakan kecil seperti ini, buat apa pula aku harus mengendarai mobil mewah." Arza berkata pas dengan alasan yang sedang melintas dalam benaknya. "Oh ya, maaf Pak! Maaf jika ucapan saya barusan terdengar salah." Farid menangkupkan kedua tangan didepan dada."Nah kan tahu kamu!" "Hmm ... maaf, sebenarnya saya bela-belain datang ke sini untuk meminjam uang, Pak." lanjut Farid malu-malu. "Ooh, mau pinjam uang?" mata Arza melotot. "Iya Pak, saya mau minjam karena sedang sangat membutuhknnya. Dan ini amatlah p
Bab 105 "Rencana jitu? Bagaimana maksudnya?" tanya Zea penasaran. Debbie tersenyum. "Akan kuberitahu kau pada saat yang tepat. Tapi ingat! Tidak ada seorangpun yang boleh tahu kecuali kita berdua. Tugasmu hanya sedikit saja."Zea mengangguk.***Matahari telah lama tenggelam di ufuk barat. Menyisakan malam yang perlahan mulai gemerlap dengan cahaya. Davin dan dan Divan melangkah keluar dari masjid. Usai menunaikan ibadah sholat isya. Ya, hari ini mereka pulang. Para mahasiswa dan mahasiswi sedang bersukacita menikmati libur selama beberapa hari. Seperti biasa, dua anak tersebut selalu menyempatkan diri untuk melakukan ibadah shalat untuk sekedar mengingat Tuhan dan mengungkapkan rasa syukur. Di dekat mobil, mata Davin dikejutkan oleh seorang w
Bab 106"Aku wanita, tapi aku bisa melebihi kekuatanmu. Dasar anak gendut! Huuuh ...!" wanita itu semakin menekankan pistolnya ke leher Divan. Sebutkan kedua tangan wanita tersebut yang semakin keras, membuat Divan merasa tercekik luar biasa. Nafasnya tak mampu untuk keluar melintasi tenggorokan. Pita suaranya tak mampu lagi untuk mengeluarkan teriakan. Tenaganya benar-benar kalah. "Bersiaplah untuk mati! Badjingan!" Geram sang perempuan."Mama! Saatnya dendammu terbalaskan tanpa meninggalkan jejak!"Senjata api di tangannya bersiap untuk di tembakkan. Prank!!! Tiba-tiba kaca mobil pecah dengan diiringi seseorang melompat masuk. Wanita bermasker tersebut terkesiap. "Kak Davin!" Divan seperti menemui malaikat penolong. "Cepat keluar Divan!" Serta
Bab 107Seorang wanita berjalan tergopoh-gopoh keluar dari mobil. Sedangkan seorang perempuan yang lain menunggunya di kamar apartemen. "Bagaimana, Debb? apa semua berjalan lancar? mengapa kau tidak segera menelponku?" Zea menghampiri Debbie dengan langkah tergopoh-gopoh. Debbie belum juga menjawab. Nafasnya masih ngos-ngosan. "Debbie, apa kau dalam keadaan baik-baik saja?" Zea khawatir dengan sikap Debbie yang menyiratkan gelisah. "Lihat!" tiba-tiba Debbie menunjukkan lengan atasnya. Sebuah luka menganga terlihat di sana hingga membuat Zea sendiri bergidik melihatnya. darah segar mengucur. "Mereka meluikaiku!" Debbie kembali bersuara. "Astaga! Mengapa bisa sampai terjadi seperti ini?" Zea kaget mendengarnya. "Bukankah kau bilang telah meng