Bab 44 Iri dan Dengki....
Arza pulang dengan muka kusut. Pikirannya tidak menentu lagi. Ia menghempaskan tubuh letihnya ke sofa.
Sungguh tadi pertemuannya dengan Nadine adalah pertemuan yang sangat tidak terduga lagi amat memalukan. Arza masih belum percaya kalau Nadine menduduki jabatan Manajer di perusahaan tempatnya bekerja.
"Sejak kapan dia menjadi seorang manajer."
"Siapa yang mau menjadikan wanita bodoh itu menjadi manajer? Apa mungkin George? Huuuuh...."
Arza semakin pusing. Ia merasa malas bila harus memikirkan sesuatu hal yang sudah bersangkut-paut dengan George. Seseorang yang sudah tidak di ragukan lagi kecerdasan dan kepiawaian nya dalam mengolah perusahaan.
Jujur Arza merasa ragu jika men
Arza duduk di ruang kerjanya dengan santai. Minuman segar menemaninya. "Selamat pagi menjelang siang pak Arza." Seorang karyawan bawahan Arza datang menghampiri. " Ya, masuk, ada apa?" Tanya Arza pendek. "Maaf, saya membawa pesan dari Pak Bos untuk Pak Arza. Katanya bapak disuruh membawa berkas yang ia tugaskan kemarin untuk bapak." Jelas Karyawan itu sambil merunduk. "Nanti biar ku antar sendiri. Silahkan kamu keluar sekarang." Arza mengisyaratkan kepada karyawan itu untuk keluar. "Tapi Pak Arza,.. pak Bos menginginkannya sekarang." Karyawan tersebut nampak bingung. "Itu urusanku dengan pak bos, aku bilang keluar sekarang ya keluar. Apa kamu mau menentangku haa? Aku bisa saja memecatmu, jika kau tidak menuruti perintahku." Arza berkata kasar dan pongah. &nb
Bab 46 Jadi Ke Singapura?? "Apaaaa? Anak saya terlibat kasus penggelapan uang? Yang bener saja Pak Polisi? Anak saya orang baik-baik." Bu Farah yang baru saja datang ke kantor polisi langsung saja bertanya dengan suara membahana. "Ibu mohon bersabar. Ikuti saja perkembangannya. Anak ibu tidak akan mendekam di penjara kalau dia terbukti tidak bersalah. Namun apabila dia nyata-nyata terbukti, hukum yang membuatnya harus tinggal dalam jeruji besi." Salah seorang anggota polisi menjelaskan. Bu Farah hanya bisa pasrah. Bu Farah menemui Arza yang sedang meringkuk. Tidak mampu walaupun untuk sekedar menatap mata ibunya. "Apa benar nak, kamu menggelapkan uang perusahaan? Ibu masih merasa belum yakin, sebelum ibu mendengar kenyataannya dari mul
Bab 47 Zorah Semakin Terpuruk "Bu Zorah, untuk kepentingan penyelidikan, kami juga ingin menyita kartu ATM dan Buku Bank milik Arza." Perkataan petugas tersebut mengacaukan otak Zorah. "Tapi, Pak. Bagaimana kami ingin membeli kebutuhan hidup kalau kartu debitnya disita?" Zorah mencoba mempertahankan ATM Arza agar tetap berada di tangannya. "Bu, sebaiknya Ibu serahkan sekarang baik-baik. Tidak usah banyak alasan ini itu." Suara keras itu kembali mengejutkan Zorah. Zorah terpaksa merasakan kekecewaan. Di tambah dengan di tahannya Arza di kantor polisi membuat Zorah takut ikut terlibat. Dengan terpaksa Zorah mengambil kartu ATM di dompetnya, serta mengambil buku Bank Milik Arza. Lalu menyerahkannya pada petugas tersebut. &nb
Bab 48 Status Rumah Yang belum Mereka Ketahui Zorah tidak tahu harus kemana, sedangkan kedudukannya di rumah Ramon sudah tersingkirkan. "Nadine luar biasa keterlaluan. Perempuan itu sama sekali tidak bodoh tetapi licik keramat licik. Sampai dia mengetahui mana sertifikat yang asli dan mana yang palsu. Arza salah selama ini menilai Nadine hanya sebagai perempuan dungu. Lihat sekarang Aku gagal menipunya." Zorah terus saja menggerutu. Zorah meraih handphone. Dan Menelpon seseorang. "Halo, nak. Kamu di mana sekarang?" Nadine membuka percakapan. "Saya sedang di rumah teman, tolong jangan ganggu saya deh. Nih kami sedang sibuk bikin tugas. Oh ya satu lagi mungkin saya tidak bisa pulang, ma. Saya nginep di rumah teman. Kemungkinan besok Debbie langsung pulang
Bab 49 Nadine dan Mantan Mertua Dengan tergesa-gesa Bu Farah menemui Arza di balik jeruji besi. Hati Bu Farah masih berkecamuk tidak terima melihat keadaan Arza yang terkurung di penjara. Setelah menunggu, akhirnya tibalah waktunya untuk bertemu langsung dengan sang anak. Petugas yang berwenang memanggil namanya. Dengan mata yang sembab, Bu Farah melihat keadaan Arza tidaklah lebih baik dari pada kemarin. Badan anaknya mulai tidak terurus, rambut yang kelihatannya belum di sisir. Tidak ada lagi jas kebesaran yang setiap hari menemani hari-hari sebelumnya. Tidak ada lagi sepatu mahal yang membungkus kedua kaki anaknya. "Arza mengapa kamu melakukan penggelapan uang tersebut? Gajimu sudah cukup besar mengapa masih mencari uang dengan cara yang tidak benar." "Maaf
Bab 50 Menanggung Malunya Hari ini, sesuai dengan yang Arza katakan, Zorah akan pindah ke rumah Arza dulu. "Tidak ada salahnya aku pindah kerumah Arza, toh dia adalah kekasihku. Dari pada diam di rumah Ramond ku*lat ini, sampai di usir sama Nadine." Dalam benak Zorah, rumah Arza sudah lebih dari cukup untuk di tinggal gratis.dari pada harus mengontrak rumah yang setiap tahunnya jutaan. Untuk memudahkan pekerjaannya, Zorah menyewa sebuah mobil pick up untuk jasa angkut barang. Kunci pribadi rumah telah Arza tunjukkan tempatnya. Memang, dulu Nadine dan Arza memiliki kunci rumah masing-masing. Dan untuk membantu memudahkan pekerjaannya, Zorah di bantu oleh seorang Art. Bik nur. Biasanya Bik Nur beker
Bab 51 Kebaikan Hati George Hari ini, Nadine pergi ke kantor dengan kesehatan yang kurang fit. Badannya terasa lemas. "Nduk, kalau kondisi badan kurang sehat, apa lebih baik libur dulu kerjanya hari ini. Jangan terlalu dipaksakan. Nanti malah dampaknya lebih buruk, Nduk." Mbok Jum mencoba menasehati. "Tidak apa-apa Bu, rasanya Nadine masih kuat. Lagipula kalau libur hari ini, takut kena marah atasan, Mbok. Atasan kami orangnya galak." Jawab Nadine seraya mengambil sepotong roti di meja makan. "Apa sarapannya cuma sepotong roti saja, nduk?" "Ini sudah cukup, Mbok. Tolong nanti seperti biasanya untuk menjemput si kembar dari sekolah ya, Mbok." "Oh itu tidak masalah, nanti mbok yang jemput." Jawab mbok Jum.&
Bab 52 Perkara Rumah "Assalamualaikum..." Sapa seorang wanita uang baru saja tiba di depan pintu ruangan rumah sakit. Nadine menoleh. Ada seorang wanita paruh baya dengan penampilan elegan. Eanita itu datang bersama George. Di tangannya ia menenteng sebuah tempat semacam keranjang, dan di dalamnya terlihat penuh dengan bingkisan. Entah apa isinya "Haloo Nadine. Kenalkan ini Mamaku." George memperkenalkan. Wanita itu mengulurkan tangannya. . "Nadine..." Ucap Nadine sembari menyambut uluran tangan ibunda George. "Vera, panggil saja Bu Vera." Balasnya lembut sekali. "Hehe... Iya, Bu Vera. Terimakasih udah menyempatkan diri menjenguk saya." "Nadine, ibu kemari
Selamat sejahtera untuk semua pembaca Novel KKBS (Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu) 🤚🤚🤚 Author mau kasih info terbaru nih buat teman-teman pembaca semua. Author kasih tahu kalau sekarang udah update sekuel novel KKBS ya. Dengan judul : Ketika Istriku Mulai Membangkang Pembaca boleh kepoin novelnya sekarang ya, hehee. Othor usahain akan update rutin setiap hari. Jadi para pembaca semua tidak usah khawatir kalo nanti Author jarang update, jarang nongol, apalagi sampai novelnya nggak tamat. Oh iya, Author boleh minta dukungannya ya, dukung Author dengan rate bintang lima, terus tambahkan novelnya ke pustaka. Hehee ... Makaciih semua pembacaku... Semoga novel "Ketika Istriku Mulai Membangkang" ini bisa menghibur para pembaca semua. Amiiin Suksesnya seorang Author tak lepas dari dukungan para pembaca setianya. peluk jauh dari Author....😘😘😘😘😘
Bab 162 "Aduuuh!" Zea menengadahkan kepala. Menahan sakit. Sekarang sakit itu kian naik ke ubun-ubun. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Di tengah malam sepi ini ia sendiri berbaring di ranjang rumah sakit. "Ya Tuhan tolong aku!" dalam kegelisahannya, Zea mengadu dan memohon kepada Tuhan. Karena kesakitan yang ia rasakan, sejenak ia melupakan derita masalah ekonomi yang tengah ia hadapi. Ya, malam ini adalah malam terakhir Zea dirawat di rumah sakit ini. Sebenarnya masih panjang riwayat perawatan yang harus ia kalani, namun karena semua biaya yang mengalir benar-benar telah menguras kering semua isi tabungan. sekaligus kendaraan dan apapun yang dimiliki telah hangus terjual tanpa tersisa. Tidak ada lagi yang bisa ia gunakan untuk menjalani prosedur kesehatan. Untuk selan
Bab 161 "Ibu!" Arza tergagap. Arza kembali mencoba menyentuh telapak tangan sang Bunda. Lagi lagi hanya dingin terasa. Mendadak Arza jatuh lunglai. "Ibu ...!" gumamnya lirih. Air matanya menetes. Namun sebanyak apapun tetesan air mata yang meleleh di pipinya, semua itu tidak akan pernah mengembalikan nyawa ke raga sang ibu yang kini telah terbaring dingin dan kaku. Arza menangis sendiri. Memperhatikan keadaan orang tuanya yang terbaring sendirian sejak malam menjelang. Arza menyesal. Setelah menemui ibunya yang telah terbujur dengan kaku. Sepertinya nyawa telah lama melayang meninggalkan raga si ibu. Sedangkan Arza baru saja menyadari bahwa ibunya telah tiada sejak semalam.***  
Bab 160 "Silakan kamu bayar dulu uang tunggakan kontrakan selama 2 bulan belakangan ini Arza!" suara Bu Dian terdengar kasar. Muka Arza memerah menahan rasa malu sebab suara Bu Dian menggema dan didengar oleh orang-orang yang menguping pertengkaran mereka. "Tuh orang kaya, bayar dulu kontrakanmu! Katanya kaya, tapi kontrakan nunggak, mana selama dua bulan lagi. Aduh, kaya dari mana? Aku saja yang merasa orang miskin tidak pernah Tunggak menunggak. Nggak malu tuh ngaku-ngaku sebagai orang kaya?" suara laki-laki yang tadi bertengkar dengannya membuat kuping Arza memanas. Dengan bergegas ArzaMelangkah mendekati Bu Dian. "Iya Bu, saya pasti bayar kok tapi tolong bicaranya jangan terlalu keras. Bisa malu saya kalau didengar sama tetangga." Arza berusaha untuk merayu. "Kalau mau
Bab 159"Kau pasti sudah dengar kalau aku bilang apa?" pria tua tersebut memandang tajam. "Jangan pernah kau merendahkan aku seperti tadi, Pria tua busuk!" sergah Arza. "Nah jika kau tidak ingin dibilangi tak baik, seharusnya kau juga jangan keterlaluan bicara kotor dan menyinggung perasaan lawan bicaramu. Bagaimana kau sakit hati mendengar ucapan buruk orang terhadapmu, maka begitu juga perasaan orang lain ketika menerima ucapanmu!" Arza menghela nafas panjang. Kekesalan nampak jelas pada raut wajahnya. Arza sungguh tidak terima akan ucapan laki-laki tersebut. "Tapi kau tidak bisa balik mengatakan aku seperti itu" Arza menunjuk muka lelaki itu."Mengapa tidak? Nukankah aku juga bisa bicara, Arza?" "Tapi aku tidak bisa terima kau bilang aku miskin." sergah Arza. "Lhoo, kenapa nggak bi
Bab 158Arza duduk dan menikmati secangkir kopi di teras kontrakan. menyeruput kopi hangat sambil memperhatikan gadis-gadis remaja berlalu lalang di depan kontrakan. Mereka sedang berjalan menuju ke sekolah terdekat. Sesekali nampak bibir Aeza tersenyum nakal.Deretan kontrakan tersebut memang terlihat kumuh. Di tambah dengan ketersediaan air bersih yang kurang memadai. keadaan itu membuat sebagian besar penduduk pergi kesungai yang tidak bisa di bilang bersih untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Untuk minum, mereka menggantungkan kebutuhan air minum pada saluran pdam yang kecil dan hanya tersedia di siang hari saja. Itupun terkadang tidak menentu. Oleh sebab itulah mereka terpaksa menggantungkan kebutuhan selain untuk minun pada air sungai yang jauh dari standar kesehatan. Karena nampak jelas jika aliran sungai tersebut menghitam dan bau. namun karena keterpaksaan, mereka terpaksa melakukan itu. Apalagi pada cuaca panas kala ini.
Bab 157 "Pak Arza, saya punya kabar besar buat Bapak." Farid datang tergopoh-gopoh menghampiri Arza yang tengah duduk beristirahat. "Kabar apa?" Arza tak terlalu mempedulikan pria yang baru saja datang padanya. Sebenarnya ia tak terlalu suka terhadap sosok Farid yang beberapa waktu lalu Arza anggap taelah merendahkan harga diri Arza. "Pak, ini kabar sangaat penting. Apa Bapak ingin dengar?" Farid memainkam sebelah mata "Jangan bertele-tele. Katakan saja terus terang." sergah Arza. "Pak Arza ... tidak bisa asal memberitahu doang, dong. Kita perlu ini .." Farid terkekeh seraya mengisyaratkan jarinya. Bermaksud mengatakan jika Arza harus membayar. "Kau ingin meminta bayaran hanya untuk sebuah berita yang kau bawa?" "Tentu saja!" Pak Farid tersenyum. &n
Bab 156 "Ada apa ini, Pak? Apa-apaan ini?" Zea bertanya kaget.Tentu saja ua kaget melihat orang-orang itu datang secara tiba-tiba. "Kami membawa surat perintah penangkapan terhadap Ibu Zea Marlinda. Atas dugaan tersangka kasus percobaan pembunuhan." Seorang lelaki menyodorkan selembar kertas surat perintah. Zea menyipitkan mata. Merasa aneh dan bingung.Dalam kebingungannya, Zea memperhatikan durat perintah itu dengan seksama. Mata Zea menelisik huruf demi huruf, poin demi poin yang tertera di sana. Tak terasa air mata Zea meleleh. "Apaaa?" Zea terkesiap melihat data dirinya memang tertera dengan jelas di sana. "Ini tidak mungkin." Zea menggelengkan kepala. "Ini semua sudah berdasarkan fakta se
Bab 155 Zea duduk di sisi sofa menghadap televisi yang tengah menyala. Namun perhatian perempuan itu bukanlah tertuju pada layar televisi. Melainkan kembali teringat pada ucapan-ucapan dokter spesialis yang ia datangi tadi siang. "Aku akan ikuti semua saran dokter. Tak peduli jika aku harus mengeringkan isi rekening." Zea bertekad dalam hati. Untuk melakukan semua prosedur pengobatan, Zea sadar jika ia harus menguras banyak uang.Sekarang, yang menjadi masalahnya adalah, ia mempertanyakan apakah seluruh isi rekeningnya cukup untuk melakukan seluruh biaya pengobatan tersebut Atau tidak?Zea sadar, ia harus segera mencari bantuan. sebab uang di rekening yang telah jauh menipis akibat hidup foya-foyayang ia lakukan sebelumnya.Untuk mencoba mencari jalan keluar buat menghadapi kemungkinan tersebut, Zea menghubungi beberapa teman seperjuangan yang ia mili