"Nak Rianti, maaf sebelumnya jika kami tidak sopan atau menyakiti. Memang tak ada yang namanya bekas menantu, sampai kapan pun nak Rianti adalah anak menantu kami, tapi kami rasa sudah waktunya nak Rianti bangkit dan menjalani kehidupan baru. Kami percaya bukan hal mudah tapi nak Rianti bisa melewatinya. Jika ingin segera memulai kehidupan yang baru, lakukanlah!" Rianti terdiam mendengar penuturan ibu mertuanya. "Maksud ibu, aku diusir?" tanyanya. Ibu Bayu tersenyum, mencoba kembali menyampaikan maksudnya dengan baik. "Ibu sudah tahu semuanya, bahkan kenapa peristiwa itu bisa terjadi. Ibu paham nak, mungkin kamu menyesali semuanya tapi mungkin saja bisa jadi ini adalah cara Tuhan mempersatukan kalian, pergilah. Masa iddah mu sudah habis, sudah enam bulan sejak kepergian Bayu maka halal bagi kamu menikah lagi." "Bu, aku sungguh mencintai mas Bayu. Tidak cukup membuktikan kah selama ini apa yang sudah aku lakukan?" Kembali Ibu Bayu tersenyum, menahan amarah yang bergejolak di hati
Kehidupan ini penuh misteri, tak ada sesiapapun yang tahu apa yang akan terjadi pada kehidupannya beberapa tahun kemudian, jangankan tahunan satu menit kemudian pun tak ada yang tahu hal apa yang akan menghampirinya, kebahagiaan kah? Atau justru kesedihan? Rasa nyaman atau rasa khawatir? Yang jelas semua orang hanya ingin hidupnya aman-aman saja. Namun sayang, setiap jiwa yang hidup akan selalu merasakan kehidupan di berbagai sisi, terkadang harus merasakan kesedihan lalu beberapa waktu kemudian kebahagian, merasakan kecewa lalu bahkan mengecewakan, sejatinya hidup ini adalah timbal balik, ya jika hari ini kita menyakiti mungkin suatu saat kita akan merasa disakiti, jika hari ini kebahagiaan yang kita torehkan maka hal yang sama dapat kita rasakan, maka benarlah kata orang bijak, selalu lah berbuat baik karena sejatinya perbuatan itu akan kembali pada kita sendiri.Dari Riri kita belajar banyak hal, dia adalah orang yang memiliki ketangguhan jiwa disaat terus digempur dengan kenyataa
"Bagaimanapun kamu butuh seseorang yang bisa melindungi kamu, Ri. Ibumu itu benar, sudah saatnya kamu membuka diri, kamu sudah sukses, usahamu melesat sudah ada toko kue cukup besar punya karyawan, belum kantor konsultasi developer kamu pun mulai terkenal, lima tahun kamu sibuk menyibukan diri kamu, aku tahu kamu mengabaikan rasa rindu untuk bisa bertatap muka dengan laki-laki, kamu mengabaikan kekosongan hati kamu, tiap kamu rindu tentang sebuah kebersamaan energi kamu untuk membuat kue itu terlihat tak ada habisnya, mau sampai kapan?" tanya Anita disela-sela mereka bekerja di toko kue Riri. Riri tertegun, bukan hanya ibu ternyata Anita pun memberikan ucapan yang sama. Riri menghela nafas, dia tak memungkiri isi hatinya yang kosong, dia pun mulai merindukan hadirnya seseorang yang mampu mengisi ruang kosong itu. Tapi entahlah, rasanya terlihat berat untuk melangkah terlebih sekarang Riri sudah sukses. "Mantan suami kamu mungkin sudah bahagia, perempuan itu pun sama bisa saja mereka
"Jadi menurutmu apa yang harus aku lakukan?" tanya Dimas.Riri hanya menunduk, dia tak bisa berkata apapun. Sudah sangat jelas bukan Dimas mengungkapkan perasaannya bahwa selama ini Riri bukan hanya sekedar sahabat bagi Dimas. Sedangkan Riri hanya benar-benar menganggap Dimas sahabat saja eh sepertinya tidak juga sejak mendengar Dimas dijodohkan, Riri baru menyadari sesuatu terasa sakit di dadanya. Mungkin Riri mulai menaruh hati tanpa dia sadari. Riri menarik nafas panjang meraup udara dengan buas untuk membuat nafasnya terasa lega. Lalu ia mencoba mengangkat kepalanya dan memandang lelaki yang beberapa tahun ke belakang selalu ada untuknya, memberikan dukungan dan semangat hidup, lelaki yang Riri anggap hanya teman meski jauh di lubuk hatinya ia pun merasa diistimewakan oleh lelaki itu, tapi Riri selalu mencoba menepisnya. "Apakah perempuan itu aku?" tanya Riri. Dimas mengangguk pelan, Riri merauh entahlah lututnya mendadak terasa lemas, menunduk tak sanggup mengangkat kepalanya
"Ada perlu apa kamu mencari Riri?" tanya ibu pada lelaki yang tertunduk duduk di depannya. Dengan berat lelaki itu mengangkat kepalanya, Ardi. Ya, Ardi yang tengah duduk di depan ibu Riri. Setelah sekian lama mengumpulkan keberanian, akhirnya datang menemui ibunya Riri. "Sebelumnya saya mohon maaf bu atas apa yang sudah terjadi pada pernikahan saya dan Riri, saya….""Bukankah semua sudah berakhir?" tanya ibu Riri."Benar bu, tapi setelah lima tahun berpisah masih ada hal yang belum selesai antara aku dan Riri mungkin secara hukum agama maupun negara semua sudah selesai tapi tidak dengan hati saya bu, jika tidak keberatan bisakah ibu izinkan saya bertemu dengan Riri.""Untuk apa lagi? Oh, jangan-jangan kamu sudah menyesal dan bercerai dengan perempuan itu lalu sekarang kamu minta balikan lagi dengan anak saya gitu, enak sekali kamu. Kamu pikir anak saya apa," cecar ibu Riri. "Tidak bu, semua tidak seperti itu. Saya hanya ingin….""Permisi."Ardi dan ibu Riri menoleh ke arah pintu.
Riri menyimpan kotak itu di atas lemari pakaian miliknya, sengaja disimpan jauh agar tak membuatnya penasaran akan isinya, Riri berniat tak membukanya, membiarkan kotak itu tetap seperti itu. Hati Riri sudah mantap untuk melupakan semua tentang Ardi. Meski rasa penasaran mengetuk-ketuk pintu hatinya, tapi ia tolak dan mulai menata hati meyakinkan bahwa Dimas yang paling layak mengisi hatinya, sudah cukup teruji kesetiaannya, mungkin Anita dan Laras benar Dimas ingin mempercepat semuanya karena dia sudah terlalu lama menunggu dan tak bisa menunggu lagi, mungkin mereka benar menerima Dimas adalah keputusan yang paling benar. Satu hari setelah kepulangannya, Riri dan ibu mempersiapkan semuanya. Rencananya keluarga Dimas akan datang untuk menentukan hari pernikahan mereka, karena Riri sudah menjawab iya akan ajakan Dimas untuk menikah. Hingga mereka pun melanjutkan tahap berikutnya. "Terima kasih, Ri. Aku sungguh bahagia," ucap Dimas saat mereka bertemu untuk membicarakan keputusan Rir
Dalam hening malam Dimas termenung di sudut kamarnya, memeluk guling dan menerawang jauh. Pertemuannya dengan Ardi tadi pagi di rumah Riri, sikap Riri yang sepanjang jalan saat menemui WO untuk pernikahan mereka membuat Dimas cukup mengurus pikirannya. Sengaja Dimas tak bertanya apapun sepanjang jalan tadi, hanya membahas seputar pernikahan mereka saja, bukan tanpa sebab tapi karena melihat mereka berdua saja itu sudah cukup sakit, lalu melihat sikap Riri pun sudah membuat Dimas merasa berada di antara mereka. Tak ada tempat berbagi, biasanya Laras menjadi tempat curhatnya tapi setelah menikah Dimas tak pernah terlalu menghubunginya karena ia tahu jika salah satu antara mereka menikah maka hubungan akan menjadi sewajarnya. Dimas mengusap wajahnya, menghela nafas yang terasa berat. Beranjak dari tempat tidur, keluar kamar dan menemui sang ibu yang selalu menjadi sasaran terakhir kegalauannya. "Ada apa nak?" tanya sang ibu yang masih asyik dengan jarum dan benang rajutnya. "Aku mau
Ardi, lelaki yang hadir dalam kehidupan Riri dengan sejuta rasa yang tercurah. Pertemuan mereka tanpa sengaja saat Ardi ke rumah orang tua Riri untuk bertemu Raka lalu melihat Riri lewat di depan mereka. Sejak saat itu Ardi merasakan sesuatu hingga akhirnya memutuskan untuk mendekatinya melalui sang kakak lalu dengan segera melamarnya setelah yakim Riri adalah perempuan yang selama ini dia cari. Riri tak serta merta menerima Ardi, dia melakukan serangkaian penelusuran baik melalui kakaknya ataupun dari orang lain yang bisa dipercaya. Lalu hati Riri mantap dan yakin menerima lamaran sang pujaan hati, hanya dalam waktu enam bulan dekat saja mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Kehidupan Riri seakan sempurna, Ardi sangat memperhatikan Riri semakin membuat Riri tak menyesal sudah menerima Ardi dalam hidupnya, sosok Ardi yang penyayang dan perhatian selalu membuat Riri berbunga-bunga dan sikap romantisme yang dimilikinya selalu membuat Riri terlena. Satu tahun pernikahan mereka nya
"Mbak Rianti."Rianti menoleh ke sumber suara, Lita sudah berdiri tak jauh darinya membawa kantong belanjaan penuh dengan sayuran. Rianti tersenyum. "Ibu ada, Lita?" tanya Rianti. "Ada mbak, ayo masuk."Lita mengajak Rianti masuk, ada yang berbeda kini Lita jauh lebih ramah pada Rianti. Rianti pun menanyakan hal itu, Lita hanya tersenyum dan mengatakan jika semua sudah selesai, ia tak mau mengungkit lagi yang sudah berlalu. Rianti lega mendengar hal itu, hingga dia merasa semua keputusannya hari ini adalah hal yang paling tepat. Lita memanggil ibu, sementara Rianti menunggu di kursi tamu. Tak lama ibu datang dan menyapa Rianti dengan ramah, pelukan hangat yang selalu Rianti rindukan dari seorang ibu bisa didapat dari ibu Ardi. Cukup lama berpelukan, mereka terlepas ketika Lita datang membawa minum. "Bu, ini ada sedikit oleh-oleh untuk ibu dan Lita. Saya kemarin bersama Dani ke Bali," ucap Rianti. "Walah, repot-repot. Makasih ya, nak.""Wah, mbak dari Bali. Keren ya kalau orang ka
"Saya turut prihatin dengan kepergian bapak, saya tak sempat datang saat itu karena memang tengah di luar negeri. Lalu setelah pulang saya berziarah dan bermaksud mendatangi ibu tapi tak ada katanya sudah pindah. Akhirnya saya pun menunda keinginan bertemu saya dengan Dani." Rianti menatap nanar dengan senyum tipis pada lelaki yang duduk di depannya. Usianya tak jauh berbeda dengan dirinya, memang Pak Joko itu pantasnya jadi ayahnya bukan jadi suaminya. Farel terus bercerita tentang kehidupannya, dari pertemuannya dengan Pak Joko hingga bisa sesukses sekarang, Farel merasa perlu membalas semua kebaikan Pak Joko, kini beliau sudah tak ada maka Farel akan membalasnya pada Dani dan juga Rianti. Setelah sekian lama ngobrol, Rianti dan Dani memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan mencari tempat wisata lainnya. Farel menawarkan diri untuk mengantar tapi Rianti menolak, ia tetap kuat dalam tujuannya. Kedatangannya kesini bersama Farel untuk menikmati waktu berdua saja dengan Dani tanpa
Rianti hanya mengaktifkan ponselnya saat Dani tertidur di siang hari ataupun malam hari, ini adalah hari kedua dia ada di pulau Dewata ini bersama Dani. Setia waktu Rianti merasakan setiap detiknya bersama Dani, ada wajah yang tak pernah Rianti perhatikan hingga dalam hati terkecilnya sesuatu yang hangat menjalar mengisi setiap ruang yang hampa selama ini. Saat Dani tertidur pulas, Rianti menatap wajah itu mirip sekali dengan lelaki tua yang menikahinya. Lelaki yang seharusnya menjadi ayahnya, bukan suaminya. Tapi lelaki itu mencintainya dengan sepenuh hati, memanjakannya hingga Rianti merasa beruntung memilikinya meski seluruh dunia mencemoohnya. Bayangan hidup bersama Papa Dani, membuat Rianti tersenyum sendiri, betapa hidupnya saat itu sungguh bahagia, punya harta yang berlimpah, suami yang penyayang dan ibu yang selama ini hilang mendadak datang begitu ramah menyapa. Hari Rianti kembali terisi di dengan cinta hingga dia bisa menerima kabar kembalinya Ardi dan Riri. Tapi duka ke
"Ambillah waktu untuk jauh dari segala rutinitas seharian anda, Bu Rianti. Nikmati kebersamaan bersama putra anda, jangan sampai ada waktu yang terabaikan, jauhkan gadget dan lingkungan sosial media. Tak perlu lama tiga hari saja, tatap lekat setiap anak anda tengah terlelap dan tersenyum rasakan dan tanyakan pada diri anda apakah anda rela melihat semua itu sirna."Rianti terdiam mendengar ucapan Dokter Inggit, orang yang sudah beberapa Minggu ini menjadi teman ceritanya. Bukan hanya menjadi seorang dokter, Rianti seolah menemukan teman bercerita untuk dia mengungkapkan apapun yang dialaminya. Ya, selama ini Rianti perlu itu. Tak ada orang yang bisa dipercaya Rianti untuk dia menumpahkan semua keluh kesahnya. Sejak dulu apapun yang dirasakannya selalu disembunyikan dari banyak orang, bahkan sedekat apapun dengan Ardi ada banyak hal yang tak diungkap oleh Rianti pada Ardi. "Apakah itu bisa menyembuhkan saya, dok?" tanya Rianti. "Bukan hanya sembuh tapi tangki cinta anda akan kembal
"Iya, ma. Aku keliru, aku pikir semua akan selesai jika Mas Ardi menikahi Rianti, kesakitan hati yang dialami Rianti akan hilang dan semua akan baik-baik saja. Aku akan hidup tenang, tidak merasa bersalah lagi."Mama tersenyum, lalu melepas genggaman tangan, menghela napas beranjak dari duduknya perlahan berjalan menuju jendela. "Riri, jangan terlalu membayangkan segala sesuatu semudah itu. Pikirkan lagi, berapa kali kamu selalu kecewa dan sakit hati saat Ardi dulu lebih mementingkan Rianti, saat dulu dia tak menganggap hati kamu sakit, sekarang dia sudah berubah jauh lebih baik dan kamu merasakan itu hingga kamu pun memutuskan untuk menerimanya kembali. Butuh waktu berapa lama untuk bisa menerima dia kembali. Pikirkan itu, jangan asal mengambil keputusan yang akhirnya kamu justru terperosok lebih dalam dan lebih parah dari sebelumnya."Riri tertunduk, ia seolah menyadari semua telah keliru. Mama terus berbicara hingga membuat Riri sadar akan keputusan yang mendadak hadir, lalu terin
"Mama."Riri terkejut dengan kedatangan sang Mama ke tokonya, sudah lama mereka tak bertemu. Dua perempuan itu berpelukan dan melepas rindu yang sudah menggunung, sejak Riri kembali menikah dengan Ardi lalu memutuskan tinggal di kampungnya Ardi menjalankan usaha berdua, Mama menjadi orang yang paling mendukung meski tak selalu hadir, sesekali selalu datang menjenguk tapi sudah hampir dua bulan ini Mama absen datang karena sibuk menemani Papa mengurus proyeknya dan satu bulan kemarin Mama tinggal di rumah Mas Raka membantu Mbak Wulan mengurus bayinya. Dan di situlah terakhir mereka bertemu, saat selamatan tujuh hari kelahiran anak kedua Mas Raka dan Mbak Wulan setelah itu mereka belum bertemu lagi.Riri langsung mengajak mama masuk ke ruangan kerjanya, menyerahkan toko ke pegawai dan meminta pegawai menyiapkan beberapa potong kue untuk tamu istimewanya itu. Sesampainya di ruang kerja, Riri dan mamanya duduk berbarengan, menjatuhkan bobot tubuhnya, Riri menyandarkan kepalanya di pundak
"Aku dengar kata Narti, pengasuh Dani bilang Mbak Rianti sudah mulai pergi konsultasi ke psikiater, saran Mama sepertinya dipertimbangkan dan dilakukan olehnya.""Baguslah, semoga dia segera sembuh dari luka lama dan traumanya itu. Agar hidupnya lebih baik," ucap Ardi ketika mendengar kabar soal Rianti dari Riri.Sejak Dani sakit dan mulai mengerti kondisi Rianti, Riri yang memang hatinya baik selalu memantau kondisi keduanya lewat Narti, pengasuh Dani. Dari dia Riri mendapat banyak informasi soal Rianti, permintaannya untuk Ardi menikahi Rianti dipatahkan oleh Ardi dan mamanya, bahkan Lita pun turut berkomentar. "Mbak, mbak jangan mudah terlena dan tergoda. Hati-hati mbak, dia bisa saja justru menyingkirkan mbak nantinya," ucap Lita kala itu. Tidak ada yang mendukungnya, hingga Riri memilih jalan lain untuk membantu Rianti agar sembuh. Dalam ingatannya mungkin Rianti akan cepat sadar jika ada Ardi di dekatnya, tapi tidak menurut Ardi itu bukan sebuah solusi. Sejak dulu Ardi memang
Dani sudah membaik dan sudah diperbolehkan pulang, Rianti duduk termenung di kursi besar dalam kamarnya, semua yang terjadi akhir-akhir ini membuatnya banyak berpikir yang selama ini tak pernah ia pikirkan. Ingatannya selalu melayang pada kenangan saat ia ngobrol dengan Ibunya Ardi, tak pernah menyangka Ibu itu menyuruhnya pergi ke psikiater dan memeriksakan kondisi kejiwaannya. Kilasan peristiwa masa lalu Rianti panggil kembali hingga ia seperti sedang menonton tayangan film, perlahan ia mengerang mengepalkan tangannya, lalu tiba-tiba menangis, tersenyum sendiri, bahkan tertawa sendiri. Bayangan kelam akan kehidupan remaja yang tak seindah remaja lainnya membuat Rianti tumbuh menjadi sosok yang berbeda pula dengan remaja lainnya. Rianti menikmati semua potongan kisah itu, ia menjalaninya sendiri ya sendiri sejak kedua orang tuanya sudah tak peduli lagi dengan kehidupannya, sejak mereka memilih mencari kebahagiaan masing-masing dari pada kebahagiaan anaknya sendiri, keegoisan kedua
"Aku tuh heran aja sama Mbak Riri, masih mau ngurusin Mbak Rianti padahal dia udah jahat banget dari dulu sama mbak?" tanya Lita. "Itulah kenapa ibu kagum dan selalu jatuh hati sama mbak mu ini, nak. Bukan untuk menyamakan karena bagaimana pun kalian berbeda lahir dari keluarga yang beda. Ardi sama Rudi aja yang lahir dari rahim ibu, beda wataknya," sela ibu. Lita tersenyum, sementara Riri masih terdiam. Pikirannya seolah belum berada di sini bersama raganya, sepulangnya menjenguk Dani dari rumah sakit membuat Riri terpikir sesuatu. "Mbak, ada apa sih?" tanya Lita menyenggol tubuh Riri hingga Riri terperanjat. "Ada apa nak?" tanya ibu. Riri menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan dan mengusap wajah. "Bu, kalau aku minta Mas Ardi untuk menikahi Mbak Rianti, gimana ya?""Apa?!" Lita dan ibunya Ardi kompak mengeluarkan kata itu menunjukan keterkejutan yang hebat setelah mendengar ucapan Riri. Siapapun yang mendengarnya tentu tak akan pernah menyangka jika Riri punya