Riri menyimpan kotak itu di atas lemari pakaian miliknya, sengaja disimpan jauh agar tak membuatnya penasaran akan isinya, Riri berniat tak membukanya, membiarkan kotak itu tetap seperti itu. Hati Riri sudah mantap untuk melupakan semua tentang Ardi. Meski rasa penasaran mengetuk-ketuk pintu hatinya, tapi ia tolak dan mulai menata hati meyakinkan bahwa Dimas yang paling layak mengisi hatinya, sudah cukup teruji kesetiaannya, mungkin Anita dan Laras benar Dimas ingin mempercepat semuanya karena dia sudah terlalu lama menunggu dan tak bisa menunggu lagi, mungkin mereka benar menerima Dimas adalah keputusan yang paling benar. Satu hari setelah kepulangannya, Riri dan ibu mempersiapkan semuanya. Rencananya keluarga Dimas akan datang untuk menentukan hari pernikahan mereka, karena Riri sudah menjawab iya akan ajakan Dimas untuk menikah. Hingga mereka pun melanjutkan tahap berikutnya. "Terima kasih, Ri. Aku sungguh bahagia," ucap Dimas saat mereka bertemu untuk membicarakan keputusan Rir
Dalam hening malam Dimas termenung di sudut kamarnya, memeluk guling dan menerawang jauh. Pertemuannya dengan Ardi tadi pagi di rumah Riri, sikap Riri yang sepanjang jalan saat menemui WO untuk pernikahan mereka membuat Dimas cukup mengurus pikirannya. Sengaja Dimas tak bertanya apapun sepanjang jalan tadi, hanya membahas seputar pernikahan mereka saja, bukan tanpa sebab tapi karena melihat mereka berdua saja itu sudah cukup sakit, lalu melihat sikap Riri pun sudah membuat Dimas merasa berada di antara mereka. Tak ada tempat berbagi, biasanya Laras menjadi tempat curhatnya tapi setelah menikah Dimas tak pernah terlalu menghubunginya karena ia tahu jika salah satu antara mereka menikah maka hubungan akan menjadi sewajarnya. Dimas mengusap wajahnya, menghela nafas yang terasa berat. Beranjak dari tempat tidur, keluar kamar dan menemui sang ibu yang selalu menjadi sasaran terakhir kegalauannya. "Ada apa nak?" tanya sang ibu yang masih asyik dengan jarum dan benang rajutnya. "Aku mau
Ardi, lelaki yang hadir dalam kehidupan Riri dengan sejuta rasa yang tercurah. Pertemuan mereka tanpa sengaja saat Ardi ke rumah orang tua Riri untuk bertemu Raka lalu melihat Riri lewat di depan mereka. Sejak saat itu Ardi merasakan sesuatu hingga akhirnya memutuskan untuk mendekatinya melalui sang kakak lalu dengan segera melamarnya setelah yakim Riri adalah perempuan yang selama ini dia cari. Riri tak serta merta menerima Ardi, dia melakukan serangkaian penelusuran baik melalui kakaknya ataupun dari orang lain yang bisa dipercaya. Lalu hati Riri mantap dan yakin menerima lamaran sang pujaan hati, hanya dalam waktu enam bulan dekat saja mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Kehidupan Riri seakan sempurna, Ardi sangat memperhatikan Riri semakin membuat Riri tak menyesal sudah menerima Ardi dalam hidupnya, sosok Ardi yang penyayang dan perhatian selalu membuat Riri berbunga-bunga dan sikap romantisme yang dimilikinya selalu membuat Riri terlena. Satu tahun pernikahan mereka nya
"Maaf mas aku harus pergi," ucap Riri menoleh ke arah Ardi dan beranjak dari tempat duduknya.Riri berjalan menghampiri Dimas yang masih mematung. "Pergilah denganku," ucap Riri. Dimas menoleh ke arah Riri yang sudah berdiri di sampingnya, mengulas senyum bahagia, dia melebarkan tangannya tapi Riri menggelengkan kepalanya, Dimas pun mengangkat kedua bahunya lalu berjalan mengikuti Riri. Ardi tak kuasa melihat kepergian mereka, meski hatinya sudah bisa menebak apa yang akan jadi keputusan Riri tapi tetap saja rasanya sakit. Penantian panjangnya sungguh terasa sia-sia, setelah mereka berjauh jauh dan tak terlihat oleh sudut matanya, Ardi baru mengangkat kepalanya dan menyeruput minuman yang ada di hadapannya. Di dalam mobil, Riri sudah duduk di samping Dimas yang sudah bersiap menyalakan mesin mobil tapi terhenti saat Riri melarangnya."Ada apa?" tanya Dimas. "Aku hanya perlu bicara denganmu," ucap Riri menoleh ke arah Dimas dan Dimas pun menolehkan pandangan ke arah Riri hingga me
"What? Apa? Serius Ri?" Laras berteriak, matanya membulat setelah mendengar penjelasan Riri ketika akhirnya Riri memilih untuk kembali pada Ardi. Menceritakan tentang Dimas dan memperlihatkan semua isi pesan yang dikirim oleh adiknya Dimas. Riri hanya tersenyum kecil merespon pertanyaan Laras. "Aku gak percaya dia tega kayak gitu sama kamu, aku kira dia itu mencintai kamu lho." "Dia memang mencintai aku, tapi dia tak tahu bagaimana menunjukkannya. Bagi dia dengan membiarkan aku menikah lalu hidup dengan yang lain, lalu kembali sendiri hingga setelah dijodohkan merasa tak cocok dan merasa aku mungkin bisa menerimanya, semua dia kira itu cinta. Padahal salah." Laras hanya mengangguk-anggukan kepalanya meski dalam hati dan benaknya masih banyak hal yang janggal. Ingin tak percaya tapi semua bukti mengarah pada hal itu. Dimas sudah tak ia kenali lagi. Riri menepuk pundak Laras hingga ia terperanjat. "Malah bengong, kenapa?" tanya Riri. "Ya itu, aku tuh lagi mikirin si Dimas. Dia bis
"Sudah semua?" tanya Ardi.Riri hanya mengangguk, sejak ia menerima telepon itu mendadak pendiam. Ardi sudah mulai merasakannya, tapi dia mencoba tak begitu memperdulikannya, rasanya belum tepat. Semua barang yang akan dibawa ke kampung Ardi sudah masuk ke dalam bagasi. Ardi dan Riri pamit, rencananya mereka akan tinggal disana beberapa hari jadi Riri perlu membawa baju ganti. Setelah pamit mereka segera naik ke dalam mobil tapi langkah Riri terhenti ketika sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Lalu turunlah seorang lelaki."Dimas," lirih Riri. Ardi pun memperhatikan lelaki yang berjalan menuju istrinya, ayah dan ibu terlihat terkejut, Ardi segera berpindah menghampiri istrinya yang dihampiri oleh Dimas. "Bisa kita bicara?" tanya Dimas.Riri tak menjawab kemudian dia menoleh ke arah Ardi yang berdiri tak jauh dari mereka. Ardi menganggukan kepalanya sambil tersenyum, seolah tak ada apa-apa."Silahkan," ucap Riri."Selamat ya, semoga kamu bahagia.""Terima kasih, doa yang sama un
"Walah, menantu ibu sudah datang." Ibu Ardi menyambut kedatangan Riri dan Ardi dengan gembira, sejak dikabari Ardi jika beliau langsung dinikahkan ayah Riri setelah pamit untuk menemui Riri sungguh membuat beliau tak sabar ingin segera bertemu, pelukan hangat dan kecupan dari sang ibu mertua membanjiri Riri. Hal yang selalu Riri dapatkan dan selalu membuat Riri nyaman. Tak hanya ibu Ardi, adik-adik Ardi pun sama mereka menyambut dengan bahagia kedatangan kembali kakak iparnya itu."Kenalkan ini Lita, istri Rudi." Ibu memperkenalkan Lita, istri Rudi yang tak lain adiknya Ardi. Riri tersenyum, lalu ia mengulurkan tangan cukup lama uluran tangannya belum diraih oleh Lita. "Lita, ini mbakmu lho."Lita segera meraih tangan Riri dengan terpaksa dan sedikit tatapan tak suka. "Senang berkenalan dengan mbak, semoga kita bisa akur sebagai sesama menantu ya meski aku bukan menantu kesayangan," ujar Lita. "Lita, ibu sayang semua menantu ibu," ucap ibu. "Ya ya, Lita permisi dulu bu. Masakan
"Apapun yang terjadi kita tak akan terpisah lagi, janji?" Aku tersenyum pada lelaki di depanku, mengangkat jari kelingkingnya dan aku mengaitkan jari kelingking lalu kami tersenyum bersama, saling berpelukan dan mencurahkan segenap perasaan yang ada dalam diri. Mendekap foto pernikahan kami dan mencoba melupakan semua yang sudah terjadi setelah lima tahun kembali hidup bersama kini dia kembali menghadirkan kisah dulu. "Kamu yakin Ardi gak akan berkhianat lagi?" tanya Laras."Dia tak pernah berkhianat," balasku. "Ya, tapi dia dulu pernah sangat dekat dengan sahabatnya. Kamu ingat kan?" "Itu masa lalu dan aku percaya tak akan terulang, buktinya setelah sepuluh tahun bersama kita baik-baik saja apalagi ada Jihan pasti Mas Ardi gak akan macam-macam."Aku mencoba meyakinkan diri dan hati ini, tatkala Laras memberitahuku soal pertemuan Mas Ardi dan Rianti, sahabatnya. Dulu kami pernah berselisih hingga berpisah gara-gara perempuan itu. Beruntung Tuhan masih menjodohkan kami kembali, ak
"Mbak Rianti."Rianti menoleh ke sumber suara, Lita sudah berdiri tak jauh darinya membawa kantong belanjaan penuh dengan sayuran. Rianti tersenyum. "Ibu ada, Lita?" tanya Rianti. "Ada mbak, ayo masuk."Lita mengajak Rianti masuk, ada yang berbeda kini Lita jauh lebih ramah pada Rianti. Rianti pun menanyakan hal itu, Lita hanya tersenyum dan mengatakan jika semua sudah selesai, ia tak mau mengungkit lagi yang sudah berlalu. Rianti lega mendengar hal itu, hingga dia merasa semua keputusannya hari ini adalah hal yang paling tepat. Lita memanggil ibu, sementara Rianti menunggu di kursi tamu. Tak lama ibu datang dan menyapa Rianti dengan ramah, pelukan hangat yang selalu Rianti rindukan dari seorang ibu bisa didapat dari ibu Ardi. Cukup lama berpelukan, mereka terlepas ketika Lita datang membawa minum. "Bu, ini ada sedikit oleh-oleh untuk ibu dan Lita. Saya kemarin bersama Dani ke Bali," ucap Rianti. "Walah, repot-repot. Makasih ya, nak.""Wah, mbak dari Bali. Keren ya kalau orang ka
"Saya turut prihatin dengan kepergian bapak, saya tak sempat datang saat itu karena memang tengah di luar negeri. Lalu setelah pulang saya berziarah dan bermaksud mendatangi ibu tapi tak ada katanya sudah pindah. Akhirnya saya pun menunda keinginan bertemu saya dengan Dani." Rianti menatap nanar dengan senyum tipis pada lelaki yang duduk di depannya. Usianya tak jauh berbeda dengan dirinya, memang Pak Joko itu pantasnya jadi ayahnya bukan jadi suaminya. Farel terus bercerita tentang kehidupannya, dari pertemuannya dengan Pak Joko hingga bisa sesukses sekarang, Farel merasa perlu membalas semua kebaikan Pak Joko, kini beliau sudah tak ada maka Farel akan membalasnya pada Dani dan juga Rianti. Setelah sekian lama ngobrol, Rianti dan Dani memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan mencari tempat wisata lainnya. Farel menawarkan diri untuk mengantar tapi Rianti menolak, ia tetap kuat dalam tujuannya. Kedatangannya kesini bersama Farel untuk menikmati waktu berdua saja dengan Dani tanpa
Rianti hanya mengaktifkan ponselnya saat Dani tertidur di siang hari ataupun malam hari, ini adalah hari kedua dia ada di pulau Dewata ini bersama Dani. Setia waktu Rianti merasakan setiap detiknya bersama Dani, ada wajah yang tak pernah Rianti perhatikan hingga dalam hati terkecilnya sesuatu yang hangat menjalar mengisi setiap ruang yang hampa selama ini. Saat Dani tertidur pulas, Rianti menatap wajah itu mirip sekali dengan lelaki tua yang menikahinya. Lelaki yang seharusnya menjadi ayahnya, bukan suaminya. Tapi lelaki itu mencintainya dengan sepenuh hati, memanjakannya hingga Rianti merasa beruntung memilikinya meski seluruh dunia mencemoohnya. Bayangan hidup bersama Papa Dani, membuat Rianti tersenyum sendiri, betapa hidupnya saat itu sungguh bahagia, punya harta yang berlimpah, suami yang penyayang dan ibu yang selama ini hilang mendadak datang begitu ramah menyapa. Hari Rianti kembali terisi di dengan cinta hingga dia bisa menerima kabar kembalinya Ardi dan Riri. Tapi duka ke
"Ambillah waktu untuk jauh dari segala rutinitas seharian anda, Bu Rianti. Nikmati kebersamaan bersama putra anda, jangan sampai ada waktu yang terabaikan, jauhkan gadget dan lingkungan sosial media. Tak perlu lama tiga hari saja, tatap lekat setiap anak anda tengah terlelap dan tersenyum rasakan dan tanyakan pada diri anda apakah anda rela melihat semua itu sirna."Rianti terdiam mendengar ucapan Dokter Inggit, orang yang sudah beberapa Minggu ini menjadi teman ceritanya. Bukan hanya menjadi seorang dokter, Rianti seolah menemukan teman bercerita untuk dia mengungkapkan apapun yang dialaminya. Ya, selama ini Rianti perlu itu. Tak ada orang yang bisa dipercaya Rianti untuk dia menumpahkan semua keluh kesahnya. Sejak dulu apapun yang dirasakannya selalu disembunyikan dari banyak orang, bahkan sedekat apapun dengan Ardi ada banyak hal yang tak diungkap oleh Rianti pada Ardi. "Apakah itu bisa menyembuhkan saya, dok?" tanya Rianti. "Bukan hanya sembuh tapi tangki cinta anda akan kembal
"Iya, ma. Aku keliru, aku pikir semua akan selesai jika Mas Ardi menikahi Rianti, kesakitan hati yang dialami Rianti akan hilang dan semua akan baik-baik saja. Aku akan hidup tenang, tidak merasa bersalah lagi."Mama tersenyum, lalu melepas genggaman tangan, menghela napas beranjak dari duduknya perlahan berjalan menuju jendela. "Riri, jangan terlalu membayangkan segala sesuatu semudah itu. Pikirkan lagi, berapa kali kamu selalu kecewa dan sakit hati saat Ardi dulu lebih mementingkan Rianti, saat dulu dia tak menganggap hati kamu sakit, sekarang dia sudah berubah jauh lebih baik dan kamu merasakan itu hingga kamu pun memutuskan untuk menerimanya kembali. Butuh waktu berapa lama untuk bisa menerima dia kembali. Pikirkan itu, jangan asal mengambil keputusan yang akhirnya kamu justru terperosok lebih dalam dan lebih parah dari sebelumnya."Riri tertunduk, ia seolah menyadari semua telah keliru. Mama terus berbicara hingga membuat Riri sadar akan keputusan yang mendadak hadir, lalu terin
"Mama."Riri terkejut dengan kedatangan sang Mama ke tokonya, sudah lama mereka tak bertemu. Dua perempuan itu berpelukan dan melepas rindu yang sudah menggunung, sejak Riri kembali menikah dengan Ardi lalu memutuskan tinggal di kampungnya Ardi menjalankan usaha berdua, Mama menjadi orang yang paling mendukung meski tak selalu hadir, sesekali selalu datang menjenguk tapi sudah hampir dua bulan ini Mama absen datang karena sibuk menemani Papa mengurus proyeknya dan satu bulan kemarin Mama tinggal di rumah Mas Raka membantu Mbak Wulan mengurus bayinya. Dan di situlah terakhir mereka bertemu, saat selamatan tujuh hari kelahiran anak kedua Mas Raka dan Mbak Wulan setelah itu mereka belum bertemu lagi.Riri langsung mengajak mama masuk ke ruangan kerjanya, menyerahkan toko ke pegawai dan meminta pegawai menyiapkan beberapa potong kue untuk tamu istimewanya itu. Sesampainya di ruang kerja, Riri dan mamanya duduk berbarengan, menjatuhkan bobot tubuhnya, Riri menyandarkan kepalanya di pundak
"Aku dengar kata Narti, pengasuh Dani bilang Mbak Rianti sudah mulai pergi konsultasi ke psikiater, saran Mama sepertinya dipertimbangkan dan dilakukan olehnya.""Baguslah, semoga dia segera sembuh dari luka lama dan traumanya itu. Agar hidupnya lebih baik," ucap Ardi ketika mendengar kabar soal Rianti dari Riri.Sejak Dani sakit dan mulai mengerti kondisi Rianti, Riri yang memang hatinya baik selalu memantau kondisi keduanya lewat Narti, pengasuh Dani. Dari dia Riri mendapat banyak informasi soal Rianti, permintaannya untuk Ardi menikahi Rianti dipatahkan oleh Ardi dan mamanya, bahkan Lita pun turut berkomentar. "Mbak, mbak jangan mudah terlena dan tergoda. Hati-hati mbak, dia bisa saja justru menyingkirkan mbak nantinya," ucap Lita kala itu. Tidak ada yang mendukungnya, hingga Riri memilih jalan lain untuk membantu Rianti agar sembuh. Dalam ingatannya mungkin Rianti akan cepat sadar jika ada Ardi di dekatnya, tapi tidak menurut Ardi itu bukan sebuah solusi. Sejak dulu Ardi memang
Dani sudah membaik dan sudah diperbolehkan pulang, Rianti duduk termenung di kursi besar dalam kamarnya, semua yang terjadi akhir-akhir ini membuatnya banyak berpikir yang selama ini tak pernah ia pikirkan. Ingatannya selalu melayang pada kenangan saat ia ngobrol dengan Ibunya Ardi, tak pernah menyangka Ibu itu menyuruhnya pergi ke psikiater dan memeriksakan kondisi kejiwaannya. Kilasan peristiwa masa lalu Rianti panggil kembali hingga ia seperti sedang menonton tayangan film, perlahan ia mengerang mengepalkan tangannya, lalu tiba-tiba menangis, tersenyum sendiri, bahkan tertawa sendiri. Bayangan kelam akan kehidupan remaja yang tak seindah remaja lainnya membuat Rianti tumbuh menjadi sosok yang berbeda pula dengan remaja lainnya. Rianti menikmati semua potongan kisah itu, ia menjalaninya sendiri ya sendiri sejak kedua orang tuanya sudah tak peduli lagi dengan kehidupannya, sejak mereka memilih mencari kebahagiaan masing-masing dari pada kebahagiaan anaknya sendiri, keegoisan kedua
"Aku tuh heran aja sama Mbak Riri, masih mau ngurusin Mbak Rianti padahal dia udah jahat banget dari dulu sama mbak?" tanya Lita. "Itulah kenapa ibu kagum dan selalu jatuh hati sama mbak mu ini, nak. Bukan untuk menyamakan karena bagaimana pun kalian berbeda lahir dari keluarga yang beda. Ardi sama Rudi aja yang lahir dari rahim ibu, beda wataknya," sela ibu. Lita tersenyum, sementara Riri masih terdiam. Pikirannya seolah belum berada di sini bersama raganya, sepulangnya menjenguk Dani dari rumah sakit membuat Riri terpikir sesuatu. "Mbak, ada apa sih?" tanya Lita menyenggol tubuh Riri hingga Riri terperanjat. "Ada apa nak?" tanya ibu. Riri menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan dan mengusap wajah. "Bu, kalau aku minta Mas Ardi untuk menikahi Mbak Rianti, gimana ya?""Apa?!" Lita dan ibunya Ardi kompak mengeluarkan kata itu menunjukan keterkejutan yang hebat setelah mendengar ucapan Riri. Siapapun yang mendengarnya tentu tak akan pernah menyangka jika Riri punya