Share

Bab 16

Author: Alibn A.
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Lun, kita ke rumah ibu dulu ya!"

"Mau ngapain?"

"Ada beberapa dokumen penting saya yang kutinggalkan di sana. Takutnya, mereka membuangnya!"

**

"Ini barang-barang siapa?" tanya Luna.

Aku dan Luna keheranan melihat banyak barang yang sudah berhamburan di depan rumah setelah kami tiba. Mataku mencoba menerawang ke dalam. Semua terlihat sangat berantakan. Ada apa ini?

"Eka ... Rita! Ini tas dan barang-barang kenapa di luar?"

Eka dan Rita belum menjawab dan tidak menoleh sedikitpun ke arah kami. Mereka masih tergugu dengan wajah memilukan. Kami menatap mereka bergantian.

Aku dan Luna langsung melangkah ke dalam rumah, ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Maaf, Pak. Ini ada apa, ya?" tanyaku pada seorang lelaki dengan seragam lengkap berwarna cokelat.

"Maaf, Pak. Rumah ini disita sementara," jawabnya.

"Disita?"

"Ya, terlilit utang yang sangat banyak." Aku dan Luna saling berpandangan.

"Ma, apa sebenarnya yang terjadi?" Luna menanyai Bu Mega yang baru keluar dari kamar.

"Ini semua
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 17

    "Sepertinya, aku pernah lihat ibu, tapi di mana?" Lama aku menatapnya hingga membuatnya salah tingkah."Kayaknya salah orang, deh! Mungkin di pesta malam itu kita pernah berpapasan," jawabnya."Mmm ... Iya juga, tapi ... Aku ingat sekarang! Kalau tidak salah, ibunya Adit kan, salah satu karyawan saya?""Kok, Mas, bisa ingat?""Kan kita satu kompleks tempat tinggalnya. Kalau tidak salah, saya sering melihat ibu diantar Adit lewat di depan rumah.""Hihi ... Iya." Ia tersenyum hingga gigi depannya terlihat.Aku berjalan menghampiri Luna yang lebih dulu meninggalkanku. Kuperhatikan dari sini bagaimana Luna mengajari adik-adiknya menata dan menyiapkan makanan. Aku tak menyangka, ia masih mengingat mereka.Kuurungkan niatku menghampiri mereka. Aku mencari tempat yang aman kemudian duduk- memerhatikan mereka dari sini - tak ingin merusak suasana."Aku tak bisa, tak biasa seperti ini." Rita mengeluh dan melepaskan kembali beberapa bahan yang ia pegang."Gak boleh gitu, Rit. Kau harus bisa. U

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 18

    "Tapi, Ma. Eka gak suka diperlakukan kayak tadi. Apalagi tadi si Arga, lagaknya kayak Bos. Ka Luna juga ikut-ikutan memerintah segala. Ih, nyebelin!" gerutu Eka. "Ehmm ... Sepertinya, aku mendengar namaku disebut atau aku salah dengar?" Aku menuruni anak tangga. "Ka Ar-ga!" Mereka terperangah dengan kedatanganku. Bisa kulihat jelas wajah mereka menegang. "Ingat waktu kalian hanya sebulan. Kalau kalian tidak siap, ya sudah. Saya melepaskannya kembali rumah ini. Semua pilihan ada di tangan kalian. Saya tidak ingin memaksa, tapi kalian sendiri yang meminta," ucapku, hendak berlalu dari mereka. "Ini hanya salah paham, Ga. Ibu akan lebih tegas lagi sama mereka nanti." "Baiklah!" Aku mendengar suara mobil masuk pekarangan rumah. Kulihat sebentar, dua mobil sedang terparkir. Beberapa wanita keluar dari mobil tersebut dengan dandanan yang sungguh menyilaukan mata. Bila kutaksir usia mereka sekitar hampir lima dan empat puluhan tahun. "Samlaikum ... Sore!" "Iya, sebentar!" Bu Mega memb

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 19

    Fisal!"Di sini anda rupanya! Ke mana saja selama ini?""Lumayan, banyak urusan." Tatapan tajam itu mulai berubah sayu seperti orang yang sedang putus asa. Ia pun bangkit dan berlalu dari kami."Ke mana, kau tak membantu mereka?" Tak ada jawaban dari Fisal. "Kau harus ikut bertanggungjawab tentang penyitaan rumah itu." Ia hanya berlalu dari kami hingga hilang dari pandangan. Kenapa setiap bertemu dengannya, perasaanku selalu tak enak karena matanya selalu melihat ke Luna. Wajah Luna selalu menoleh ke tempat lain atau menunduk tak pernah melirik ke lelaki tadi. Apa yang sebenarnya terjadi. Atau mungkin perasaanku saja karena melihat foto yang lalu. Entahlah, mengingat foto itu membuat darah ini mendidih dan wajah ini memerah. Luna sudah lebih dulu berjalan meninggalkanku sendiri. Aku pun berjalan menghampiri Rita dan Eka. Wajah mereka terlihat kisut. Tadi kulihat cukup banyak pengunjung yang datang mungkin membuat mereka sedikit kewalahan atau karena tak suka ada kami di sini. Kulihat

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 20

    "Kalau mereka sulit mengakui, maka aku sarankan paksa mereka mengakuinya atau ancam untuk membayar semua kerugian yang mereka timbulkan," tekanku."Baik, Bos. Atau bila perlu, kami sita semua harta benda mereka dan juga rumahnya kalau mereka belum menyerah untuk memberitahu!" sambung Iwan, meminta pendapatku."Wah, idemu luar biasa! Aku serahkan sepenuhnya sama kalian. Yang penting, aku tunggu info selanjutnya," sambungku. Aku tahu Iwan ikut menyahut untuk menggertak kedua lelaki tersebut agar secepatnya mengakui. "Apakah mereka kerja di tempat yang sama?""Tidak, Bos. Setelah ditelusuri, mereka bekerja di tempat yang berbeda. Joko bekerja di perusahaan cabang dan Radit di sini.""Joko sebagai apa di sana?" tanyaku."Joko bertanggungjawab di bagian teknisi begitu juga Radit.""Bagaimana mereka bisa bekerjasama?""Nanti akan kami tanya, Bos. Mungkin mereka sudah merencanakan sebelumnya atau ada yang menyuruh mereka.""Iya, selidiki semuanya. Jangan sampai ada yang terlewatkan. Saya ju

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 21

    POV LunaAku sedang menemani Arga mencari tahu tentang kedua lelaki yang dicurigai sebagai suruhan. Entah siapa dalangnya. Sebuah panggilan tiba-tiba masuk ke gawaiku. Aku meraih benda pipih tersebut yang tersimpan di dalam tas kemudian menjawab, "Halo. Iya, gimana Rit?""$#$&@." Suara di balik telepon."Apa, astagfirullah! Jadi sekarang Mama di mana, Rit?""@#&$#@.""Mungkin dia kecapean, Rit. Ya udah aku akan ke sana sekarang untuk melihat Mama. Kalian lanjutkan aja dulu pekerjaan kalian di situ ntar aku datang."Rita menghubungiku tentang keadaan mama yang tiba-tiba pingsan. Rita dan Eka harus bergantian mengurus Mama dan Kedai. Sepertinya, mereka kewalahan. Mereka memintaku menemani Mama di rumah sakit. Gegas aku bangkit dari tempat dudukku dan izin ke Arga untuk pulang lebih dulu. Setelah menjelaskan maksudku, aku keluar dari ruangan dan beranjak pergi. Arga ingin mengantarkanku, tapi Iwan datang ke ruangannya hendak memberitahu sesuatu. Aku pun pamit meninggalkan mereka.Tak be

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 22

    "Ka Arga ... Kumohon dengarkan a ....""Diam. Jangan pernah mengikutiku!" bentakku sambil berjalan menuju mobil kemudian menutup pintunya dan tidak memedulikan Luna yang masih mematung di sini.Amarahku belum bisa kuredam. Aku takut kalap dan main hakim sendiri. Tatapanku penuh amarah melihatnya berdiri di sana. Aku meninggalkannya sendiri dan berlalu dengan mobilku. Aku benar-benar ingin sendiri dulu - tak kuat menahan gemuruh di dada ini yang kian membuncah. Dan lelaki itu hanya tersenyum puas melihat kami. Aku tak pernah menyangka Luna bisa berbuat seperti itu. Benar kata Rita dan Eka, aku memang lelaki bodoh yang bisa ditipu dengan diam dan keluguan Luna. Sikap anggun dan tenangnya menutupi keburukannya. Bisa-bisanya aku diperdaya olehnya dengan mudah. Aku memang buta dan bodoh.Kenapa aku terlalu mudah memercayai Luna?Pikiranku terus menerawang kejadian sebelumnya. Masih membekas di ingatanku tentang foto mereka. Saat Luna menikmati juga pelukan itu. Sungguh menjijikkan!Aku mu

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 23

    Mataku samar-samar melihat orang-orang berdatangan mengelilingiku. Perlahan penglihatanku mulai memudar, memutih kemudian tertutup - tak tahu apa yang terjadi setelahnya.***Aku membuka mata perlahan. Kulihat sekeliling, dinding bercat putih. Ini bukan kamarku. Sebuah selang infus menancap di punggung tanganku. Aku mulai sadar bahwa aku berada di ruang perawatan. Entah, sudah berapa lama aku berada di sini.Ingin sekali aku bangkit, tetapi nyeri kurasakan sakit sekali di pinggangku. Kuusahakan terus untuk bangun, tetap saja tak bisa. Kenapa sakit sekali semua badanku?Aku mulai ingat terakhir kali di Club malam. Oh, aku ditabrak! Kakiku?Aku menoleh, ingin melihat kakiku - ternyata sudah digips. Aku mencoba untuk menggerakkannya. Benarkah tulang kakiku patah.Ouch. Sakit sekali!"Maaf, Pak. Jangan gerakan kaki anda. Tulang kaki anda butuh pemulihan. Mohon tenang ya, Pak! Saat ini anda masih dalam penanganan kami." Seorang perawat menghampiriku dan melarang untuk bergerak. Yang kuden

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 24

    POV LunaSejak kejadian itu aku sangat sedih dan terpukul. Arga sangat marah hingga tak memedulikan aku yang mengiba padanya. Aku dibiarkan sendiri berdiri seperti orang yang tak punya harapan lagi. Aku tak tahu harus ke mana. Balik ke dalam rumah pun tak mungkin. Atau pergi mengikutinya ke rumah, aku tak berani. Aku takut ia sangat marah padaku kalau bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini. Sudah dua hari aku berada di hotel ini. Aku memutuskan tinggal di sini, tempat yang aman bagiku daripada di rumah bersama mereka, saudariku. Apalagi ada lelaki seperti Fisal, ih menakutkan. Untungnya, ATM-ku masih banyak saldonya karena Arga selalu mentransfer sebagian gajinya ke rekeningku. Mungkin ini waktu yang tepat untuk bertemu Arga. Biasanya, amarah seseorang sudah mulai stabil kalau sudah beberapa hari. Aku memutuskan ke rumah menemuinya sekaligus menjelaskan semua masalahnya. Semoga ia menerima penjelasanku."Assalamualaikum, Bi.""Wa'alaikum salam. Dari mana aja, Non. Gak pulang k

Latest chapter

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 49

    POV ArgaButik milik Luna semakin laris dan menjadi buah bibir warga internet.Butik tersebut baru berjalan sekitar lima bulan, tetapi sudah meningkat pesat. Peminatnya sudah sangat banyak dari berbagai pelosok. Promosinya sangat masif dilakukan reseller secara langsung, maupun secara tidak langsung oleh customer sendiri."Nyonya, semua undangan sudah berdatangan." Suara seseorang di balik sambungan telepon."Tolong beritahu Lastri untuk mengkoordinir penerima tamu," titah Luna di balik sambungan telepon. "Baik, Nyonya. Ada kabar buruk, Non!""Kabar buruk apa?""Be-berapa pieces baju sebagai contoh yang akan ditayangkan nanti, basah terkena air hujan." Suara dibalik telepon terdengar cemas."Masih ada contoh gambar desainnya 'kan?""Mohon maaf, Non, tidak ada. Saya sudah menanyakan ke teman yang lain, tapi tidak ada." "Sherly! Kenapa kau tidak menyimpan file-nya sebagai arsip?""Saya mo-hon maaf, Non." Sherly terdengar putus asa.""Acaranya sebentar lagi! Aduh ....""Kenapa tidak ka

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 48

    POV ArgaPagi ini aku sudah siap dengan pakaian yang rapi. Jariku masih sibuk mengetik sebuah pesan sambil menunggu jemputan. Tak butuh waktu lama, sebuah mobil memasuki pekarangan rumah kemudian berhenti di depan pintu. "Silakan masuk Tuan!""Terima kasih, Pak Iwan." Aku beranjak dari tempat duduk dan menuju mobil."Sama-sama, Pak. Pesawat akan berangkat sejam lagi. Kita masih memiliki waktu untuk boarding pass." Aku mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Selama dua hari Luna pergi dari rumah, aku sangat gelisah. Selalu memikirkan keadaannya dan bagaimana dia menghabiskan harinya di sana. Mobil memasuki Bandara kemudian berhenti. Setelah penerbangan dari Surabaya ke Jakarta sekitar satu setengah jam lebih, kami pun tiba. Kami langsung menuju mobil hitam yang menunggu kami. Mobil hitam tersebut sudah kami pesan sebelumnya. Pak Iwan mengendarai mobil dan membawaku ke hotel, tempat Luna menginap. "Tuan, silakan! Di sini kamarnya!" Andry menunggu kami dan menunjukkan kamar Luna. "

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 47

    POV Arga"Bi Minah, lihat Non Luna, Gak?" Dadaku memompa tidak menentu sambil menuruni anak tangga. "Maaf, Tuan, saya hanya melihatnya pagi tadi. Dia sangat rapi, mungkin dia pergi kerja ke kantor!" "Bi Minah tidak melihatnya membawa koper?""Koper! Tidak Tuan. Dia tidak membawa apa-apa, Tuan. Aku hanya melihatnya berpakaian rapi saja seperti biasa." "Dia mengatakan apa-apa sebelum pergi?""Tidak, Tuan. Ada apa sebenarnya Tuan?"Bi Minah terlihat bingung, tidak mengerti dengan pertanyaanku. Apa Luna pergi tanpa sepengetahuan Bi Minah?Argh!Oh, aku ingat Pak Yanto. Dia pasti melihat Luna. Aku bergegas keluar dan memanggil Pak Yanto agar segera mendekat padaku."Pak, lihat Non Luna keluar?" "Iya, Pak. Pagi tadi, ia keluar seperti biasanya.""Pak Yanto tidak melihat Non Luna membawa koper?" "Saya tidak memperhatikannya, Pak. Soalnya Non Luna menyuruh taksi masuk ke dalam dan saya tidak melihat jelas saat dia masuk ke dalam taksi.""Argh! Kenapa kalian tidak bisa membantu! Info ap

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 46

    POV Luna"Arga, semua tamu undangan telah hadir. Apakah sebaiknya kita duduk dulu? Setelah itu, baru kita pergi." Aku berbisik pelan ke Arga dengan harapan dia mau menghentikan langkahnya dan mengikuti saranku. Aku tahu seperti apa temperamen Arga. Kalau dia sudah bertekad dan memutuskan sesuatu, ia tidak akan pernah menarik lagi apa yang telah ia katakan sebelumnya. "Pa-k Arga, mohon maaf atas kelalaian saya karena tidak memberi peringatan ke pasangan saya sebelumnya. Saya akan melakukan apapun yang anda minta untuk aku lakukan terhadap wanita itu."Air muka Pak Peter berubah pucat. Ia sangat gelisah, bagaimana meyakinkan Arga agar mendengarnya. Aku juga kasihan melihatnya yang entah seperti apa acara ini akan berlangsung. Ternyata tujuan utama pelaksanaan acara ini untuk menarik banyak investor yang akan bekerjasama dengan mereka. Itulah mengapa, Pak Peter sudah tidak mempertimbangkan lagi image-nya di depan tamu undangan yang hadir dengan memohon kepada Arga.Arga merupakan sala

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 45

    POV LunaDi saat kami tiba, beberapa mobil sudah terparkir. Kami membuka pintu mobil kemudian keluar."Ayo!" Arga mengulurkan tangannya padaku. Aku pun meraihnya."Kok, tanganmu berkeringat? Kau gugup?""Iya, kan ini pertama kali bagiku!""Selamat datang, Tuan!" Kami disambut oleh seseorang yang ditugaskan untuk menerima tamu. "Mari ikuti saya, Tuan dan Nyonya, aku akan menunjukkan tempat duduk untuk kalian."Kami pun mengikutinya. Sepertinya acaranya belum dimulai karena para tamu mulai berdatangan. Beberapa wajah tidak aku kenal sama sekali."Bapak dan Ibu, silakan duduk di sini!" Tempat kami Sepertinya sangat istimewa di bagian depan sekali. Aku melirik ke kanan dan kiri, beberapa wajah yang tidak asing. Mereka ialah dewan direksi yang baru saja melakukan rapat bersama Arga siang tadi. Beberapa pasang mata memerhatikan kami. Semua berdiri menyalami kami. Sepertinya sekitar kurang lebih lima belas menit lagi akan dimulai bila mengikuti waktu sesuai undangan. "Baik, terima kasih.

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 44

    POV Luna"Kau mau ikut denganku ke perusahaan?" Aku pun mengangguk.Arga telah rapi dengan kemeja dan celananya. Ia akan segera keluar dari kamar. Ia mengajakku ke kantornya. Karena aku tidak memiliki kesibukan maka aku memutuskan mengikutinya. "Kalau kau tidak betah, kau boleh berhenti saja dari pekerjaanmu." Arga berbicara padaku sambil menyetir mobil.Kalau dipikir-pikir lagi, saran Arga memang benar. Sepertinya, aku tidak mungkin akan bertahan lama lagi bekerja di pekerjaanku sekarang."Kau kenapa? Kau masih diam dari tadi," tanyanya lagi."Tidak, kok. Aku suka dengan pekerjaan ini.""Tapi, lingkungannya tidak membuatmu nyaman." "Hanya masalah kecil, kok. Aku pasti bisa melewatinya.""Kau bisa mencari tempat lain, kalau kau ingin ...." Arga berbicara lagi setelah keheningan beberapa lama."Aku sudah mencoba, tidak ada lagi. Di daerah ini kan hanya dua saja. Yang satu, sedang tidak membuka lowongan pekerjaan.""Atau aku membantumu berbicara dengan direkturnya?""Arga!" tatapku pa

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 43

    Dia terlihat sangat jauh berbeda, tidak terlihat seperti anak gadis yang kukenal dulu. Bila ditaksir, dress yang dipakainya berkisar jutaan, tidak kurang sedikit pun nilainya dari mata siapa saja yang melihat."Rita!" "Panggil aku Nyonya Peter!" ucapnya sambil berkacak pinggang. "Dia Tuan Peter, calon suamiku dan juga salah seorang pemilik saham di perusahaan ini."Dahiku berkerut saat mendengar ucapannya. "Kau yang bernama Luna?""Iya, benar, Tuan." Lelaki itu menatapku dengan tatapan penuh hasrat. "Saya banyak mendengar tentangmu dari Rita!" Aku sedikit merinding ditatap seperti itu dan matanya masih terpaku menatapku. Matanya tidak berkedip sedikit pun. Aku tidak berani menatap padanya, aku mengalihkan pandangan ke arah lain.Aku sudah menduga bahwa Rita telah membicarakan sesuatu yang buruk tentangku. Mungkin dibumbui dengan cerita-cerita fiksi buatannya agar terdengar dramatis.Ia dari dulu tidak pernah suka padaku, bahkan tidak menganggapku sebagai kakak atau apapun namanya.

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 42

    POV Luna"Selamat sore, Tuan. Tadi, ada seorang wanita yang mencari Non Luna." Pak Yanto mendatangi kami ketika Arga akan memarkirkan mobil.Aku saling pandang dengan Arga karena bingung. Kalau wanita yang dimaksud adalah salah seorang klien di perusahaan Arga, mungkin Pak Iwan yang akan menghubungi Arga. Namun, Wanita tersebut mencariku."Bapak tidak mempersilakan dia untuk masuk dulu?""Dia tidak mau, Non. Setelah aku bilang Non Luna masih kerja, dia langsung pergi.""Apakah ada yang ingin dia sampaikan, Pak?""Sepertinya, tidak ada, Non.""Pak Yanto ingat ciri-cirinya seperti apa?""Rambutnya ikal, tingginya sebahu, dan kulitnya kuning langsat, dan mungkin usianya sekitar 20-an."Arga menoleh padaku dan mengucapkan, "Apakah mungkin itu Rita?"Dari ciri-ciri yang disebutkan oleh Pak Yanto, Rita yang sangat memenuhi. "Apakah Pak Yanto lihat tanda di keningnya?""Oh, iya. Aku baru ingat! Ada tanda bintil hitam.""Baik, Pak. Terima kasih.""Sama-sama, Non."Aku hampir saja tidak mengi

  • Kubeli Istriku dari Keluarganya   Bab 41

    POV Arga"Dasar wanita jalang tidak tahu malu! Kau memanggil tuan ini dengan menyebut namanya. Apakah kau tidak tahu tata krama?" Mataku melirik sekilas ke mejanya. Dia yang tadi mengenalkan diri dengan nama Celine. "Dasar wanita jalang! Kau memang wanita bermuka tebal. Hanya karena kau membaca nama yang tersemat di dadanya, kau seolah mengenalnya untuk menarik perhatiannya!" "Kau memang pelacur yang berpengalaman!"Tiba-tiba bunyi tamparan keras melekat ke pipi wanita di depanku. Kalau aku tidak salah dialah yang bernama Lusi. Aku masih mengingatnya ketika dia mengejek Luna."Aku punya nama. Apakah kau tidak tahu membaca papan nama yang ada di meja kerjaku?" Luna menatapnya tajam. Bibirnya bergetar. Mataku membulat saat melihat Luna yang cukup berani menampar pipi wanita di sampingnya."Kau ... Wanita jalang! Berani sekali menamparku. Apa kau bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini?" Wanita itu histeris. Matanya seakan melompat dari tempatnya.Saat tangannya akan mendarat di pipi L

DMCA.com Protection Status