"Apakah jawaban ini penting buatmu, Saga?"Sagara hanya menatap dalam manik mata wanita di depannya dengan bibir tertutup rapat. Sarita membalas tatapan itu dengan sorot sendu nan lembut."Bisa dikatakan penting, bahkan levelnya naik," jawab Sagara."Apalah arti sebuah nama bagimu, Saga. Itu tidak akan mampu menghentikan setiap langkahmu. Aku sangat paham bagaimana kau jalankan pion itu," kata Sarita datar.Saga tersenyum tipis yang masih terlihat jelas oleh penglihatan Sarita. Kemudian perempuan itu bangkit dari duduknya dan menghempaskan bobot di samping kanan Saga yang kosong. Disentuhnya pipi pria itu dan kepalanya mendekat, lalu ... Cup!Saga terhenyak kaget, tetapi responnya datang terlambat. Karena Sarita sudah berdiri dan berjalan kembali ke meja kerjanya. Wanita itu pun meraih tas selempang dam memakainya."Aku akan jemput Alifian sebelum pria itu mengambilnya lagi. Apakah kamu ikit atau masih duduk di sana?" tanya Sarita.Sagara segera bangkit dari duduknya dan berjalan men
Sementara di sekolah Alifian, anak kecil itu terlihat bahagia ketika dilihatnya sang mama menjemput bersama dengan pria yang dia puja."Ayah Saga!" teriak Alifian sambil berlari merentangkan kedua lengannya.Saga yang ada diujung koridor sekolah segera berjongkok dengan merentangkan kedua lengan untuk menyambut datangnya Alifian. Pria itu mengulas senyum tipis."Apa kabar, Jagoan?" "Ayah Saga kok lama tidak jemput Alif, memangnya lagi sibuk kerja?" tanya Alif begitu polosnya."Iya lagi banyak order, Alif," jawab Saga, "Apa kamu rindukan ayah, Hem?" Alifian pun mengangguk, lalu berjalan sambil melompat sesekali terdengar senandung lirih. Sangat terlihat jika dia begitu bahagia. Sarita pun tersenyum melihat tingkah putranya."Alif jangan lari-larian kek gitu, ntar jatuh!" teriak Sarita saat putranya berlari sambil menari.Sarita melangkah sedikit berlari, tetapi langkahnya tiba-tiba terhuyung kala lantainya ada yang naik satu tingkat. Dengan cepat sebuah tangan kekar meraih pinggang r
Sementara di ruang kerja Madam Anne terlihat mengepalkan kedua tangannya. Kali ini dia merasa kecolongan waktu."Sial, sial! Bagaimana semua barang itu bisa cepat terendus. Harusnya mereka mulus tanpa terlihat. Semua sudah aku upayakan, sialan. Siapa wanita itu," gumam Anne.Kedua mata wanita itu masih menatap layar laptopnya, tiba-tiba terdengar pintu ruangannya di ketuk. Dia pun mengucap satu kata masuk untuk pengetuk pintu itu."Selamat siang, Madam! Semua barang yang masuk ke Mall Austi dikembalikan sebagai barang retur," kata Lusia, asisten Anne.Anne seketika menatap ke arah Lusia yang masih berdiri di ambang pintu. Wanita muda itu belum berani melangkah lebih ke dalam, hal ini dikarenakan aura dingin yang terpendar begitu terasa dan mampu membuat ciut nyali Lusia."Apa salahnya hingga mudahnya mereka meretur semua kiriman itu? Dan mana buktinya?" cerca Anne."Saya sendiri juga tidak mengerti, Madam. Di kertas retur tersebut ada tanda tangan Tuan muda Bagas," ungkap Lusia."Baga
Setelah puas melihat semua barang hasil retur Mall Austi, Anne berjalan kembali menuju ke ruangannya. Wanita itu sedikit merasa kecewa dan harus berpikir keras akan dibawa kemana semua barang produksi tersebut Baru saja Anne duduk santai di sofa dalam ruang kerjanya, pintu terbuka tanpa diketuk lebih dulu. Wanita itu tidak heran akan perlakuan putranya. Dia memang seenaknya masuk tanpa ketuk pintu."Ada hal penting apa hingga aku kamu libatkan, Mah?""Bukan aku yang ingin libatkan kamu, Gas. Namun, kamu yang lebih dulu melibatkan diri," jawab Anne dengan nada tegas.Bagaskara mengkerutkan keningnya. Setahu dia hal apapu yang mengenai usaha mamanya dia tidak akan ikut campur kecuali bersangkutan dengan Sarita. Sejak menceraikan gadis itu jiwa Bagaskara terasa hampa dan kosong. Bahkan hasratnya menghilang begitu saja."Apa yang Mama bicarakan mengenai retur furniture?" "Iya, kamu tahu pasti dengan hal itu. Siapa yang melakukan ini semua, jujur aku tidak terima, Gas!" "Sarita!"Anne m
Bagaskara masih duduk tenang di hadapan Anne, mamanya. Dia tetap menunggu reaksi Anne dengan sabar. Mungkin semua butuh proses dan itu mampu membuat perasaan wanita itu bergolak."Apa sebaiknya kita temui langsung Sarita untuk menanamkan modalnya, Gas?" "Rasanya saat ini susah untuk niat itu, Mah. Apalagi dia juga sudah tahu jika aku sedang menjalin hubungan dengan Ni Luh. Sarita bukan wanita bodoh untuk saat ini," ungkap Bagaskara."Kita singkirkann saja dulu Ni Luh, bagaimana pendapatmu?""Itu tidak mungkin, Mah. Ni Luh sendiri sudah berkorban banyak untuk usaha mama, Lho!"Anne mengurut dahinya, kemudian pibdah ke pelipis. Rasanya kepalanya berputar dengan masalah yang datang secara bersamaan. Apalagi Sarita muncuk dengan identitas baru. Hal ini juga membuatnya pusing dan tergiur akan status sosial keluarga Waluyo."Apakah kamu sudah korek keterangan dari Mbok Marni, Gas?""Sudah, Mah. Simbok mengaku tidak mengerti dan juga tidak percaya dengan berita yang aku bawa. Justru dia mas
Simbok terdiam menatap gambar yang di sodorkan oleh Bagaskata. Hati wanita tua itu terenyuh melihat putrinya dan anak laki-laki tampan. Namun, demi keselamatan keduanya dia harus tetap bungkam. Lalu menggelengkan kepalanya."Bagaimana?""Tidak, saya tidak tahu!""Kau masih bungkam!" Anne menarik rambut putih Marni hingga kepala wanita tua itu tengadah."Kau tidak jujur, maka hidupmu hancur. Apakah ini yang kamu mau!"Marni tetap bungkam, bahkan bibirnya mengulas senyum lebar. Dia sama sekali tidak takut dengan ancaman Anne. Wanita tua itu sudah iklas dan bersyukur dalam hati melihat senyum Saritanya."Kau tersenyum, Marni? Ini membuktikan bahwa kau mengenal wanita dan anak ini, Marni. Aku tidak salah, 'Kan! Haha ...," kata Anne, "Akhirnya aku bisa mendapatkan dia lagi. Kau yang menjadi jaminannya!""Tapi aku tidak kenal mereka, Madam. Yang aku tahu, Saritaku masih di desa, dia sedang bertani dengan tanah yang dulu aku beli," ungkap Marni, " Saya punya bukti saat Sarita sedang bertani
Sarita masih terdiam menatap layar ponselnya. Hatinya meragu dan bimbang antara diangkat atau tidak. Namun, rasa penasaran sudah memenuhi otaknya. Dia hatus segera mengatur deru napasnya, tetapi suara Bagas yang ada di luar membuatnya serba salah. "Bisakah Anda menjauh dari mobilku, Pak Bagas!" pinta Sarita tegas."Aku hanya ingin mengundangmu untuk makan malam di sebuah cafe, Sarita!" "Baik, akan kupenuhi undanganmu, Pak Bagas. Dimana dan kapan waktu itu tiba?" Akhirnya Sarita lebih memilih memerhatikan Bagas lebih dulu."Aku ingin di Cafe Dan'z jam tujuh malam, bagaimana?""Deal. Sekarang menepilah!"Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Sarita, Bagas pun menuruti keinginan wanita itu. Dia menepi dan memberi jalan untuk mobil wanitanya. Setelah Bagas menepi, Sarita segera melajukan mobilnya menuju ke sekolah Alifian. Putranya itu dia masukkan ke day care yang lumayan ternama dan terjamin kwalitasnya. Sekolah yang langsung dibawah pengawasan seorang alim ulama yang sudah kompe
"Saga!" desis Sarita saat berjalan menuju ke pintu penumpang.Pria yang dipanggil Saga itu bergeming. Kedua lengannya terulur meraih tubuh Alifian. Anak itu hanya diam dengan pandangan kosong. Dengan langkah cepat, Saga membawa ponakannya naik ke lantai lima tempat kantornya berada. Seluruh lantai itu menjadi wilayah kekuasaannya. Hanya dia yang tinggal di sana. Semua fasilitas hidup Saga tercukupi di lantai itu. Mulai mini bar hingga kamar tidur. Bahkan kolam renang pun juga ada."Jagoan, Ayah. Lihat mata ayah!" pinta Saga dengan nada tegas.Alifian masih diam. Kedua bola matanya enggan melihat manik mata hitam milik Saga. Anak itu justru melihat ke arah lain. Lebih tepatnya menatap aquarium yang berisi ikan arwana merah. Bibir bocah pria itu tersenyum."Aku tidak apa, Ayah. Hanya enggan bicara saja!" kata Alifian lirih."Lalu mengapa kau biarkan mama hilang akal?" tanya Saga."Ada sesuatu yang membuatku ingin membalas sakit hati mama, tetapi aku masih kecil, Ayah," ungkap Alifian.
Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba
Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang
Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha
Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s
Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud
Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan
Pria muda berkaca mata hitam itu segera meluncur pergi dari depan rumah Bagaskara, dengan kecepatan tinggi pemuda tersebut memacu kendaraan roda empat yang dikemudikannya. Di tengah perjalanan pria itu menelepon seseorang, "Bos, tadi saya sempat mencuri dengar pembicaraan antara Bagaskara, istrinya, dan kedua pengacara mereka melalui sebuah penyadap. Saya mendengar mereka mempunyai sebuah bukti yang akan bisa dipakai menekan dan mengalahkan Nyonya Sarita di pengadilan.""Bukti apa dan siapa yang membawa bukti tersebut?" tanya lawan bicara pria muda yang ditugaskan menjadi kata-kata tersebut. "Saya masih belum mendapatkan informasi bukti seperti apa yang dimaksud, hanya saja saya tahu siapa yang sudah menyimpan bukti tersebut." Info pemuda tersebut sambil terus mengemudikan kendaraan roda empatnya. Sementara itu, di tempat lain lawan bicara pria muda tersebut tampak sedang memikirkan strategi apa yang akan diambilnya untuk menghancurkan Bagaskara dan istrinya, Ni Luh. Sosok tersebu
"Tenang, Tuan Bagas. Bersantailah sedikit, tidak perlu seemosi itu. Saya hanya bertanya saja pada Anda. Apakah Anda yakin dengan keinginan Anda mengenai hak asuh anak?" Ulang Aknat pada Bagaskara yang menatapnya lekat dan tajam."Apa perlu saya ulang jawaban saya agar Anda yakin pada apa yang menjadi keinginan saya?" Kini giliran Bagaskara membalik pertanyaan Aknat. Nada suaranya rendah dan dalam, terlihat sekali jika dia sedang menahan amarah pada pemuda yang duduk di samping Ni Luh.Mendengar jawaban Bagaskara yang begitu penuh kemarahan yang tertahan, Ni Luh mengerutkan dahinya. Wanita itu merasa sedikit aneh dengan sikap suaminya ketika mendengar pertanyaan Aknat.Ni Luh mengamati manik tegas suaminya lekat-lekat. Dia merasa penasaran dengan jawaban dan sikap Bagaskara selanjutnya. Sementara itu, sikap Aknat tampak berbanding terbalik dengan Bagaskara yang tampak begitu emosi.Pria matang yang dikenalkan dengan nama Arswendo merasa tidak enak melihat situasi yang mulai tidak kondu
Saat hendak menikmati madu alami pintu dibuka oleh pelayan dengan membawa makanan yang sesuai pesanan juga dua orang tamu. Bagas dan Ni Luh segera memperbaiki cara duduknya. "Silakan saja dilanjut, kami dengan sabar menunggu, Tuan dan Nyonya!" ujar Aknat pengacara pribadi Ni Luh. "Kau jangan bikin malu, Nat. Usiamu masih jauh," dengus Ni Luh. Aknat hanya mengulas senyum tipis, lalu mengambil duduk di depan Ni Luh sedangkan pria yang berusia matang ikut duduk di samping Aknat. Ni Luh menatap suaminya penuh tanya. Bagaskara tersenyum dan mempersilakan kedua tamunya untuk menyantap menu yang ada. Menu sederhana tetapi mewah. "Silakan makan, Tuan Berdua!""Apakah tidak lebih baik kita saling kenal dulu, Kak!" Pinta Ni Luh. "Saya Bagaskara sebagai suami dari Ibu Ni Luh Ayu. Ini pengacara saya, Bapak Arswendo!" ujar Bagaskara. Bagas mengenalkan diri dan pengacaranya pada pria muda di depan istrinya. Aknat yang sejak tadi terlihat santai segera menerima uluran tangan Bagas dengan itika