Blurb
Pernikahan Asti harus mendapat cobaan besar dari keluarga Bayu. Ibu Bayi menginginkan pernikahan kedua untuk sang anak demi mendapatkan keturunan.
Asti terpaksa menerimanya karena jika tidak pun akan terlaksana pernikahan keduanya.
Asti tidak tinggal diam, ia melakukan berbagai cara untuk mengusir Mawar sang madu.
Sampai pada akhirnya rahasia besar ibu mertua dan sang madu terbongkar.
Bagaimana dengan nasib perbikahan mereka? Akan lanjutkah atau berada di ujung perpisahan?
***
"Sah."
Bulir bening tumpah saat kalimat itu menggema di telinga Asti. Hati wanita mana yang tahan melihat suami yang dicintainya menikah dengan wanita lain.
Asti berulang kali menahan sesak yang menjalar keseluruh tubuh. Kali ini, dia harus rela berbagi suami dengan sang madu walau ia begitu menolak, tapi apalah dayanya.
Teringat satu bulan yang lalu, saat ibu mertuanya membawa wanita pilihan untuk dinikahkan dengan Bayu, suaminya. Hatinya bagai teriris pisau belati yang menancap begitu dasyat.
"Namanya Mawar." Ibu mertuanya memperkenalkan calon madunya.
Asti hanya bisa tersenyum getir saat gadis muda itu menjabat tangannya. Segera mungkin dia melepaskan tangan sang madu. Menahan segala sesak di dada membuatnya sulit meraup oksigen.
"Kamu setuju, Nak?" tanya Andin--ibu mertuanya.
"Walaupun saya menolak, kalian tetap akan menikahkan wanita ini dengan Aa Bayu." Asti memalingkan wajah ke jendela rumah.
"Ini demi kebaikan kalian, bukannya kamu setuju, Ti?" Lagi, ibu mertuanya memastikan.
"Aku terpaksa setuju." Asti kembali menjawab tanpa menatap wajah ibu mertua dan calon madunya.
Tepukkan halus di pundak Asti membuatnya tersadar dari lamunan. Gadis berusia delapan belas tahun tersenyum padanya. Dia Ayumi--adik ipar Asti.
"Tenang, Teh. Aku bantuin kalau mau ngerjaiin doi. Aku juga kesel, mau amat sih jadi bini kedua. Pasti ngincer harta Papa," celoteh gadis muda itu.
Asti tersenyum getir. Dia bersyukur masih ada yang peduli dengannya. Ayumi, gadis itu yang paling lantang menolak pernikahan kedua kakaknya. Baginya, kakak iparnya hanya satu, yaitu Asti.
Dari tempatnya Asti melihat wajah semringah sang suami. Demi bakti pada orang tua, Bayu pun setuju dengan pernikahan keduanya. Walau awalnya menolak, toh buaya saat diberikan mangsa pun akan menerimanya.
Rumah tangga tanpa anak memang hambar. Bagaikan sayur asem tanpa garam. Menikah selama delapan tahun, tapi tak kunjung di berikan momongan. Hal itu yang selalu di bahas mertuanya Hinga telinga pun panas.
Hal itu juga selalu saja dipertanyakan oleh keluarga besar sang suami. Kekayaan berlimpah sang papa mertua membuat mereka menginginkan keturunan laki-laki untuk meneruskan perusahaan mereka.
Namun, delapan tahun berumah tangga, Asti tak kunjung diberikan keturunan. Tercetus ide ibu mertua Asti, menikahkan Bayu dengan wanita yang dikenal sang ibu.
Asti kembali menghapus bulir dia mata. Rasa sesak itu kian menjadi saat Mawar mencium tangan sang suami. Ibu mertuanya meminta dia berbagi suami. Namun, itu tidak mudah.
Disekanya air mata itu. Tekad sudah bulan, akan membuat sang madu tak bisa tenang tinggal di rumah itu. Bayu hanya suami milikknya. Bukan orang yang pantas untuk dibagi.
Salah jika Asti lemah di hadapan mereka. Dia menarik napas panjang dan memandang sinis Mawar. Tanpa sengaja tatapan mereka bersirobok. Mawar menyunggingkan seyum penuh kemenangan. Sementara, Asti bersumpah akan membuat dia tidak betah di rumah itu.
---Galuh Arum---
Acara hari ini sudah selesai. Pengantin baru pun sudah masuk ke kamarnya. Sementara, Asti kian meremas seprei dengan kencang. Tidak bisa membayangkan suami tercinta bercumbu dengan wanita lain, sekali pun madunya.
Asti menggigit bibir, dia semakin kacau. Akan tetapi, tak bisa berbuat apa-apa. Cara apa yang harus dia lakukan untuk menggagalkan malam ini? Akan tetapi, percuma saja jika gagal sekarang jika malam berikutnya bisa melakukannya lagi.
Kini, wanita itu pasrah dengan keadaan. Asti membaringkan tubuh di kasur dan mencoba memejamkan mata. Hatinya masih gelisah, kembali membuka mata.
"Ah, bagaimana ini? Mana bisa aku tidur tanpa Aa Bayu? Awas saja, kamu Mawar."
Suara ketukan membuat Asti bergegas membukakan pintu. Wajahnya yang berseri kembali masam saat tahu ternyata Ayumi yang datang, bukan Bayu.
"Ada apa, Ay?""Mau temenin, Teteh. Pasti bete, kan?"
"Bukan bete lagi. Nano-nano deh ini hati."
Sambil menunjuk dadanya, Asti terus mendumel pada adik iparnya. Kini, dia kembali lebih tenang karena Ayumi membuatnya banyak tertawa.
"Teh, kenapa nggak ikut program bayi tabung aja, sih?"
"Aa Bayu nggak mau. Katanya mau cara biasa aja."
"Padahal kalau mau program, nggak usah ada pernikahan kedua."
Asti termenung mendengar ucapan Ayumi. Dia sudah pernah memeriksakan kondisinya, dia sehat dan tidak mempunyai masalah dari rahimnya. Akan tetapi, sang suami tidak mau jika di ajak berkonsultasi ke dokter. Alasannya, dia sibuk dan merasa tidak bermasalah.
"Iya, mau gimana lagi. Mami kamu yang mau, kok."
"Emang, tuh mami. Mertua zolim."
"Hus, sama Mami sendiri kok gitu."
"Sebel aja, Teh. Takut karma ke aku."
Asti hanya tersenyum menanggapi ucapan sang ipar. Dia terus mendengarkan ocehan Ayumi sampai wanita itu terlelap dan melupakan malam pertama sang suami.
---Galuh Arum---
"Maaf, Mas."
"Maaf, kamu pikir Aa bodoh. Kamu bilang masih gadis, tapi Aa nggak menemukan darah kegadisan kamu?"
"Waktu kecil aku pernah jatuh, Aa."
"Kalau Aa nggak percaya, ya, sudah. Nggak apa-apa."
Bayu merengut kesal, mana bisa dia percaya jika gadis di hadapannya masih suci jika tidak menemukan darah perawan dalam malam pertama mereka. Pria jangkung itu bangkit dari ranjang.
"Aa, mau ke mana? Belum selesai ini, tanggung," ujar Mawar.
"Ke kamar Asti."
Mawar bangkit dan mencoba membujuk sang suami. Segera mungkin dia mengelurakan rayuan untuk mencegah sang suami pergi.
"Aa, jangan marah. Kita mulai lagi," pintanya.
Bayu melepas tangan Mawar yang berada di lengannya. Dia melangkah cepat menuju kamar Asti.
Mawar terus mengikuti Bayu hingga ke depan kamar Asti. Merasa risih, pria itu menarik lengan istri keduanya untuk masuk kembali ke kamar.
Pria itu mengusap wajah kasar. Sudah tidak bernafsu lagi dirinya setelah kejadian tadi. Kalau bukan karena keturunan, dia tidak menghianati istri pertamanya.
"Sudah sana, bersihkan badan kamu. Aku mau tidur."
"Aa, nggak mau lagi? Katanya mau bikin cucu buat Mami dan Papi?"
"Besok saja kalau Aa mood."
Bayu kembali merebahkan tubuh di kasur dan menarik selimut menutup tubuhnya. Sementara, Mawar mengentakkan kaki kesal.
Awalnya permainan ranjang mereka sangat bergairah. Akan tetapi, saat selesai, Bayu tersadar tak menemukan darah keperawanan milik Mawar.
Moodnya berkurang dan memilih tidak melanjutkan malam pertamanya. Pria itu merasa di bohongi. Lebih baik dia menikahi janda dari pada gadis rasa janda.
Setelah membersihkan diri, Mawar ikut merebahkan diri di ranjang. Berharap sang suami memeluknya dalam udara dingin itu. Namun, Bayu tak bergeming, tetap dalam selimutnya malam ini.
'Lihat saja, Aa Kamu akan menjadi milikku seutuhnya.' Gumam Mawar dalam hati.
Malam pengantin yang diimpikan Bayu pun kandas begitu saja karena hal yang tidak ia duga.
---Galuh Arum---
Suasana pagi di meja makan hening. Asti hanya sibuk merapikan makan untuk dirinya sendiri. Tidak seperti biasanya, wanita itu sangat antusias melayani makan sang suami."As, kok Aa Bayu, nggak di ambilin nasi?" tanya Bayu."Eh, Mawar, itu suami kamu kenapa nggak di ambilin nasi?" Asti sengaja menyuruh Mawar untuk melayani Bayu karena masih marah pada sang suami."Ti, kok, Aa, nggak diambilin makan?" tanya Bayu."Sekarang tugas istri baru Aa." Asti berkata tegas.Mawar terhenyak, nasi yang hendak dia telan, mendadak tercekat di tenggorokan. Wanita yang baru saja menjadi madu itu menatap Asti tidak berkedip. Seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar, Mawar mencoba menegaskan pada Asti."Maksud Teteh, Mawar yang ambilin makan Aa Bayu?" tanya Mawar."Ya, iyalah. Itu tugas istri yang pertama, kamu pikir cuma melayani di ranjang doang," ucap Asti dengan tampang judes.Suasana meja makan menjadi tegang. Kedua orang tua Bay
"Ada apa, ini?" Bayu beranjak ke dapur setelah mendengar suara piring pecah."Satu hari tinggal di sini mecahin satu piring. Kalau 12 hari berarti selusin. Bener nggak, Yum?" Asti melipat kedua tangannya dengan senyum kemenangan.Mawar merengut kesal karena Asti kembali membuat dirinya malu. Di depan Bayu, Mawar merasa kalah dari Asti.Sementara, Asti merasa kali ini dia menang. Madu seperti Mawar harus di ajarkan tata krama. Melihat Mawar seperti itu, dia kembali memikirkan rencana baru."Ti, Aa mau ngomong," ucap Bayu."Asti sibuk. Permisi!"Asti melangkah meninggalkan Bayu. Pria itu mencoba mengejar, tapi Mawar gegas menarik lengan sang suami."Aa, jangan pergi. Bantuin aku," ujar Mawar."Apaan, sih, banyak sabun pula. Beresin sendiri."Bayu segera menyusul Asti ke halaman rumah. Sementara, Mawar merengut kesal."Makanya jangan jadi pelakor," ledek Ayumi.Mawar mengentakkan kaki, wajahn
Istri pertama suaminya tidak bisa diremehkan seperti di dalam cerita atau sinetron ikan terbang. Kali ini badannya semua sakit. Rencana untuk bermanja pada Bayu kandas begitu saja.Semua ulah Asti, kalau bukan karena istri pertama suaminya, dia tidak akan merasa lelah seperti itu. Pinggangnya sakit, bahkan harus menahan malu karena memasak telur, kulit pun ikut terbawa."Mawar, kenapa kamu?" tanya Bayu saat melihat Mawar berjalan kesusahan."Pegel, Mas. Dari tadi Mba Asti meminta aku mengerjakan macam-macam. Bahkan memasak.""Jadi, masakan yang tidak enak itu masakan kamu?"Wajah Mawar terlihat kesal. Dia pikir akan mendapatkan pujian dari sang suami. Namun, malah Bayu mengejeknya."Aku mau masuk kamar dulu.""Ya, sudah sana. Aku mau ronda dulu."Mawar berharap Bayu menemaninya, tapi malah dia pergi begitu saja. Padahal dirinya harusnya sedang bersenang-senang dengan sang suami."Mas, pulang ronda jam berapa?
Mawar merebahkan tubuh di sofa. Tubuhnya semua terasa sakit, menyapu dan mengepel adalah pekerjaan terberat yang dia lakukan. Selama hidup ia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tangga.Rumah luas milik mertuanya membuat dirinya kelelahan. Padahal dia ingin pergi ke salon untuk memanjakan diri. Namun, Asti memberikannya sapu dan alat pel, terpaksa dirinya harus melakukan pekerjaan itu.Dia merutuk diri sendiri karena tidak bisa melawan Asti dengan tegas. Dia kembali berpikir untuk kabur saja.Mawar beranjak cepat agar Asti tidak melihat dirinya pergi, gegas dia mengambil tasnya, lalu pergi ke salon. Tanpa memberitahukan pada ibu mertuanya.Sementara, Asti dan Ayumi bersembunyi di belakang kulkas memperhatikan Mawar yang bersikap seperti maling."Lihat saja, Teh. Dia nggak bakal betah di sini. Makanya, Teteh buruan punya anak. Jangan mau kalah sama perawan bolong itu," ujar Ayumi."Perawan bolong?" Asti tidak mengerti dengan apa yang diuca
Bayu masih terus berpikir keras. Harusnya dia sedang menikmati indahnya memiliki istri dua. Namun, pria berbadan kekar itu tidak puas karena mendapati sang istri muda sudah tidak perawan lagi.Moodnya hancur seketika. Namun, sang ibu terus mendesak agar segera memberikannya seorang anak. Sengaja sepulang dari luar kota, Rahayu menemui sang anak di kantornya.Wanita lima puluh tahun itu masih terlihat anggun. Terkadang, dia sendiri merasa tidak enak dengan Asti, tetapi mereka ingin memiliki keturunan dari anak laki-laki mereka."Mi, sendiri?""Iya, Papi langsung ke kantor cabang lagi. Mami mau bicara," ucap Rahayu."Bicara apa, Mi.?" tanya Bayu.Pria itu sejujurnya sudah tahu apa yang akan dibicarakan sang ibu. Pasti tentang seorang cucu. Bayu mendesah pelan, lalu menyandarkan tubuh di sofa."Kamu sudah mencoba memberikan Mami cucu, kan?""Iya, Mi."Benar, Rahayu hanya ingin bertanya hal itu. Setelah itu
"Apa yang harus dibanggakan dari perawan palsu seperti Mawar?"Bayu bergeming. Sementara, Mawar menaik turunkan napasnya karena terkejut mendengar ucapan Asti.Kedua orang itu begitu takut jika orang tua mereka tahu. Bayu menutupi semua karena tidak ingin sang ibu malu karena Mawar adalah gadis pilihan sang ibu."Ko, Teteh jahat sama Mawar?""Eh, jangan sok drama. Di sini yang jahat kamu, bukan aku. Enak saja cari pembelaan."Mawar menangis tergugu, sedangkan Bayu mencoba menenangkan Asti. Pertengkaran mereka sampai ke telinga Ayumi dan kedua orang tua Bayu."Ada apa ini?" tanya ayah mertua Asti."Asataga, Asti. Kamu bikin ulah lagi?"Asti mengerjapkan mata. Mengapa sekarang ibu mertua terkesan ingin membuat dirinya seolah selalu salah?Asti memindai sekelilingnya. Mawar berlindung pada Ibu mertuanya. Ayah mertua masih memandang Asti menunggu jawaban."Asti hanya melakukan apa yang menurut Asti benar. Sebaga
Asti, mana dasi Aa!" Bayu berteriak sambil mencari-cari dasi."Aa, kenapa manggil Teh Asti. Aa lupa kemarin abis mentalak dia?"Bayu terhenyak. Benar, dia lupa jika dirinya sudah menjatuhkan talak untuk istri pertamanya. Ada rasa sesal, tetapi keegoisannya membuat pria itu enggan mengakui kesalahannya."Ya, udah. Kamu carii dasi Aa di kamar Asti." Bayu memerintah Mawar.Mawar segera melangkah ke kamar Asti. Dia mencari-cari sampai akhirnya menemukan yang suaminya minta.Segera dia kembali ke kamarnya untuk memberikannya dasi itu."Kok lama amat?" t
"Teteh." Ayumi memeluk Asti saat gadis itu sampai di kontrakkan kakak iparnya.Asti menyediakan minum hangat untuk Ayumi. Setelah berkirim pesan kemarin, Asti bersedia kalau gadis itu datang berkunjung.Gadis itu menatap sedih kakak iparnya. Tidak menyangka kehadiran orang ketiga membuat Asti tersingkir begitu cepat.Banyak ide di otak Ayumi untuk menyingkirkan Mawar. Namun, hal itu belum terlaksana karena Asti sudah keluar dari rumah sang suami."Yum, kamu makan siang sama malam bagaimana?" tanya Asti khawatir."Kakak, mencemaskan aku atau Apa Bayu?""Ya, kamu.""Aku, baik kok. Makan di warteg atau di mana ajalah. Yang penting makan, Teh."Asti tidak tega mendengar penuturan Ayumi. Kini, Asti kembali memikirkan Bayu. Segala sesuatu dahulu dirinya yang melayani.'Bagaimana dengan Aa Bayu? Apa Mawar merawatnya dengan baik? Bagaimana makannya? Guman Asti dalam hati."Teh, apa sudah nggak cinta sama
Selesai sidang perceraian, kemudian Asti bersama sang kakak langsung pulang ke kampung. Perjalanan jauh membuat dia merasa lelah hingga tertidur pulas.Sesampainya di rumah, sang ibu sudah menunggu kabar dari Asti. Dia sangat menghawatirkan sang anak. Namun, bersyukur mereka kembali dengan baik-baik saja."Bagaimana sidangnya, Nak?""Baik, Bu. Asti ke kamar, ya. Sudah lelah.""Iya, ibu faham."Sang ibu melihat Asti begitu nelangsa. Kasihan dengan nasib yang sama menimpa sang anak. Padahal ia sudah berdoa agar anaknya tidak mendapat hal serupa dengannya. Namun, takdir berkata lain.Wanita tua itu menghampiri Fajar ingin bertanya tentang sidang itu."Jar, tadi bagaimana?""Ya, begitu. Bayu tetap mau rujuk.""Edan sekali anak itu. Jangan sampe Asti luluh, Jar.""Nggak, kok, Bu kayanya."Wanita tua itu mengehela napas panjang. Berharap Asti tidak kembali pada Bayu.Sementara, di kamar Asti memandang lang
Masalah dengan mantan sekertarisnya belum juga selesai. Riska terus saja meneror dirinya. Sampai detik ini hingga membuat dirinya sering mengalami sakit kepala dan susah tidur.Ia menyesal sudah bermain dengan api. Beranggapan mendapat teman bicara malah ia tertipu daya oleh gadis licik itu. Berulang kali Riska datang, tetapi ia selalu mengusirnya. Bayu benci air mata palsu, sama seperti Mawar yang selalu datang mencari belas kasihnya.Riska mendatangi Bayu di ruang kerjanya dengan mengajak kedua orang tuanya untuk meminta pertanggungjawaban dari pria itu. Sudah sebulan lebih, Riska mendapat penolakan dari Bayu, tetapi ia tak gentar mendekatinya.Kali ini, dia datang bersama kedua orang tuanya. Bayu sudah merasa lelah dengan kejaran Riska. Ia mempersilahkan kedua orang tua itu duduk."Ada apa kamu bawa kedua orang tuamu?" tanya Bayu dengan nada sinis."Saya ingin Bapak bertanggungjawab atas saya. Saya hamil anak Bapak, jadi Pak Bayu harus tanggung
Beberapa kali Riska mencoba menghubungi Bayu, tetapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya. Pria itu tak ada gairah untuk bangkit, ia memilih mengambil cuti dari kantor untuk menyendiri.Tekadnya bulat untuk kembali meminta Asti kembali. Tubuhnya kini menjadi kurus karena sudah beberapa hari ia menolak makan. Ayumi sang adik sampai bingung mau berbuat apa."Aa, kalau nggak makan, mana ada tenaga buat nyusul Teh Asti.""Yum, Aa nggak nafsu makan." Lagi, Bayu menolak asupan makanan dari Ayumi.Ayumi menggeleng melihat tingkah sang kakak. Sejujurnya dia memang kasihan pada Bayu, tetapi semuanya memang kesalahan dia.Gadis itu bergegas membukakan pintu rumah karena ada yang memencet bel. Ia terkesiap melihat siapa yang datang sepagi ini."Ngapain Mami sama Mawar datang?" Ayumi masih saja membenci Mawar."Mami mau ketemu Papa. Tolong Mami!""Siapa, Yum?" teriak sang ayah dari dalam.Pria tua itu melangkah menghampiri Ayumi
"Aa nggak mau cerai, apa alasan kamu meminta cerai, Ti?" Perasaan Bayu tidak enak saat mendengar Asti meminta perceraian padanya. Dirinya mungkin sudah menduga jika Asti menelepon dan sengaja Riska menjawab.Bukan hanya Bayu yang merasa sesak di dada, Asti pun merasakan apa dirasakan sang suami. Dirinya tidak menginginkan hal itu, tetapi akal sehatnya sudah tidak bisa menerima untuk kedua kalinya dikhianati.Perselingkuhan sang suami membuatnya muak. Apalagi dengan daun muda yang seharusnya sebagai adiknya."Bukti ini sudah cukup untuk melayangkan gugatan perceraian?" Asti memperlihatkan foto dalam ponsel miliknya yang dikirimkan Riska kemarin malam.Bayu merebut ponsel milik Asti, dan langsung menghapusnya. Asti kembali merebut benda pipih itu dari tangan Bayu. Emosi wanita itu memuncak saat tahu sang suami menghapus foto itu."Aa pikir dengan menghapus foto itu menyurutkan niat aku untuk bercerai dari kamu? Aa, cukup, ya buat Asti menderita seper
Bayu terkesiap saat terbangun melihat Riska tidur di sampingnya. Dirinya mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam bersama sekertaris mudanya. Namun, kepalanya malah terasa sakit.Pria itu melihat jam di tangan, gegas dia memakai baju. Teringat dirinya janji akan menemui Asti di kampung. Berulang kali Bayu mengusap wajah kasar dan mwnagacak-ngacak rambutnya."Pak Bayu mau ke mana?" Riska sadar Bayi sudah bangun."Apa yang terjadi semalam?"Riska memperlihatkan wajah sendu. Lalu, dia menangis tergugu di depan Bayu."Pak Bayu telah merenggut kesucian saya."Bayu mengusap wajah kasar. Dia merasa telah kedua kali mengkhianati Asti jika sang istri tahu, entah apa yang akan terjadi dengan hidupnya. Bayu berpikir kenapa bisa melakukan itu pada Riska?Gegas Bayu merapikan baju hendak pulang. Namun, Riska mencegahnya. Dia ingin Bayu bertanggungjawab atas apa yang telah mereka perbuat semalam."Pak, bagaimana dengan saya?"
Beberapa hari Bayu disibukkan dengan pekerjaan kantor Hingga larut malam. Riska sebagai sekertaris pun ikut mendampingi Bayu dalam melakukan kegiatan di luar maupun di dalam kantor.Gadis itu sangat bersemangat, beberapa kali Bayu mengantarnya pulang karena memang sudah larut malam. Malam ini, dia pun kembali diantar sang bos ke rumah kontrakan miliknya."Pak, mampir dulu," ajak Riska."Sudah malam, Ka.""Baru jam delapan malam, Pak. Sebentar saja," bujuk Riska.Bayu berpikir tidak ada salahnya karena hanya sebentar di rumah Riska. Dia masuk mengikuti langkah gadis itu. Leher jenjang Riska membuat dirinya menelan Saliva. Sudah hampi dua bulan ini dirinya tidak bertemu sang istri, hingga membuat Bayu merindukan hasrat bersama sang istri."Duduk, Pak. Saya buatkan minum dulu," ucap Riska."Iya."Riska kembali ke ruang tamu beberapa menit membawa segelas kopi."Ini, Pak. Saya mau mandi sebentar, Pak Bayu istirahat saja dulu
"Papa sakit, Aa belum bisa ke sana dulu, ya. Kamu yang sabar, ya, sayang.""Astagfirullah, sakit apa, Aa? Iya Asti sabar menunggu Aa datang."" Serangan jantung ringan, kok. Hanya butuh perawatan, nanti juga Papa, sehat lagi.""Iya, sudah, Aa. Salam buat Papa. Jangan lupa makan.""Iya, Asti."Setelah menutup telepon dari Bayu, Asti memberitahukan pada sang ibu kalau besannya sedang sakit di rumah sakit."Bu, boleh Asti menjenguk Papa?""Nggak usah, Ti. Kamu diam saja di sini, jangan ke sana-sana lagi. Ingat, kamu itu diperlakukan nggak baik di sana."Asti menghela napas panjang, bagaimana bisa dia tetap di rumah mendengar ayah mertuanya sakit. Namun, ibunya tidak mengizinkannya pergi.Kini, ia hanya bisa pasrah menghadapi semua yang sedang terjadi. Asti kembali menatap layar ponsel, ia memilih menghubungi Ayumi untuk menanyakan kabar Papa suaminya.[Yum, Papa kenapa bisa sakit?][Ulah Mami, ternyata Mawar a
Asti termenung memikirkan sang suami. Ia terpaksa mengikuti permintaan sang ibu untuk pulang ke kampung. Hati nuraninya tidak bisa memungkiri kalau dirinya kini terus memikirkan Bayu.Baru saja merasa bahagia dengan kepergian Mawar, tetapi malah sang ibu datang dengan kemarahannya yang membuat Asti meninggalkan rumah Bayu.Entah bagaimana pernikahannya dengan Bayu, apa akan tetap berjalan, atau harus terpisah oleh gugatan perceraian.Tubuh Asti terasa lemas, untuk melakukan aktivitas pun rasanya berat. Pikirannya tidak karuan, bahkan saat sang ibu memanggilnya, dia hanya diam dan terbengong."Ti, Ibu bicara, kok kamu diam saja?" tanya Ibu."Eh, iya, Bu. Ada apa?""Kamu masih mikirin suamimu itu?""Bu, bagaimanapun, Aa Bayu masih suami Asti," ujarnya membela diri."Kamu kok bodoh banget, keluarga itu nggak baik buat kamu. Lagi pula, kok ada model kaya kamu, mau di madu. Nggak geli apa?"Asti menghembuskan napas, dia tahu
Kepergian Asti membuat Bayu frustrasi, ia memukul beberapa kali tembok. Mengacak-acak rambut karena kesal tidak bisa mempertahankan wanita yang dicintainya.Rahayu mendekati sang anak, mencoba menenangkan agar tidak terlalu lama bersedih. Dia merasa tidak perlu menangisi seorang Asti."Bay, tenang. Kamu tidak perlu menyesali, sudahlah, kalau Asti pergi, kamu bisa kembali rujuk sama Mawar," ucap Rahayu dengan percaya diri.Rahayu berharap Bayu mau kembali pada Mawar, seperti yang pernah dia lakukan pada Asti. Namun, Rahayu tidak sadar jika talak yang dijatuhkan Bayu adalah talak tiga.Sementara, Ayumi mendengar ucapan Rahayu semakin geram mengingat kejadian tadi saat ia tahu Ayumi adalah anak Rahayu. Ia tidak sabar untuk membongkar semua, walaupun Rahayu adalah ibu kandungnya."Mi, semua salah Mami.""Kok, salah Mami?""Iya, kalau Mami tidak membujuk Bayu untuk menikah lagi dan memiliki anak dari wanita lain, semua ini tidak akan perna