Kubuat Kamu Dan Selingkuhanmu Menyesal
Part 45: Pertama Kali Bersua
Dion mengambil selembar uang kertas berwarna biru dari dalam dompetnya.
"Lima belas ribu," jawab pemilik warung.
"Beli, Bu," ucap Dion.
Walaupun Dion jahat, dia masih paham sedikit hukum jual beli.
"Iya, Pak. Terima kasih banyak."
Pemilik warung mengembalikan uang Dion.
Dion melangkah menuju rumah Santi. Tidak butuh waktu lama, dia sampai di depan pagar. Dion memijit tombol bel sambil menunggu dia merapikan rambutnya.
"Kamu siapa? Kami tidak memberi sumbangan kepada siapa pun!" ucap satpam dengan jutek.
Dion melihat penampilannya mulai dari bawah sampai ke atas.
'Gila! Dikiranya aku ini pengemis,' rutuk Dion dalam hati.
"Pergi sana! Jangan kembali ke sini!" hardik satpam.
Dion tidak menyangka kalau satpam mengusir dirinya dengan kasar.
"Kenapa kamu masih diam? Pergi dari sini!"
Satpam mendoron
Kubuat Kamu Dan Selingkuhanmu MenyesalPart 45: Pertama Kali BersuaDion tersulut emosi mendengar perkataan satpam. Sementara Santi masih berpikir dan mencoba mengingat wasiat bapaknya."Ya sudah! Bawa saja dia masuk ke dalam Pak!" perintah Santi.Dion sangat senang. Peluang ini kesempatan emas bagi dirinya. Dia mulai menyusun strategi agar Santi tidak curiga kepadanya.****"Arya! Kamu sudah menerima uang pemberianku?" tanya Humairah.Arya heran, dia mengernyitkan dahi."Uang apa, Bu!" jawab Arya jutek. Dia masih kesal kepada ibunya."Aku titip uang dua juta dan surat wasiat bapaknya Santi kepada kawanmu itu. Apakah dia memberi uang dan surat wasiat itu?" tanya Humairah.Humairah menelan salivanya. Dia takut kalau surat wasiat itu disalah gunakan oleh kawan Arya."Apa isi surat wasiat itu?" tan
Kubuat Kamu Dan Selingkuhanmu MenyesalPart 46: Dion Semakin BeraniArya bingung apa yang harus dia lakukan.Satu sisi, ibunya kondisi sakit. Disisi lain, Dia takut kalau Dion menyalahgunakan surat wasiat itu. Akhirnya, Arya memutuskan merawat ibunya terlebih dahulu.****"Silahkan makan! Jangan kamu berharap aku mengizinkanmu tinggal di sini akan setuju menikah dengan kamu."Dion tersedak, Santi tersenyum melihat tragedi yang terjadi."Terus buat apa surat wasiat itu! Kamu mau dikatakan anak durhaka?" ucap Dion setelah kondisinya sudah baikan.Dion meneguk air putih banyak-banyak membuat Santi semakin tertawa. Setelah tenggorokannya merasa lega, dia meletakkan gelas minumnya ke tempat semula."Aku tidak yakin, kalau kamu itu calon suamiku. Soalnya dari wajah dan sikapmu jauh da
Itu lah asal muasal kenapa Dion bisa bekerja di perusahaan ayahnya Santi. **** Setelah semua aman, Arya minta izin kepada ibunya untuk pamit menyusul Dion. "Bu, izinkan aku berangkat ke kota untuk menyusul Dion. Aku takut Dion semakin menghasut Santi." Ruangan kamar ibunya hening. Buliran air mata mulai menggenang di netra Humairah. Dia sebenarnya sangat sayang kepada Arya, tapi apalah dayanya. Kalau Humairah membagi cinta dan kasih sayangnya kepada Arya, Aryo pasti cemburu. Andai saja waktu bisa diputar kembali, mungkin Humairah tidak mau lalai merawat Aryo pada waktu kecil. "Ibu ...," tegur Arya sambil mencium kening ibunya dengan hangar. Humairah memalingkan pandangannya. Lidahnya terasa kaku seolah beku. Tetesan air mata kini mengalir deras membasahi pipinya. "Sudah lah, Bu! Jangan bersedih. Aku tahu perasaan ibu te
Arya mendengus kesal. Dia sadar Aryo pasti membujuk dirinya agar mau mengatakan isi wasiat itu."Nggak perlu kamu tahu isi wasiat itu."Sorot mata Aryo semakin menyalang mental Arya. Arya santai saja. Dia tidak gentar menghadapi adiknya."Ibu ... Aku pamit. Aku rasa ibu nggak usah khawatir. Aku pasti baik-baik saja. Tolong jaga kesehatan. Jangan lupa doa 'kan anakmu ini."Arya pamit dan mencium kening ibunya penuh cinta dan kasih. Andai saja Aryo tidak cemburu kepada dirinya, mungkin dia sudah bisa merasakan memiliki saudara lengkap. Namun, itu hanya harapan belaka yang tidak akan terwujud.Perlahan Arya bangkit dan beranjak dari tempat duduknya. Dia melangkah gontai, hatinya merasa berat untuk melangkah, tapi ada wasiat yang tidak bisa diabaikan."Berhenti ...!" ucap Aryo. Dia menghalangi langkah kaki abangnya. Aryo menangkap lengan tangan Arya."Lepaskan ...!" bentak Arya sambil menepiskan tangan Aryo.Argo seny
"Ibu ... Bertahan lah! Aku mohon, ibu pasti kuat."Humairah semakin sesak, tidak biasanya dia menahan sakit seperti ini. Arya langsung membopong ibunya keluar. Niat hatinya ingin membawa ibunya ke rumah sakit atau klinik terdekat.Sesampainya di klinik dekat rumahnya, dokter memberi pertolongan kepada Humairah. Sementara Arya terus menerus komat kamit berdoa demi keselamatan ibunya. Sesekali Arya berpangku tangan di ruang tunggu, terkadang dia memijit keningnya yang tidak sakit."Selamat Sore, apa benar bapak saudara dari pasien?" tanya dokter Imawan. Namanya jelas terukir di name tag nya tergantung di atas saku bajunya."So-sore, Dok," jawab Arya gugup.Arya berdiri mensejajarkan wajahnya dengan dokter."Bagaimana kabar ibu saya, Dok?!" tanya Arya parau. Suaranya serak menahan isak tangis. Dia tidak tega melihat ibunya sakit menderita seperti itu."Kabar beliau baik. Namun, beliau tertekan batin melihat ulah anakn
Kubuat Kamu Dan Selingkuhanmu MenyesalPart 47: Sebilah Pisau"Kamu ingin tahu apa yang sesungguhnya?" tanya Humairah parau."I-iya, Bu."Arya mendongak. Dia bangkit dari tempat duduknya menatap wajah ibunya penuh deraian air mata.Perlahan Arya mengusap buliran bening itu dengan ujung jarinya. Humairah semakin terisak."Almarhum ayah kamu terlalu memanjakan Aryo. Selama kamu tidak ada di rumah, sudah tiga kali rentenir datang ke rumah menagih hutang," jelas Humairah.Arya belum mengerti apa yang dikatakan ibunya. Dia mengernyitkan dahi sambil menatap foto Aryo tergantung di dinding bersama Almarhum ayahnya."A-aku tidak mengerti apa yang ibu katakan!" jawab Arya tegas."Aryo memiliki sifat iri dan dia cemburu kepada kamu."Arya semakin bingung. Dia heran kenapa adik kandung sendiri bisa iri dan cemburu kepadanya. Padahal, dia dan Aryo sama-sama pria. Masa Aryo bisa cemburu kepada dirinya. Perlakuan
Arya mengukir senyum tipis. Perlahan dia melihat ujung pisau dengan teliti."Pergi ... Aku tidak ingin mati. Baiklah aku akan cerita semuanya."Wajah Humairah semakin pucat, kelihatannya dia ketakutan. Selimutnya dia pilin lalu dia menutup wajahnya.Arya mengupas buah pir dengan sigap. Tidak berapa lama, buah pir telah usah dikupas Arya."Ibu ... Jangan risau. Aku tidak akan membunuhmu. Ambillah buah pir ini. Aku rindu menyuap ibu.""Ka-kamu pasti bohong 'kan Arya?! Pergi dari sini! Kalau tidak aku akan teriak."Arya meletakkan buah pir dan pisau itu di atas piring. Dia membuka pelan selimut yang menutupi wajah ibunya."Tidak ...!" teriak Humairah kencang sambil menutup mata.Arya membekap mulut ibunya, "Ibu ... Jangan teriak!"Perlahan Humairah membuka matanya. Napasnya sudah tidak stabil. Dadanya bergemuruh
"Ja-jadi ... Rumah kita itu sudah dijual?!" tanya Arya spontan dengan nada tiga oktaf.Humairah terkejut, dia menahan sesak di dadanya. Mulut Humairah kumat kamit membaca istighfar."Ibu ... Maafkan aku."Arya memeluk ibunya. Dia merasa bersalah telah membentak ibunya. Sebenarnya dia tidak ada maksud membentak, tapi setan lebih berkuasa mengontrol emosinya. Sehingga dia tersulit emosi.Setelah rasa sesak hilang di dada Humairah, dia masih saja melanjutkan cerita tingkah laku Aryo."Apa yang diminta adikmu, selalu dituruti almarhum ayahmu. Itulah asal muasal kenapa kita bisa bangkrut."Seketika Humaira terdiam. Dia meneguk salivanya lalu membuang muka."Ada satu hal lagi yang harus kamu ketahui. Kamu menikah dengan Santi bukan karena wasiat almarhum ayahmu. Melainkan kamu sebagai tumbal untuk membayar hutang-hutang biaya perbuatan almarhum ayahmu."