Share

Bab 94. Membeli buah tangan

Penulis: Turiyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku semakin mengencangkan tangis ini. Kenangan buruk dan haru terlintas di benak ini.

Hati ini masih terpatri dengan pedasnya omongan ibu mertua juga sikap mantan suami yang menyakitkan hati ditambah selingkuh di depan mata.

Jujur semua tidak seperti membalikkan selembar kertas. Rasa itu masih saja menghantuiku, kalau boleh memilih aku akan seperti ini. Sendiri dan menghabiskan waktu bersama emak Bapak.

Tante mengingatkanku kenangan masa sulit yang lalu, juga mengingatkan rasa syukur. Rejeki tidak melulu tentang uang. Kehadiran Tante, juga orang tua yang baik juga Rejeki yang tidak terkira.

“Nak, ceritalah! Jangan dipendam sendiri.“ Kini ibu memelukku. Meredakan rasa tangis ini.

“Mak, Tante Yanti begitu baik, Mak. Aku terharu dari awal beliau membantuku, Mak. Bahkan sekarang dia meminjamkan 100 juta cuma-cuma.“

“Alhamdulillah, Kamu menemukan Mbak Yanti selama emak gak ada di sampingmu, Nak. Emak juga berutang banyak dengan Mbak Yanti. Semoga kita diberi kesempatan untuk membalas keba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 95. Emak curiga

    POV SherlySekembalinya Kami dari berbelanja, Tante terlihat berbeda, beliau langsung pamit pulang lebih awal dan tidak singgah dulu. Mimik wajahnya pun sepertinya sering melamun tidak seceria biasanya.Aku mengingat lagi, siapa tahu aku pernah berucap kasar ataupun menyinggung perasaannya. Kurasa tidak. Semua normal seperti sebelum-sebelumnya. Ah, mungkin saja Tante lagi badmood ataupun datang bulan. Aku menghela napas ini, pandanganku kembali menatap tumpukan barang belanjaan yang belum dibereskan. Pesanan yang di mebel tadi tidak kunjung diantarkan membuat kami menunda pekerjaan seperti ini.Aku menilik jam di pergelangan tangan ini, sudah hampir magrib. Mungkin acara syukurannya ditunda besok. , kalau hari ini aku yakin waktunya tidak cukup apalagi kompor juga belum terpasang.Aku pun mencari jam tangan yang aku beli tadi. Kupandangi kotak box yang melindunginya. Semoga saja Herman suka dan cocok untuknya.Aku pun segera mencari kontak WA Herman. Lalu segera mengirimkan pesan u

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 96. Tante marah?

    “Jangan Pak dong. Kelihatan tua banget aku, kan kita seumuran,” keluhnya dengan mengerutkan keningnya.“Herman ayo masuk gitu? Kok rada kayak gak etis ya , hehehe.“ Aku sedikit tersenyum canggung ke arahnya.“Iya, gak papa. Begitu saja. Nanti kalau sudah bersuami istri baru panggil Mas.““Hah?““Sudah lupakan saja, mari masuk.“ Ia langsung melangkah masuk mendahului ku.Aku pun begitu, aku yakin dia hanya sebatas bercanda dan tidak ada maksud dan tujuan di balik ini.“Mereka siapa, Sherly?“ tanya Herman yang langsung menghentikan langkahnya yang membuatku hampir menubruk tubuh kekarnya.Akupun langsung mundur dua langkah darinya dan mengusap ujung hidung ini. Lalu melihat ke arah dimana Herman menunjukkan ke suatu tempat dengan memainkan matanya. Ternyata Herman sedang menunjuk ke arah di mana orang tuaku sedang mengobrol dengan satu sama lain. Sepertinya mereka tidak sadar akan kedatangan Herman.“Ah, mereka orang tuaku, Herman, Kamu lupa ya, dulu saat penerimaan rapot para wali mu

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 97. Dilamar

    ”Assalamualaikum ... itu motor siapa, Sherly?”Suara Tante terdengar nyaring dari luar. Aku pun segera bangkit untuk menyambutnya.Lengkap sudah, bahagia sekali rasanya saat pada ngumpul begini."Walaikumsalam, Tante ... itu motornya Herman, tuh orangnya ada di dalem,” tunjukku sambil menyalami Tante.Tante langsung merangsek ke dalam tanpa menjawab ucapanku barusan. Akupun dibuat penasaran olehnya, aku mengekori dari belakang. Tante berhenti di kejauhan menatap Bapak dan Herman yang sedang asyik mengobrol sambil sibuk melakukan sesuatu. Tante pun berbalik dan menarik lenganku lalu mengajak duduk lesehan.”Tante, Mau bicara serius sama, Kamu sherly.” Aku mengangguk mengiyakan keinginan Tante. Namun hati ini juga penasaran. Gerangan apa yang membuat Tante terlihat seperti tegang.”Ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama, nanti berbahaya,” ucapnya lagi dengan napas tersengal-sengal."Tante tenangkan diri dulu ya, Sherly buatkan minum untuk, Tante. Nanti kita lanjutkan obrolannya." Aku m

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 98. Menimang-nimang

    POV SherlyArgh, rasa pening kini menguasaiku, aku hanya takut kejadian dengan mas Pram dulu akan terulang lagi ...Apa aku harus menerima lamaran Tante?Ataukah aku menolaknya dan fokus dengan karier dulu?“Tante, bolehkah aku meminta waktu? Maksudku ijinkan aku mengenal Anak Tante dulu. Memastikan apakah dia benar mencintaiku atau seperti apa,” lirihku ke arah Tante.Setelahnya aku menengok ke arah Emak juga Bapak yang sama terkejutnya dengan Aku, ia mengangguk setuju dengan apa yang aku ucapkan barusan.Aku tidak ingin buru-buru mengambil langkah. Aku sangat tahu kalau Tante itu baik. Karena itu aku takut salah melangkah. “Terserah, Kamu Sherly. Tante hanya mau mengutarakan maksud Tante. Setelah ini bebas mau nolak atau setuju itu hak, Kamu. Kita tetap seperti ini, akan selalu sedekat ini,” ungkapnya dengan merentangkan kedua tangannya.Lalu aku pun berhambur ke dadanya. Entahlah ada perasaan sesak memenuhi dada ini. “Makasih, Tante.“Tante mengangguk lalu mengelus rambut belaka

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 99. Penasaran

    “Yo wes. Teko jalani sek ae. Sambil lihat keadaan besok gimana, itu Herman tak lihat Yo kayaknya suka sama, Kamu Sher,” ujar bapak kemudian.“Ah ... yo mending Karo anakke mbak yanti, wes jelas bibit e gemati ngono owk. Jal nek wong lanang kui biasane apik mung nek awale tok. Tuh lihat. Pram dulu juga gimana, baik banget to awale, iling pora, Pak?“ “Neng tak sawang ki, Herman Karo Pram Ki beda lho, Mak. Koyo luih gemati Herman.“Aku menghela napas ini, memandang mereka secara gantian. Rasanya lama-lama aku menjadi pusing mendengar pendapat mereka. “Pak ... Mak, Sherly pusing. Ijin istirahat dulu ya?“Pamitku ke mereka dan langsung bangkit menuju ke lantai atas yang sudah dikasih springbed tadi.“Besok, Mak bangunin pagi ya, Nak. Kita mulai masak pagi!“ teriak emak ke arahku.“Ya, Mak!“Sesampainya kamar, aku segera menutup pintu lalu menjatuhkan badan ini ke ranjang. Kutatap langit-langit kamar yang masih sedikit berbau cat baru.Aku terpaku dengan sarang laba-laba yang baru terbuat

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 100. Tetangga yang perhatian

    “Nak, setelah ini, Kamu bikin sambal tomatnya ya!“ suruh emak yang menarik paksa lamunanku. “Baik, Mak.““Assalamualaikum!““Assalamualaikum!“Kami serempak kaget mendengar suara dari luar. Apalagi suara itu terdengar sahut-sahutan tidak cuma 2 orang. “Siapa ya, Nak?““Entahlah, Mak. Sherly juga bingung ... yuk samperin ke sana, Mak!“ Ajakku langsung bangkit dan berjalan keluar. Membukakan pintu yang masih terkunci.Setelah pintu terbuka, mataku membulat sempurna, syok dan haru bercampur jadi satu. Aku terkejut dengan kedatangan mereka. Bahkan tidak terdengar suara kendaraan parkir pun tiba-tiba para tetanggaku sudah berdiri di depan rumah.“Sherly apa kabar?“ tanya mbak Ratna langsung memelukku.“Alhamdulillah, baik. Ya ampun ini kejutan banget kalian bisa datang sepagi ini, padahal aku nyuruhnya nanti habis duhur lho,”ucapku ke mereka setelah menyalami satu per satu juga memeluknya.“Namanya juga kejutan.““Owh, iya. Ini kenalkan Emak aku, bapak masih di dalam tapi lagi nyuci aya

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 101. Tentang Zen

    POV Zen Tentang Zen.Aku membolak-balikkan halaman kitab ini dengan pikiran kosong. 5 bulan sudah aku mengalami gejala yang tidak aku tahu apa penyakitnya, yang jelas semenjak kepulangan Mama sama perempuan itu pikiranku melalang buana sendiri.Aku di sini sudah menjadi pengajar untuk santri putra kelas pertama. Hidupku aku dedikasikan dengan belajar dengan giat hingga ini akhirnya, aku lulus lebih awal dibandingkan teman seangkatanku. Sekarang aku tidak perlu ikut mengaji di majelis, karena aku langsung dibimbing oleh Abah langsung dengan seangkatan para ustadz yang lebih awal mengajar.Tapi Semenjak kehadiran perempuan itu, hidupku sangat berantakan, seringkali aku meminta ijin untuk bolos mengajar. Karena percuma, di dalam kelas pun aku hanya menghabiskan waktuku dengan melamun hingga seorang santri yang mengingatkan. Itu sangat membuatku malu, aku yang terkenal paling giat dan antusias dalam belajar tapi bisa kecolongan dengan memikirkan wanita yang tidak jelas.Aku memijit pelip

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 102. Disambangi Ibu

    Dia berdiri mengusap kasar wajahnya. Sepertinya tidak terima dengan apa yang aku katakan barusan. Aneh! Aku yang curhat dia yang gusar sendiri. Lagian kenapa dengan janda. Buatku tidak masalah yang penting setelahnya hanya aku yang memiliki.“Kang Dimas, boleh minta tolong lagi, Ndak?““Apa?““Pinjamkan ponsel di ustadz Zaki, pengen nelpon orang rumah aku.““Huh, Kamu ini. Ya sudah lah. Aku ke tempat kang Zaki dulu.“Aku mengangguk lega, setidaknya mungkin ini bisa membantu. “Assalamualaikum. Kang Zen. Ada tamu di bawah nyariin, Kang Zen,” seru seorang santri dari luar.Aku lekas keluar dan merapikan baju. “Terimakasih, Kang.“ Sebelum turun ke bawah aku menepuk pundak kang Ilham untuk turun lebih awal.Mungkinkah itu Ibu? Semoga saja benar dan bersama wanita itu, batinku girang dengan setengah berlari menuju ke tempat yang biasa untuk bertemu dengan wali murid.Benar saja, dari jauh terlihat Ibu sudah duduk manis di kursi tunggu dengan memainkan ponselnya. Kulanjutkan langkah ini l

Bab terbaru

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 194. Mengenaskan ( Tamat)

    “Sebentar, Aku tuliskan alamatnya dulu,” ungkapnya lalu masuk.“Jaga Amira baik-baik ya, Pram. Sherly sangat menyayangi wanita itu,” ujar Zen berpesan. “Baik. Aku akan kabari perkembangan Amira dan sewaktu-waktu akan membawa ke sini untuk berkunjung.““Kamu adalah lelaki baik.“Aku hanya mengangguk. Lalu tidak lama Sherly keluar lagi dan kini menyodorkan kertas ke arahku. “Ini alamat dan nomor telepon panti. Bisa kunjungi kapan pun,” ujar Sherly kemudian. “Terima kasih. Kami mohon pamit dulu.““Sini Amira, Mama cium dulu.“Amira langsung turun dari gendonganku dan mendekat ke arah Sherly. Mereka berpelukan cukup lama lalu Sherly menghujami beberapa ciuman di pipi Amira. Setelah usai aku menyalami semua orang yang ada di rumah ini. Lalu berjalan ke luar di temani Zen sambil membantuku membawakan barang Amira. “Terima kasih.“ “Hati-hati di jalan.“ Pesan Zen.Aku mengangguk lalu masuk ke mobil dan mendudukkan Amira di jok sampingku dan memasangkan seat belt.Kubunyikan klakson pel

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 193. Bagaimana kabarmu, Bu

    Hening mulai tercipta. Aku menunduk, lalu tanpa sengaja melihat tangan Sherly mengelus tangan Bu Yanti. Jujur, perasaanku kalut saat ini. Andaikan Amira benar tidak boleh dibawa. Aku tidak akan memaksa dan tetap menjalani hidup meskipun tanpa penyemangat.Tidak lama Sherly bangkit pun dengan Bu Yanti lalu pergi meninggalkanku seorang diri. Aku tidak berani mendongak. Aku malu menatap mantan Mertuaku, setiap aku melihat mereka, disitulah aku teringat dengan sikap buruk yang pernah aku lakukan tempo dulu.Aku kembali nunduk, cukup lama hingga ada seseorang menepuk punggungku. Aku mendongak lalu bangkit berdiri saat melihat Pak Anton dan Bu Lastri yang sudah berdiri di depanku. Aku menyalami mereka satu persatu.“Bagaimana kabarmu?“ tanya Pak Anton.Aku mengangguk-angguk. Suaraku sepertinya terhenti di tenggorokan.“Maafkan Pram, Pak. Bu,” ujarku lirih setelah berhasil menguasai keadaan. “Sudah kami maafkan cukup lama. Rileks Pram! Alhamdulillah kondisi kami jauh lebih baik apalagi sebe

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 192. Ditolak

    Aku melangkah gontai dan kembali ke mobil. Aku harus menemukan Amira bagaimana pun caranya. Kuputar arah lalu melajukan mobil dengan kaca pintu terbuka. Sesekali kepalaku melongok keluar untuk melihat dan berharap mendapatkan Amira di rumah tetangga atau apalah. Sepertinya aku harus mampir ke rumah Bu Yanti. Dia sedikit paham dengan rumah tanggaku. Semoga saja aku bisa mendapatkan info di mana tempat tinggal Amira yang sekarang.Setelah sampai di depan halaman rumah Bu Yanti. Aku sedikit ragu melangkah masuk. Sepertinya di dalam sana sedang ada acara karena ramainya suara yang bersahut-sahutan dari dalam. Aku terpaku untuk sesaat, bingung antara masuk atau pergi, tapi bukankah ini adalah salah satu jalan agar bisa menemukan Amira?Baiklah aku putuskan untuk masuk! Kuhela napas panjang untuk mempersiapkan diri. Tidak kupedulikan nanti bila respon mereka mencaciku lalu mengusir. Yang terpenting usaha dulu. Kubuka gerbang dengan gerakan pelan. Sepelan mungkin agar tidak menimbulkan s

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 191. Menjemput Amira

    POV PRAMSebulan sudah aku tinggal bersama pak Tony. Rasa rinduku semakin membuncah ke Amira. Apa kabar dia sekarang? Apakah rindu denganku. Bagaimana rupamu sekarang, Nak?Aku memijat pangkal hidung yang terasa gatal. Lalu merobohkan badan ini di teras, menatap beberapa bunga mawar yang sedang berbunga. Aku kesepian di sini. Tanpa ponsel dan teman. Hanya Bapak Tony satu-satunya teman mengobrol. Sherly, apa kabarmu? Apakah kamu bahagia dengan Zen? Sudah hamilkah? Kupejamkan mata ini lalu mendongakkan kepala. Dada ini terasa sesak saat teringat masa lalu. Bukan karena masa yang sulit, melainkan merutuki kebodohanku yang bertumpuk. Tap!Aku terbangun dari lamunanku saat ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku menoleh lalu tersenyum saat Pak Tony menawarkan sepiring roti basah dan ikut duduk di sebelahku. “Saya perhatikan dari tadi Kamu nampak murung? Ada masalah?“ tanyanya setelah menyesap teh di tangan lalu meletakkan di samping badannya.Aku diam, bingung mau menjelaskan bagaiman

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 190. Bu Leni pingsan

    “Sherly tolong buka pintu mobilnya!“ Raungku dengan memukul kaca mobil.Mereka tanpa menoleh ke arahku. Suara klakson terdengar nyaring, membuatku terlonjak mundur. Saat itu pula mobil mulai dilajukan tanpa aku di sana.Aku merosot, bersimpuh di atas rerumputan liar. Tidak menyangka kalau akhirnya begini, kalau tahu seperti ini aku tidak perlu melakukan hal bodoh di tempat panti yang sebelumnya ini. Bahkan aku tidak mungkin kabur dari sini, tempat ini sangat terpencil dan jauh dari keramaian. Setengah jam berlalu, tidak ada seorang pun yang mencariku dan mengajakku ke dalam. Bahkan lututku terasa mulai kram. Kenapa nasibku bisa seperti ini. Aku bangkit berdiri lalu melangkah lunglai ke dalam. Menoleh ke kanan-kiri, tidak ada satu orang pun penjaga yang mau menyambutku. Padahal di depan sana, ada segerombolan orang yang tengah mengobrol. Sepertinya mereka adalah bagian dari panti ini. Kuhilangkan rasa malu untuk saat ini, saat ini aku ingin makan dan istirahat. Aku butuh kamar. Aku

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 189. Ditinggal

    “Jadi Zen belum tahu kalau Sherly itu mandul?“ tanyaku ulang.“Bagaimana ya, anak dalam keluarga menurut Ibu itu penting. Meskipun kalian kaya harta, tapi kalau tanpa anak itu akan terasa kosong. Ada yang kurang,” ujarku lagi. Aku tersenyum saat melihat Zen manggut-manggut. “Ibu Leni punya anak ya kan, tapi kenapa anak itu membiarkan Ibunya kesusahan ke sana ke mari hanya untuk tempat tinggal? Dan juga. Bukankah yang mandul itu adalah Anak ibu? Dari mana Ibu tahu kalau Sherly mandul?“Aku terhenyak mendengar penuturan Zen, Cukup lama aku terdiam mencerna ucapannya. Sampai saat ini aku tidak pernah mengakui Pram mandul. Meskipun ada surat DNA itu, bisa jadi kan ada kekeliruan dan Aku yakin itu. “Sudahlah, Bu. Cukup urusi urusan Ibu sendiri. Aku mencintai Sherly tanpa syarat, bahkan aku merasa bersyukur telah memilikinya.““Halah, namanya juga pengantin baru, lihat setahun dua tahun kemudian. Pasti ada saja yang akan kalian keluhkan,” cibirku ke arahnya lalu aku melengos ke samping.

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 188. Fitnah

    Sherly mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan Layarnya ke arahnya. Duh, kenapa enggak bilang saja ke mana tujuannya. Kan aku penasaran jadinya.Aku memperhatikan mereka dari belakang, Zen menggangguk lalu mulai mengemudikan mobilnya.Aku melongok ke arah panti, selamat tinggal masa lalu. Akhirnya aku berjaya lagi.Zen mulai memutar musik. Aku ikut mengangguk-anggukkan kepala ikut menikmati iramanya. Jiwaku terasa muda kembali, entahlah. Apa mungkin karena rencanaku berhasil, jadi membuatku segirang ini?**Aku mengernyit setelah sekitar 30 menit mobil ini melaju di jalan raya, sekarang sudah mulai masuk ke gang yang sempit lalu berpindah ke gang yang sepi. Banyak pohon liar dan beberapa sampah mengganggu penglihatan. Ini di mana? Aku tidak pernah melewati jalan ini.“Ke mana ini, Sherly?“ tanyaku kemudian.“Nanti Ibu akan tahu sendiri,” jawabnya tanpa mau menoleh ke arahku.“Bu Yanti? Kita mau ke mana?“ Aku menoleh ke arah Bu Yanti yang masih saja diam menatap ke samping jalanan.Bu Y

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    Bab 187. Berulah

    POV Bu Leni “Sekarang Bu Leni berkemas, kita pulang sekarang!“Aku meremas baju untuk meredakan rasa girangku, sudah kuduga, Sherly sebodoh itu. Aku hanya melakukan bentuk keprotesanku dengan merusak hal-hal di sekitar dan lihat sekarang. Caraku manjur!Aku lekas berbalik, meraih tas dan memasukkan baju ke dalam. Tatapanku ke arah sprei yang sudah banyak bekas guntingan, itu akan menjadi alat bukti sebagai alasan kalau aku di sini dijahati. Tentu saja itu tidak benar, karena aku hanya ingin menarik simpati saja. Memang aku akui tempat ini bersih dan juga pelayanannya ramah, tapi aku ini masih cukup sehat dibanding penghuni lainnya dan lebih muda. Aneh saja aku sudah tinggal di sini. Malu dong. Nanti setelah keluar dari sini, aku akan pamer ke mereka yang pernah menggunjingku. Biar mereka panas. “Sudah, Bu?“ tanya Sherly membuyarkan lamunanku. Aku sedikit tergagap lalu bangkit berdiri dan langsung bersiap.“Sudah, makasih ya, Sherly. Kamu memang anak yang baik.““Sama-sama, Bu. Ma

  • Kubalas Kekejaman Mertua Dan Suami    186. Ubah rencana

    ”Hallo ... assalamualaikum.““Waalaikumsalam, ini dari Rumah Pelita, benar kan ya ini nomornya Bu Sherly, walinya dari Ibu Leni?““Ah ya, benar. Kenapa ya? Apa ada masalah?“ tanyaku lagi. Jujur hatiku berdegup tidak karuan. Jangan sampai Bu Leni berbuat ulah lagi di sana.“Begini, Bu. Apa bisa kalau Ibu ke sini sebentar? Mau membicarakan sedikit masalah yang bersangkutan dengan Bu Leni. Mohon maaf ya, Bu. Kalau mengganggu waktunya ibu.““Harus sekarang ya, Bu?““Ya enggak harus, tapi semakin cepat lebih baik.“Bunda menyenggol lenganku. “Kenapa?“tanyanya tanpa mengeluarkan suara.Aku menggeleng. “Baik, Bu. Kami ke sana sekarang.““Baik, kami tunggu ya, Bu. Hati-hati di jalan.“Sambungan telepon terputus.Lalu aku menoleh ke arah bunda. “Sepertinya ada masalah di panti, Bun. Kita ke sana dulu ya?““Loh, periksa saja dulu, Sherly. Nanti baru ke sana.““Enggak pihak sana sudah menunggu, periksanya bisa kapan-kapan kok. Ini sudah sehat lagi.““Bi, tolong belok ke panti dulu sebentar ya!

DMCA.com Protection Status