Home / Pernikahan / Kubalas Hinaanmu, Mas! / BAB 6 TAKUT KEHILANGAN

Share

BAB 6 TAKUT KEHILANGAN

Author: Yuli Zaynomi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Takut Kehilangan

"Gue nggak tahu! Kita juga kaget tadi pas denger ada suara benda jatuh. Kirain barang di gudang bergeser lagi. Pas kita lihat keluar, Arini sudah di posisi tergeletak di lantai."

"Lan, sudahlah. Aku sama Rista memang tidak terlalu menyukai Arini karena dia dianakemaskan, tapi bukan berarti kami akan mencelakai dia. Apalagi ini tempat kerja …."

Arini menautkan alis. Samar-samar dia mendengar keributan antara beberapa orang. Kepalanya pusing. Dia berusaha membuka mata, tapi entahlah kenapa berat sekali. Sulit. Seperti ada lem yang merekatkan matanya hingga susah terbuka.

"Rin? Arini?" Wulandari yang baru saja perang omongan dengan Rista dan Dewi langsung menoleh mendengar rintihan sahabatnya.

Tadi dia berencana mau ke toilet, tapi langkahnya terhenti saat melihat Rista dan Dewi sedang membopong Arini dengan susah payah ke ruang istirahat karyawan. Dia yang mengetahui dua rekan kerjanya itu tidak terlalu menyukai Arini langsung berpikiran yang tidak-tidak hingga menyebabkan mereka berdebat barusan.

"Kaki Arini dingin." Suara Wulandari terdengar cemas. Dia menoleh pada Rista yang mencari sesuatu di tasnya.

"Ini." Wanita berkacamata itu menyerahkan sebotol minyak kayu putih berukuran kecil pada Wulandari. "Maaf, aku duluan. Kita tidak bisa berkumpul di sini semua. Jam istirahat hampir habis. Biar aku sementara yang menghandle urusan di depan."

Wulandari dan Dewi mengangguk bersamaan. Mereka langsung mengoleskan minyak kayu putih di telapak kaki dan tangan Arini. Rista menoleh sebentar pada Arini sebelum akhirnya meninggalkan ruangan itu.

“Rin?” Mata Wulandari membesar saat Arini kembali merintih. Dia mengambil minyak kayu putih dan meletakkannya ke dekat hidung Arini. “Alhamdulillah.” Wulandari bernapas lega melihat mata Arini mulai terbuka. Temannya itu mengerjap-ngerjap karena silau oleh cahaya lampu.

“Aku ke depan ya, Lan? Arini sudah sadar.” Dewi menepuk bahu Wulandari dan langsung meninggalkan tempat itu.

“Aku harus pulang, Lan.” Arini tersentak setelah mengingat kalau tadi Widya mengabarinya Naya sedang kejang. Arini terhuyung saat merasakan kepalanya pusing luar biasa karena bangun mendadak barusan.

“Rin! Duduk dulu.” Wulandari memapah Arini. Dia benar-benar cemas dengan kondisi temannya itu.

“Naya kejang, Lan. Barusan aku dapat kabar. Aku harus pulang. Tolong kasih tahu Umi ya? Besok aku akan menghadap beliau.”

“Rin! Arini!”

Arini melesat pergi setelah mengambil tasnya di laci. Dia tidak menghiraukan Wulandari yang terus berteriak memanggilnya. “Naya.” Arini terus mendesahkan nama anak pertamanya. Ketakutan mengungkung perasaan Arini. Wanita berhijab biru itu berkali-kali menyeka matanya yang basah.

“Allah.” Arini terduduk setelah keluar dari swalayan. Kakinya terasa lemas. Kekhawatiran pada buah hati telah membuat jiwanya seolah terlepas dari raga. Dengan tangan gemetar, Arini mengambil ponselnya yang berbunyi. “Iya, Wid? Aku dalam perjalanan pulang.”

“Naya sudah aku bawa ke puskesmas dekat kelurahan, Mbak. Maaf, aku tidak punya pegangan uang untuk membawa ke rumah sakit.” Arini menarik napas lega mendengar penjelasan Widya di seberang sana. Setidaknya, Naya sudah mendapat pertolongan di unit kesehatan.

“Iya, tidak apa-apa, Wid. Terima kasih. Maaf Mbak sering merepotkan. Sudah dulu ya? Mbak jalan kesana. Assalamualaikum.” Arini langsung berjalan cepat menuju sekumpulan ojek yang sedang mangkal setelah telepon ditutup.

Pikiran Arini terus tertuju pada Naya sepanjang perjalanan. Gadis kecilnya yang empat bulan lagi genap berusia dua setengah tahun itu memang sering sakit-sakitan sejak dulu. Naya lahir prematur di usia kehamilan tiga puluh satu minggu. Arini yang kelelahan mengerjakan semua pekerjaan rumah di tempat mertuanya menjadi penyebabnya.

Anak keduanya dengan Yuda itu masuk panggul sebelum waktunya. Beberapa kali dia pendarahan dan diminta oleh Dokter agar bedrest demi keselamatan bayinya. Namun, setiap kali Yuda berangkat bekerja, dia selalu mengerjakan semua pekerjaan atas desakan ibu mertuanya.

“Manja kamu itu, Rin! Dulu, waktu saya hamil Yuda, nggak ada tuh saya malas-malasan. Dokter jangan terlalu didengarkan. Mereka sengaja memberi saran aneh-aneh biar kelihatan kerja jadi kita tidak merasa rugi sudah membayar mahal biaya konsultasi.”

Arini menekan dada mengingat ucapan mantan Ibu mertuanya pagi hari sebelum kelahiran Naya. Andai waktu itu dia mempunyai keberanian untuk melawan, mungkin Naya tidak akan tumbuh dengan tubuh lemah seperti ini.

Ah … sudahlah, semua hanya masa lalu. Arini menggeleng berkali-kali. Dia menghela napas untuk yang kesekian kali. Dulu, dia sengaja mengalah pada Ratna. Dia tidak ingin membuat keributan di rumah mertuanya. Dia tidak ingin Yuda membenci ibunya sehingga memilih memendam semua sendiri. Berharap hati Ratna terketuk suatu hari nanti.

“Semangat, Nak, semoga yang sakit segera diberi kesehatan.”

“Amin, terima kasih, Pak.” Arini tersenyum tipis sebelum berlalu. Tukang ojek yang usianya sudah sepuh itu sepertinya mendengar dia terisak sepanjang jalan. Arini menggeleng pelan. Sudahlah, dia tidak punya waktu untuk memikirkan itu.

Setelah mendapat informasi kamar Naya, Arini bergegas mencari ruangan itu. Dia menarik napas lega melihat Naya sedang disuapi oleh Widya. Tangisnya kembali pecah mengingat kekhawatirannya tadi. Sungguh, dia benar-benar takut kehilangan buah hatinya itu.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yanie Abdullah
bikin cerita kenapa begini amat ya...sedih banget emang ada ya mertua jahat kek gitu di kehidupan nyata ?
goodnovel comment avatar
Popindo
Thor, mbak arini dan anak2 didaftarin bpjs dong. biar kalau naya kejang tiba2 bisa langsung bawa ke igd. gak bayar. BPJS yg gratis juga ada kok asal mau ngurus . Jangan ditiru ya ges yak ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 7 DIBUNTUTI MANTAN SUAMI

    DIBUNTUTI MANTAN SUAMI“Rafa tadi aku titip ke Mas Roni, Mbak. Tadi mau kuajak sekalian kesini tapi dia menangis kencang melihat adiknya kejang. Khawatir malah jadi bikin tambah ribet akhirnya kutinggal.” Widya menyerahkan kursi pada Arini. Dia membiarkan wanita itu melanjutkan menyuapi Naya.“Tidak apa-apa, Wid. Terima kasih sudah membantu. Maaf merepotkan.” Arini mengelus kepala Naya yang menatapnya dengan mata sayu."Santai saja, Mbak. Kebetulan aku masuk shift malam minggu-minggu ini."Mereka saling diam cukup lama setelahnya. Arini tersenyum lebar saat semangkuk bubur di tangannya habis dilahap Naya. Anak itu memang tidak pernah rewel dari dulu kalau masalah makanan. Apapun yang diberikan pasti dia habiskan.Sepulang Widya dari puskesmas, Arini duduk termenung menunggu jam kunjungan dokter. Tadi dia sudah minta tolong pada Widya untuk sekalian mengantarkan Rafa kalau nanti malam dia berangkat kerja. Dia tidak enak hati kalau meninggalkan Rafa terlalu lama di tempat tetangga. Kha

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 8 PERTENGKARAN

    PERTENGKARAN Yuda menyugar rambutnya kasar. Laki-laki yang mengenakan kemeja slimfit warna grey itu tertampar dengan kalimat yang diucapkan Arini barusan. Tak ada yang salah dengan penuturan mantan istrinya. Semuanya memang kenyataan. Dua tahun laki-laki itu menghilang, bersembunyi di balik pesona kemewahan yang orangtuanya hadirkan."Rin, please. Izinkan aku bertemu Naya. Aku ayahnya." Arini mendelik. Matanya menatap penuh amarah pada laki-laki yang belakangan ini hadir kembali dalam kehidupannya. Laki-laki yang pernah dicintai sepenuh hati itu menatap Arini penuh rasa penyesalan. Sayangnya semua itu tak berarti apapun bagi Arini. Terlambat. Terlalu banyak rasa sakit yang dia torehkan pada wanita itu. Tak ada kesempatan untuk memperbaiki. Semua pintu maaf sudah dia tutup rapat-rapat. "Rin, Naya butuh pengobatan. Ayolah, jangan jadi ibu yang egois. Apa yang bisa diharapkan dari fasilitas pemerintah seperti ini? Kau hanya sedang memperparah kondisi anak kita." "Cukup!" Arini meng

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 9 PERGILAH, MAS!

    PERGILAH, MAS!"Mas. Pergilah. Kumohon. Jangan bersikap seolah-olah tak pernah terjadi apapun di masa lalu. Jika bukan kasihan padaku, maka lakukanlah karena kau kasihan pada Naya. Anak perempuan yang sudah lupa bagaimana hangatnya dekapan seorang Ayah.Kau tahu orangtua dan calon istrimu, bukan? Membuat seorang laki-laki melupakan anak dan istrinya saja mereka mampu dan tega, apalagi hanya melakukan balas dendam pada kami atas sikapmu ini? Ingat, kau yang menginginkan semua ini, Mas! Bukan kami yang pergi, tapi kau yang pergi! Jangan bersikap seolah kami jahat karena tak memberimu kesempatan menebus kesalahan, tapi kau sendiri yang sudah melupakan momentum untuk menebus kesalahan itu sendiri. Ingat, Mas. Dua tahun bukan waktu yang singkat. Kau membuat hidup kami bagai di neraka, lalu kau sekarang datang seolah-olah tak pernah terjadi apapun dan berharap aku bersikap baik-baik saja? Apakah kau sebodoh itu sekarang, Mas?!Mari saling melupakan kalau kita pernah menjadi satu. Lupakan

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 10 AWAL PERTEMUAN

    Widya akhirnya memilih diam. Dia membiarkan Arini menumpahkan sesak sesukanya. Isak tangis wanita dengan alis mata tebal itu memenuhi ruangan. Hidung dan pipi Arini memerah. Sesekali, dia menyeka air mata yang terus mengalir tanpa bisa dibendung lagi.Yuda Hadiwijaya, lelaki dengan segala kesempurnaannya sebagai seorang pria. Badannya tegap dengan perut yang berkotak-kotak. Ah … Arini ingat sekali, dia bahkan melotot saking takjubnya saat pertama kali melihat Yuda di malam pertama mereka. Pikirnya, bentuk tubuh seperti itu hanya dimiliki oleh para model di majalah dan televisi.Arini menengadah. Dia berusaha menahan agar air matanya tidak kembali tumpah. Tidak bisa. Keributan yang baru saja terjadi dengan mantan suaminya dan sergapan kenangan masa lalu membuat kesedihan di hatinya kembali membuncah.Arini Dafina, mahasiswa berprestasi yang menjadi kembang kampus. Dia berasal dari keluarga biasa saja. Mereka bahkan bisa dikatakan hidup dalam garis kemiskinan. Golongan orang-orang yang b

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 11 KEHABISAN UANG

    Air liur Arini terbit saat kotak bekal dibuka. Telur balado, sawi tumis dengan potongan bakso kecil-kecil serta tahu goreng membuat perutnya yang keroncongan berontak seketika. Sekejap saja, makanan itu tandas. Dia memang kelaparan karena dari pagi tidak sarapan. selama tiga hari ini, Arini makan hanya saat malam. Itu juga makan dari sisa jatah makan Naya yang didapat dari puskesmas.“Mau tambah?” Wulandari senyum-senyum melihat kotak bekal Arini yang habis lebih dulu. Dia mengulurkan makanannya ke hadapan Arini.“Boleh aku ambil jatahmu?”“Yeee, tadi pura-pura menolak sekarang malah tidak tahu diri.”Tawa mereka pecah memenuhi mushola. Arini menatap Wulandari yang masih sibuk dengan bekalnya. Ah … ini pertama kali dia tertawa selepas ini sejak Naya sakit lagi. “Lan, terima kasih.”Wulandari hanya tersenyum melihat mata Arini berkaca-kaca. Dia menepuk pelan bahu sahabatnya yang kini mulai menyusut air mata. Sungguh, Arini adalah salah satu perempuan hebat yang pernah dia kenal. Di usi

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 12 TAMU TAK DIUNDANG

    TAMU TAK DIUNDANG Arini berlari kecil kecil sambil memastikan Naya tetap aman dari terpaan hujan. Napasnya kepayahan karena tubuh ramping Arini sudah mulai kesusahan menggendong anak bungsunya yang masih tergolek lemah. Sementara Rafa sudah lebih dulu sampai di pintu rumah petak sempit yang disewanya. Anak lelaki itu tengah menunggu sang Ibu membukakan pintu rumah mereka yang hanya terdiri atas kamar tidur dan dapur sempit. Dengan susah payah Arini mengambil kunci dari dalam tasnya yang sudah usang. Pencahayaan yang minim membuat Arini sedikit kesulitan mencari benda yang dicarinya. Rafa memeluk lengannya kuat-kuat. Bibir anak laki-laki berusia enam tahun itu mulai bergetar. Gemeletuk giginya pun tak mampu dia cegah. "Ma," ucap Rafa lirih. Matanya mulai terasa panas. "Sebentar, Sayang. Mama cari kunci." Arini hampir memekik senang saat benda yang dia cari akhirnya tersentuh tangannya. Rafa dengan sigap membantu sang Ibu membuka pintu dan menyalakan lampu ruangan itu. Rafa den

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 13 SKAKMAT YUDA

    SKAKMAT YUDAYuda berjongkok tepat di hadapan anak laki-lakinya. Diangsurkannya benda itu ke tangan sang anak secara langsung. Rafa tak bisa menolaknya. Aroma itu amat menggiurkan. Entah kapan terakhir kali Arini membawa makanan enak pada anak-anaknya. Segala keterbatasan wanita itu membuat anak-anaknya mulai merasa terbiasa dengan keprihatinan. "Makanlah, Sayang. Kau pasti lapar," ucap Yuda sambil membelai rambut anaknya lembut. Arini mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wanita itu menyadari kecerobohan dirinya. Benar sekali, Rafa belum makan dari siang. Hanya roti yang sudah tak berbentuk jatah dari swalayan yang dia bawa untuk anaknya. Pun anak lelaki itu tak berkeluh tentang rasa laparnya. Arini benar-benar merasa tertampar mendapati kenyataan itu. Selain itu pula, kesibukan mengurus administrasi kepulangan Naya membuat Arini lupa mencarikan makanan untuk sulungnya."Terima kasih. Lekas pulanglah, Mas. Tak enak dilihat tetangga." Arini berkata sambil menengok ke arah lain. D

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 14 PEMBERIAN YUDA

    Pemberian YudaArini memejamkan mata. Karena terbakar emosi, dia tidak sadar telah bertengkar di depan kedua anak mereka. Melalui ujung mata, dia dapat melihat Rafa yang memeluk Naya. Kayak beradik itu terlihat ketakutan karena keributan yang mereka sebabkan.“Pergilah, Mas.” Arini berkata lirih. Fisiknya lelah, batinnya lemah. Wanita itu benar-benar sedang penat lahir dan batin. Emosinya seperti sedang dipermainkan. Setelah menghadapi kekhawatiran akan kondisi kesehatan Naya beberapa hari terakhir, kini dia harus berhadapan dengan Yuda lagi yang mau tidak mau membuat luka lama itu berdarah kembali.“Maafkan aku, Rin.” Yuda ikut memelankan suara setelah ikut menyadari Rafa dan Naya menatap mereka dengan sorot mata ketakutan. Hatinya mencelos melihat kedua anak itu tumbuh dengan baik walau serba terbatas.Rafa dan Naya tumbuh dengan tubuh berisi walau tidak gemuk. Setidaknya, dia dapat melihat dua anak itu tidak kekurangan makan. Baju Rafa dan Naya juga bersih dan rapi. Walau warnanya

Latest chapter

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 195 BAHAGIA—ENDING

    “Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 194 TENTANG BAHAGIA

    Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 193 PERMINTAAN MAAF MANTAN MERTUA

    “Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 192 PENYESALAN MANTAN MERTUA

    “Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 191 IRI

    IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 190 KECEMASAN ARINI

    KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 189 TEST PACK

    TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 188 SIKAP ANEH ARINI

    SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 187 MELIHAT ARINI BAHAGIA

    “Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua

DMCA.com Protection Status