MANDUL Diandra menatap Yuda nyalang. Dia melemparkan tas di tangannya ke lantai. Emosi wanita itu naik kembali. Dia tidak terima dikatakan pembawa sial. Padahal, selama ini Diandra merasa sudah banyak berkorban pada pernikahan mereka. Dia bahkan seperti berusaha sendiri mempertahankan rumah tangga agar tidak berakhir pada perceraian.“Kau tahu, Di? Susah payah aku merintis karir bertahun-tahun. Aku mulai dari bawah hingga bisa sampai pada posisi sekarang ini. Setelah karirku mulai nyaman dan menjanjikan, semua hilang dalam sekejap. Ini terjadi karena kau tidak bisa mengendalikan diri. Kau tidak tahu waktu dan tempat untuk mengamuk hingga menyebabkan kerugian seperti ini.”“Halah! Lebai!” Diandra melambaikan tangan di hadapan Yuda. Dengan dagu sedikit terangkat wanita itu membalas tatapan Yuda. “Bukan kau saja yang berjuang dan merintis karir. Semua orang juga memulai semua dari nol. Seperti bayi, pasti melewati tahap merangkak sebelum berlari. Begitupun kita, tidak tiba-tiba sukses d
TERPOJOK Arini meletakkan tiga cangkir teh beraroma melati di meja kayu teras belakang rumah. Di sekelilingnya tampak suami dan ibu mertuanya duduk melingkar di sofa berwarna abu-abu. Suasana yang sejuk dengan pemandangan asri dedaunan berwarna hijau tanaman bunga milik Bu Ningrum membuat suasana sore itu tampak begitu hangat. Pandangan kedua kedua orang itu tertumpu pada Rafa yang tengah menyelesaikan tugas membuat lampion dari gurunya. Sesekali Yovan membantu anaknya yang terlihat kesulitan.“Seharusnya Rafa sudah memiliki adik,” ucap Bu Ningrum yang langsung membuat senyum Arini memudar dengan sangat cepat. Mata Arini langsung tertuju pada sang suami yang juga terlihat salah tingkah. Laki-laki itu diam dan memilih mengalihkan perhatiannya pada secangkir teh buatan Arini yang tampak begitu menggoda. Laki-laki itu terlihat menjulurkan lidahnya saat menyeruput air minum yang masih mengepul. Hal itu langsung membuat ibunya terkekeh.“Salah tingkah sampai teh baru nyeduh saja langsung
Arini merasakan darahnya seolah dialiri listrik dengan tegangan kecil. Disadari atau tidak, dia tak ingin dibandingkan dengan Raline. Arini sadar sekali siapa dirinya hingga sangat tak layak jika dibandingkan dengan wanita masa lalu suaminya. “Rin!” ibu mertua Arini menyadarkan lamunan Arini. Wanita itu tersentak. “Kamu sempat-sempatnya ngelamun.” “Gini loh, Rin….” Bu NIngrum menggeser posisi duduknya hingga berdekatan dengan Arini yang duduk di lantai marmer. “Mama sudah tua, Rin. Mama nggak mau sampai ajal menjemput Mama belum sempat menimang cucu,” lanjut wanita itu dengan mimik wajah serius. “Mama ingin sekali mendengar tangisan bayi di rumah ini. Kamu harapan Mama satu-satunya. Atau…kamu khawatir kasih sayang pada Rafa berkurang?” “Tidak, Ma. Tidak sama sekali. Tidak ada pemikiran sempit macam itu di kepalaku. Memang Allah belum memberi, Ma. Bisa apa lagi kita sebagai manusia,” ujar Arini berbohong. Matanya dia fokuskan pada tangan lincah anaknya yang sedang menghias lampi
SETELAH SATU TAHUN "Alhamdulillah." Arini tersenyum lebar melihat catatan laba rugi setahun belakangan ini. Akhir tahun yang manis, besok mereka sudah menyongsong hari pertama tahun baru dengan harapan baru. Tentu diiringi dengan semangat yang baru juga.Tanpa terasa, pernikahannya dengan Yovan sudah berjalan lebih dari satu tahun. Itu artinya, hampir dua tahun Arini mengelola usaha kerjasama aquaponik ini. Wanita itu menarik napas lega mengingat pengembalian modal pada Bu Ningrum tinggal satu kali angsuran lagi. Bulan depan, dia sudah tidak ada tanggungan untuk mengembalikan modal.“Arini mau belajar jadi wirausaha yang sebenarnya, Ma. Kalau Mama seperti ini, kapan Arini bisa mandiri? Ibaratnya, disuapin terus.” Arini tersenyum mengingat percakapannya dengan Bu Ningrum beberapa saat setelah menikah dengan Yovan.Mertuanya itu berkeras tidak mau menerima nagsuran pengembalian modal. Namun, setelah Arini menjelaskan dengan hati-hati, Bu Ningrum akhirnya paham dan mengerti. Dia membiar
MELANJUTKAN MIMPI Sementara di sini, Arini tengah berjuang di tengah kemacetan. Akhir pekan, jalanan ramai oleh kendaraan orang-orang yang ingin menghabiskan waktu dengan bepergian ke tempat hiburan. Wanita itu akhirnya menarik napas lega setelah gerbang tempat usahanya yang baru terlihat. Hampir satu jam dia berjibaku di jalanan.“Panas?” Yovan tertawa melihat wajah Arini yang merah seperti kepiting rebus. “Tadi dijemput nggak mau.” Yovan memberikan sebotol air mineral. Hubungannya dengan Arini sudah tidak sekaku dulu lagi. Walau mereka masih menjalani pernikahan sesuai kontrak, tapi sesekali mereka sudah sering bercanda untuk mencairkan suasana.“Lama kalau nunggu Mas jemput dulu.” Arini langsung duduk sambil memperhatikan bongkar muat peralatan yang dia bawa tadi. Wanita itu langsung menghabiskan setengah botol air minum di tangannya.Tadi, Yovan sudah menawarkan untuk menjemput. Namun, Arini menolak karena akan memakan waktu lebih banyak. Sejak pagi, Arini sibuk mengawasi dan mem
KEHIDUPAN MANTAN “Mas! ini keterlaluan. Aku cuma makan sebentar!” Tepat di sudut kafe yang terletak di pusat berbelanjaan itu terlihat Yuda yang tengah mencekal pergelangan tangan istrinya dengan wajah merah padam. Sementara di sebelah Diandra tampak seorang laki-laki berwajah oriental memandang Yuda dengan raut masa bodoh. Bahkan dengan wajah santainya dia menyeruput segelas orange float tanpa terusik keributan yang dilakukan oleh Yuda. “Kamu bilang ada pekerjaan di akhir pekan waktu kuminta menunggu Ibu yang sakit. Kenapa tiba-tiba ada di sini? Bahkan kau duduk berhimpitan seperti ini seolah kau bukan seorang wanita berstatus istri. Kau kelewatan sekali, Di!” Yuda menarik paksa istrinya hingga membuat wanita itu mengaduh. Laki-laki itu tak peduli kesakitan yang dirasakan istrinya. Dia pun tak peduli dengan tatapan penuh penghakiman dari orang-orang yang melintas. Apalagi akhir pekan seperti ini membuat suasana tempat ini cukup ramai dengan orang-orang yang berniat melepas penat
HADIAH ADIK Arini mengayunkan langkahnya lebar-lebar. Jadwalnya masuk kuliah bentrok dengan jadwal penerimaan raport anaknya. Dia sudah tak bisa berkonsentrasi sama sekali. Jika saja dia tak ingat mata kuliah ini sangat penting terlebih dengan desas-desus dosen yang pelit sekali memberi nilai, dia pasti memilih bersama sang putra di sekolahnya. Sialnya, sudah dia berusaha untuk hadir tepat waktu, tiba-tiba ada informasi yang mengabarkan bahwa dosen tersebut berhalangan hadir karena mendadak diminta menjadi narasumber sebuah seminar karena narasumber sebelumnya jatuh sakit. Arini benar-benar kesal. Dia segera memesan taksi online guna mengantarkan dirinya ke sekolahh Rafa. Tak mungkin meminta suaminya untuk menjemput. Laki-laki itu sudah berbaik hati meluangkan waktunya yang padat untuk menggantikan Arini. Beruntung Yovan bersedia mengambil laporan hasil belajar Rafa kali ini. Laki-laki itu meminta Arini untuk fokus dengan urusan kuliahnya terlebih dahulu. Yovan pun meyakinkan Arini
TAWARAN BAGUS “Nanti kita ke mall ya, pilih saja adik seperti apa yang Rafa mau.” Yovan tersenyum lebar. Dia melirik Rafa dari kaca mobil. Lelaki itu akhirnya tertawa kencang melihat wajah anak sambungnya yang menggelembung.Sementara Arini menarik napas lega. Dia sempat menahan napas saat mendengar ucapan Rafa tadi. Namun, ternyata Yovan menanggapinya sesantai itu. Yovan ternyata sangat hangat dan menyenangkan setelah hubungan mereka membaik. Tidak seperti saat awal-awal pernikahan dulu, lelaki itu biasa Arini ibaratkan lebih beku dari es batu.“Eh tapi, kita tidak bisa beli adik sekarang. Mama ‘kan harus segera masuk kuliah. Jadi, besok-besok saja ya, Rafa? Nggak apa-apa ‘kan?” Yovan kembali menggoda Rafa. Lelaki itu semakin tertawa terbahak-bahak saat Rafa memukul bahunya pelan. Dia yakin sekali, Rafa seperti ini karena dipengaruhi oleh mamanya.Yovan menggeleng pelan. Mamanya itu kalau sudah ada keinginan, pasti akan melakukan segala cara termasuk memengaruhi cucunya.Setengah jam
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua