HATI YANG BUSUK Yuda mematung mendengar ucapan lelaki di hadapannya. Yovan jelas bukan orang biasa. Calon suami Arini itu bahkan tahu persis sepak terjangnya. Padahal, seingat Yuda dia sudah melakukan semuanya dengan sangat hati-hati. Siapa sebenarnya lelaki yang sedang bicara dengannya saat ini?“Mas?”Yuda menarik napas lega. Suara Diandra menyelamatkannya dari ketegangan. Dia melepaskan mata dari tatapan Yovan dan menoleh cepat ke belakang. Seperti biasa, Diandra berdiri dengan anggun di sana. Wanita itu tidak pernah tidak tampil modis. Bahkan, saat bangun tidur pun Diandra tetap terlihat enak dipandang.“Selamat atas rencana pernikahannya, Pak Yovan. Semoga acaranya lancar dan selalu diberikan kesehatan. Kami akan senang sekali kalau Pak Yovan dan Arini memberikan undangan.” Yuda tersenyum lebar dan mengulurkan tangan.Yovan tertawa kecil sambil membalas jabat tangan Yuda. “Tentu, Pak Yuda. Saya akan kirimkan undangan untuk Anda dan istri. Kalau memungkinkan, kami akan antar send
RENCANA MENGGAGALKAN PERNIKAHAN Diandra menggigit bibir mendengar ucapan mertuanya. Dia tidak terpikirkan itu sebelumnya. Tadi dia hanya merasa beruntung sekali Arini bisa menikah dengan pria tampan dan mapan itu. Sekarang, ketakutan mulai memenuhi hatinya. Perlakuan buruknya yang sering mempermalukan dan menghina Arini selama ini berkelebatan tak dapat dicegah.“Eh! Dasar wanita tidak tahu malu. Sudah cerai masih saja mengganggu mantan suami dengan alasan anak. Padahal sendirinya yang kegatelan. Malu-maluin, dasar janda! Kalau nggak punya suami, setidaknya punya harga diri.” Diandra menarik napas panjang mengingat pertemuan terakhirnya dengan Arini. Mereka tidak sengaja bertemu di suatu tempat. Meliihat penampilan Arini yang semakin rapi membuat Diandra ingin mempermalukan wanita itu begitu saja.“Lama tidak bertemu, Diandra.” Arini hanya menatap Diandra sekilas dan bergegas meninggalkannya. Terlihat benar wanita itu tidak mau mencari keributan dan menjadi pusat perhatian disana.Su
KESIALAN YUDA Yuda tersenyum di sepanjang perjalanannya berangkat ke kantor. Dia membayangkan kedua wanita di sekelilingnya justru akan melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tugasnya. Yuda yakin baik Diandra dan ibunya sendiri tak main-main dengan rencana mereka. Bahkan dengan mengandalkan kenekatan mereka selama ini Yuda yakin sekali rencana pernikahan Arini akan gagal. Paling tidak dia tak perlu sakit hati melihat Arini bersanding dengan laki-laki yang levelnya berada di atas dirinya. Apalagi sampai membayangkan bagaimana wanita yang masih menghuni relung hatinya itu dijamah laki-laki lain. Tidak. Yuda harus menghentikan hal tersebut secepat mungkin. Tak boleh ada pernikahan diantara Arini dan Yovan. “Mas!” teriak Diandra sambil memeluk lengan suaminya. Dengan sigap Yuda mengerem mobil hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras antara ban mobilnya dengan aspal jalanan. Jantung Yuda berdentum tak beraturan. Hampir saja mobilnya menggilas pendengara motor yang berada tepat di
SKAKMAT“Di, serius ini rumahnya?” Ratna menyenggol lengan menantunya yang sama-sama ternganga dengan apa yang mereka lihat saat ini. Rumah mewah di depan mereka tentu saja menunjukkan strata sosial pemiliknya. Mereka berkali-kali mengucek matanya. Berharap semua ini hanya mimpi semata. “Menurut orang yang kusuruh memang ini alamat mereka,” jawab Diandra dengan tatapan masih terkunci ke arah yang sama. Mobil yang dia kemudikan masih berada di depan pintu gerbang rumah itu. Dia ragu untuk masuk dan menemui sang pemilik rumah. Namun tekadnya sudah bulat. Dengan cara apapun, dia harus menggagalkan pernikahan Arini. Tak mungkin dia membiarkan wanita itu menjadi menantu di rumah mewah yang bahkan belum pernah terlintas dalam pikirannya. “Tekan bel, Bu!” Diandra menyuruh mertuanya turun. Tentu saja wanita di sebelahnya menolak keras. Bahkan dia sedikit kesal dengan perlakuan menantunya yang tidak sopan itu. “Ibu? Yang benar saja, Di! Kamulah yang harus turun!” Diandra mendengus kesal.
PERNIKAHAN “Mama cantik sekali.” Rafa menghampiri Arini yang baru saja selesai dirias oleh salah satu MUA ternama di daerah itu. Anak lelaki itu tersenyum lebar sambil memegang kedua tangan mamanya yang dihiasi ukiran henna berwarna putih.“Anak Mama juga ganteng banget hari ini.” Arini tertawa kecil sambil membenarkan dasi kupu-kupu yang dikenakan anaknya.Arini tertegun sejenak. Melihat Rafa dalam balutan jas abu-abu, kemeja putih, celana bahan dan dasi kupu-kupu membuat ingatannya melayang pada Yuda di hari pernikahan mereka. Apalagi rambut Rafa juga ditata persis dengan rambut Yuda. Wajah anak dan bapak itu memang bak pinang dibelah dua. Hanya bagian mata saja yang diwarisi Rafa dari Arini. “Ini tadi Om Yovan yang bantu memakaikan. Katanya Rafa ganteng kalau rambutnya dibuat seperti ini.” Rafa ikut bergaya di depan cermin hingga membuat Arini tertawa-tawa. Memang benar, seperti ayahnya, Rafa terlihat sangat tampan dengan model rambut seperti itu. Itu juga yang menjadi alasan Ari
STATUS BARU “Yovan, lihat istrimu. Arini cantik sekali.” Bisikan mamanya membuat Yovan tersadar dari lamunan. Lelaki itu mengangkat kepala dan terpana melihat Arini yang berjalan mendekati mereka dengan digandeng oleh Rafa.Setelah acara foto-foto dan pemberian ucapan selamat dari para tamu undangan selesai, para tamu mulai menikmati hidangan yang sudah disediakan secara prasmanan. Pernikahan mereka dilaksanakan secara sederhana atas permintaan Arini yang juga langsung disetujui oleh Yovan.Mereka hanya mengundang tetangga sekitar perumahan, beberapa karyawan kantor Yovan dan kerabat dekat. Sementara Arini mengundang Umi Hasyim dan temna-temannya saat bekerja di swalayan dulu.Acara hari itu sangat khidmat. Rasa kekeluargaan sangat kental terasa karena yang diundang adalah orang-orang terdekat mereka saja. Setelah akad, dilanjutkan dengan foto-foto dan menikmati hidangan bersama. Kemudian dilanjutkan dengan acara ramah tamah sehingga tidak ada jarak antara pengantin dan tamu undangan
MENJALANI PERANYovan langsung mengambil nasi yang berada tepat di hadapannya. Dia pura-pura tak terpengaruh dengan apa yang ibunya katakan. Dia pun mengambil capcay seafood yang tersaji di meja makan. Dia biarkan Arini menanggapi seorang diri kalimat ibunya. “Saya cari Rafa dulu, Ma.” Arini mohon diri pada mertuanya. Dia tak mendapati anaknya duduk di meja makan. Tentu hal ini tak akan membuat dirinya tenang. “Dia sudah makan tadi, Rin. Mungkin di teras belakang dengan Pak Ratno." Jawaban sang mertua membuat Arini urung meninggalkan tempat itu. Dengan wajah sedikit tertunduk dia mencoba menetralisir perasaannya. Ini kali pertama mereka makan bersama sebagai satu keluarga. "Makanlah. Kau pasti lapar setelah seharian sibuk mengumbar senyum. Bukankah itu cukup melelahkan?" Bu Ningrum menatap mertuanya seraya tersenyum. " Apalagi nanti malam pasti kalian akan jauh lebih lelah," lanjutnya. Yovan meletakkan sendoknya tiba-tiba. Arini melihat bagaimana wajah itu berusaha tetap tenang di
RENCANA BULAN MADU "Hahahaha, bahkan Rafa pun seolah memberi kesempatan pada orangtuanya untuk berdua saja di dalam kamar," ujar mertua Arini setelah Pak Ratno datang ke meja makan dan memberi tahu keluarga itu bahwa Rafa tertidur di kamar laki-laki itu."Rafa kelelahan. Dia minta dibuatkan mobil-mobilan dari kardus. Tau-tau sudah lelap dia di samping saya, Bu." Pak Ratno menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia tak enak saat menatap Yovan yang mengerutkan dahinya. "Biarkan saja. Mama khawatir memindahkannya ke atas justru membuat anak itu kaget. Kau tak masalah dia tidur dengan Pak Ratno 'kan, Rin?" Arini mengangguk perlahan. Pikirannya berkecamuk. Antara setuju membiarkan Rafa yang memang sudah amat lelah atau meminta Pak Ratno membawanya ke kamar. Dia sendiri bingung apa yang akan dia lakukan di kamar nanti tanpa adanya Rafa. Apalagi bersama laki-laki asing yang tidak dapat dia sangkal keberadaannya. Atas desakan Bu Ningrum, jadilah pasangan suami istri itu berjalan beriringan
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua