STATUS BARU “Yovan, lihat istrimu. Arini cantik sekali.” Bisikan mamanya membuat Yovan tersadar dari lamunan. Lelaki itu mengangkat kepala dan terpana melihat Arini yang berjalan mendekati mereka dengan digandeng oleh Rafa.Setelah acara foto-foto dan pemberian ucapan selamat dari para tamu undangan selesai, para tamu mulai menikmati hidangan yang sudah disediakan secara prasmanan. Pernikahan mereka dilaksanakan secara sederhana atas permintaan Arini yang juga langsung disetujui oleh Yovan.Mereka hanya mengundang tetangga sekitar perumahan, beberapa karyawan kantor Yovan dan kerabat dekat. Sementara Arini mengundang Umi Hasyim dan temna-temannya saat bekerja di swalayan dulu.Acara hari itu sangat khidmat. Rasa kekeluargaan sangat kental terasa karena yang diundang adalah orang-orang terdekat mereka saja. Setelah akad, dilanjutkan dengan foto-foto dan menikmati hidangan bersama. Kemudian dilanjutkan dengan acara ramah tamah sehingga tidak ada jarak antara pengantin dan tamu undangan
MENJALANI PERANYovan langsung mengambil nasi yang berada tepat di hadapannya. Dia pura-pura tak terpengaruh dengan apa yang ibunya katakan. Dia pun mengambil capcay seafood yang tersaji di meja makan. Dia biarkan Arini menanggapi seorang diri kalimat ibunya. “Saya cari Rafa dulu, Ma.” Arini mohon diri pada mertuanya. Dia tak mendapati anaknya duduk di meja makan. Tentu hal ini tak akan membuat dirinya tenang. “Dia sudah makan tadi, Rin. Mungkin di teras belakang dengan Pak Ratno." Jawaban sang mertua membuat Arini urung meninggalkan tempat itu. Dengan wajah sedikit tertunduk dia mencoba menetralisir perasaannya. Ini kali pertama mereka makan bersama sebagai satu keluarga. "Makanlah. Kau pasti lapar setelah seharian sibuk mengumbar senyum. Bukankah itu cukup melelahkan?" Bu Ningrum menatap mertuanya seraya tersenyum. " Apalagi nanti malam pasti kalian akan jauh lebih lelah," lanjutnya. Yovan meletakkan sendoknya tiba-tiba. Arini melihat bagaimana wajah itu berusaha tetap tenang di
RENCANA BULAN MADU "Hahahaha, bahkan Rafa pun seolah memberi kesempatan pada orangtuanya untuk berdua saja di dalam kamar," ujar mertua Arini setelah Pak Ratno datang ke meja makan dan memberi tahu keluarga itu bahwa Rafa tertidur di kamar laki-laki itu."Rafa kelelahan. Dia minta dibuatkan mobil-mobilan dari kardus. Tau-tau sudah lelap dia di samping saya, Bu." Pak Ratno menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia tak enak saat menatap Yovan yang mengerutkan dahinya. "Biarkan saja. Mama khawatir memindahkannya ke atas justru membuat anak itu kaget. Kau tak masalah dia tidur dengan Pak Ratno 'kan, Rin?" Arini mengangguk perlahan. Pikirannya berkecamuk. Antara setuju membiarkan Rafa yang memang sudah amat lelah atau meminta Pak Ratno membawanya ke kamar. Dia sendiri bingung apa yang akan dia lakukan di kamar nanti tanpa adanya Rafa. Apalagi bersama laki-laki asing yang tidak dapat dia sangkal keberadaannya. Atas desakan Bu Ningrum, jadilah pasangan suami istri itu berjalan beriringan
PERJALANAN BULAN MADU “Sini, biar aku oleskan minyak angin ke tengkukmu.” Yovan langsung mengambil minyak angin dari tangan Arini. Tangan lelaki itu masuk ke balik jilbab Arini dan mengoleskan minyak angin. Setelah itu, dia memijitnya pelan.Arini menarik napas panjang. Kepalanya terasa berputar-putar sementara perut seperti diaduk. Empat jam naik kapal laut menuju Karimunjawa dengan ombak yang cukup besar sehingga kapal bergoyang kencang membuat Arini mabuk laut. Apalagi, ini pengalamannya pertama kali menaiki moda transportasi itu.“Sini.” Yovan meraih kepala Arini dan menidurkannya di pangkuan. Lelaki itu mengusap minyak angin ke pelipis Arini dan memijatnya pelan. Rasa iba terbit di hatinya melihat wanita itu lemah tak berdaya. Bagaimanapun, dia harus memastikan keadaan Arini baik-baik saja selama mereka liburan sampai pulang lagi nanti.“Minggir!” Arini melepaskan tangan Yovan. Wanita itu bangun dan langsung berlari kencang menuju pinggiran kapal. “Hoek!!” Arini kembali memuntah
BULAN MADU TAK BIASA “Rin? Arini?”Arini tersentak saat mendengar teriakan Yovan. Entah sudah berapa lama lelaki itu menggedor-gedor pintu kamarnya. Karena kelelahan, Arini ketiduran sangat nyenyak tadi. Setelah merapikan baju dan jilbab, Arini langsung membuka pintu kamar.“Tidur apa pingsan kamu itu.” Yovan menatap sebal pada wanita di hadapannya. Hampir sepuluh menit dia mengetuk-ngetuk kamar Arini. “Ayo cepat, kita sudah ditunggu untuk ke penangkaran Hiu.”Arini memegang tangan baju Yovan saat lelaki itu berbalik. “Aku boleh tidur disini saja nggak? Badanku masih lelah sekali rasanya, Mas?” Arini memasang ekspresi memelas. Dia tidak berminat ke penangkaran Hiu. Pasti rasanya akan aneh sekali menghabiskan waktu bersama Yovan walau nanti ada guide yang mendampingi mereka.Apalagi sebelum berangkat Bu Ningrum mengatakan sengaja memesan paket honeymoon untuk mereka. Pasti dari pihak guide sudah mempersiapkan destinasi wisata dan suasana yang romantis untuk dinikmati berdua.Arini tid
MABUK PARAH "Please, buka matamu. Kita sudah sampai." Yovan menepuk pipi Arini beberapa kali hingga membuat wanita itu mengerjap. Arini menatap sekelilingnya. Halaman rumah suaminya mengapa pandangan pertama wanita itu. Namun perutnya yang entah berapa kali mengeluarkan isi disertai kepalanya yang masih terasa kunang-kunang membuatnya tak kunjung menegakkan tubuhnya.Wanita itu tanpa daya menyenderkan tubuhnya di tubuh sang suami. Hal itu membuat Pak Ratno yang menjemput mereka tersenyum penuh makna. Dia sudah mengira yang bukan-bukan melihat bahasa tubuh keduanya. Apalagi Yovan mengenakan kacamata hitam. Praktis bagaimana tatapan mata kesal melihat Arini yang dari perjalanan pulang entah sudah berapa kali menumpahi bajunya dengan muntahan tak bisa terdeteksi oleh Pak Ratno. "Rin, bangun."Yovan meraih kedua pundak istrinya. Dia menegakkan tubuh Arini hingga menghadap langsung ke arahnya. "Gendong saja, Mas. Kasian, masih lelah sepertinya Mbak Arininya." Kalimat disertai tawa itu
KETEGASAN ARINI"Saya bisa jalan sendiri, Mas." Arini tak berani menatap mata suaminya. Dia tahu persis Yovan kesal setengah mati menggendong dirinya melewati tangga yang panjang untuk sampai di kamar mereka. Permintaan wanita itu tak membuat Yovan melepaskan tubuh ramping itu. Rahangnya mengeras menandakan dia yang tak seikhlas itu membantu istrinya. Namun tatapan mata Bu Ningrum tak kunjung lepas dari mereka berdua. Yovan tak ingin cari mati dengan menurunkan Arini saat ini juga. "Mas," ucap Arini. Sayang, Yovan bergeming. "Diam, kau ingin Mama murka padaku?" "Maaf merepotkanmu, Mas." Arini menunduk. Dia tak berani menantang kedua mata elang itu. Barulah sampai di depan kamar Yovan menurunkan Arini. "Apa yang kubawa tadi? Bahkan tubuhmu lebih ringan dari kapas," jawab Yovan sambil mendorong pintu kamarnya. Arini memajukan bibir. Laki-laki itu baru saja menghinanya yang memang bertubuh kurus."Makanlah yang banyak. Aku tak ingin orang-orang menyangkamu kurang gizi setelah menja
PEREBUT HATI AYAHYovan memalingkan pandangan. Dia dapat merasakan Arini tersinggung dengan ucapannya barusan. Namun, lelaki itu menyadari dia tak dapat mengontrol diri setiap menyangkut masalah Raline. Walau dia sudah mencoba bersikap sewajarnya, ada satu sudut di hatinya yang tak rela ada wanita lain menggantikan posisi mendiang istrinya. Termasuk Arini yang telah berhasil merebut hati sang Mama.“Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu. Aku hanya tidak ingin kau mengganggu keberadaan barang-barang Raline di kamar ini. Maaf kalau cara penyampaianku tidak mengenakkan.” Yovan menyugar rambuta kasar.“Bikin catatan saja, Mas, yang mana-mana barangnya. Biar nanti aku tidak salah pegang.” Arini tertawa sumbang. Dia berjalan menuju tas dan membongkarnya untuk mencari baju ganti. “Lagipula, kenapa Mas berpikir aku akan mengganggu barang-barang mendiang? Kalau tidak karena Mama, aku juga enggan tidur di kamar ini.” Arini meninggalkan Yuda yang terpaku. Dia memilih beranjak ke kamar
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua