Pria paruh baya itu mencoba menggerakkan tangannya, berusaha untuk lepas dari tali yang mengikatnya. Tapi tenaga tuanya sedikitpun tidak dapat membantu, tangannya hanya bergerak sedikit tanpa mempengaruhi simpul yang ternyata sangat kuat itu.Sadar bahwa tangannya tidak bisa bergerak, Abine beralih menggerakkan kakinya, namun hasilnya tetap sama. Malah lebih parah lagi, ketika dia menggerakkan kakinya, kursi yang dia duduki sedikit bergeser dan itu sangat membahayakan dirinya. Sedikit saja dia terpeleset maka tubuh tuanya akan menjadi santapan buaya-buaya di dasar kolam."Sial! Siapa yang telah melakukan ini padaku? Apa dia tidak tahu kalau aku punya tangan kanan seorang mafia?" makinya dengan suara ditahan, matanya beredar pada sekeliling yang hanya nampak buaya-buaya kelaparan itu.Mata Abine terpejam, mengumpulkan konsentrasinya dan berusaha mencari solusi supaya bisa lepas dari ikatan. Tapi begitu dia membuka mata, ekor matanya menangkap bayangan seseorang tengah berjalan mendekat
Gadis itu mencebik kesal membaca pesan balasan dari Elvis yang meminta dia mengulang lagi mengirim pesan yang susah payah dia tulis dengan tangan gemetar.[Maaf Tuan, tapi Tuan bisa membaca ulang bukan?] Salwa sedikit geram pada pemuda yang sedang berbalas pesan dengannya itu.[Aku males membuka pesan terdahulu.][Saya juga tidak mau mengetik ulang.][Tinggal salin apa susahnya?]Salwa beristighfar di dalam hatinya berkali-kali. [Baiklah, kalau kamu tidak mau mengirim ulang pesan itu, aku akan menelepon saja supaya aku bisa mendengarnya langsung.]Karena lama tidak mendapat balasan dari Salwa, akhirnya Elvis mengirim pesan seperti itu. Sementara Salwa kaget ketika Elvis berkata akan meneleponnya. Bagiamana dia bisa berbicara dengan Elvis lewat telepon sedangkan menulis pesan saja dia gemetaran.[Baiklah, saya akan kirim ulang.]Kemudian Salwa menyalin pesan pertamanya dan mengirimkan kembali kepada Elvis dengan tangan tetap gemetar.[Ini beneran Kiai yang meminta atau kamu sendiri y
***Bramanta berjalan mondar mandir di ruangan lantai atas istananya. Dia baru saja mendapat laporan dari anak buahnya bahwa kediaman Maminya Elvis kosong. Dia sudah berusaha menghubungi Elvis dan Ellea tapi ponsel kedua anaknya tidak aktif."Sial! Aku kecolongan. Sebenarnya mereka pergi ke mana?" Suaranya menggema di dalam ruangan yang luas itu.Apartemen tempat kedua anaknya dan ibu mereka tinggal memang sudah tidak dijaga seketat dulu. Anak buahnya hanya sesekali datang mengecek atas perintah Bramanta. Selama ini mereka jarang pergi bersama-sama, dan Bramanta curiga mereka sedang melakukan sesuatu karena pergi bersama.Pria itu beralih menoleh pada ponselnya yang ternyata panggilan dari anak buahnya."Ya.""Mereka sudah kembali, Bos.""Bertiga?""Iya, bos.""Apa mereka membawa sesuatu yang mencurigakan?""Tidak ada. Mereka sepertinya baru menghadiri acara resmi, bos. Terlihat dari pakaian mereka yang rapi.""Acara resmi?""Sepertinya begitu, Bos."Bramanta menutup panggilan secara
Mendengar jawaban Ayash yang terang-terangan menyangkal tuduhannya, Elvis membuang pandangan sambil mencebik. Lalu kembali menatap Ayash sambil membuang nafas kasar. Kedua mata pemuda yang sama-sama menyimpan rasa pada Salwa itu beradu.Elvis masih menatap dengan tatapan garang, sementara Ayash terlihat berusaha untuk tenang karena dia tidak merasa bersalah dalam hal ini."Apa yang terjadi?" Kiai Rozak datang."Maaf Kiai, ketika lamaran kemarin, tidak ada orang lain yang tahu, lalu tiba-tiba berita itu tersebar di media. Siapa lagi kalau bukan dia, karena dia yang punya perasaan cinta pada Salwa." Elvis nampak berusaha menahan amarahnya. "Astaghfirullah," ucap Kiai Rozak. Dia menatap Ayash tak percaya lalu beralih melihat ke arah Elvis yang diam menatap Ayash. Dada pemuda itu naik turun pertanda dia sedang menahan amarah yang besar.Beberapa saat kemudian kiai menggelengkan kepalanya dan berbalik kembali ke dalam rumah."Yai, saya tidak mungkin melakukan itu. Elvis mungkin hanya sala
Pemuda itu membanting pintu mobil dengan keras, amarahnya belum reda. Sejak dia tahu pemberitaan yang tersebar di media sosial tentang lamarannya pada Salwa yang berujung menyudutkan dan cenderung mem-bully Kiai Rozak, Elvis dikuasai amarah.Sebenarnya dia marah pada diri sendiri, Elvis menyesali kenapa tidak jadi orang baik sejak dulu. Hingga cintanya pada gadis itu bisa bisa dinilai wajar oleh semua orang.Bukan seperti sekarang, karena latar belakang kehidupan mereka yang berbeda, cintanya terhadap gadis soleha itu dianggap hal tidak wajar dan berujung pada bully-an.Baginya, pandangan miring masyarakat sudah biasa. Bukan sekali dua kali orang-orang memandang rendah pada penampilannya. Karena sampai saat ini tatto masih menjadi ikon yang kurang baik bagi seseorang.Tapi bagi Kiai Rozak dan keluarganya yang notabene orang-orang baik dan selama ini tidak pernah digunjingkan. Tentu saja kejadian ini akan sangat berimbas pada psikis mereka.Hal itulah yang membuat Elvis emosi. Dia mera
Setibanya di apartemen, Elvis tidak langsung ke kamarnya. Dia menemui Mami yang tengah duduk bersama Ellea kakaknya. "Dari mana, sayang?" tanya Mami sambil menatap Elvis yang duduk di sebelahnya."Ternyata benar, Mi. Papi yang melakukan ini, dia menyuruh anak buahnya untuk menyebar berita tentang lamaranku tempo hari.""Kamu mendatangi dia?" Mami menatap lekat anaknya seakan tak sabar menanti jawaban dari Elvis.Elvis menggeleng."Aku mendatangi anak buahnya di markas untuk memaksa mereka mengakui perbuatan mereka. Dan ternyata benar, Papi yang melakukan itu supaya aku batal menikah dengan Salwa." Elvis menatap lurus ke depan dengan nafas tak beraturan."Bramanta memang tak pandang bulu, bahkan anaknya sendiri tak luput dari kekejamannya," gumam Mami dengan gigi gemelutuk."Aku jadi merasa tidak enak dengan keluarga Kiai Rozak. Aku juga khawatir Salwa akan berpikir lain tentang diriku. Bahkan tadi aku sempat menuduh Ayash yang melakukan ini.""Minta maaf, El. Belajarlah untuk mengaku
***Setelah berbasa-basi sebentar, Ropiq meninggalkan dua orang yang kerap berperang dingin itu berduaan. Dia percaya bahwa Ayash dan Elvis bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa harus ada campur tangan dari orang lain.Sepeninggal Rofiq, kedua pemuda itu masih larut dalam pikirannya masing-masing. Elvis masih ragu dan mencari kalimat yang tepat untuk memulai percakapan. Sementara Ayash seperti biasa tetap berusaha untuk tenang dan menunggu Elvis memulai percakapan.Sesekali mereka saling lirik sekilas. Akhirnya Elvis berdehem untuk mengurangi kecanggungan."Soal kemarin .... " Elvis menjeda ucapannya. Lalu menarik nafas dalam-dalam."Ya?" tanya Ayash yang tidak sabar menunggu ucapan selajutnya dari Elvis."Aku minta maaf atas tuduhan itu, aku yang salah tidak berpikir ulang dan mencari kebenarannya dulu.""Kamu hanya berpikir karena aku cemburu lalu melakukan apa saja untuk memisahkan kalian?" Ayash balik bertanya."Ya seperti itulah,""Apa kamu sadar bahwa sesungguhnya yang ber
Sesuai dengan rencana, hari ini Kiai Rozak dan kedua anaknya serta Ayash pulang ke pesantren. Mereka berkemas dari sejak selesai mengerjakan solat subuh. Salwa merasa bahagia bercampur haru, karena pada akhirnya mereka bisa kembali ke pesantren. Dia ingat bagaimana perjuangannya ketika malam itu berusaha pergi dari pesantren. Hingga dia dipertemukan dengan seorang pemuda yang pada akhirnya bisa menghadirkan getaran aneh di hatinya.Ternyata kepergiannya malam itu justru menghantarkan pada jodohnya. Semoga. Salwa melirik Elvis yang tengah mengemudi. Pemuda itu nampak tidak bebas melirik Salwa yang duduk di jok belakang bersama Rofiq dan Ayash. Karena kiai Rozak duduk di samping pria itu.Sementara Rofiq yang duduk di sebelah Salwa menyadari kalau adiknya itu tengah diam-diam melirik calon suaminya."Jangan dilihatin terus, sebentar lagi juga kalian halal, kamu akan bebas memandangnya bahkan lebih dari itu," bisik Rofiq pada adiknya. Sontak membuat gadis itu tersipu.Ayash yang secara