Sehari setelah latihan seru itu, Alira, Sita, Tio, Raka, dan Deny udah mulai sibuk persiapin semuanya. Walaupun mereka nggak punya banyak waktu, semangat mereka tetap membara buat ngebuat konser dadakan yang udah direncanain di sekolah. Alira udah ngontak panitia OSIS supaya bisa ngadain acara spontan di aula sekolah, dan Sita udah mulai mikirin konsep gila-gilaan buat bikin penampilan mereka beda dari yang lain.
“Jadi, kita bakal main di aula depan temen-temen kita, kan?” kata Sita dengan ekspresi serius yang langka. “Gue sih pengennya bikin konser yang bikin orang ketawa, bukan cuma karena lagunya tapi juga karena aksi-aksi kocak kita.” “Gue setuju, Sit. Tapi jangan sampe kita jadi bahan olokan, ya,” kata Alira dengan cemas, meskipun di dalam hati dia udah nggak sabar banget. Raka yang lebih kalem, malah bilang, “Gimana kalau kita bawa elemen kejutan? Kayak, tiba-tiba kita main lagu yang nggak mereka duga.” Tio yang dari tadi diam, tiba-tiba ngeluarin ide brilian, “Gimana kalau di tengah lagu, Sita tiba-tiba nyanyi lagu yang nggak ada hubungannya sama yang kita mainin? Bisa jadi chaos yang lucu gitu.” Sita langsung melotot, “Wah, lo pada kok jadi ide-idenya makin gila aja sih?! Gua udah siap nih buat nyanyi yang beneran, bukan kayak di latihan kemarin!” Semua pada ngakak, tapi Alira nggak bisa menahan diri untuk nggak ketawa. “Oke, kita coba yang gila-gila aja. Tapi inget, kita harus tetap fokus supaya bisa tampil keren meskipun aksi-aksi kocaknya ada.” Akhirnya, mereka mutusin buat nyusun setlist yang mencakup lagu-lagu mereka dan beberapa lagu favorit, dengan sentuhan humor dan kejutan yang bakal bikin konser ini berbeda. Semua udah ngelatih diri untuk tampil maksimal, meskipun sering bercanda. Alira udah mikir keras buat ngatur vokalnya supaya nggak kalah sama Sita yang sering banget ngerusuhin latihan dengan tingkah lucunya. Hari H akhirnya tiba. Aula sekolah udah dipenuhi teman-teman yang nungguin konser mereka dengan penasaran. Suasana penuh antusiasme, tapi juga ada yang ngerasa aneh karena ini konser dadakan yang nggak pernah dibahas sebelumnya. Beberapa teman sekelas udah duduk di kursi, sementara yang lain berdiri, ngobrol sambil nunggu band mereka tampil. "Lo yakin mereka bakal suka?" tanya Tio ke Alira sambil nyesuapin headset ke telinga. "Harusnya sih. Kalau kita serius, pasti bisa bikin mereka terkesan. Tapi kalau kita konyol banget, ya udah, nggak masalah," jawab Alira sambil cengar-cengir. Di belakang panggung, Sita udah nggak sabar banget. "Gue siap banget nih, Lan. Tapi lo semua jangan bikin gue malu, ya! Jangan sampe gue kepleset di depan temen-temen!" "Tenang, Sit. Kita kan band yang solid," jawab Raka sambil senyum santai. "Udah siap semua kan? Alat musik, suara, dan lain-lain?" Deny yang sebelumnya diam, langsung ngangguk. "Siap. Tapi inget, kalau ada yang salah, gue tetap backup!" Begitu giliran mereka tampil, Alira langsung ngomong ke mikrofon. "Oke, teman-teman! Selamat datang di konser dadakan dari band ‘Geng Seru’! Mungkin kalian nggak expect ini, tapi kita akan coba bikin kalian terhibur, meskipun aksi kita agak absurd!" Teman-teman yang duduk di depan panggung langsung ketawa, karena mereka udah tahu betapa gila dan kacau band ini. Mereka mulai mainin lagu pertama, "Gue dan Lo, Geng Seru", dengan semangat dan keceriaan. Sita, yang udah kayak artis, langsung nyanyi dengan penuh semangat, meskipun dia sempat sedikit kesulitan ngikutin ritme. Begitu mereka masuk ke bagian chorus, Tio yang udah disiapin buat nyanyi bagian kedua, malah ngelantur. "Lah, kok gue nggak inget liriknya?" katanya sambil nyengir lebar. "Oh, iya! Gue nyanyinya salah!" Semua yang ada di aula langsung ketawa, bahkan Alira sendiri sempat nggak bisa nahan ketawa. Tapi, mereka tetep lanjut main, walaupun ada beberapa kesalahan. Deny yang nggak begitu keliatan di depan, tetap jaga tempo dengan serius. Raka yang dari tadi mantengin gitarnya, tetap mainin dengan keren meskipun suasananya makin chaos. Saat mereka udah masuk ke lagu kedua, "Kebahagiaan", Sita yang biasanya pede, tiba-tiba salah lirik. "Jangan takut jadi diri siapa... eh, salah, deh!" katanya sambil ketawa, bikin semua orang makin ngakak. “Gila, Sita!” kata Tio sambil sambil nge-jam bareng. “Kita jadi band paling kocak deh!” Tapi meskipun penuh dengan kesalahan dan kekonyolan, mereka tetep bisa ngubah kekacauan itu jadi sesuatu yang menyenangkan. Semua teman-teman mereka yang ada di aula malah makin suka sama penampilan mereka. Suasana jadi lebih ringan, lebih hangat, dan penuh tawa. Mereka jadi terkenal, nggak cuma karena musik mereka, tapi juga karena kebersamaan yang mereka tunjukin di atas panggung. Setelah beberapa lagu, Alira ngambil mikrofon dan ngomong, “Ini baru awal dari Geng Seru! Kalau kalian suka, kita bakal terus tampil kayak gini. Tapi kalau kalian nggak suka, yaudah, gue sih nggak masalah!” Semua teman-teman yang hadir langsung teriak kegirangan. Mereka nggak nyangka, band yang selama ini mereka anggap cuma iseng-iseng, malah bisa bikin konser dadakan yang seru dan nggak terlupakan.Setelah konser pertama yang sukses meski penuh kekonyolan, geng ini mulai merasakan vibes yang bikin mereka makin semangat. Reaksi teman-teman mereka yang datang ke konser itu bikin mereka makin yakin bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang besar bahkan meskipun banyak yang cuma datang buat nonton temen-temen mereka berantem di atas panggung.Di sekolah, nggak ada yang bisa berhenti ngomongin tentang Geng Seru. Setiap kali mereka nongkrong bareng, pasti ada aja yang ngegosipin penampilan mereka. "Eh, lo liat nggak Sita yang sampe joget-joget kayak orang kebakaran itu?" tanya salah satu temen sekelas Alira.Tio cuma cengar-cengar, “Yang penting seru, kan?”Deny, yang biasanya lebih kalem, malah nggak tahan ngakak sambil ngedengerin cerita temennya. “Nggak ngerti lagi deh, yang kemarin itu konser atau stand-up comedy?”Alira cuman geleng-geleng kepala sambil ngeliat ke arah temen-temennya. "Lo pada kok lebih banyak ngomongin Sita ya, bukannya soal band kita?" ujar Alira.Sita, yang mema
Setelah konser kedua yang sukses besar, Geng Seru lagi santai-santai di kantin sambil ngebahas tren terbaru yang lagi viral. Tentu aja, seperti anak SMA pada umumnya, mereka nggak bisa lepas dari TikTok. Alira lagi asyik scroll feed TikTok di handphone, Sita sambil nyeruput es teh, dan Tio cuma ngeliatin mereka dengan tatapan bingung."Lo pada tau gak sih, tren TikTok yang lagi viral sekarang?" tanya Sita sambil nyengir lebar, kayaknya udah ada ide gila di kepalanya."Tren TikTok? Yang mana, Sit? Gue malah gak ngikutin," jawab Tio sambil ngelus-ngelus kepala gitar elektriknya yang udah mulai berdebu. "Yang gue tau, lo doang yang selalu ngikutin tren, dan kadang... ya gitu deh."Alira langsung nunjuk layar handphone-nya dan ngeliatin ke Tio. "Ini nih, liat! Lagi viral banget sekarang!" Alira nunjukin video TikTok yang lagi nge-hits, yaitu orang-orang yang nge-dance di lagu 'Siren Beat'. Dengan gerakan tangan yang cepet banget, terus kayaknya mereka pada lagi terbang-terbang. "Lo nggak
Setelah video TikTok mereka yang penuh kekacauan itu jadi viral, geng ini jadi pusat perhatian di sekolah. Satu per satu teman-teman mereka mulai ngeh, kalau Geng Seru bukan cuma sekedar band indie kecil-kecilan, tapi juga sumber tawa dan hiburan yang nggak ada duanya. Bahkan guru-guru yang awalnya cuma ngeliat mereka sebagai kelompok siswa biasa, mulai ikut komentar.“Eh, kalian yang di TikTok ya? Video kalian lucu banget, sih! Tapi, jangan sampai ngerepotin kelas ya!” Pak Budi, guru sejarah yang biasa pendiem, ikut nimbrung pas ngeliat mereka ngumpul di depan kelas.Sita langsung nyengir, “Siap, Pak Budi! Tapi kalau kalian mau jadi viral juga, kita bisa bantuin kok!” dia ngelirik ke teman-temannya, seolah ngajak bikin proyek TikTok bareng.Alira nggak tahan ketawa. “Gak usah deh, Pak. Mending Bapak ajarin kami sejarah, biar nanti kami bisa buat video TikTok bertema sejarah! Bisa jadi tren lho!”Temen-temen di kelas mulai pada ngakak. Bahkan Raka yang biasanya lebih serius ikut ketaw
Alira, atau yang lebih dikenal dengan sebutan si cewek barbar, melangkah dengan penuh percaya diri memasuki ruang kelas 12 IPA 2. Langkah kakinya yang cepat nggak pernah gagal untuk menarik perhatian, baik itu karena tingkahnya yang kadang aneh, ataupun karena suara musik indie yang selalu terdengar dari earphone-nya. Gue nggak tahu kenapa dia bisa jadi begitu... ya, aneh, tapi juga keren. Seperti hari-hari lainnya, Alira datang dengan outfit yang nggak pernah gagal bikin orang-orang jadi mikir dua kali. Pakaian seragam yang dia pakai selalu dipaduin dengan jaket denim, sneakers kotor, dan beanie hitam yang hampir selalu ada di kepalanya."Yo, bro!" Alira nyapa temennya yang lagi duduk di bangku paling depan, si cowok populer yang nggak pernah sepi dari penggemar. Dio, yang lagi nulis sesuatu di buku catatannya, cuma nyengir sambil angkat tangan ke arah Alira. "Eh, Lo datang juga akhirnya," katanya, suara santai khas cowok keren yang biasa dikelilingin cewek-cewek.Alira melangkah cep
Pagi itu, kelas Kimia terasa lebih ringan. Meskipun pelajaran itu nggak jauh dari rumus dan reaksi kimia yang bikin kepala pening, Alira merasa nyaman duduk di sebelah Raka. Mereka saling berbisik, kadang ketawa, dan sering kali ngelantur tentang musik, band, atau bahkan pengalaman konyol mereka yang nggak ada hubungannya sama pelajaran.Tapi, masalahnya adalah... meskipun suasana kelas jadi lebih hidup dengan adanya Raka, ada perasaan canggung yang mulai tumbuh di hati Alira. Sebelum Raka datang, dia selalu jadi yang paling berisik dan paling gampang didekati temen-temennya, termasuk Tio dan Sita. Tapi sekarang, dia ngerasa seolah-olah jadi lebih diam dan agak kikuk. Mungkin dia terlalu fokus sama Raka, atau mungkin karena temen-temen di sekelilingnya yang nggak berhenti ngegodain.Setelah kelas selesai, Raka ngajak Alira untuk ngobrol lagi di luar kelas. “Lo ikut nongkrong bareng gue dan anak-anak nggak?” tanya Raka, sambil melirik ke arah Sita dan Tio yang lagi duduk di kantin.Ali
Setelah latihan pertama yang seru bareng Raka, Alira mulai ngerasa kalau band ini bener-bener punya potensi. Meskipun masih banyak yang harus diperbaiki, tapi ada chemistry yang enak antara mereka. Setidaknya, nggak ada yang merasa aneh atau canggung selama latihan. Dan meskipun Alira ngeliat kalau Raka kadang kelakuannya agak konyol, dia mulai menikmati cara Raka yang santai dan nggak terlalu serius.“Gue rasa kita butuh drummer yang lebih jago, deh,” kata Alira setelah latihan selesai, sambil ngelap keringat di dahinya. “Lo main gitar udah oke banget, Raka. Tapi kalo drummernya nggak keren, rasanya kurang pas, deh.”Raka mengangguk sambil tersenyum lebar. “Iya, sih. Tapi lo tau kan, drummer itu nggak gampang dicari. Biasanya mereka juga harus bisa nge-blend sama musik kita, nggak cuma asal beat doang.”Tiba-tiba, Tio dan Sita datang ke ruangan latihan, sambil ketawa ngakak kayak orang nggak ada kerjaan. “Ada apa nih, kenapa lo pada serius banget? Udah siap konser, nih?” Tio nyeletuk
Hari-hari mereka jadi penuh dengan latihan, diskusi soal lagu, dan beberapa kali ngumpul di rumah Alira buat latihan. Setiap kali latihan, suasana makin seru, meskipun kadang-kadang ada aja tingkah konyol dari Tio atau Sita yang bikin semua orang ngakak.Suatu hari, saat mereka lagi latihan di rumah Alira, Sita tiba-tiba ngeluarin ide absurd.“Gue punya ide gila, nih,” katanya sambil duduk di lantai, ngebetulin strum gitar. “Gimana kalau kita ngadain konser kecil di sekolah? Tapi jangan yang biasa-biasa aja, kita bikin sesuatu yang beda.”“Apaan yang beda?” tanya Tio dengan penasaran.Sita langsung ngeliatin mereka satu per satu, “Gue pikir kita harus bikin konsep band yang unik, gitu. Misalnya, semua pemain band harus pakai kostum aneh. Gue bawa kostum unicorn, deh!” Sita langsung ketawa ngakak, seolah dia udah ngebayangin dirinya di atas panggung pakai kostum unicorn.Alira yang dari tadi diem langsung angkat tangan. “Sita, jangan bercanda deh. Kalau lo bawa kostum unicorn, gue cabu
Setelah Deny akhirnya setuju gabung sebagai drummer, latihan mereka jadi lebih intens. Alira, Raka, Tio, Sita, dan Deny mulai merasa band mereka mulai punya bentuk. Meskipun sering bercanda, mereka serius latihan untuk tampil di depan teman-teman sekolah. Mereka mulai nyiapin lagu-lagu untuk latihan dan konser kecil yang mereka rencanain. Hari itu, mereka latihan di ruang band, ngerjain beberapa lagu dan latihan vokal bareng.“Gue udah bosen latihan doang, nih! Gimana kalau kita coba nyanyi bareng? Sekalian tes vibe band kita,” Tio yang biasanya sok serius, kali ini ngomong dengan nada gila. “Gue udah nggak sabar buat ngeliat reaksi orang-orang pas kita tampil.”“Gue setuju, lo! Gue pengen banget ngeliat band kita bikin orang-orang goyang!” Sita langsung semangat. “Lo tau kan kalau kita bisa mainin lagu indie yang asyik, pasti bisa bikin sekolah heboh!”Alira tersenyum, lalu ambil mic dari meja. “Oke, kita mulai latihan serius. Gue pilih lagu yang udah jadi favorit kita semua, ya. ‘La
Setelah video TikTok mereka yang penuh kekacauan itu jadi viral, geng ini jadi pusat perhatian di sekolah. Satu per satu teman-teman mereka mulai ngeh, kalau Geng Seru bukan cuma sekedar band indie kecil-kecilan, tapi juga sumber tawa dan hiburan yang nggak ada duanya. Bahkan guru-guru yang awalnya cuma ngeliat mereka sebagai kelompok siswa biasa, mulai ikut komentar.“Eh, kalian yang di TikTok ya? Video kalian lucu banget, sih! Tapi, jangan sampai ngerepotin kelas ya!” Pak Budi, guru sejarah yang biasa pendiem, ikut nimbrung pas ngeliat mereka ngumpul di depan kelas.Sita langsung nyengir, “Siap, Pak Budi! Tapi kalau kalian mau jadi viral juga, kita bisa bantuin kok!” dia ngelirik ke teman-temannya, seolah ngajak bikin proyek TikTok bareng.Alira nggak tahan ketawa. “Gak usah deh, Pak. Mending Bapak ajarin kami sejarah, biar nanti kami bisa buat video TikTok bertema sejarah! Bisa jadi tren lho!”Temen-temen di kelas mulai pada ngakak. Bahkan Raka yang biasanya lebih serius ikut ketaw
Setelah konser kedua yang sukses besar, Geng Seru lagi santai-santai di kantin sambil ngebahas tren terbaru yang lagi viral. Tentu aja, seperti anak SMA pada umumnya, mereka nggak bisa lepas dari TikTok. Alira lagi asyik scroll feed TikTok di handphone, Sita sambil nyeruput es teh, dan Tio cuma ngeliatin mereka dengan tatapan bingung."Lo pada tau gak sih, tren TikTok yang lagi viral sekarang?" tanya Sita sambil nyengir lebar, kayaknya udah ada ide gila di kepalanya."Tren TikTok? Yang mana, Sit? Gue malah gak ngikutin," jawab Tio sambil ngelus-ngelus kepala gitar elektriknya yang udah mulai berdebu. "Yang gue tau, lo doang yang selalu ngikutin tren, dan kadang... ya gitu deh."Alira langsung nunjuk layar handphone-nya dan ngeliatin ke Tio. "Ini nih, liat! Lagi viral banget sekarang!" Alira nunjukin video TikTok yang lagi nge-hits, yaitu orang-orang yang nge-dance di lagu 'Siren Beat'. Dengan gerakan tangan yang cepet banget, terus kayaknya mereka pada lagi terbang-terbang. "Lo nggak
Setelah konser pertama yang sukses meski penuh kekonyolan, geng ini mulai merasakan vibes yang bikin mereka makin semangat. Reaksi teman-teman mereka yang datang ke konser itu bikin mereka makin yakin bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang besar bahkan meskipun banyak yang cuma datang buat nonton temen-temen mereka berantem di atas panggung.Di sekolah, nggak ada yang bisa berhenti ngomongin tentang Geng Seru. Setiap kali mereka nongkrong bareng, pasti ada aja yang ngegosipin penampilan mereka. "Eh, lo liat nggak Sita yang sampe joget-joget kayak orang kebakaran itu?" tanya salah satu temen sekelas Alira.Tio cuma cengar-cengar, “Yang penting seru, kan?”Deny, yang biasanya lebih kalem, malah nggak tahan ngakak sambil ngedengerin cerita temennya. “Nggak ngerti lagi deh, yang kemarin itu konser atau stand-up comedy?”Alira cuman geleng-geleng kepala sambil ngeliat ke arah temen-temennya. "Lo pada kok lebih banyak ngomongin Sita ya, bukannya soal band kita?" ujar Alira.Sita, yang mema
Sehari setelah latihan seru itu, Alira, Sita, Tio, Raka, dan Deny udah mulai sibuk persiapin semuanya. Walaupun mereka nggak punya banyak waktu, semangat mereka tetap membara buat ngebuat konser dadakan yang udah direncanain di sekolah. Alira udah ngontak panitia OSIS supaya bisa ngadain acara spontan di aula sekolah, dan Sita udah mulai mikirin konsep gila-gilaan buat bikin penampilan mereka beda dari yang lain.“Jadi, kita bakal main di aula depan temen-temen kita, kan?” kata Sita dengan ekspresi serius yang langka. “Gue sih pengennya bikin konser yang bikin orang ketawa, bukan cuma karena lagunya tapi juga karena aksi-aksi kocak kita.”“Gue setuju, Sit. Tapi jangan sampe kita jadi bahan olokan, ya,” kata Alira dengan cemas, meskipun di dalam hati dia udah nggak sabar banget.Raka yang lebih kalem, malah bilang, “Gimana kalau kita bawa elemen kejutan? Kayak, tiba-tiba kita main lagu yang nggak mereka duga.”Tio yang dari tadi diam, tiba-tiba ngeluarin ide brilian, “Gimana kalau di t
Setelah nyanyi lagu kedua, mereka langsung ngobrol-ngobrol lagi. Tio mulai memberikan ide-ide gila, “Gue rasa kita harus coba bikin lagu sendiri, deh. Biar band kita bener-bener beda.”Alira mengangguk setuju. “Iya, sih. Gue juga mikir kayak gitu. Kalau kita bisa bikin lagu sendiri, itu bakal jadi nilai tambah buat kita.”Sita, dengan ekspresi serius yang langka, langsung nyaut. “Gue sih siap bikin lirik, asal lo semua bisa kasih ide yang unik. Gue nggak mau lagu kita jadi klise.”Raka yang biasanya lebih banyak diem, tiba-tiba ngomong, “Kita bisa mulai dari pengalaman kita, deh. Kadang-kadang cerita tentang persahabatan atau cinta yang nggak terbalas bisa jadi inspirasi.”Tio langsung ngangguk. “Gue setuju! Kita buat lagu tentang kehidupan kita aja. Pasti banyak yang relate.”Deny yang biasanya nggak ngomong banyak, kali ini ikut nyumbang ide. “Kalau lo pada udah nemu ide, gue siap bantu di bagian drum. Gue sih lebih suka kalau lagunya cepat, biar orang-orang nggak bosen.”Mereka mul
Setelah Deny akhirnya setuju gabung sebagai drummer, latihan mereka jadi lebih intens. Alira, Raka, Tio, Sita, dan Deny mulai merasa band mereka mulai punya bentuk. Meskipun sering bercanda, mereka serius latihan untuk tampil di depan teman-teman sekolah. Mereka mulai nyiapin lagu-lagu untuk latihan dan konser kecil yang mereka rencanain. Hari itu, mereka latihan di ruang band, ngerjain beberapa lagu dan latihan vokal bareng.“Gue udah bosen latihan doang, nih! Gimana kalau kita coba nyanyi bareng? Sekalian tes vibe band kita,” Tio yang biasanya sok serius, kali ini ngomong dengan nada gila. “Gue udah nggak sabar buat ngeliat reaksi orang-orang pas kita tampil.”“Gue setuju, lo! Gue pengen banget ngeliat band kita bikin orang-orang goyang!” Sita langsung semangat. “Lo tau kan kalau kita bisa mainin lagu indie yang asyik, pasti bisa bikin sekolah heboh!”Alira tersenyum, lalu ambil mic dari meja. “Oke, kita mulai latihan serius. Gue pilih lagu yang udah jadi favorit kita semua, ya. ‘La
Hari-hari mereka jadi penuh dengan latihan, diskusi soal lagu, dan beberapa kali ngumpul di rumah Alira buat latihan. Setiap kali latihan, suasana makin seru, meskipun kadang-kadang ada aja tingkah konyol dari Tio atau Sita yang bikin semua orang ngakak.Suatu hari, saat mereka lagi latihan di rumah Alira, Sita tiba-tiba ngeluarin ide absurd.“Gue punya ide gila, nih,” katanya sambil duduk di lantai, ngebetulin strum gitar. “Gimana kalau kita ngadain konser kecil di sekolah? Tapi jangan yang biasa-biasa aja, kita bikin sesuatu yang beda.”“Apaan yang beda?” tanya Tio dengan penasaran.Sita langsung ngeliatin mereka satu per satu, “Gue pikir kita harus bikin konsep band yang unik, gitu. Misalnya, semua pemain band harus pakai kostum aneh. Gue bawa kostum unicorn, deh!” Sita langsung ketawa ngakak, seolah dia udah ngebayangin dirinya di atas panggung pakai kostum unicorn.Alira yang dari tadi diem langsung angkat tangan. “Sita, jangan bercanda deh. Kalau lo bawa kostum unicorn, gue cabu
Setelah latihan pertama yang seru bareng Raka, Alira mulai ngerasa kalau band ini bener-bener punya potensi. Meskipun masih banyak yang harus diperbaiki, tapi ada chemistry yang enak antara mereka. Setidaknya, nggak ada yang merasa aneh atau canggung selama latihan. Dan meskipun Alira ngeliat kalau Raka kadang kelakuannya agak konyol, dia mulai menikmati cara Raka yang santai dan nggak terlalu serius.“Gue rasa kita butuh drummer yang lebih jago, deh,” kata Alira setelah latihan selesai, sambil ngelap keringat di dahinya. “Lo main gitar udah oke banget, Raka. Tapi kalo drummernya nggak keren, rasanya kurang pas, deh.”Raka mengangguk sambil tersenyum lebar. “Iya, sih. Tapi lo tau kan, drummer itu nggak gampang dicari. Biasanya mereka juga harus bisa nge-blend sama musik kita, nggak cuma asal beat doang.”Tiba-tiba, Tio dan Sita datang ke ruangan latihan, sambil ketawa ngakak kayak orang nggak ada kerjaan. “Ada apa nih, kenapa lo pada serius banget? Udah siap konser, nih?” Tio nyeletuk
Pagi itu, kelas Kimia terasa lebih ringan. Meskipun pelajaran itu nggak jauh dari rumus dan reaksi kimia yang bikin kepala pening, Alira merasa nyaman duduk di sebelah Raka. Mereka saling berbisik, kadang ketawa, dan sering kali ngelantur tentang musik, band, atau bahkan pengalaman konyol mereka yang nggak ada hubungannya sama pelajaran.Tapi, masalahnya adalah... meskipun suasana kelas jadi lebih hidup dengan adanya Raka, ada perasaan canggung yang mulai tumbuh di hati Alira. Sebelum Raka datang, dia selalu jadi yang paling berisik dan paling gampang didekati temen-temennya, termasuk Tio dan Sita. Tapi sekarang, dia ngerasa seolah-olah jadi lebih diam dan agak kikuk. Mungkin dia terlalu fokus sama Raka, atau mungkin karena temen-temen di sekelilingnya yang nggak berhenti ngegodain.Setelah kelas selesai, Raka ngajak Alira untuk ngobrol lagi di luar kelas. “Lo ikut nongkrong bareng gue dan anak-anak nggak?” tanya Raka, sambil melirik ke arah Sita dan Tio yang lagi duduk di kantin.Ali