“Untuk apa?” Tanya Bu Dinar yang memotong ucapan Fitri.
“Bu... Kenapa enggak ketuk pintu dulu kalau mau masuk ke kamar Angga.” Ucap Angga yang kesal karena Bu Dinar sudah masuk tanpa mengetuk pintu.Wanita yang sekitaran umur 50 tahunan itu tidak terima dengan ucapan Angga.“Terserah Ibu dong! rumah-rumah Ibu, Jadi Ibu bebas keluar masuk kapan saja yang Ibu mau.” Ketus Bu Dinar.“Iya, mungkin dulu Ibu masih bebas keluar masuk. Tapi sekarang sudah beda Bu, Angga sudah punya istri.” Tegas Angga yang berusaha untuk menjelaskan kepada ibunya, bahwa sekarang ini ia sudah memiliki keluarga kecil dan memiliki privasi sendiri.“Lalu, kenapa kalau kamu sudah punya istri? Ibu tidak berhak untuk menemui anak Ibu sendiri, gitu!” ucap Bu Dinar, sedangkan Fitri ia hanya diam mematung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Dan kamu,” tunjuk Bu Dinar dengan tatapan tidak suka, “sudah bicara apa kamu sama anak saya? sehingga dia berani melarang ibunya untuk menemuinya.” Sambungnya dengan menuduh Fitri yang sudah menghasut Angga.“A—aku tidak bicara apa-apa, Bu.” Jawab Fitri yang merunduk.“Halah... Gak usah bohong kamu! pasti kamu sudah bilang macam-macam dan memfitnah Ibu kan, dasar wanita m4ndul!” hardik Bu Dinar.Perempuan mana yang tidak sakit hati saat di cemooh oleh ibu mertuanya sendiri.Memang dari sejak awal saat Angga meminta untuk menikahi Fitri, Bu Dinar tidak merestui hubungan mereka berdua, hanya karena Fitri berasal dari kampung dan tidak memiliki kekayaan seperti mereka. Di tambah lagi, sekarang ini Fitri belum kunjung hamil.“Sudah cukup, Bu! Ibu tidak usah mem4k1 istriku dengan sebutan m4ndul.” Timpal Angga yang mulai terpancing emosi.Melihat suaminya yang mulai terpancing emosi, Fitri hanya bisa menenangkan dengan cara menggenggam erat tangan suaminya.“Sudah, Mas.”“Lihat! Semenjak Angga menikah denganmu, anak saya berubah menjadi pembangkang seperti ini!” tuduh Bu Dinar yang memandang penuh dengan kebencian, “lagian apa sih spesialnya perempuan ini! Sehingga kamu lebih memilih dia di banding dengan Tantri.” Tambahnya dengan berjalan memutari Fitri dan melihatnya dari atas sampai bawah.Untuk yang ke sekian kalinya, ia di bandingkan dengan mantan kekasih Angga yang mempunyai kekayaan yang sama dengan mereka. Beda jauh dengan Fitri yang hanya hidup dengan serba kekurangan.“Cukup, Bu. Cukup! Jangan pernah sebut nama wanita itu lagi di depanku apalagi di depan istriku, Bu.”“Kenapa tidak boleh? Bukannya dulu kalian saling mencintai? Dan gara-gara kamu Fitri anak saya menolak perjodohannya dengan Tantri!” sudah puas dengan penghinaan yang di lontarkannya, Bu Dinar pun pergi dari kamar Angga dan juga Fitri.Brak!“Astagfirullah,” ucap Angga yang mendengar sang Ibu menutup pintu dengan sekuat tenaganya.Pria tampan itu menatap wajah istrinya yang sudah basah dengan air mata.“Besok kita pindah ya, Sayang.” Ujar Angga.Hangat dan nyaman ketika Angga memeluk tubuh wanita yang baru dua tahun melengkapi hidupnya, ia semakin terisak di dalam pelukan itu.“Maafkan aku, Mas. Gara-gara berhutang budi ke Bapak, kamu batal menikah dengan Mbak Tantri.” Ungkap Fitri yang semakin tersedu.“Kenapa harus meminta maaf? Tidak ada yang salah di antara kita. Memang benar kita menikah karena aku yang berhutang nyawa ke Bapak kamu. Tapi... Aku tidak sama sekali menyesali itu, justru aku sudah merasa menjadi lelaki yang paling beruntung, sudah memiliki istri yang cantik luar dalam seperti kamu.” Imbuh Angga yang mencium pucuk kepala Fitri.Memang benar Angga menikahi Fitri karena mempunyai hutang nyawa kepada Pak Bimo, Pak Bimo sudah menyelamatkan Angga yang mengalami kecelakaan pada malam hari. Di tempat itu tidak ada orang yang berlalu lalang untuk menolong Angga yang dalam keadaan kritis, dan kebetulan ayah dari Fitri itu baru saja pulang dari bekerja dan melewati tempat Angga kecelakaan.“Aku hanya wanita yang tidak mempunyai apa pun, Mas. Berbeda dengan Mbak Tantri yang...”“Ssst... Enggak boleh berbicara seperti itu ya, Sayang. Memiliki kamu saja sudah lebih dari cukup,” ujar Angga, “sudah ya, jangan nangis. Daripada nangis mending kita buat dede bayi saja, bagaimana?” tambahnya.Wanita cantik itu tersipu malu, ia tau jika sekarang ini suaminya sedang merasakan rindu berat. Karena sudah lima bulan tidak bertemu alias LDR.“Aku malu, Mas.” Ungkap Fitri yang menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Angga.**Di lain ruangan, Bu Dinar dan Kiran sedang merasakan amarah yang sangat membuncah. Mereka kira jika Fitri itu sudah mengadu kepada anaknya, padahal Fitri tidak sama sekali berbicara apa pun tentang mereka.“Arrgh... Kurang ajar! berani-beraninya si benalu itu sudah mengatakan yang sebenarnya.” Teriak Bu Dinar.“Ibu serius dia sudah mengadu ke Mas Angga?” tanya Kiran yang memastikan.“Iya, buktinya pas Ibu masuk ke dalam kamar mereka, Kakak kamu Marah tidak terima.” Jelas Bu Dinar dengan nafas yang memburu.“Astaga Ibu... Jelas saja Mas Angga marah, orang Ibu main nyelonong saja tanpa mengetuk pintu,” sahut Kiran yang menertawai sikap ibunya.“Loh, salahnya di mana?” Kiran menghampiri sang ibu dan mengajaknya untuk duduk di kasur agar menjadi lebih rileks.“Bu, Kiran jelasin ya? Begini Bu, kan Mas Angga baru pulang dari luar kota, kemungkinan dia kangen dong sama istrinya yang jelek itu. Nah mungkin saja mereka lagi bikin dedek bayi, terus dengan tiba-tiba Ibu datang dan mengacaukan semuanya, gitu Bu hahah.” Jelas Kiran panjang lebar.Mendengar penjelasan dari putrinya, Bu Dinar malah ketawa keras karena ia sudah berhasil menggagalkan mereka yang akan ibadah indahnya.“Ibu tidak mau mempunyai cucu dari wanita dekil itu, Ibu hanya mau cucu dari Nak Tantri.”Setelah itu, tiba-tiba saja muncul ide jahat yang terlintas di kepala Karin untuk di lakukan kepada sang menantu.“Bu, Kiran punya ide.” Usulnya dan membisikkan sesuatu di telinga Bu Dinar.“Bu, Kiran punya ide.” Usulnya dan membisikkan sesuatu di telinga Bu Dinar.**Pukul 05.00 pagi, Wanita yang memiliki wajah sayu itu sudah terbangun lebih dulu, ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Fitri langsung membangunkan suaminya, karena mereka akan bersiap-siap untuk pindah saja.“Mas, bangun kita sholat subuh.” Ucap Fitri sambil mengusap pipi suaminya dengan lembut.Angga langsung menggeliat, setelah mendapatkan sentuhan dari tangan dingin Fitri yang baru saja selesai mandi.“Jam berapa, Sayang?” tanya Angga sembari mengucek matanya.“Sudah jam 05:00, Mas. Ayo bangun, nanti kita kesiangan loh sholatnya.” Jawab Fitri yang hendak mengeringkan rambut dengan hairdrayr.“Ya sudah, Mas mandi dulu ya?” pamit Angga yang terbangun dari tempat tidurnya.10 menit kemudian, Angga sudah selesai membersihkan dirinya. Pria tampan itu menatap bingung ke arah istrinya yang masih berkutat dengan alat pengering rambut.“Ad
“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut.“Bu, apa yang telah terjadi?” Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam.“Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi.“Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan.Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Auh!” pekik Kiran.Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah.“Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema.Angga
“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.**Setelah berada di dalam ruangan, terlihat Kiran yang tengah tertidur lelap. Bu Dinar yang melihat putrinya terbaring lemah di atas brankar menjadi merasa bersalah.“Kiran, Sayang. Bangun Nak!” Ucap Bu Dinar, “Kiran jangan tinggalin Ibu.” Sambungnya dengan berlinang air mata.“Bu, biarkan Kiran istirahat dulu. Lebih baik kita keluar dulu yuk! Nanti kalau sudah siuman baru kita ke sini lagi.” Usul Fitri.“Diam kamu! Siapa kamu yang berani menyuruh-nyuruh saya!” Bentak Bu Dinar.Wanita cantik itu terkejut, niat baiknya malah di salah artikan oleh Bu Dinar. Fitri berucap begitu bukan tanpa alasan, wanita cantik itu hanya tidak mau mengganggu Kiran dengan suara keras dari Ibu mertuanya, karena kondisi Kiran belum sadarkan diri.“Bu, yang di ucapkan oleh Fitri itu ada benarnya juga loh. Kasihan Kiran dia butuh istirahat.” Jawab Angga yang membela istrinya.“Angga! Apa kamu tidak bosan membela istrimu yang tidak berguna itu, jangan terus m
“Sayang, maafin Mas ya? Gara-gara Mas, kamu jadi sakit. Ini makan dulu buburnya.” ujar Mas Angga yang terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya.Fitri begitu sangat beruntung, telah menjadi bagian hidup dari Angga namun, keberuntungannya itu pupus setelah mendapatkan mertua dan adik ipar yang sangat jahat.“Gapapa Mas, kepalaku cuma sedikit pusing saja. Oh ya, Mas kok, tau aku ada di sini?” tanya Fitri yang melihat ke arah wajah suaminya.“Awalnya Mas tidak tau, Mas mencari kamu ke mana-mana tapi enggak ketemu juga, terus ada Dokter Fauzan yang memberi tahu Mas, kalau kamu itu pingsan di depan ruang IGD, ya udah deh Mas langsung ke sini.” jelas Angga sambil membuka kantong plastik yang berisi bubur.Mendengar penjelasan dari suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Dokter Fauzan.“Apa benar ia sudah membatalkan perjodohan itu? dan dia berani menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku.” batin Fitri yang bertanya-tanya tentang kebenaran itu.“Hey! Kok malah bengong, masih pusing?
“Tapi dulu kita saling menci—““Hentikan omong kosongmu itu!” potong Angga dengan cepat. Fitri hanya terdiam menyaksikan suaminya yang berdebat dengan wanita yang tidak ia kenal. Ingin rasanya ia bertanya kalau wanita itu siapa? Namun ia urungkan.Ia tau jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, melihat rahang suaminya yang mengeras dengan sigap Fitri menggenggam tangan suaminya dan mengusapnya dengan lembut, guna untuk meredam emosi yang tengah membuncah.“Istigfar, Mas.” ujar Fitri Setelah mendengar perintah dari istrinya, Angga pun langsung mengusap wajahnya dan mengucapkan istigfar.Pria itu menatap Fitri dengan lembut, ia merasa beruntung karena sudah memilih istri yang tepat. Menurutnya, Fitri itu seperti laksana air yang mampu memadamkan api yang tengah berkobar. Seperti halnya sekarang ini, ia mampu meredam emosi suaminya yang tengah meletup-letup dengan sentuhan lembut tangannya, dan tidak lupa ia s’lalu mengingatkan Angga untuk mengucap istighfar ketika ia seda
Melihat laki-laki yang ia suka membuang muka, wanita itu malah mencium Angga di depan istrinya tanpa ada rasa malu dan... Plak!! Tanpa adanya aba-aba, wanita cantik itu di tampar oleh Fitri dengan sangat keras. Semua orang yang ada di dalam ruangan sontak terkejut, terutama Bu Dinar dan Kiran, ia tidak menyangka jika menantu yang terkenal pendiam dan teraniaya itu dapat melayangkan tamparan yang lebih keras.“Mungkin selama ini aku selalu diam, tapi bukan karena aku lemah! Aku hanya menghargaimu, Bu! Karena Ibu adalah ibunya Mas Angga, suamiku!” ucapnya dengan tegas, “aku selalu diam, ketika aku di siksa dan di dorong. Apa kalian merasa kasihan denganku? Tidak! Kalian malah senang menyaksikan hidupku yang menderita ini!” sambungnya dengan berurai air mata.Kali ini Fitri benar-benar mengeluarkan isi hatinya yang sudah tidak kuat dengan semua perlakuan Bu Dinar dan adik iparnya, sampai-sampai Angga pun ikut tercengang sekaligus tidak menyangka, akhirnya Fitri bisa berbuat tegas dan
Saat Angga dan Fitri hendak pergi, tiba-tiba handphone yang ada di saku celana Angga itu berdering. Ia mengambil ponsel tersebut dan ketika ia melihat nama yang tertera di layar ponsel itu tiba-tiba wajah pria tampan itu berubah menjadi pias.“Mas kenapa teleponnya enggak di angkat?” tanya Fitri yang melihat Angga sedikit heran.Pria berkulit bersih itu langsung mematikan panggilannya, ia menatap Fitri dengan sedikit gugup. “Emm... Mas juga enggak tau, Sayang. Mungkin ini kerjaan orang iseng,” jawab Angga, namun sesaat kemudian, ponsel tersebut kembali berdering.Fitri yang melihat gelagat suaminya yang aneh menjadi sebuah tanda tanya, biasanya jika ada yang memanggil Angga langsung mengangkat panggilan itu. Akan tetapi, kali ini terlihat agak sedikit berbeda.Pria tampan itu nampak terlihat sedang menyembunyikan sesuatu, seperti sesuatu yang tidak boleh di ketahui oleh istrinya.“Mas, angkat dulu siapa tau itu penting.” ujar Fitri.“Ah, enggak perlu di angkat lah. Lagian enggak pent
“Mas apa kamu sengaja memberikan nomor ponselmu kepada Tantri?”Seketika raut wajah Angga berubah menjadi pias, ada kilat ketakutan yang Fitri tangkap di wajah tampan suaminya.“Ti—tidak, mana mungkin Mas kasih nomor baru ini kepada Tantri.” jawabnya yang terlihat gugup.“Terus... Dia tau dari mana soal nomor baru kamu?”“Maksud kamu apa? Kamu nuduh Mas!” ujarnya kesal dengan suara yang sedikit meninggi.Fitri terkejut, untuk pertama kalinya ia mendengar suami yang sikapnya lemah lembut kini berubah menjadi sensitif. Wanita cantik itu bingung padahal dia tidak menuduh suaminya yang bukan-bukan, ia hanya bertanya saja tanpa ada maksud apa-apa.“Ya sudah, aku mau ke Rumah Sakit. Kalau kamu mau ikut ayo,” ujar Angga seraya menggenggam tangan istrinya.Dengan perlahan wanita yang memiliki iris mata coklat itu melepaskan genggaman tangan suaminya.Pria tampan itu pun menarik nafas, ia merasa bersalah sudah berbicara dengan nada tinggi kepada istrinya.Pria itu pun membalikkan badannya men