Kirana!” ucap seseorang dengan suara baritonnya.
Kirana yang mengenali suara itu langsung menengok dan terkejut, ia melepaskan tangannya yang menjambak rambut Fitri.“Ma-mas Angga.” Ucap Kiran yang tergagap dan juga ketakutan.Angga berjalan cepat menghampiri Fitri yang sedang terduduk karena di hempaskan oleh Kiran.“Jadi seperti ini sikapmu yang sebenarnya terhadap kakak iparmu, Kiran!” Suara Angga menggelegar mengisi seluruh ruangan.Ada kilatan amarah yang terpancar di wajah tampannya, rahangnya yang mengeras dan lengannya terkepal kuat.Fitri yang mengetahui jika sang suami sedang berada di puncak emosinya, ia berusaha untuk mengalahkan perhatiannya, agar sang suami bisa tersadar dan tidak hilang kendali.“Ma—mas, kamu pasti capek kan? Kita ke kamar yuk, kita istirahat atau... Mas mau aku buatkan kopi?” bujuk Fitri yang berusaha untuk menghalau Angga.“Diam, Fit!” sentak Angga yang membuat Fitri terlonjak, “ Kiran, jawab pertanyaan, Mas!” tambahnya.“Ma—mas, aku bisa jelasin. Semuanya tidak seperti apa yang Mas kira.” Kilah Kiran yang ketakutan melihat amarah sang Kakak.“Tolong kamu jelaskan sekarang juga!” titah Angga yang terlihat nafasnya naik turun.“A—aku... ya, aku tadi itu sedang latihan drama yang di buat sama Dosenku, Kak.” Bohong Kiran.Mendengar penjelasan dari sang adik yang terdengar ambigu, pria yang menikahi Fitri dua tahun yang lalu itu langsung melirik ke arah sang istri.Sadar dengan tatapan pria yang ia cintai sedang mengintimidasi, Fitri langsung menerbitkan senyum manisnya, berusaha untuk terlihat baik-baik saja.“Jika hanya untuk mempraktikkan sebuah drama yang kamu sebutkan tadi, kenapa mata kakakmu itu terlihat sembab?” ujar Angga yang kini mengusap air mata yang menetes di pipi.“emm... itu...”“Itu karena aku terlalu menghayatinya, Mas.” Potong Fitri.Bukannya jujur, Fitri malah berbohong agar Kiran tidak mendapatkan amukan dari kakaknya.Bukannya tidak mau mengadukan hal yang sebenarnya namun, Fitri tahu akan konsekuensinya ketika ia berkata jujur.“Tuh, kan, Mas. Apa aku bilang, kalau kita ini sedang latihan drama.” Tambah Kiran.“Tapi...”Ucapan Angga terpotong karena Fitri menarik lengannya untuk naik ke atas.“ayok, Mas. Kita istirahat, kamu pasti capek kan habis perjalanan jauh.” Ajak Fitri.Merasa ada kesempatan untuk pergi, Kiran pun berjalan cepat dan masuk ke dalam kamarnya.Sementara Fitri, ia terus menarik lengan suaminya yang kokoh itu.Setelah sampai di kamar, wanita yang memiliki kulit kuning Langsat itu heran. Kenapa suaminya pulang malam ini, padahal ia mengatakan bahwa penerbangannya besok pagi.“Mas, kenapa kamu bisa pulang malam ini? Kan kamu bilang bahwa penerbangannya besok pagi?” tanya Fitri yang penasaran.“Aku Rindu sama kamu.” Jawabnya.Terlihat ada semburat warna merah di ke dua pipinya, wanita cantik itu tersipu malu di hadapan sang suami yang tiba-tiba menggoda dirinya.“Maafkan, Mas. Ya?” ujar Angga yang menatap wajah sayu itu.“Mas kenapa meminta maaf?”Bukannya menjawab, Angga malah memilih untuk memeluk tubuh kurus istrinya. Ia terisak, rupanya ia menemukan kebohongan yang terpancar dari raut wajah Fitri dan dari sorot mata itu menunjukkan jika istrinya sedang tidak baik-baik saja.“Mas tau semuanya, Fit. Mas tau,” ujar Angga, “Mas tau, jika Ibu dan Karin sudah berani kasar sama kamu kan?” tambahnya.Deg!Wanita cantik itu terkejut, ia bertanya-tanya kepada dirinya sendiri tentang dari mana suaminya tau jika ibunya sering memerintah walaupun sedang sakit.“Jawab Mas, Fit!”“Mas tau dari mana, jika Ibu dan Karin sudah berbuat kasar sama aku?” tanya Fitri yang penasaran.Angga merogoh ponsel yang ada di sakunya untuk menunjukkan bukti kekerasan yang Fitri alami dari ibu mertuanya dan adik iparnya sendiri.Rupanya Angga memasang CCTV tanpa sepengetahuan semua orang, di situ terlihat Fitri yang sedang di siksa oleh mama mertuanya dan adik iparnya.“Kenapa kamu tidak pernah mengadukan semua ini kepada Mas, Sayang. Kenapa?” tanya Angga, “dan kamu malah menutup kelakuan mereka.” Tambahnya.Bulir bening yang berada di ke dua matanya kini lolos begitu saja, bukan maksud hati untuk menutupi semua kelakuan mereka namun, Fitri s’lalu mendapatkan ancaman dari sang mertua jika dia berusaha untuk mengadukan perbuatannya kepada Angga.“Aku minta maaf, Mas.” Hanya itu yang bisa ia katakan.Tidak tahan dengan kesakitan yang istrinya rasakan, pria tampan itu langsung membawa Fitri ke dalam pelukannya dan mereka berdua pun larut dalam tangisnya. Fitri menangis karena senang kalau akhirnya sang suami bisa tau dengan sendirinya, berbeda dengan Angga, ia menangis karena sudah merasa gagal menjadi pelindung untuk istri tercinta.Setelah ke duanya puas menyalurkan kesedihannya dalam tangisan, kini mereka mencoba untuk mencari solusi supaya bisa keluar dari rumah yang seperti neraka.“Mas, apa aku boleh minta satu permintaan sama kamu?” ujar Fitri yang mulai mencairkan suasana.“Apa, Sayang. Dengan senang hati Mas akan menuruti permintaan kamu itu, asalkan kamu bahagia.” Jawab Angga yang tersenyum manis.“Apa lebih baik kita pindah saja dari sini, gak apa-apa jika kita harus mengontrak Mas,” usul Fitri.Tanpa pikir panjang Angga langsung mengiyakan ajakan istrinya untuk pindah dari rumah ini, ia s’lalu menuruti keinginan istrinya jika itu bisa membuatnya bahagia, kenapa tidak?“Beneran kamu mau, Mas?” tanya Fitri yang merasa bahagia, namun seketika kebahagiaan yang ia pancarkan tiba-tiba berubah menjadi sendu ketika mengingat sesuatu.Angga yang melihat perubahan pada diri istrinya itu langsung bertanya.“Kamu kenapa, Sayang? Kok, berubah jadi sedih lagi, hm?”Rupanya wanita yang memiliki iris mata coklat itu takut, jika permintaannya akan di tolak mentah-mentah sama ibu mertuanya yang tidak mengizinkan untuk pindah.Setiap kali Fitri meminta izin untuk pindah, Bu Dinar pasti menolak dan beralasan jika ia sudah tua dan tidak ada yang akan mengurusnya jika bukan Fitri.“Ada apa? Bilang sama, Mas.”“Aku takut, Mas. Jika Ibu tidak mengizinkan kita untuk...”“Untuk apa?”“Untuk apa?” Tanya Bu Dinar yang memotong ucapan Fitri.“Bu... Kenapa enggak ketuk pintu dulu kalau mau masuk ke kamar Angga.” Ucap Angga yang kesal karena Bu Dinar sudah masuk tanpa mengetuk pintu.Wanita yang sekitaran umur 50 tahunan itu tidak terima dengan ucapan Angga.“Terserah Ibu dong! rumah-rumah Ibu, Jadi Ibu bebas keluar masuk kapan saja yang Ibu mau.” Ketus Bu Dinar.“Iya, mungkin dulu Ibu masih bebas keluar masuk. Tapi sekarang sudah beda Bu, Angga sudah punya istri.” Tegas Angga yang berusaha untuk menjelaskan kepada ibunya, bahwa sekarang ini ia sudah memiliki keluarga kecil dan memiliki privasi sendiri.“Lalu, kenapa kalau kamu sudah punya istri? Ibu tidak berhak untuk menemui anak Ibu sendiri, gitu!” ucap Bu Dinar, sedangkan Fitri ia hanya diam mematung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Dan kamu,” tunjuk Bu Dinar dengan tatapan tidak suka, “sudah bicara apa kamu sama anak saya? sehingga dia berani melarang ibunya untuk menemuinya.” Sambungnya dengan menuduh Fitri y
“Bu, Kiran punya ide.” Usulnya dan membisikkan sesuatu di telinga Bu Dinar.**Pukul 05.00 pagi, Wanita yang memiliki wajah sayu itu sudah terbangun lebih dulu, ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Fitri langsung membangunkan suaminya, karena mereka akan bersiap-siap untuk pindah saja.“Mas, bangun kita sholat subuh.” Ucap Fitri sambil mengusap pipi suaminya dengan lembut.Angga langsung menggeliat, setelah mendapatkan sentuhan dari tangan dingin Fitri yang baru saja selesai mandi.“Jam berapa, Sayang?” tanya Angga sembari mengucek matanya.“Sudah jam 05:00, Mas. Ayo bangun, nanti kita kesiangan loh sholatnya.” Jawab Fitri yang hendak mengeringkan rambut dengan hairdrayr.“Ya sudah, Mas mandi dulu ya?” pamit Angga yang terbangun dari tempat tidurnya.10 menit kemudian, Angga sudah selesai membersihkan dirinya. Pria tampan itu menatap bingung ke arah istrinya yang masih berkutat dengan alat pengering rambut.“Ad
“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut.“Bu, apa yang telah terjadi?” Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam.“Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi.“Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan.Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Auh!” pekik Kiran.Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah.“Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema.Angga
“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.**Setelah berada di dalam ruangan, terlihat Kiran yang tengah tertidur lelap. Bu Dinar yang melihat putrinya terbaring lemah di atas brankar menjadi merasa bersalah.“Kiran, Sayang. Bangun Nak!” Ucap Bu Dinar, “Kiran jangan tinggalin Ibu.” Sambungnya dengan berlinang air mata.“Bu, biarkan Kiran istirahat dulu. Lebih baik kita keluar dulu yuk! Nanti kalau sudah siuman baru kita ke sini lagi.” Usul Fitri.“Diam kamu! Siapa kamu yang berani menyuruh-nyuruh saya!” Bentak Bu Dinar.Wanita cantik itu terkejut, niat baiknya malah di salah artikan oleh Bu Dinar. Fitri berucap begitu bukan tanpa alasan, wanita cantik itu hanya tidak mau mengganggu Kiran dengan suara keras dari Ibu mertuanya, karena kondisi Kiran belum sadarkan diri.“Bu, yang di ucapkan oleh Fitri itu ada benarnya juga loh. Kasihan Kiran dia butuh istirahat.” Jawab Angga yang membela istrinya.“Angga! Apa kamu tidak bosan membela istrimu yang tidak berguna itu, jangan terus m
“Sayang, maafin Mas ya? Gara-gara Mas, kamu jadi sakit. Ini makan dulu buburnya.” ujar Mas Angga yang terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya.Fitri begitu sangat beruntung, telah menjadi bagian hidup dari Angga namun, keberuntungannya itu pupus setelah mendapatkan mertua dan adik ipar yang sangat jahat.“Gapapa Mas, kepalaku cuma sedikit pusing saja. Oh ya, Mas kok, tau aku ada di sini?” tanya Fitri yang melihat ke arah wajah suaminya.“Awalnya Mas tidak tau, Mas mencari kamu ke mana-mana tapi enggak ketemu juga, terus ada Dokter Fauzan yang memberi tahu Mas, kalau kamu itu pingsan di depan ruang IGD, ya udah deh Mas langsung ke sini.” jelas Angga sambil membuka kantong plastik yang berisi bubur.Mendengar penjelasan dari suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Dokter Fauzan.“Apa benar ia sudah membatalkan perjodohan itu? dan dia berani menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku.” batin Fitri yang bertanya-tanya tentang kebenaran itu.“Hey! Kok malah bengong, masih pusing?
“Tapi dulu kita saling menci—““Hentikan omong kosongmu itu!” potong Angga dengan cepat. Fitri hanya terdiam menyaksikan suaminya yang berdebat dengan wanita yang tidak ia kenal. Ingin rasanya ia bertanya kalau wanita itu siapa? Namun ia urungkan.Ia tau jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, melihat rahang suaminya yang mengeras dengan sigap Fitri menggenggam tangan suaminya dan mengusapnya dengan lembut, guna untuk meredam emosi yang tengah membuncah.“Istigfar, Mas.” ujar Fitri Setelah mendengar perintah dari istrinya, Angga pun langsung mengusap wajahnya dan mengucapkan istigfar.Pria itu menatap Fitri dengan lembut, ia merasa beruntung karena sudah memilih istri yang tepat. Menurutnya, Fitri itu seperti laksana air yang mampu memadamkan api yang tengah berkobar. Seperti halnya sekarang ini, ia mampu meredam emosi suaminya yang tengah meletup-letup dengan sentuhan lembut tangannya, dan tidak lupa ia s’lalu mengingatkan Angga untuk mengucap istighfar ketika ia seda
Melihat laki-laki yang ia suka membuang muka, wanita itu malah mencium Angga di depan istrinya tanpa ada rasa malu dan... Plak!! Tanpa adanya aba-aba, wanita cantik itu di tampar oleh Fitri dengan sangat keras. Semua orang yang ada di dalam ruangan sontak terkejut, terutama Bu Dinar dan Kiran, ia tidak menyangka jika menantu yang terkenal pendiam dan teraniaya itu dapat melayangkan tamparan yang lebih keras.“Mungkin selama ini aku selalu diam, tapi bukan karena aku lemah! Aku hanya menghargaimu, Bu! Karena Ibu adalah ibunya Mas Angga, suamiku!” ucapnya dengan tegas, “aku selalu diam, ketika aku di siksa dan di dorong. Apa kalian merasa kasihan denganku? Tidak! Kalian malah senang menyaksikan hidupku yang menderita ini!” sambungnya dengan berurai air mata.Kali ini Fitri benar-benar mengeluarkan isi hatinya yang sudah tidak kuat dengan semua perlakuan Bu Dinar dan adik iparnya, sampai-sampai Angga pun ikut tercengang sekaligus tidak menyangka, akhirnya Fitri bisa berbuat tegas dan
Saat Angga dan Fitri hendak pergi, tiba-tiba handphone yang ada di saku celana Angga itu berdering. Ia mengambil ponsel tersebut dan ketika ia melihat nama yang tertera di layar ponsel itu tiba-tiba wajah pria tampan itu berubah menjadi pias.“Mas kenapa teleponnya enggak di angkat?” tanya Fitri yang melihat Angga sedikit heran.Pria berkulit bersih itu langsung mematikan panggilannya, ia menatap Fitri dengan sedikit gugup. “Emm... Mas juga enggak tau, Sayang. Mungkin ini kerjaan orang iseng,” jawab Angga, namun sesaat kemudian, ponsel tersebut kembali berdering.Fitri yang melihat gelagat suaminya yang aneh menjadi sebuah tanda tanya, biasanya jika ada yang memanggil Angga langsung mengangkat panggilan itu. Akan tetapi, kali ini terlihat agak sedikit berbeda.Pria tampan itu nampak terlihat sedang menyembunyikan sesuatu, seperti sesuatu yang tidak boleh di ketahui oleh istrinya.“Mas, angkat dulu siapa tau itu penting.” ujar Fitri.“Ah, enggak perlu di angkat lah. Lagian enggak pent
"Uangnya sudah Ibu pakai untuk arisan." ucap Bu Dinar."Apa!" "Ibu egois!" pekik Kiran.Plaaaak!"Jaga ucapanmu, Kiran. Jangan pernah salahkan Ibu! andai saja kamu bisa menjaga kehormatanmu, kejadian ini tidak akan pernah terjadi!" ucap Bu Dinar yang berlalu pergi meninggalkan Kiran dan Angga.Angga mengusap wajahnya dengan kasar, selama ini uang yang ia kirimkan di pakai untuk kesenangan semata oleh ibunya."Astaga... Kenapa keluargaku menjadi berantakan seperti ini?" batin Angga.*Sedangkan di tempat lain, Alex sudah tiba di kediaman Pak Rahardi.Kemudian, pria tampan itu melihat ke arah belakang yang di mana ada Fitri di sana.Rupanya wanita cantik itu masih belum bangun, padahal ia tertidur sudah cukup lama."Non bangun, kita sudah sampai." ucap Alex.Hening, tidak ada respon sama sekali dari Fitri, wanita yang memiliki mata sayu itu masih anteng dalam mimpi indahnya.Jika begini, Alex terpaksa harus membawa Fitri masuk dengan cara di gendong."Huh! Menyusahkan." Pria tampan be
Sedangkan di mobil, Alex melihat Fitri yang tertidur di kursi belakang. Terlihat masih ada bekas air mata yang membingkai di wajah cantiknya.“Bisa-bisanya ada pria yang tega menyakiti dia.” ucap Alex.Alex teringat dengan Pak Rahardi. Kemudian, Alex pun memberi tahu jika anaknya saat ini sedang bersamanya menuju arah pulang.[Pak maaf, saya sekarang sedang di jalan menuju arah pulang dengan Non Fitri.] Kirim.Drrrrt... drrrrt.Tidak lama, ada sebuah panggilan video call dari Pak Rahardi.“Kenapa pulang terlebih dahulu? Anak saya mana?” ucap Pak Rahardi.Alex pun langsung mengarahkan ponselnya ke wajah Fitri yang sedang tertidur pulas di kursi belakang. Sebelum itu, Alex pun menepikan mobilnya ke pinggir jalan.“Fitri habis nangis? Ada apa?” tanya Pak Rahardi.“Nanti saya ceritakan semuanya ke Bapak di kantor.” jawab Alex.“Oke kalau begitu, hati-hati di jalan dan awas saja jika anak saya kenapa-kenapa.” “Baik, Pak Bos.” jawab Alex.Setelah panggilan terputus, Alex pun melanjutkan pe
“Pak maaf, Bapak sudah di tunggu di ruang meeting.” ucap sekretaris Pak Rahardi.“Oh, ok. Saya akan segera ke sana,” jawab Pak Rahardi, “ nanti lagi ya sayang, dan kalian semua, ayo bubar kerjakan tugas kalian masing-masing!” tambahnya.Setelah kepergian Pak Rahardi, hanya tersisa Tantri, Angga dan Fitri yang masih berdiri mematung.Tantri menatap Fitri dengan tatapan penuh selidik, lalu wanita yang memiliki tubuh langsing itu berjalan mendekatinya.“Ada hubungan apa kamu dengan Pak Rahardi?” tanya Tantri dengan sorot mata yang tajam.“Bukan urusan kamu.” jawab Fitri.Karena malas berlama-lama di depan mantan suami dan si pelakor kemudian, Fitri berlenggang pergi meninggalkan mereka berdua.“Heh, mau ke mana kamu? Aku tahu, kamu pasti wanita simpanan Pak Rahardi. Dasar murahan!” celetuk Tantri.Wanita cantik yang memakai pakaian kantor itu langsung menghentikan langkahnya, tangannya terkepal kuat guna untuk menahan emosi yang sudah mulai naik.“Sabar, Fit. Ini bukan saatnya untuk memb
Pria tampan itu pun mendekati Fitri, lalu ia melepaskan sabuk pengaman yang masih terpasang.“Sudah, silakan kalau memang mau keluar.” ucap Alex yang tersenyum.“Oh, hehehe terima kasih.” ucap Fitri yang menahan malu.Kemudian, wanita cantik itu pun keluar dari mobil. Ia nampak menatap ke sekeliling gedung itu, tiba-tiba ia melihat Tantri yang sedang berdiri di dekat pintu masuk.Sepertinya wanita ular itu sedang menunggu seseorang, terlihat dari wajahnya yang sedang melihat ke kiri dan kanan.“Sedang apa wanita gatal itu ada di sini?” ucap Fitri yang menatap ke arah Tantri.“Mas...” pekik Tantri.Terlihat jika Angga yang baru saja keluar dari dalam mobil dan langsung di sambut dengan penuh cinta oleh Tantri.“Apa! Mas Angga bekerja di sini? Bukannya dia bekerja di daerah Bandung?” gumam Fitri.“Ada apa?” Tiba-tiba saja pertanyaan dari Alex mampu membuatnya terkejut.“Bisa enggak kalau datang itu nggak usah ngagetin!?” ujar Fitri kesal.“Lah, kok, jadi marah? Lagian ngapain kamu bengo
Fitri tersenyum kecut, ketika mengingat semua pengorbanan yang ia lakukan malah di balas dengan rasa sakit yang luar biasa.“Duh... Kenapa harus nangis, jangan nangis Fit. Ini waktunya untuk membalas rasa sakit yang mereka berikan kepadamu,” ucap Fitri yang berusaha untuk menguatkan hatinya.“Udah ah galaunya, mending tidur besok kan aku mau di ajak Ayah untuk melihat perusahaannya.”Wanita cantik itu pun langsung membereskan semua barang-barang yang tadi ia beli, dan tidak lupa juga sebelum tidur Fitri membiasakan diri untuk memakai skincare pemberian dari sang Mama.*Sedangkan di tempat lain, Kiran terus saja menangis memikirkan masa depannya yang hancur oleh perbuatannya sendiri. Apalagi, ia sudah gagal untuk menggugurkan kandungannya.“Pokoknya Om Hendra harus bertanggung jawab atas perbuatannya, aku yakin jika istrinya itu mau menerima kehadiranku dan anak ini.” ucap Kiran.“Nak, kamu belum tidur?” tanya Bu Dinar yang baru saja masuk sambil membawa kantong plastik yang berisi ma
“Adik Bapak hampir saja mengalami ke guguran, karena dia terlalu banyak meminum obat penggugur kandungan.” jelas Dokter, “beruntung Bapak dan Ibu tepat waktu membawa Kiran ke Rumah Sakit, sehingga janin yang ada di kandungannya masih bisa di selamatkan.” tambahnya .Deg!Angga dan Bu Dinar terkejut mendengar penjelasan dari Dokter, bahwa ternyata Kiran sedang mengandung.“Kira-kira berapa bulan janin yang ada di dalam kandungan Kiran?” tanya Angga untuk memastikan.“Kurang lebih baru tiga Minggu, Pak.” ucap Dokter, “setelah ini Kiran akan di pindahkan ke ruang rawat inap, silakan Bapak ke ruang administrasi untuk menyiapkan pembayarannya.” sambungnya.“Baik, Dok.” ucap Angga dengan lirih.Setelah kepergian Dokter, tubuh Bu Dinar luruh ke lantai. Ia merasakan lemas pada tubuhnya saat mendengar penjelasan dari Dokter tadi, wanita berusia 50 tahun itu menangis, ia tidak menyangka kalau anak perempuannya bisa melakukan hal sejauh itu.“Ibu lagi mimpi kan, tolong bangunkan Ibu dari mimpi b
“Kiran!” pekik Bu Dinar yang melihat putri semata wayangnya jatuh pingsan di depan teras rumahnya.Bu Dinar pun berlari dengan tergopoh, ia terkejut mendapati Kiran yang sedang tergeletak. Sebelumnya ia terlihat sehat-sehat saja ketika pamit kepada sang ibu.“Kiran bangun! Kamu kenapa?” Bu Dinar pun terus mengguncang tubuh Kiran agar tersadar. Namun, sudah beberapa kali ia coba tidak ada respons sama sekali dari gadis cantik itu.“Aduh ... Mana enggak ada orang lagi, bagaimana ini?” Wanita yang berusia 50 tahun itu termenung, memikirkan cara untuk mengangkat tubuh Kiran.Karena tidak ada solusi dan perasaan Bu Dinar sudah terlanjur panik, ia merogoh ponselnya yang berada di saku celananya. Kemudian, ia menghubungi Angga memberi tahu keadaan Kiran yang sebenarnya.Bu Dinar berharap Angga akan segera cepat pulang, dan membawa Kiran ke rumah sakit.*Di lain tempat, kebetulan Angga baru saja pamit untuk pulang kepada ke dua orang tua Tantri, karena ia merasa perasaannya tidak enak.Baru
Tantri pun mendorong tubuh Fitri sehingga terjatuh ke lantai.“Rasain! Makanya jangan belagu jadi orang.” ucap Tantri setelah mendorong tubuh Fitri.Wanita cantik itu pun langsung berdiri dan membalas perbuatan Tantri kepadanya, Fitri membalas dengan mendorong tubuh Tantri dengan sekuat tenaga. Sehingga membuat musuhnya tersungkur ke lantai dan sedikit mengeluarkan darah pada dahinya akibat terbentur.Semua orang terkejut, terutama dengan Angga. Ia tidak menyangka jika Fitri akan membalas dengan mendorong tubuh Tantri, biasanya dia tidak akan pernah membalas. Namun, kali ini Fitri nampak berbeda dari sebelumnya.“Bagaimana? Sakit?” tanya Fitri sambil menyunggingkan senyumnya.“Wanita sialan! Berani-beraninya kau mendorong tubuhku!” pekik Tantri.“Hahahah, ngapain aku harus takut, emang kamu siapa? Oh, iya aku lupa. Kamu kan, pelakor yang merebut suamiku.” ucap Fitri dengan lantang di depan semua orang.Semua orang menatap Tantri dengan penuh kebencian, bahkan ada salah satu orang yang
‘Begitu cepat sekali kamu melupakanku, Mas. Lihat saja, aku akan membuatmu dan keluarga kamu menyesal’ batin Fitri.Lengan wanita cantik itu mengepal dengan kuat, ia sadar bahwa pengorbanan yang ia berikan malah di balas dengan pengkhianatan.Kali ini dia tidak mau menjadi wanita yang lemah, ia berjanji kepada dirinya sendiri akan membalaskan semua rasa sakit yang mereka berikan.“Nak, kamu ngeliatin apa?” pertanyaan Bu Sinta sukses membuat Fitri terkejut.“Em... Enggak kok, Mah.” jawab Fitri dengan singkat.Tidak lama mereka pun sampai di pusat perbelanjaan, Fitri yang turun terlebih dahulu menatap kagum ke gedung tinggi yang berada di hadapannya.Ia tidak menyangka bisa menginjakkan kakinya di Mall untuk pertama kali, sebenarnya dulu sering Angga mengajak Fitri untuk belanja ke Mall. Namun, Bu Dinar selalu melarang karena harga pakaian di Mall jauh lebih mahal dari pada di pasar.“Sayang, ini buat kamu. Belanjalah dengan sepuasnya, beli apa saja yang kamu inginkan.” ucap Pak Rahardi