Share

episode 7

“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.

Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut.

“Bu, apa yang telah terjadi?”

Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam.

“Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi.

“Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan.

Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai.

“Auh!” pekik Kiran.

Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah.

“Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema.

Angga dan Fitri yang sedang berkemas pakaian pun ikut terkejut, karena mendengar teriakkan Bu Dinar yang sangat kencang.

“Mas, Ibu kenapa, Mas?” tanya Fitri yang terlihat khawatir.

“Mas juga tidak tahu, kalau begitu kita lihat saja yuk!” ajak Angga kepada istrinya.

Kemudian mereka berdua berjalan menghampiri Bu Dinar, samar-samar tangisan Bu Dinar pun terdengar begitu pilu dan...

“Astaghfirullah Kiran!” ujar Angga yang kaget melihat adik perempuannya sedang bersimbah darah.

Rupanya beling yang menancap di kaki Kiran lumayan dalam dan membuat Kiran lemas, karena terlalu banyak darah yang keluar.

“Kita bawa Kiran ke Rumah Sakit, Bu.” Ujar Angga.

Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, Angga langsung mengangkat tubuh sang adik ke mobil.

“Kamu kuat ya, Kiran.” Namun Kiran tidak menjawab karena dia sedang menahan rasa sakit yang luar biasa.

Dengan langkah cepat Angga berjalan menuju mobil dan di ikuti oleh Fitri dari belakang. Ketika Fitri akan menyusul Angga, tiba-tiba Bu Dinar menarik lengan menantunya dengan kuat.

“Sini kamu!” ujar Bu Dinar yang mencengkeram tangan Fitri, “ini semua gara-gara kamu! Jika saja kamu tidak membuat ulah, anak saya tidak akan seperti ini! Awas saja, jika Kiran kenapa-kenapa, aku akan membuat hidupmu menjadi lebih menderita!” ancamnya yang mendorong tubuh Fitri.

Untung saja wanita cantik itu bisa menahan dirinya agar tidak terjatuh, jika terjatuh, kemungkinan kepalanya akan menghantam tembok dengan keras.

“Astagfirullah, ya Allah.”

Ia melirik ke arah pergelangan tangannya, terdapat bekas cengkeraman Bu Dinar yang terlihat dengan jelas di sana. Beruntung Fitri memakai pakaian setelan panjang, jadi tanda merah itu bisa tertutup oleh pakaiannya dan menghampiri suaminya.

Setelah sampai di mobil, wanita yang berusia 25 tahun itu melirik ke arah sang mertua yang sedang menatap tajam ke arahnya juga.

“Kamu mau ngapain!” tanya Bu Dinar yang melihat Fitri membuka pintu mobil.

“A—aku mau ikut ke Rumah Sakit, Bu.” Jawab Fitri.

“Tid...”

“Bu! Sekarang bukan waktunya untuk berdebat, lihat Kiran! Kondisinya sedang kritis seperti ini.” Potong Angga kesal melihat ibunya yang s’lalu mencari masalah walaupun keadaan yang sedang urgent.

“Sayang, ayok masuk. Kamu duduk di depan,” tidak menunggu waktu lama, Fitri pun menuruti apa kata suaminya.

Perjalanan terasa begitu sangat lambat, padahal dari kediaman Bu Dinar ke Rumah Sakit hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit saja.

“Aduh Bu, sakit! Kiran sudah enggak kuat lagi.” Karin terus merintih kesakitan, dan kain yang membalut lukanya sudah penuh dengan darah segar.

“Sabar, Sayang. Kamu pasti kuat, anak Ibu pasti kuat!” ujarnya di tengah isakkan tangisnya, “ Angga, tambah kecepatan mobilnya! Ibu gak mau kehilangan Kiran!” sambungnya.

Angga pun menambah laju kendaraan dengan cepat, nampak sesekali ia melirik ke arah kaca spion agar bisa melihat kondisi adik perempuannya. Terlihat wajah Kiran yang memucat dan tidak sadarkan diri.

30 menit kemudian, akhirnya mereka sampai di Rumah Sakit. Buru-buru Angga berlari sambil memanggil perawan dan membawa Kiran ke ruang IGD.

Bu Dinar yang khawatir ingin masuk dan menemani putrinya, namun tidak di perbolehkan oleh suster karena takut mengganggu Dokter yang sedang menangani pasiennya.

“Maaf Bu, Ibu tunggu di luar biar Dokter yang menangani anak Ibu di dalam.” Kemudian suster itu pun menutup pintu ruang IGD dengan rapat.

“Ya Allah Kiran, anak Ibu.” Wanita setengah tua itu menangis tergugu, Fitri yang melihatnya merasa kasihan dan ingin menenangkannya. Akan tetapi, niat baiknya malah di sambut dengan tamparan keras yang mendarat di pipinya.

“nggak usah sok baik kamu! Ini semua gara-gara kamu!” ujar Bu Dinar, “Kalau anak saya di dalam sana mati, kamu yang akan saya penjarakan.” Sambungnya.

Angga yang melihat istrinya di tampar, ia langsung membawa dan memeluk dirinya.

“Astaghfirullah Ibu! Ibu bicara apa sih? Seharusnya Ibu itu mendoakan Kiran! bukannya malah bicara seperti itu, apalagi sampai menyalahkan Fitri dan menamparnya dengan keras.” Bela Angga.

Wanita berusia 50 tahunan itu semakin meradang, ia terus saja menyalakan menantunya yang menyebabkan Kiran seperti ini, padahal jelas-jelas Kiran seperti itu karena di bentak olehnya.

Tubuh Fitri bergetar, ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Bukan takut karena ancaman dari mertuanya. Akan tetapi, dia takut kalau Karin kenapa-kenapa.

“Mas, kalu Karin kenapa-kenapa. Aku enggak akan memaafkan diriku sendiri.”

“Kamu tidak salah, Mas juga belum tau apa yang menyebabkan Kiran seperti itu.” Terang Angga.

15 menit kemudian, Dokter pun keluar dari ruang IGD, namun ada yang aneh ketika Dokter tersebut melihat Fitri.

“Dok, bagaimana keadaan adik saya?” Tanya Angga yang melihat Dokter tersebut keluar.

“Adik bapak mengalami pendarahan yang hebat, beruntung saja Bapak cepat membawanya ke rumah sakit ini. Jika telat sekitar lima menit lagi, kemungkinan nyawa adik bapak tidak bisa terselamatkan.” Jelas Dokter yang bernama Fauzan itu.

“Ya Allah Karin, kalau begitu apa saya bisa melihat keadaan adik saya sekarang, Dok?” tanya Angga.

“Oh silakan, Pak.” Ujar Dokter Fauzan yang mengizinkan Angga untuk masuk ke dalam ruangan itu.

Setelah mendapatkan izin, Angga dan Bu Dinar segera masuk ke dalam. Melihat suaminya masuk, ia pun mengikutinya dari belakang dan saat melewati Dokter Fauzan, wanita cantik itu nampak membuang muka ke arah lain dan seperti tidak ingin melihat Dokter tersebut.

Mata Dokter tampan itu tidak terlepas dari wajah Fitri, dan bibirnya membentuk sebuah lengkungan yang manis.

“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status