“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.
Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut. “Bu, apa yang telah terjadi?” Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam. “Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi. “Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan. Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai. “Auh!” pekik Kiran. Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah. “Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema. Angga dan Fitri yang sedang berkemas pakaian pun ikut terkejut, karena mendengar teriakkan Bu Dinar yang sangat kencang. “Mas, Ibu kenapa, Mas?” tanya Fitri yang terlihat khawatir. “Mas juga tidak tahu, kalau begitu kita lihat saja yuk!” ajak Angga kepada istrinya. Kemudian mereka berdua berjalan menghampiri Bu Dinar, samar-samar tangisan Bu Dinar pun terdengar begitu pilu dan... “Astaghfirullah Kiran!” ujar Angga yang kaget melihat adik perempuannya sedang bersimbah darah. Rupanya beling yang menancap di kaki Kiran lumayan dalam dan membuat Kiran lemas, karena terlalu banyak darah yang keluar. “Kita bawa Kiran ke Rumah Sakit, Bu.” Ujar Angga. Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, Angga langsung mengangkat tubuh sang adik ke mobil. “Kamu kuat ya, Kiran.” Namun Kiran tidak menjawab karena dia sedang menahan rasa sakit yang luar biasa. Dengan langkah cepat Angga berjalan menuju mobil dan di ikuti oleh Fitri dari belakang. Ketika Fitri akan menyusul Angga, tiba-tiba Bu Dinar menarik lengan menantunya dengan kuat. “Sini kamu!” ujar Bu Dinar yang mencengkeram tangan Fitri, “ini semua gara-gara kamu! Jika saja kamu tidak membuat ulah, anak saya tidak akan seperti ini! Awas saja, jika Kiran kenapa-kenapa, aku akan membuat hidupmu menjadi lebih menderita!” ancamnya yang mendorong tubuh Fitri. Untung saja wanita cantik itu bisa menahan dirinya agar tidak terjatuh, jika terjatuh, kemungkinan kepalanya akan menghantam tembok dengan keras. “Astagfirullah, ya Allah.” Ia melirik ke arah pergelangan tangannya, terdapat bekas cengkeraman Bu Dinar yang terlihat dengan jelas di sana. Beruntung Fitri memakai pakaian setelan panjang, jadi tanda merah itu bisa tertutup oleh pakaiannya dan menghampiri suaminya. Setelah sampai di mobil, wanita yang berusia 25 tahun itu melirik ke arah sang mertua yang sedang menatap tajam ke arahnya juga. “Kamu mau ngapain!” tanya Bu Dinar yang melihat Fitri membuka pintu mobil. “A—aku mau ikut ke Rumah Sakit, Bu.” Jawab Fitri. “Tid...” “Bu! Sekarang bukan waktunya untuk berdebat, lihat Kiran! Kondisinya sedang kritis seperti ini.” Potong Angga kesal melihat ibunya yang s’lalu mencari masalah walaupun keadaan yang sedang urgent. “Sayang, ayok masuk. Kamu duduk di depan,” tidak menunggu waktu lama, Fitri pun menuruti apa kata suaminya. Perjalanan terasa begitu sangat lambat, padahal dari kediaman Bu Dinar ke Rumah Sakit hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit saja. “Aduh Bu, sakit! Kiran sudah enggak kuat lagi.” Karin terus merintih kesakitan, dan kain yang membalut lukanya sudah penuh dengan darah segar. “Sabar, Sayang. Kamu pasti kuat, anak Ibu pasti kuat!” ujarnya di tengah isakkan tangisnya, “ Angga, tambah kecepatan mobilnya! Ibu gak mau kehilangan Kiran!” sambungnya. Angga pun menambah laju kendaraan dengan cepat, nampak sesekali ia melirik ke arah kaca spion agar bisa melihat kondisi adik perempuannya. Terlihat wajah Kiran yang memucat dan tidak sadarkan diri. 30 menit kemudian, akhirnya mereka sampai di Rumah Sakit. Buru-buru Angga berlari sambil memanggil perawan dan membawa Kiran ke ruang IGD. Bu Dinar yang khawatir ingin masuk dan menemani putrinya, namun tidak di perbolehkan oleh suster karena takut mengganggu Dokter yang sedang menangani pasiennya. “Maaf Bu, Ibu tunggu di luar biar Dokter yang menangani anak Ibu di dalam.” Kemudian suster itu pun menutup pintu ruang IGD dengan rapat. “Ya Allah Kiran, anak Ibu.” Wanita setengah tua itu menangis tergugu, Fitri yang melihatnya merasa kasihan dan ingin menenangkannya. Akan tetapi, niat baiknya malah di sambut dengan tamparan keras yang mendarat di pipinya. “nggak usah sok baik kamu! Ini semua gara-gara kamu!” ujar Bu Dinar, “Kalau anak saya di dalam sana mati, kamu yang akan saya penjarakan.” Sambungnya. Angga yang melihat istrinya di tampar, ia langsung membawa dan memeluk dirinya. “Astaghfirullah Ibu! Ibu bicara apa sih? Seharusnya Ibu itu mendoakan Kiran! bukannya malah bicara seperti itu, apalagi sampai menyalahkan Fitri dan menamparnya dengan keras.” Bela Angga. Wanita berusia 50 tahunan itu semakin meradang, ia terus saja menyalakan menantunya yang menyebabkan Kiran seperti ini, padahal jelas-jelas Kiran seperti itu karena di bentak olehnya. Tubuh Fitri bergetar, ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Bukan takut karena ancaman dari mertuanya. Akan tetapi, dia takut kalau Karin kenapa-kenapa. “Mas, kalu Karin kenapa-kenapa. Aku enggak akan memaafkan diriku sendiri.” “Kamu tidak salah, Mas juga belum tau apa yang menyebabkan Kiran seperti itu.” Terang Angga. 15 menit kemudian, Dokter pun keluar dari ruang IGD, namun ada yang aneh ketika Dokter tersebut melihat Fitri. “Dok, bagaimana keadaan adik saya?” Tanya Angga yang melihat Dokter tersebut keluar. “Adik bapak mengalami pendarahan yang hebat, beruntung saja Bapak cepat membawanya ke rumah sakit ini. Jika telat sekitar lima menit lagi, kemungkinan nyawa adik bapak tidak bisa terselamatkan.” Jelas Dokter yang bernama Fauzan itu. “Ya Allah Karin, kalau begitu apa saya bisa melihat keadaan adik saya sekarang, Dok?” tanya Angga. “Oh silakan, Pak.” Ujar Dokter Fauzan yang mengizinkan Angga untuk masuk ke dalam ruangan itu. Setelah mendapatkan izin, Angga dan Bu Dinar segera masuk ke dalam. Melihat suaminya masuk, ia pun mengikutinya dari belakang dan saat melewati Dokter Fauzan, wanita cantik itu nampak membuang muka ke arah lain dan seperti tidak ingin melihat Dokter tersebut. Mata Dokter tampan itu tidak terlepas dari wajah Fitri, dan bibirnya membentuk sebuah lengkungan yang manis. “Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.**Setelah berada di dalam ruangan, terlihat Kiran yang tengah tertidur lelap. Bu Dinar yang melihat putrinya terbaring lemah di atas brankar menjadi merasa bersalah.“Kiran, Sayang. Bangun Nak!” Ucap Bu Dinar, “Kiran jangan tinggalin Ibu.” Sambungnya dengan berlinang air mata.“Bu, biarkan Kiran istirahat dulu. Lebih baik kita keluar dulu yuk! Nanti kalau sudah siuman baru kita ke sini lagi.” Usul Fitri.“Diam kamu! Siapa kamu yang berani menyuruh-nyuruh saya!” Bentak Bu Dinar.Wanita cantik itu terkejut, niat baiknya malah di salah artikan oleh Bu Dinar. Fitri berucap begitu bukan tanpa alasan, wanita cantik itu hanya tidak mau mengganggu Kiran dengan suara keras dari Ibu mertuanya, karena kondisi Kiran belum sadarkan diri.“Bu, yang di ucapkan oleh Fitri itu ada benarnya juga loh. Kasihan Kiran dia butuh istirahat.” Jawab Angga yang membela istrinya.“Angga! Apa kamu tidak bosan membela istrimu yang tidak berguna itu, jangan terus m
“Sayang, maafin Mas ya? Gara-gara Mas, kamu jadi sakit. Ini makan dulu buburnya.” ujar Mas Angga yang terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya.Fitri begitu sangat beruntung, telah menjadi bagian hidup dari Angga namun, keberuntungannya itu pupus setelah mendapatkan mertua dan adik ipar yang sangat jahat.“Gapapa Mas, kepalaku cuma sedikit pusing saja. Oh ya, Mas kok, tau aku ada di sini?” tanya Fitri yang melihat ke arah wajah suaminya.“Awalnya Mas tidak tau, Mas mencari kamu ke mana-mana tapi enggak ketemu juga, terus ada Dokter Fauzan yang memberi tahu Mas, kalau kamu itu pingsan di depan ruang IGD, ya udah deh Mas langsung ke sini.” jelas Angga sambil membuka kantong plastik yang berisi bubur.Mendengar penjelasan dari suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Dokter Fauzan.“Apa benar ia sudah membatalkan perjodohan itu? dan dia berani menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku.” batin Fitri yang bertanya-tanya tentang kebenaran itu.“Hey! Kok malah bengong, masih pusing?
“Tapi dulu kita saling menci—““Hentikan omong kosongmu itu!” potong Angga dengan cepat. Fitri hanya terdiam menyaksikan suaminya yang berdebat dengan wanita yang tidak ia kenal. Ingin rasanya ia bertanya kalau wanita itu siapa? Namun ia urungkan.Ia tau jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, melihat rahang suaminya yang mengeras dengan sigap Fitri menggenggam tangan suaminya dan mengusapnya dengan lembut, guna untuk meredam emosi yang tengah membuncah.“Istigfar, Mas.” ujar Fitri Setelah mendengar perintah dari istrinya, Angga pun langsung mengusap wajahnya dan mengucapkan istigfar.Pria itu menatap Fitri dengan lembut, ia merasa beruntung karena sudah memilih istri yang tepat. Menurutnya, Fitri itu seperti laksana air yang mampu memadamkan api yang tengah berkobar. Seperti halnya sekarang ini, ia mampu meredam emosi suaminya yang tengah meletup-letup dengan sentuhan lembut tangannya, dan tidak lupa ia s’lalu mengingatkan Angga untuk mengucap istighfar ketika ia seda
Melihat laki-laki yang ia suka membuang muka, wanita itu malah mencium Angga di depan istrinya tanpa ada rasa malu dan... Plak!! Tanpa adanya aba-aba, wanita cantik itu di tampar oleh Fitri dengan sangat keras. Semua orang yang ada di dalam ruangan sontak terkejut, terutama Bu Dinar dan Kiran, ia tidak menyangka jika menantu yang terkenal pendiam dan teraniaya itu dapat melayangkan tamparan yang lebih keras.“Mungkin selama ini aku selalu diam, tapi bukan karena aku lemah! Aku hanya menghargaimu, Bu! Karena Ibu adalah ibunya Mas Angga, suamiku!” ucapnya dengan tegas, “aku selalu diam, ketika aku di siksa dan di dorong. Apa kalian merasa kasihan denganku? Tidak! Kalian malah senang menyaksikan hidupku yang menderita ini!” sambungnya dengan berurai air mata.Kali ini Fitri benar-benar mengeluarkan isi hatinya yang sudah tidak kuat dengan semua perlakuan Bu Dinar dan adik iparnya, sampai-sampai Angga pun ikut tercengang sekaligus tidak menyangka, akhirnya Fitri bisa berbuat tegas dan
Saat Angga dan Fitri hendak pergi, tiba-tiba handphone yang ada di saku celana Angga itu berdering. Ia mengambil ponsel tersebut dan ketika ia melihat nama yang tertera di layar ponsel itu tiba-tiba wajah pria tampan itu berubah menjadi pias.“Mas kenapa teleponnya enggak di angkat?” tanya Fitri yang melihat Angga sedikit heran.Pria berkulit bersih itu langsung mematikan panggilannya, ia menatap Fitri dengan sedikit gugup. “Emm... Mas juga enggak tau, Sayang. Mungkin ini kerjaan orang iseng,” jawab Angga, namun sesaat kemudian, ponsel tersebut kembali berdering.Fitri yang melihat gelagat suaminya yang aneh menjadi sebuah tanda tanya, biasanya jika ada yang memanggil Angga langsung mengangkat panggilan itu. Akan tetapi, kali ini terlihat agak sedikit berbeda.Pria tampan itu nampak terlihat sedang menyembunyikan sesuatu, seperti sesuatu yang tidak boleh di ketahui oleh istrinya.“Mas, angkat dulu siapa tau itu penting.” ujar Fitri.“Ah, enggak perlu di angkat lah. Lagian enggak pent
“Mas apa kamu sengaja memberikan nomor ponselmu kepada Tantri?”Seketika raut wajah Angga berubah menjadi pias, ada kilat ketakutan yang Fitri tangkap di wajah tampan suaminya.“Ti—tidak, mana mungkin Mas kasih nomor baru ini kepada Tantri.” jawabnya yang terlihat gugup.“Terus... Dia tau dari mana soal nomor baru kamu?”“Maksud kamu apa? Kamu nuduh Mas!” ujarnya kesal dengan suara yang sedikit meninggi.Fitri terkejut, untuk pertama kalinya ia mendengar suami yang sikapnya lemah lembut kini berubah menjadi sensitif. Wanita cantik itu bingung padahal dia tidak menuduh suaminya yang bukan-bukan, ia hanya bertanya saja tanpa ada maksud apa-apa.“Ya sudah, aku mau ke Rumah Sakit. Kalau kamu mau ikut ayo,” ujar Angga seraya menggenggam tangan istrinya.Dengan perlahan wanita yang memiliki iris mata coklat itu melepaskan genggaman tangan suaminya.Pria tampan itu pun menarik nafas, ia merasa bersalah sudah berbicara dengan nada tinggi kepada istrinya.Pria itu pun membalikkan badannya men
“Oke, kalau begitu aku pilih ke duanya dan aku akan berlaku adil kepada mereka berdua.” “Berlaku adil bagaimana, Mas?”Deg!Angga mematung setelah mendengar suara yang tidak asing baginya, ia membalikkan badan dan terlihat Fitri yang sedang berdiri di ambang pintu.Wanita cantik itu pun perlahan berjalan menghampiri Angga yang sedang memeluk tubuh Tantri.“Mas, tolong jelaskan apa yang kamu katakan tadi! Dan ini... Kamu memeluk dia, Mas!” ujar Fitri yang mulai bergetar.“Ak—aku, aku...” tenggorokan Angga terasa tercekat, dia sangat sulit untuk berkata jujur.“Aku apa, Mas?” tanya Fitri yang memandang wajah suaminya.“Dia akan menikahi Tantri.” ujar Bu Dinar dengan senyum yang penuh kemenangan.Bagai tersambar petir di siang hari, tubuh Fitri terasa lemah ketika mendengar ucapan dari Ibu mertuanya.Wanita yang mengira jika suaminya ada di barisan paling depan untuk membelanya, ternyata menusuknya dari belakang.“A—apa benar yang di katakan oleh Ibu, Mas?” ujar Fitri seraya mengguncang
Setelah sampai di ruangan kosong tersebut, barulah bekapan pada mulutnya di lepaskan.Fitri menatap awas ke pria tersebut dan beberapa langkah mundur ke belakang.“Si—siapa kamu? Kamu mau apa bawa aku ke tempat ini?” tanya Fitri yang bergetar hebat karena merasa takut yang luar biasa.Dia takut jika pria tersebut berbuat macam-macam kepada dirinya, Fitri tidak mengenali pria itu karena wajahnya di tutupi oleh topeng yang sangat menyeramkan.Pria itu memiliki postur tubuh hampir sama dengan Angga. Namun pria bertopeng ini memiliki tubuh yang lebih berisi dari suaminya.“Jangan takut Nyonya, saya hanya di suruh oleh tuan Prabu Adiwijaya.” ucap pria bertopeng itu.Fitri mengernyitkan dahi, dia tidak kenal sama sekali dengan orang yang di sebut sebagai tuannya itu.“Saya hanya di perintahkan oleh Bos saya, untuk mencari anaknya yang hilang 25 tahun yang lalu.” jelasnya.“Terus apa hubungannya dengan saya, saya tidak tau anak dari Bos kamu. Jadi... Tolong biarkan aku pergi dari sini,” ucap