Lima menit kemudian, semua masakan telah terhidang rapi di meja makan. Wanita yang memiliki iris mata coklat itu langsung memanggil Ibu mertuanya dan juga adik iparnya.
Terlihat Bu Dinar dan juga Kiran sedang duduk santai di sebuah kursi yang ada di taman belakang.“Bu, makanannya sudah siap.” ujar Fitri.“Lama banget sih! Kamu tau gak, kita itu sudah kelaparan dari tadi!” ketus Kirana.Dengan angkuhnya Kiran berjalan sambil mendorong tubuh Fitri, Fitri yang tidak siap mendapatkan dorongan dari Kiran, langsung terjatuh ke tanah.Bukannya minta maaf dan membantu, namun justru Kiran dan Bu Dinar malah menertawakan Fitri.“Yah, cuma segitu doang sudah jatuh. Letoy banget sih, jadi orang!” hina Kiran.Dosa apa yang Fitri buat, sehingga harus mendapatkan Merua dan adik ipar seperti mereka.Tanpa memedulikan Fitri yang sedang merintih kesakitan, Kiran terus saja berjalan sambil tertawa.Gadis baru menginjak umur 20 tahun itu merasa puas, sudah memberi pelajaran kepada kakak iparnya.Ternyata ia tidak terima dengan tuduhan yang Fitri Lontarkan kepadanya, tentang mie instan tersebut.“Rasakan! Emang enak, siapa suruh sudah main tuduh. Ya... walaupun memang aku sih yang mengambil mie instan Ibu.” Ujar Kiran.Setelah sampai di meja makan, Kiran dan Bu Dinar langsung duduk dan menyendok nasi ke dalam piring.“Wih... ini pasti enak,” ujar Kiran yang melihat semua makanan lezat yang terhidang di meja makan.Di susul dengan Fitri yang hendak duduk bergabung dengan mereka. Akan tetapi, di tahan oleh Bu Dinar yang tidak mengizinkannya untuk bergabung.“Heh! Mau apa kamu?” tanya Bu Dinar yang mengambil piring yang sudah Fitri pegang.“A—aku mau ikut makan, Bu.” Jawab Fitri.Dengan tega Bu Dinar mengambil bakul nasi dan di simpan di sampingnya, tentu saja Fitri merasakan sesak di dadanya.Ia bingung, kenapa Ibu mertuanya bisa sejahat itu kepada dirinya. Apa karena Fitri orang yang tidak memiliki apa pun, jadi Bu Dinar membenci istri dari anaknya tersebut.“Ngapain kamu masih berdiri di situ? Pergi sana!” usir Bu Dinar.“Bikin kita gak nafsu makan saja!” tambah Kiran.Fitri berjalan gontai menuju dapur, ia mencari bahan makanan yang akan ia masak. Namun, tidak ada Satu pun bahan-bahan yang tersisa di sana.“Perasaan tadi masih ada telur, kok, sudah enggak ada?” gumam Fitri.Dengan terpaksa siang ini ia harus menahan lapar, atau tidak. Ia menunggu Kiran dan Bu Dinar yang selesai makan, mungkin masih ada sisa makanan yang tersisa dan tidak habis di makan oleh mereka.“Ya Allah perutku lapar sekali,” ujar Fitri sambil memegangi perutnya yang keroncongan.Fitri kembali berjalan menuju kamar, kepalanya terasa pusing karena dia belum memakan makanan apa pun, hanya air putih yang s’lalu ia minum untuk mengganjal perutnya.“Mas... Cepat pulang, aku sudah tidak tahan di sini,” rintih Fitri yang berbaring di tempat tidurnya.Dulu Angga pernah meminta izin untuk pindah walaupun hanya mengontrak. Akan tetapi, Bu Dinar terkena serangan jantung yang mendadak.Entah itu hanya akal-akalannya saja atau sungguhan, yang jelas setiap kali Angga dan Fitri ingin pindah pasti ada saja hal-hal yang di luar dugaan.“Fitri... Fitri!” teriak Bu Dinar.Fitri yang merasakan pusing, dengan terpaksa ia harus bangkit dan menemui Ibu mertuanya. Jika tidak, Bu Dinar pasti akan mengamuk dan menyakiti hatinya lagi dengan seribu hinaan.“Fitri... Fitri! Kamu budek ya!” kali ini bukan Bu Dinar namun, Kiran yang berteriak dengan tidak kalah keras.“I—iya, sebentar Bu. Kepala Fitri pusing,” ungkap Fitri yang terlihat pucat.“Alasan! Cepat! Bereskan semua ini.” Titah Kiran yang menyuruh Fitri layaknya seorang pembantu.Baru saja Fitri akan melangkahkan kakinya, tiba-tiba...Brak!Wanita cantik itu terjatuh tidak sadarkan diri, Bu Dinar dan Kiran sedikit terkejut. Ia takut jika perlakuannya terhadap Fitri akan di ketahui oleh Angga kakaknya.“Bu, dia beneran pingsan. Bagaimana ini? Aku takut jika Kak Angga akan mengetahui perlakuan kita terhadap Mbak Fitri yang sebenarnya.” Pekik Kiran yang merasa ketakutan.“Ayo kita gotong ke kamarnya, dan kamu tolong hubungi Dokter Fida.” Ujar Bu Dinar.Tidak susah untuk membawa tubuh Fitri yang terbilang kurus, karena ia hanya makan sekali dalam sehari, itu pun jika masih ada sisa makanan. Kalau tidak ada, dengan terpaksa Fitri harus berpuasa.“Menyusahkan sekali sih, kamu jadi orang!” sungut Kiran.Tidak lama Dokter Fida pun datang, ia langsung memeriksa tubuh Fitri yang sangat lemah itu.“Bagaimana keadaan menantu saya? Apa dia baik-baik saja?” tanya Bu Dinar yang pura-pura khawatir.“Begini Bu, Mbak Fitri asam lambungnya naik. Memangnya Mbak Fitri ini suka telat makan, Bu?” tanya Dokter Fida.“Emm... Iya, Dok. Fitri ini orangnya sedikit bebal, kalau di suruh makan bilangnya masih belum lapar.” Kilah Bu Dinar.Wanita yang masih berusia 25 tahun itu tidak menyangka, bahwa sang mertuanya benar-benar seperti ular berkepala 10.“Mbak Fitri enggak boleh seperti itu ya? Mbak Fitri tetap harus menjaga pola makan yang teratur, jika tidak asam lambung yang Mbak derita akan bertambah fatal dan menyebabkan kematian.” Jelas Dokter Fida dengan panjang lebar.“Iya, Dok. Saya tidak akan mengulanginya lagi.” Jawab Fitri dengan suara parau.“Baik, kalau begitu saya pamit ya, Bu Dinar. Mbak Fitri,” Pamit Dokter Fida.Dokter Fida pun melangkah pergi yang di antara oleh Kirana.“Menyusahkan! Mending kamu mati saja sekalian, daripada harus menyusahkan banyak orang!”Bagai tersayat pisau tajam, ketika mendengar mertua yang ia hormati malah mengucapkan seperti itu.“Astaghfirullah...”“Astagfirullah, Ya Allah.” Fitri terus saja beristigfar untuk s’lalu menguatkan hatinya.Kirana yang baru saja mengantarkan Dokter Fida, menghampiri sang Ibu yang sedang menatap bingung ke arah meja makan yang masih berserakan.“Bu, Ibu kenapa?”“Ini Loh, siapa yang akan merapikan ini semua?” ujar Bu Dinar sambil menunjuk ke arah piring-piring kotor yang masih belum di bereskan.“Ibu enggak lagi menyuruh aku kan?”“Terus...kalau bukan kita yang membereskan ini, siapa lagi?”Kiran menatap malas ke semua piring-piring kotor itu, alasan Kiran tidak mau mencuci piring karena, dia takut jika tangannya akan berubah menjadi kasar, apalagi kemarin sore ia baru saja melakukan manikur.“Ya... Tunggu Mbak Fitri saja, yang bereskan? Pokoknya aku enggak mau titik!” tolak Kiran. Wanita yang s’lalu memakai pakaian yang kurang bahan itu pergi meninggalkan Bu Dinar yang sedang kebingungan.**Di luar kota, tiba-tiba saja hati Angga merasa tidak enak. Tidak seperti biasanya, Angga s’lalu teringat den
Kirana!” ucap seseorang dengan suara baritonnya.Kirana yang mengenali suara itu langsung menengok dan terkejut, ia melepaskan tangannya yang menjambak rambut Fitri.“Ma-mas Angga.” Ucap Kiran yang tergagap dan juga ketakutan.Angga berjalan cepat menghampiri Fitri yang sedang terduduk karena di hempaskan oleh Kiran.“Jadi seperti ini sikapmu yang sebenarnya terhadap kakak iparmu, Kiran!” Suara Angga menggelegar mengisi seluruh ruangan.Ada kilatan amarah yang terpancar di wajah tampannya, rahangnya yang mengeras dan lengannya terkepal kuat.Fitri yang mengetahui jika sang suami sedang berada di puncak emosinya, ia berusaha untuk mengalahkan perhatiannya, agar sang suami bisa tersadar dan tidak hilang kendali.“Ma—mas, kamu pasti capek kan? Kita ke kamar yuk, kita istirahat atau... Mas mau aku buatkan kopi?” bujuk Fitri yang berusaha untuk menghalau Angga.“Diam, Fit!” sentak Angga yang membuat Fitri terlonjak, “ Kiran, jawab pertanyaan, Mas!” tambahnya.“Ma—mas, aku bisa jelasin. Sem
“Untuk apa?” Tanya Bu Dinar yang memotong ucapan Fitri.“Bu... Kenapa enggak ketuk pintu dulu kalau mau masuk ke kamar Angga.” Ucap Angga yang kesal karena Bu Dinar sudah masuk tanpa mengetuk pintu.Wanita yang sekitaran umur 50 tahunan itu tidak terima dengan ucapan Angga.“Terserah Ibu dong! rumah-rumah Ibu, Jadi Ibu bebas keluar masuk kapan saja yang Ibu mau.” Ketus Bu Dinar.“Iya, mungkin dulu Ibu masih bebas keluar masuk. Tapi sekarang sudah beda Bu, Angga sudah punya istri.” Tegas Angga yang berusaha untuk menjelaskan kepada ibunya, bahwa sekarang ini ia sudah memiliki keluarga kecil dan memiliki privasi sendiri.“Lalu, kenapa kalau kamu sudah punya istri? Ibu tidak berhak untuk menemui anak Ibu sendiri, gitu!” ucap Bu Dinar, sedangkan Fitri ia hanya diam mematung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Dan kamu,” tunjuk Bu Dinar dengan tatapan tidak suka, “sudah bicara apa kamu sama anak saya? sehingga dia berani melarang ibunya untuk menemuinya.” Sambungnya dengan menuduh Fitri y
“Bu, Kiran punya ide.” Usulnya dan membisikkan sesuatu di telinga Bu Dinar.**Pukul 05.00 pagi, Wanita yang memiliki wajah sayu itu sudah terbangun lebih dulu, ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Fitri langsung membangunkan suaminya, karena mereka akan bersiap-siap untuk pindah saja.“Mas, bangun kita sholat subuh.” Ucap Fitri sambil mengusap pipi suaminya dengan lembut.Angga langsung menggeliat, setelah mendapatkan sentuhan dari tangan dingin Fitri yang baru saja selesai mandi.“Jam berapa, Sayang?” tanya Angga sembari mengucek matanya.“Sudah jam 05:00, Mas. Ayo bangun, nanti kita kesiangan loh sholatnya.” Jawab Fitri yang hendak mengeringkan rambut dengan hairdrayr.“Ya sudah, Mas mandi dulu ya?” pamit Angga yang terbangun dari tempat tidurnya.10 menit kemudian, Angga sudah selesai membersihkan dirinya. Pria tampan itu menatap bingung ke arah istrinya yang masih berkutat dengan alat pengering rambut.“Ad
“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut.“Bu, apa yang telah terjadi?” Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam.“Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi.“Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan.Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Auh!” pekik Kiran.Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah.“Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema.Angga
“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.**Setelah berada di dalam ruangan, terlihat Kiran yang tengah tertidur lelap. Bu Dinar yang melihat putrinya terbaring lemah di atas brankar menjadi merasa bersalah.“Kiran, Sayang. Bangun Nak!” Ucap Bu Dinar, “Kiran jangan tinggalin Ibu.” Sambungnya dengan berlinang air mata.“Bu, biarkan Kiran istirahat dulu. Lebih baik kita keluar dulu yuk! Nanti kalau sudah siuman baru kita ke sini lagi.” Usul Fitri.“Diam kamu! Siapa kamu yang berani menyuruh-nyuruh saya!” Bentak Bu Dinar.Wanita cantik itu terkejut, niat baiknya malah di salah artikan oleh Bu Dinar. Fitri berucap begitu bukan tanpa alasan, wanita cantik itu hanya tidak mau mengganggu Kiran dengan suara keras dari Ibu mertuanya, karena kondisi Kiran belum sadarkan diri.“Bu, yang di ucapkan oleh Fitri itu ada benarnya juga loh. Kasihan Kiran dia butuh istirahat.” Jawab Angga yang membela istrinya.“Angga! Apa kamu tidak bosan membela istrimu yang tidak berguna itu, jangan terus m
“Sayang, maafin Mas ya? Gara-gara Mas, kamu jadi sakit. Ini makan dulu buburnya.” ujar Mas Angga yang terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya.Fitri begitu sangat beruntung, telah menjadi bagian hidup dari Angga namun, keberuntungannya itu pupus setelah mendapatkan mertua dan adik ipar yang sangat jahat.“Gapapa Mas, kepalaku cuma sedikit pusing saja. Oh ya, Mas kok, tau aku ada di sini?” tanya Fitri yang melihat ke arah wajah suaminya.“Awalnya Mas tidak tau, Mas mencari kamu ke mana-mana tapi enggak ketemu juga, terus ada Dokter Fauzan yang memberi tahu Mas, kalau kamu itu pingsan di depan ruang IGD, ya udah deh Mas langsung ke sini.” jelas Angga sambil membuka kantong plastik yang berisi bubur.Mendengar penjelasan dari suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Dokter Fauzan.“Apa benar ia sudah membatalkan perjodohan itu? dan dia berani menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku.” batin Fitri yang bertanya-tanya tentang kebenaran itu.“Hey! Kok malah bengong, masih pusing?
“Tapi dulu kita saling menci—““Hentikan omong kosongmu itu!” potong Angga dengan cepat. Fitri hanya terdiam menyaksikan suaminya yang berdebat dengan wanita yang tidak ia kenal. Ingin rasanya ia bertanya kalau wanita itu siapa? Namun ia urungkan.Ia tau jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, melihat rahang suaminya yang mengeras dengan sigap Fitri menggenggam tangan suaminya dan mengusapnya dengan lembut, guna untuk meredam emosi yang tengah membuncah.“Istigfar, Mas.” ujar Fitri Setelah mendengar perintah dari istrinya, Angga pun langsung mengusap wajahnya dan mengucapkan istigfar.Pria itu menatap Fitri dengan lembut, ia merasa beruntung karena sudah memilih istri yang tepat. Menurutnya, Fitri itu seperti laksana air yang mampu memadamkan api yang tengah berkobar. Seperti halnya sekarang ini, ia mampu meredam emosi suaminya yang tengah meletup-letup dengan sentuhan lembut tangannya, dan tidak lupa ia s’lalu mengingatkan Angga untuk mengucap istighfar ketika ia seda
"Uangnya sudah Ibu pakai untuk arisan." ucap Bu Dinar."Apa!" "Ibu egois!" pekik Kiran.Plaaaak!"Jaga ucapanmu, Kiran. Jangan pernah salahkan Ibu! andai saja kamu bisa menjaga kehormatanmu, kejadian ini tidak akan pernah terjadi!" ucap Bu Dinar yang berlalu pergi meninggalkan Kiran dan Angga.Angga mengusap wajahnya dengan kasar, selama ini uang yang ia kirimkan di pakai untuk kesenangan semata oleh ibunya."Astaga... Kenapa keluargaku menjadi berantakan seperti ini?" batin Angga.*Sedangkan di tempat lain, Alex sudah tiba di kediaman Pak Rahardi.Kemudian, pria tampan itu melihat ke arah belakang yang di mana ada Fitri di sana.Rupanya wanita cantik itu masih belum bangun, padahal ia tertidur sudah cukup lama."Non bangun, kita sudah sampai." ucap Alex.Hening, tidak ada respon sama sekali dari Fitri, wanita yang memiliki mata sayu itu masih anteng dalam mimpi indahnya.Jika begini, Alex terpaksa harus membawa Fitri masuk dengan cara di gendong."Huh! Menyusahkan." Pria tampan be
Sedangkan di mobil, Alex melihat Fitri yang tertidur di kursi belakang. Terlihat masih ada bekas air mata yang membingkai di wajah cantiknya.“Bisa-bisanya ada pria yang tega menyakiti dia.” ucap Alex.Alex teringat dengan Pak Rahardi. Kemudian, Alex pun memberi tahu jika anaknya saat ini sedang bersamanya menuju arah pulang.[Pak maaf, saya sekarang sedang di jalan menuju arah pulang dengan Non Fitri.] Kirim.Drrrrt... drrrrt.Tidak lama, ada sebuah panggilan video call dari Pak Rahardi.“Kenapa pulang terlebih dahulu? Anak saya mana?” ucap Pak Rahardi.Alex pun langsung mengarahkan ponselnya ke wajah Fitri yang sedang tertidur pulas di kursi belakang. Sebelum itu, Alex pun menepikan mobilnya ke pinggir jalan.“Fitri habis nangis? Ada apa?” tanya Pak Rahardi.“Nanti saya ceritakan semuanya ke Bapak di kantor.” jawab Alex.“Oke kalau begitu, hati-hati di jalan dan awas saja jika anak saya kenapa-kenapa.” “Baik, Pak Bos.” jawab Alex.Setelah panggilan terputus, Alex pun melanjutkan pe
“Pak maaf, Bapak sudah di tunggu di ruang meeting.” ucap sekretaris Pak Rahardi.“Oh, ok. Saya akan segera ke sana,” jawab Pak Rahardi, “ nanti lagi ya sayang, dan kalian semua, ayo bubar kerjakan tugas kalian masing-masing!” tambahnya.Setelah kepergian Pak Rahardi, hanya tersisa Tantri, Angga dan Fitri yang masih berdiri mematung.Tantri menatap Fitri dengan tatapan penuh selidik, lalu wanita yang memiliki tubuh langsing itu berjalan mendekatinya.“Ada hubungan apa kamu dengan Pak Rahardi?” tanya Tantri dengan sorot mata yang tajam.“Bukan urusan kamu.” jawab Fitri.Karena malas berlama-lama di depan mantan suami dan si pelakor kemudian, Fitri berlenggang pergi meninggalkan mereka berdua.“Heh, mau ke mana kamu? Aku tahu, kamu pasti wanita simpanan Pak Rahardi. Dasar murahan!” celetuk Tantri.Wanita cantik yang memakai pakaian kantor itu langsung menghentikan langkahnya, tangannya terkepal kuat guna untuk menahan emosi yang sudah mulai naik.“Sabar, Fit. Ini bukan saatnya untuk memb
Pria tampan itu pun mendekati Fitri, lalu ia melepaskan sabuk pengaman yang masih terpasang.“Sudah, silakan kalau memang mau keluar.” ucap Alex yang tersenyum.“Oh, hehehe terima kasih.” ucap Fitri yang menahan malu.Kemudian, wanita cantik itu pun keluar dari mobil. Ia nampak menatap ke sekeliling gedung itu, tiba-tiba ia melihat Tantri yang sedang berdiri di dekat pintu masuk.Sepertinya wanita ular itu sedang menunggu seseorang, terlihat dari wajahnya yang sedang melihat ke kiri dan kanan.“Sedang apa wanita gatal itu ada di sini?” ucap Fitri yang menatap ke arah Tantri.“Mas...” pekik Tantri.Terlihat jika Angga yang baru saja keluar dari dalam mobil dan langsung di sambut dengan penuh cinta oleh Tantri.“Apa! Mas Angga bekerja di sini? Bukannya dia bekerja di daerah Bandung?” gumam Fitri.“Ada apa?” Tiba-tiba saja pertanyaan dari Alex mampu membuatnya terkejut.“Bisa enggak kalau datang itu nggak usah ngagetin!?” ujar Fitri kesal.“Lah, kok, jadi marah? Lagian ngapain kamu bengo
Fitri tersenyum kecut, ketika mengingat semua pengorbanan yang ia lakukan malah di balas dengan rasa sakit yang luar biasa.“Duh... Kenapa harus nangis, jangan nangis Fit. Ini waktunya untuk membalas rasa sakit yang mereka berikan kepadamu,” ucap Fitri yang berusaha untuk menguatkan hatinya.“Udah ah galaunya, mending tidur besok kan aku mau di ajak Ayah untuk melihat perusahaannya.”Wanita cantik itu pun langsung membereskan semua barang-barang yang tadi ia beli, dan tidak lupa juga sebelum tidur Fitri membiasakan diri untuk memakai skincare pemberian dari sang Mama.*Sedangkan di tempat lain, Kiran terus saja menangis memikirkan masa depannya yang hancur oleh perbuatannya sendiri. Apalagi, ia sudah gagal untuk menggugurkan kandungannya.“Pokoknya Om Hendra harus bertanggung jawab atas perbuatannya, aku yakin jika istrinya itu mau menerima kehadiranku dan anak ini.” ucap Kiran.“Nak, kamu belum tidur?” tanya Bu Dinar yang baru saja masuk sambil membawa kantong plastik yang berisi ma
“Adik Bapak hampir saja mengalami ke guguran, karena dia terlalu banyak meminum obat penggugur kandungan.” jelas Dokter, “beruntung Bapak dan Ibu tepat waktu membawa Kiran ke Rumah Sakit, sehingga janin yang ada di kandungannya masih bisa di selamatkan.” tambahnya .Deg!Angga dan Bu Dinar terkejut mendengar penjelasan dari Dokter, bahwa ternyata Kiran sedang mengandung.“Kira-kira berapa bulan janin yang ada di dalam kandungan Kiran?” tanya Angga untuk memastikan.“Kurang lebih baru tiga Minggu, Pak.” ucap Dokter, “setelah ini Kiran akan di pindahkan ke ruang rawat inap, silakan Bapak ke ruang administrasi untuk menyiapkan pembayarannya.” sambungnya.“Baik, Dok.” ucap Angga dengan lirih.Setelah kepergian Dokter, tubuh Bu Dinar luruh ke lantai. Ia merasakan lemas pada tubuhnya saat mendengar penjelasan dari Dokter tadi, wanita berusia 50 tahun itu menangis, ia tidak menyangka kalau anak perempuannya bisa melakukan hal sejauh itu.“Ibu lagi mimpi kan, tolong bangunkan Ibu dari mimpi b
“Kiran!” pekik Bu Dinar yang melihat putri semata wayangnya jatuh pingsan di depan teras rumahnya.Bu Dinar pun berlari dengan tergopoh, ia terkejut mendapati Kiran yang sedang tergeletak. Sebelumnya ia terlihat sehat-sehat saja ketika pamit kepada sang ibu.“Kiran bangun! Kamu kenapa?” Bu Dinar pun terus mengguncang tubuh Kiran agar tersadar. Namun, sudah beberapa kali ia coba tidak ada respons sama sekali dari gadis cantik itu.“Aduh ... Mana enggak ada orang lagi, bagaimana ini?” Wanita yang berusia 50 tahun itu termenung, memikirkan cara untuk mengangkat tubuh Kiran.Karena tidak ada solusi dan perasaan Bu Dinar sudah terlanjur panik, ia merogoh ponselnya yang berada di saku celananya. Kemudian, ia menghubungi Angga memberi tahu keadaan Kiran yang sebenarnya.Bu Dinar berharap Angga akan segera cepat pulang, dan membawa Kiran ke rumah sakit.*Di lain tempat, kebetulan Angga baru saja pamit untuk pulang kepada ke dua orang tua Tantri, karena ia merasa perasaannya tidak enak.Baru
Tantri pun mendorong tubuh Fitri sehingga terjatuh ke lantai.“Rasain! Makanya jangan belagu jadi orang.” ucap Tantri setelah mendorong tubuh Fitri.Wanita cantik itu pun langsung berdiri dan membalas perbuatan Tantri kepadanya, Fitri membalas dengan mendorong tubuh Tantri dengan sekuat tenaga. Sehingga membuat musuhnya tersungkur ke lantai dan sedikit mengeluarkan darah pada dahinya akibat terbentur.Semua orang terkejut, terutama dengan Angga. Ia tidak menyangka jika Fitri akan membalas dengan mendorong tubuh Tantri, biasanya dia tidak akan pernah membalas. Namun, kali ini Fitri nampak berbeda dari sebelumnya.“Bagaimana? Sakit?” tanya Fitri sambil menyunggingkan senyumnya.“Wanita sialan! Berani-beraninya kau mendorong tubuhku!” pekik Tantri.“Hahahah, ngapain aku harus takut, emang kamu siapa? Oh, iya aku lupa. Kamu kan, pelakor yang merebut suamiku.” ucap Fitri dengan lantang di depan semua orang.Semua orang menatap Tantri dengan penuh kebencian, bahkan ada salah satu orang yang
‘Begitu cepat sekali kamu melupakanku, Mas. Lihat saja, aku akan membuatmu dan keluarga kamu menyesal’ batin Fitri.Lengan wanita cantik itu mengepal dengan kuat, ia sadar bahwa pengorbanan yang ia berikan malah di balas dengan pengkhianatan.Kali ini dia tidak mau menjadi wanita yang lemah, ia berjanji kepada dirinya sendiri akan membalaskan semua rasa sakit yang mereka berikan.“Nak, kamu ngeliatin apa?” pertanyaan Bu Sinta sukses membuat Fitri terkejut.“Em... Enggak kok, Mah.” jawab Fitri dengan singkat.Tidak lama mereka pun sampai di pusat perbelanjaan, Fitri yang turun terlebih dahulu menatap kagum ke gedung tinggi yang berada di hadapannya.Ia tidak menyangka bisa menginjakkan kakinya di Mall untuk pertama kali, sebenarnya dulu sering Angga mengajak Fitri untuk belanja ke Mall. Namun, Bu Dinar selalu melarang karena harga pakaian di Mall jauh lebih mahal dari pada di pasar.“Sayang, ini buat kamu. Belanjalah dengan sepuasnya, beli apa saja yang kamu inginkan.” ucap Pak Rahardi