“Pudja... ini Melati, penari jaipong istana yang pernah aku ceritakan padamu” ucap Bintang kepada Pudja memperkenalkan sosok Melati.
“Aku memanggil kalian berdua kemari, karena ada sesuatu yang ingin kusampaikan sama kalian” ucap Bintang lagi hingga membuat Melati dan Pudja terlihat saling pandang kembali.
“Aku berencana untuk menikahi kalian berdua dan menjadikan kalian selirku di istana ini. Bagaimana menurut kalian ?!!” ucap Bintang lagi hingga membuat Pudja dan Melati saling pandang dengan wajah berubah.
“Melati tidak keberatan kang” ucap Melati tiba-tiba.
“Pudja juga tidak keberatan gusti” sambung Pudja cepat.
Bintang hanya tersenyum melihat keduanya.
“Aku harap kalian berdua bisa rukun dan bersahabat, keberadaan kalian disisiku sama pentingnya. Aku sayang dan cinta pada kalian berdua” ucap Bintang lagi hingga membuat Melati dan Pudja tersenyum tersipu malu. Lalu ke
“Siapa yang ikut bersamamu itu Pusara ?” tanya Bintang. Rupanya sosok Wika cukup menarik perhatian bagi orang-orang yang ada diruangan itu, karena wajah yang Wika miliki selain cantik jelita juga manis, hingga siapa saja yang memandangnya takkan bosan.“Wika... gusti prabu menanyakan tentang dirimu” ucap Pusara menyadarkan Wika dari keadaannya.“Hamba Wika putri, sahabat perjalanan kakang Pusara menuju kemari” ucap Wika dengan cepat memperkenalkan dirinya.“Wika putri...” ulang beberapa orang diruangan itu lagi.“Bagaimana kabar guru Pusara ?” tanya Bintang lagi.“Guru baik-baik saja gusti. Guru menitipkan salam untuk gusti prabu” ucap Pusara lagi kepada Bintang.“Kuterima salam dari guru Pusara, sampaikan salamku juga untuk guru nanti bila bertemu lagi” ucap Bintang. Pusara tampak mengangguk.Lalu keduanya terlibat pembicaraan basa basi diantara merek
“Ranggalawu....” terdengar sosok diatas kuda menyebutkan satu nama yang diarahkannya pada sosok yang berdiri membelakanginya dihadapannya.Sosok itu kemudian berbalik, dan ;“Sahdewa....” terdengar sosok itu menyebutkan satu nama lagi.Rupanya, keduanya adalah patih Setyo Kencana, patih Ranggalawu dan patih Sahdewa. Patih Sahdewa yang berada diatas kuda segera melompat turun dengan ringannya, lalu berjalan mendekati Patih Ranggalawu yang berada beberapa langkah dihadapannya.“Ada apa kau jauh-jauh menyuruhku datang kemari Ranggalawu ?” tanya Patih Sahdewa lagi. Tapi wajah Patih Ranggalawu justru berubah mendengar hal itu.“Loh... bukannya kau Sahdewa yang memintaku untuk datang kemari ?!!” ucap Patih Ranggalawu dengan wajah bingung, Patih Ranggalawu tampak mengeluarkan sebuah gulungan surat kepada Patih Sahdewa, Patih Sahdewa segera menerima dan membacanya dengan wajah bingung. Lalu Patih Sahdewa send
“Tapak saketi, heaaa !!!”Wika melompat dengan tapak saketinya kearah Patih Ranggalawu.“Tinju Gledek, yeaaahhh !!!”Patih Ranggalawu tak mau kalah, Tinju Gledek yang sudah terangkum segera melesat kedepan, menyongsong lawannya, hingga ;Dhuarr ! Dhuarr ! Dhuarr ! Dhuarr ! Dhuarr !Blleeggaaarrr !!!Ledakan-ledakan kecil terjadi disekitar pertemuan kedua pukulan dahsyat itu disusul dengan satu ledakan keras yang membuat sosok Patih Ranggalawu dan Wika sama-sama terlempar keras kebelakang. Kedua-duanya tampak sama-sama terguling-guling hingga akhirnya terkapar.Patih Ranggalawu terlihat memegangi dadanya yang terasa nyeri. “Huakkk !!!” Patih Ranggalawu memuntahkan darah kental kehitaman dari mulutnya, hal ini memandakan luka dalam yang tidak ringan.Sementara itu didepan, sosok Wikapun tak kalah parahnya, caping bambu yang dikenakannya terlepas entah kemana hingga kini terlihat wajahnya sudah
KERAJAAN SETYO KENCANA dilanda kegemparan, malam itu Patih Ranggalawu dan Patih Sahdewa kembali ke Setyo Kencana dalam keadaan sekarat, keduanya terkapar pingsan diatas masing-masing kuda mereka. Kegemparan dan ketenangan Setyo Kencana terusik malam itu. Para senopati, pejabat dan Mahapatih Suryo Barata sendiri langsung memeriksa keadaan kedua patih Setyo Kencana tersebut dan wajah Mahapatih Suryo Barata terlihat berubah. Saat para pejabat istana Setyo Kencana ikut memeriksanya, wajah merekapun ikut berubah. Demikian pula para senopati yang merupakan sahabat-sahabat Bintang ikut memeriksa, tapi lagi-lagi wajah mereka berubah. “Cepat bangunkan gusti prabu !!!” ucap Mahapatih Suryo Barata lagi. Semua terlihat ragu memandang kearah Mahapatih Suryo Barata. “Ini keadaan darurat, Patih Ranggalawu dan Patih Sahdewa bisa tewas kalau terlalu lama dibiarkan” ucap Mahapatih Suryo Barata lagi dengan agak keras. “Cakra! Buana!, kalian yang pergi untuk membangunkan gusti p
“Ternyata Segel Dewa Kehidupan mampu menyegel racun ini agar tidak meluas kemana-mana, tapi walau bagaimana racun ini harus segera diobati, entah seberapa lama Segel Dewa Kehidupan dapat menahannya” batin Bintang lagi menyadari hal itu. Tapi untuk sementara Bintang menarik nafas lega melihat keadaan Patih Ranggalawu dan Patih Sahdewa yang sudah terbebas dari maut.“Paman mahapatih, besok utus orang ke lembah obat, ajak guruku Peramal 5 Benua dan adik seperguruanku Satria kemari” ucap Bintang lagi kepada Mahapatih Suryo Barata.“Baik gusti” ucap Mahapatih Suryo Barata, walaupun Mahapatih Suryo Barata masih bingung kenapa Bintang menyuruhnya melakukan hal itu.“Apa yang kulakukan tadi hanyalah untuk sementara untuk menyelamatkan Patih Ranggalawu dan Patih Sahdewa, aku tidak bisa mengeluarkan racun ini sepenuhnya, mudah-mudahan Satria dan guruku bisa mengobati mereka secara tuntas. Untuk sementara mereka masih aman” u
Dengan bantuan sebatang tongkat yang dibuatnya dari dahan pohon kecil. Wika berjalan terus. Wika berniat untuk kembali ke Pulau Ular setelah merasa seluruh orang-orang yang ada didaftar dendamnya telah tewas. Bahkan menurut Wika, Patih Ranggalawu dan Patih Sahdewa sudah tewas karena ludah racun ular emasnya.Di sebuah jalan lembah, Wika tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, diujung pandangannya, terlihat seorang kakek tua berpakaian merah tengah berjalan pula kearahnya. Walaupun sudah tua dengan rambut dan jenggot yang sudah memutih, tapi kakek tua ini terlihat masih gagah, jalannyapun masih penuh tenaga, melihat pakaian yang dikenakannya, kakek ini sepertinya adalah orang rimba persilatan, walau tidak terlihat senjata apapun ditubuhnya.Wika berusaha untuk tidak mengindahkan kakek tua itu dengan terus berjalan. Saat berselisihan dengan kakek berpakaian merah itu, Wika tak sedikitpun menoleh, seraya tetap meneruskan langkahnya berjalan kedepan, setelah berselisihan b
Tanah bergetar, satu pohon tumbang tak kuasa menahan dasyatnya hawa pertempuran.Menghadapi Ajian Serat Jiwa biasanya sang lawan berusaha menghindar dari sentuhan pemiliknya. Karena sedikit sentuhan yang tercipta segera mengubah lawan menjadi serbuk abu. Ki Pasopati pasti mengetahui itu, Ki Pasopati pasti mengetahui Wika pemilik Ajian Serat Jiwa tingkat sempurna, namun ia malah memilih menyerang langsung ke arah Wika dengan ajian yang baru saja ia sempurnakan, Ajian Waringin Sunsang.Wika bersiap menahan gempuran, Ajian Bayu bajra yang dilepas mengawali Serat Jiwa telah pudar terhempas kerasnya Waringin Sunsang. Serat Jiwa siap menghanguskan. Tubuh Wika telah membara, siap membakar siapa saja yang mendekat apalagi menyentuhnya. Kedua tangannya membentuk perisai, hawa panas kian menyebar. Tanah yang dipijak telah menghitam.Sebuah teriakan dahsyat yang tak ubahnya sebuah raungan mengawali benturan, itu suara Ki Pasopati!DAAAASSSSSTTTT….!!!B
“Bagaimana lukamu ki ?” tanya Bintang ramah. Ki Pasopati segera menyadari keadaannya.“Oh... terima kasih raden, luka saya sudah lumayan sembuh” ucap ki Pasopati dengan cepat menjura hormat. Bintang terlihat dengan cepat balas menjura hormat.“Siapa sebenarnya raden ini ? apakah raden memiliki hubungan dengan gadis ini ?” tanya ki Pasopati lagi.“Namaku Bintang, ya aku memang memiliki urusan dengan gadis ini” ucap Bintang lagi memperkenalkan dirinya, wajah ki Pasopati berubah mendengar nama yang baru saja disebutkan oleh Bintang.“Apakah raden ini raden Bintang yang berjuluk Ksatria Pengembara, ketua dunia persilatan itu ?” tanya ki Pasopati lagi cepat.Bintang hanya tersenyum, tak menjawab tapi hanya menganggukkan kepalanya saja. Ki Pasopati dengan cepat menjura hormat kepada Bintang.“Maafkan saya yang tidak mengenali raden” ucap ki Pasopati lagi.“Tidak a