“Makhluk luar biasa...” desis Maithatarun. Dia ingat pada Bintang dan dua temannya. Dengan cepat Maithatarun membungkuk mengambil ketiganya. “Kalian bertiga, terutama kau Hai! Bintang telah menolongku! Aku sangat berterima kasih! Mulai hari ini, aku mengangkat sumpah bahwa kalian bertiga adalah saudara satu darahku!”
“Terima kasih kau mau berbaik hati mengangkat kami jadi saudara-saudaramu!” kata Bintang. “Mudah-mudahan saja kau tidak malu punya tiga saudara kutu cebol begini!”
Maithatarun buka mulutnya lebar-lebar hendak tertawa bergelak mendengar ucapan Bintang itu. Tapi Bintang cepat berteriak. “Jangan tertawa! Kami bertiga bisa mental ke udara! Jatuh ke tanah!”
Maithatarun segera tekap mulutnya dengan tangan kiri lalu berkata. “Sahabat Bintang, sebelumnya aku telah berulang kali mengejek dan menghinamu dan dua kawanmu. Ternyata kau seorang sakti berkepandaian tinggi. Ilmu memelihara dan memang
Di dalam kocek jerami kering, Bintang dan dua kawannya mendengar jelas bentakan-bentakan itu. Dengan susah payah mereka menggeser penutup kocek lalu mengintai.“Celaka, naga-naganya akan terjadi perkelahian hebat!” kata Bayu. “Kalau sampai tendangan atau senjata lawan mengenai kocek ini, kita bisa medel semua!”“Kalau begitu biar aku keluar saja dan merosot lewat kaki celana Maithatarun!” kata Arya.“Mati hidup kita tetap dalam kocek ini! Berada di luar mungkin lebih besar bahayanya!” kata Bintang lalu menarik daun telinga lebar Arya.-o0o-Lelaki di sebelah depan yang mengenakan destar tinggi warna hitam terbuat dari sejenis kulit kayu meludah ke tanah. “Dasar manusia bodoh! Setelah membunuh keponakanku kau masih bisa berkata tidak mencari lantai terjungkat! Menuduh kami memfitnah!”“Hai! Pasalut, Lamanda, Ruhrinjani istri yang kucintai! Perihnya
Di hadapan Maithatarun ular hijau bergerak secara aneh. Binatang ini tidak melata di tanah melainkan, tegak lurus di atas ekornya yang laksana besi dipancang. Didahului desisan keras dan semburan racun berwarna hijau, sosok Pasalut yang telah jadi ular itu melesat ke depan. Kepala mematuk ke arah leher sedang bagian tubuh berusaha menggelung sementara ujung ekor tetap tegak di tanah dan mampu bergerak cepat kian kemari.Bintang, Arya dan Bayu yang berada dalam kocek jerami dan menyaksikan apa yang terjadi menjadi sangat ketakutan. Kalau sampai hantaman ular jejadian itu mengenai kocek maka tamatlah riwayat mereka bertiga!Sambil menyingkir hindari serangan Maithatarun berseru.“Hai! Lamanda Pasalut! Aku Maithatarun yang muda bersedia menyudahi perkelahian ini. Asalkan kau mau menghentikan serangan!”Tapi Pasalut yang telah jadi ular hijau besar itu tidak perduli ucapan orang. Patukannya menyambar ganas. Untung Maithatarun masih bisa meng
“Lalu bagaimana dengan kita?” tanya Bayu.“Jangan terlalu mengharap. Kita sendiri akan berada dalam bahaya berkepanjangan. Mungkin kita harus menunggu sampai Maithatarun menghabisi Zalanbur. Kalau dia menang! Kita tetap harus mencari jalan kembali ke dunia kita! Tanah Jawa! Sekarang hari sudah gelap. Malam akan segera tiba. Aku tidak dapat membayangkan ngerinya malam di negeri aneh ini! Tapi kalau siang datang, aku minta Maithatarun mengantarkan kita ke kawasan berumput itu. Kita harus dapatkan Cincin bermata hijau itu kembali!” sandarkan badannya ke dinding kocek. “Sialnya nasib kita ini...”Tiba-tiba saja mereka merasakan seperti melayang di udara. Lalu ada suara menggemuruh.“Apa yang terjadi?!” seru Arya sambil berusaha menahan kencingnya.Bayu coba mengintai. Sesaat kemudian dia memberi tahu. “Maithatarun berada di atas kuda kaki enamnya!”“Berarti kita tengah menuju Kota Jin!&r
“Patole.... Patole,” kata Maithatarun sambil geleng-geleng kepala. “Apa kau dan lima kerabat sudah pada buta? Dengan siapa saat ini kalian berhadapan?!”Patole menjawab. “Yang kami lihat memang sosok kasar Maithatarun, bekas Kepala Kota Jin. Tapi kami tidak tahu apakah ini benar jazad hidupnya atau rohnya yang gentayangan dari alam kematian!”Kembali telinga Maithatarun menjadi panas. Malah dadanya kini mulai terasa seolah dibakar. “Hai! enam kerabat, tidak tahu aku siapa yang buta dan pandir di antara kita. Aku tidak ingin bicara berlama-lama dengan kalian. Beri aku jalan! Aku akan segera menuju Kota Jin!”“Maithatarun!, harap kau mau bersadar diri. Keadaan sekarang berubah sudah. Dulu kau Kepala Kota Jin yang kami hormati. Tapi sekarang tidak. Saat ini kami adalah para wakil kepercayaan Zalanbur, Kepala Kota Jin yang baru! Kami diperintahkan untuk mencegatmu. Kau tidak boleh memasuki Jin!”&ldq
Di sebelah kiri kuda kaki enam meringkik keras sewaktu salah seekor kadal raksasa menancapkan gigi-giginya di tengkuk. Kuda ini berlaku cerdik. Dia jatuhkan diri, berguling di tanah sambil menyorongkan kepalanya. Tanduknya yang tajam berkeluk menancap di perut kadal coklat yang tadi menyerangnya!Niat baik Maithatarun ternyata tidak mendapat sambutan Patole. Malah dia melompati Maithatarun dan memiting lehernya dari belakang. Dari depan dua kawannya menyerbu dengan parang terhunus!“Bacok! Lekas kalian bacok dia!” teriak Patole.Maithatarun kertakkah rahang. Kesabaran dan rasa kasihannya hilang. Dengan bola batu kaki kirinya dia menginjak kaki kiri Patole hingga berderak hancur. Selagi Patole menjerit kesakitan dan lepaskan pitingan-nya, Maithatarun tarik sosok orang ini lalu dilemparkan ke depan. Tepat pada saat dua parang besi datang membacok.Patole menjerit keras lalu roboh ke tanah mandi darah. Dua orang kawannya yang barusan secara tak s
Mendengar kata-kata Si Bayu, mau tak mau Arya memandang ke arah yang ditunjuk. Anak perempuan yang ditunjuk Bayu ternyata adalah seorang anak kecil yang tubuhnya penuh koreng dan ingusnya mengambang turun naik di atas bibirnya!Arya mengomel panjang pendek sedang Bayu dan Bintang tertawa gelak-gelak.Penutup kocek tiba-tiba jatuh ke bawah. Tiga orang jatuh terhempas jatuh. Bintang cepat berdiri dan berusaha mendorong penutup kocek ke atas. Dia tahu sesuatu yang hebat bakal terjadi.“Duelcarok! Duelcarok!” Kembali orang banyak di seputar tanah lapang berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan tangan atau benda apa saja yang mereka pegang.Di ujung tanah lapang besar di hadapan Maithatarun, di atas sebuah kursi batu duduklah seorang pemuda berwajah kebiru-biruan. Di kepalanya ada sebuah destar terbuat dari kulit kayu berwarna merah dan berukir-ukir gambar kepala harimau bersilang tombak. Destar itu adalah destar kebesaran milik Kepala Kota Jin.
“Zalanbur!” Maithatarun tiba-tiba berteriak. “Lihat baik-baik keadaan dua kakiku! Dua batu bulat membungkus kakiku! Aku menyebutnya Bola-Bola Neraka! Kaulah yang punya pekerjaan sampai aku jadi begini! Kau menyantet diriku! Tapi hari ini kau akan menyesal sampai ke alam roh! Karena dua kakiku ini yang akan mengirimmu ke alam sesat neraka jahanam! Aku Maithatarun siap melakukan Duelcarok dengan manusia laknat Kepala Negeri palsu!” Masih menggema teriakan Maithatarun itu tahu-tahu tubuhnya tampak melayang di udara. Kaki kanannya menyambar menimbulkan suara laksana sambaran angin puting beliung. Orang banyak di tepi lapang berseru kaget dan cepat-cepat menjauh.Zalanbur berteriak keras sambil melompat dari atas kursi batu. Tangan kanannya menghantam. Tapi luput. Masih untung dia selamatkan diri dari tendangan kaki batu.“Braaakkk! Byaaarrr!”Kursi batu yang tadi diduduki Zalanbur hancur berkeping-keping dan bertaburan di udara. M
“Kita harus menolong Maithatarun! Kalau tidak kita bisa ikut celaka!”“Menolong bagaimana? Keluar dari dalam kocek ini saja kita tidak mampu!” tukas Bayu.“Kalaupun bisa keluar apa yang bisa kau lakukan?!” Menimpali Arya.“Pasti ada sesuatu yang bisa kita lakukan! Pasti!” kata Bintang.Saat itu Jin Kempompong begitu keluar dari dalam sarangnya kembali melesat menyerang Maithatarun. Kali ini ekornya ikut menggebuk. Selagi dia berusaha menghindarkan gebukan ekor ulat raksasa tiba-tiba kepala Jin Kepompong menyambar ke lehernya!“Celaka!” keluh Maithatarun. Dia coba mencekal leher ulat raksasa namun gigi-gigi Jin Kepompong sudah menempel di lehernya. Dalam usahanya menyelamatkan diri Maithatarun jatuh punggung dan terbanting di tanah. Dua kakinya ditendangkan berusaha menghantam tubuh ulat raksasa sementara dua tangan mencekal leher dan kepala Ulat, menahan gerakan gigitan yang siap memutus l