“Suri”. terdengar nama itu disebut oleh Arya saat mengenali sosok yang baru saja menyelamatkan sosok gadis bertopeng perak tersebut.
Tapi yang dipanggil justru terlihat langsung memeriksa keadaan gadis bertopeng perak yang sudah terlihat tak sadarkan diri, wajah wanita cantik itu langsung berubah lega saat mengetahui gadis bertopeng perak itu masih bernafas dan dia terlihat berpaling kearah Arya seraya menganggukkan kepalanya untuk memberikan tanda kalau gadis bertopeng perak itu masih hidup.
“Serrrr..”. dan kembali sesosok bayangan melesat dihadapan Iblis Kapak Merah, dan rupanya dia adalah Bayu Pratama, Pendekar dari Bukit Rajawali.
“Serrrr..”. Arya ikut melesat disebelah Bayu.
“Bagus, apakah masih ada yang lain, biar semuanya cepat selesai”. justru Iblis Kapak Merah menyambutnya dengan tawa keras melihat kedua anak muda yang kini berdiri dihadapannya.
“Jangan sombong kau Iblis Kapak Merah, rasakan seranganku ini.....hyattt....bett...bettt”.
Markas besar Gerombolan Kapak Merah benar-benar menjadi tempat banjir darah dimana terlihat puluhan bahkan ratusan mayat bergelimpangan disana sini, sebagian besar mayat-mayat itu adalah para laki-laki yang mengenakan pakaian serba merah. Sebagaimana kita ketahui pada kisah sebelumnya (Gerombolan Kapak Merah & Iblis Kapak Merah), kabar tentang akan dieksekusinya seluruh para tawanan oleh Gerombolan Kapak Merah membuat Bintang tak memiliki pilihan lain kecuali menyerang langsung walaupun sulit bagi Bintang rasanya untuk bisa lolos kali ini dari kematian, tapi Bintang juga tak mungkin membiarkan nasib ke-4 sahabat barunya tewas ditiang gantungan. Penyerangan Bintang yang dengan gagah berani seorang diri menghadapi ratusan orang pengikut Gerombolan Kapak Merah bukan saja telah membuat banyak dari pengikut Gerombolan Kapak Merah yang tewas, tapi kemunculan rombongan Patih Suryo Barata bersama para senopati perangnya telah membantu perjuangan Bintang dalam menghadapi serangan
Matahari sudah hampir berada diufuk barat, mega-mega merah sudah terlihat menghiasi ufuk barat, sepertinya tak lama lagi mataharipun akan segera beranjak dari tugas kesehariannya, sang rembulan akan segera menggantikannya. Sementara itu di markas besar Gerombolan Kapak Merah sendiri. “Apakah keputusanmu sudah bulat untuk pergi saat ini juga Bintang, apakah tidak sebaiknya kau menunggu gusti prabu dulu”. “Sampaikan saja salam hormat saya kepada gusti prabu paman, suatu hari nanti pasti saya akan berkunjung ke Kerajaan Setyo Kencana”. “Tapi gusti prabu pasti ingin memberikan penghargaan atas apa yang telah kau lakukan hari ini Bintang”. ucap Patih Suryo lagi. Bintang hanya tersenyum mendengarnya. “Bukan saya yang pantas menerimanya paman, tapi mereka”. ucap Bintang lagi seraya menunjuk belasan orang pendekar yang ada disekitar tempat itu. Patih Suryo hanya mampu tersenyum karena tidak ada yang dapat dilakukannya lagi untuk menghalangi keinginan
“Apa yang dikatakan Yudho memang benar Sawungpati, jika kau tidak keberatan, aku juga ingin mengangkat saudara denganmu”. sambung Arya lagi. “Ta... tapi aku tidak pantas, aku tidak pantas bersaudara dengan orang-orang seperti kalian” “Apa yang kau katakan Sawung, tidak ada yang tidak pantas pada dirimu, bukankah dihadapan yang maha kuasa kita semua manusia ini sama.”. ucap Bayu lagi. Sawungpati terlihat semakin bingung, sesaat ditatapnya Bintang yang ada disebelahnya. “Apa yang dikatakan mereka memang benar Sawung, mungkin ada baiknya kita semua saling mengangkat saudara, agar tidak ada lagi yang namanya hutang nyawa, hutang budi atau yang semacamnya”. ucap Bintang lagi. “Kalau begitu baiklah, tapi aku harap kita melakukannya dengan caraku, dikalangan begal, bila ingin mengangkat saudara harus menggunakan darah”. ucap Sawungpati lagi seraya mengambil salah satu pisau terbangnya dan tanpa ragu Sawungpati menggunakan pisaunya untuk menggores telapak tan
Terasa tidak ada gunanya lagi berada ditempat itu, Bintang akhirnya memutuskan untuk segera mencari ditempat lain mengingat bahaya yang akan selalu mengintainya. Tapi baru saja beberapa helaan nafas Bintang berkelebat ingin meninggalkan tempat itu, tiba-tiba saja langkah Bintang kembali berhenti dan tiba-tiba saja tubuh Bintang berbalik. “Tak perlu bersembunyi lagi nisanak, keluarlah!!”. ucap Bintang tiba-tiba, sungguh mengherankan sekali, entah pada siapa ucapan itu ditujukannya. Tapi tak seberapa lama kemudian, sosok tubuh terlihat keluar dari balik sebuah pohon. “Nisanak”. ucap Bintang dengan wajah gembira saat melihat kemunculan sang gadis, karena gadis itulah yang memang saat ini tengah dicarinya. Sosok seorang gadis yang tampak mengenakan topeng perak untuk menutupi wajahnya, tapi bibirnya yang merah meranum terlihat jelas bagi siapa saja yang ada dihadapannya dan hal inilah yang saat ini membuat wajah Bintang gembira. ***
“Apakah kota raja ini memang seperti ini setiap harinya Sekar ?” “Setahuku tidak kakang, dulu saat aku melewati kota raja ini, keadaannya biasa-biasa saja” “Hem.... kalau begitu pasti akan ada suatu perayaan di kota raja ini”. ucap Bintang lagi, dan ; “Ayo Sekar, kita cari rumah makan, perut kakang sudah keroncongan nih”. ucap Bintang lagi seraya melangkah lebih dulu, Sekar hanya mengikutinya dengan tersenyum kecil. Tak lama kemudian langkah keduanya tiba didepan sebuah warung makan yang tampak sudah cukup ramai pengunjungnya, dan kedatangan Bintang dan Sekarwangi tentu saja langsung disambut dengan ramah oleh sang pemilik warung. “Silahkan, silahkan masuk den”. ucap aki tua itu dengan ramahnya, ternyata didalam warung makan tersebut bukan hanya pengunjung biasa saja, ada beberapa orang juga dari kalangan pendekar yang tengah berada ditempat itu, tapi masuknya Bintang dan Sekarwangi kedalamnya membuat perhatian untuk sesaat tertuju kearah keduanya, ap
Sementara itu gadis jelita yang tampil begitu anggun dan cantik terus melemparkan senyum dan lambaian tangannya kearah para penduduk yang menatap kagum kepadanya hingga akhirnya tatapannyapun tertuju pada sosok Bintang yang berada diantara deretan para penduduk. “K....kkk...kang Bintanggg”. ucap suara itu perlahan keluar dengan tercekat dari balik bibir mungilnya, bersamaan dengan itu lambaian ditanganyapun ikut berhenti, bahkan tatapan matanyapun tidak pernah lepas dari sosok Bintang yang masih berdiri dan juga menatap kearahnya, wajah gadis jelita itu ikut berpaling saat kereta itu semakin jauh meninggalkan barisan. Perubahan yang terjadi pada gadis yang merupakan calon mempelai pangeran Galuhbaya itupun ternyata tak lepas dari pandangan Sekarwangi dan Sekarwangi semakin yakin kalau antara Bintang dan gadis itu pasti pernah saling mengenal. Akhirnya barisan itupun bubar dengan berbagai cerita, sebagian diantara mereka tentu saja menceritakan tentang kecantikan dan
“Kenapa aku gelisah seperti ini, sebenarnya siapa yang ingin bertemu dengan kang Bintang itu ?”. batin Sekarwangi lagi seraya kembali menjatuhkan dirinya dikasur empuk itu, tapi sesaat kemudian dia kembali bangkit dengan wajah gelisah. Sesaat entah kenapa tiba-tiba saja dibenak Sekarwangi terbayang satu wajah gadis seusia dirinya, dan ; “Jangan…jangan….”. ucap Sekarwangi lagi terhenti seraya bangkit berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya, diluar kegelapan malam sudah terlihat menghampar disejauh mata memandang, dibawah, terlihat warung ki Sawun sudah cukup ramai oleh pengunjung, tapi ki Sawun masih terlihat sibuk untuk menghitung pendapatannya hari ini. Kemunculan Sekarwangi cukup membuat ki Sawun terkejut dan dia langsung membereskan uang-uang yang tadi dihitungnya. “Eh, ada nini….”. ucap ki Sawun cepat. “Maaf kalau saya menganggu ki Sawun”. “Ah, tidak apa-apa nini, apakah ada yang bisa saya bantu ?” “Begini ki, apakah aki
“Aa...apakah ini benar-benar kau kang Bintang”. ucap gadis jelita yang memang tak bukan adalah Pandansuri, Putri Adipati Pandan Arum. Untuk mengetahui tentang Pandansuri, baca (Munculnya Ksatria Pengembara). “Tentu saja Pandan, ini benar-benar aku Bintang”. ucap Bintang lagi mencoba meyakinkan Pandansuri yang ada dihadapannya. “Kakanggg...”. dan secara tiba-tiba pula Pandansuri langsung memeluk Bintang dengan hangat dan eratnya, Bintangpun hanya mampu membalasnya dengan penuh kehangatan. Dan tak lama kemudian terdengar isak tangis yang keluar dari bibir mungil Pandansuri. “Ternyata kau masih hidup kakang, oh... syukurlah”. terdengar ucapan itu diantara isak tangisnya, isak tangis dan ucapan Pandansuri barusan tentu saja membuat Bintang heran. Setelah cukup lama Pandansuri menumpahkan isak tangisnya didadanya, dengan lembut Bintang merenggangkan pelukannya, diangkatnya wajah Pandansuri yang bersimbah air mata dan dengan lembut pula Bintang memupu