Malam kembali menyelimuti kegelapan alam, rembulan tampak bersinar redup malam itu, anginpun terasa berhembus kencang membelai setiap apa saja yang dilewatinya, beberapa buah Bintang masih tampak dengan setia menemani sang rembulan menunaikan tugasnya.
Disebuah tempat disebuah hutan belantara yang cukup luas, terlihat sebuah nyala api unggun yang menyala menerangi tempat itu. Nyala unggun itu berasal dari sepasang sosok muda mudi yang tengah menikmati hangatnya nyala api unggun tersebut.
Yang satu adalah sosok seorang pemuda berparas tampan berjubah biru yang tentu saja sudah sangat kita kenali bersama, dia tak lain adalah Bintang adanya.
Sedangkan sosok gadis berparas jelita yang ada didekat Bintang tak lain adalah Intan Purnama milik sesepuh aliran putih yang bernama Datuk Langit.
Sejak tadi Intan selalu memperhatikan Bintang yang saat itu tengah asyik membolak balik ayam panggang yang ada diatas api unggun tersebut, harumnya ayam yang terpanggang i
Sebuah gunung terlihat berdiri tegarnya, kerasnya hembusan angin seakan tak kuasa untuk mengalahkan sosok keangkeran puncak gunung yang terlihat begitu kokoh dari pandangan mata. Dan ini pula yang saat ini dilakukan oleh seorang pemuda yang menatap tak berkedip kearah sosok gunung besar yang ada dihadapannya. Disebelahnya terlihat sosok seorang gadis berparas cantik jelita yang sesekali tersenyum menatap kearah pemuda tampan yang ada disebelahnya. “Ayo kang”. ucap sang gadis lembut seakan menyadarkan sosok pemuda yang ada disebelahnya, lalu kembali keduanya melanjutkan perjalanan mereka. Dengan menggunakan ilmu peringan tubuh yang cukup sempurna, keduanya mampu berkelebat cepat menaiki puncak gunung yang ada dihadapan mereka, tak perlu menunggu waktu lama bagi keduanya untuk segera tiba dipuncak gunung tersebut. Di puncak gunung, terdapat sebuah bangunan tua yang cukup sederhana, sang gadis jelita maju beberapa tindak kedepan pintu bangunan tua tersebut. Tok.
Kini kita melompat sejenak kesebuah tempat yang tepatnya berada disebelah utara dari Puncak Lawu, tepatnya disebuah dataran padang rumput yang cukup luas, disepanjang mata memandang hanya hamparan rumput dan ilalang yang tumbuh subur ditempat itu. “Hyatt....hiyattt....duarrr....duarrr....duarrrr”. beberapa ledakan kecil terdengar cukup keras ditempat itu. Suara itu berasal dari sosok seorang pemuda yang rupanya tengah berlatih ilmu kanuragan ditempat itu. Pemuda tampan yang masih berusia muda belia ini tampak begitu bersemangat melatih jurus-jurus tongkat ditangan kanannya, sesekali tongkat ditangannya diputar-putarnya diudara hingga membentuk satu putaran angin yang cukup hebat, keringat tampak sudah membanjiri hampir seluruh pakaiannya dan astaga, ternyata setelah dilihat lebih jelas lagi, ternyata kedua mata pemuda tersebut adalah buta, ini terlihat jelas saat dilihat kedua mata pemuda ini selalu terpejam. Tapi walaupun begitu, jurus-jurus yang saat ini te
Pagi itu, Bintang, Intan, Pusara dan Kakek Buta tengah berada ditaman belakang dari bangunan, tempat kediaman kakek Buta. “Kang, jika kakang tidak keberatan, aku ingin berlatih dengan kakang”. ucap Pusara tiba-tiba saja mengutarakan keinginannya, Bintang terdiam sejenak mempertimbangkan hal itu. Bintang memang sudah tahu kalau Pusara memang sangat mengagumi dirinya, setiap ki Tampir turun gunung, Pusara selalu berpesan untuk selalu mencari tahu tentang sepak terjang Ksatria Pengembara didunia persilatan dan dari cerita-cerita Ki Tampir pulalah Pusara semakin mengagumi akan sosok Bintang, dan dengan pertimbangan itu pulalah Bintang tak ingin mengecewakan Pusara. “Baiklah, tapi minta ijin dulu dengan gurumu Pusara?”. ucap Bintang akhirnya setelah mendapati anggukan kepala oleh Intan. Intan sendiri sebenarnya sangat ingin sekali melihat jurus-jurus yang dimiliki oleh Bintang, dan ini kesempatan baginya untuk mewujudkan keinginannya itu. “Guru pasti mengijinkan kang, ben
Malam menghampar dikesunyian, sebuah bukitpun tampak berdiri kelam. Sesekali terdengar suara jangkrik berkumandang memecah kesunyian malam. Secercah cahaya tampak menyala disalah satu tempat dipuncak gunung lawu, dan cahaya menyala itu tampak berasal dari seonggok api unggun yang menyala. Didekatnya tampak sepasang muda mudi yang tengah menikmati kehangatan api unggun tersebut. Bila menilik wajah keduanya, mereka tak lain adalah Intan purnama murid datuk langit dan Pusara, pemuda buta murid pertapa buta dari puncak lawu. “Kira-kira apa ya kang yang dibicarakan mereka?”. ucap Intan memecahkan kesunyian diantara mereka. Yang ditanya hanya terlihat mengangkat kedua bahunya pertanda juga tak bisa menjawab hal itu. Sejenak Intan mengalihkan pandangannya kearah pondok tua yang berada cukup jauh dari tempatnya saat ini. Sementara didalam gubuk tua itu, tampak Bintang tengah berbicara serius dengan sosok seorang kakek buta, dari raut wajah Bintang, jelas pembicaraan itu sang
Malam menyelimuti alam, kegelapan menghampar kesunyian membahana dimayapada. Sesekali masih terdengar suara binatang malam memecah kesunyian malam. Bulan tampak bersinar redup malam itu, tapi Bintang-Bintang dengan setia masih menemaninya. “Begitulah ceritanya romo”. ucap Bintang setelah menceritakan pengembaraannya selama ini. Dua sosok Lelaki yang ada dihadapan Bintang terlihat berdecak kagum. “Begitu banyak halangan dan rintanganmu selama ini Bintang. Semoga shang hyang widi selalu melindungimu dari segala mara bahaya”. ucap paman Randu lagi setelah mendengar cerita Bintang. Tiba-tiba semua pembicaraan itu terhenti saat dua sosok wanita cantik memasuki ruangan itu, ditangan keduanya terlihat berbagai hidangan yang cukup mengundang selera. “Wah! makan enak rupanya malam ini”. ucap romonya tersenyum. “Bunda buatkan masakan kesukaan Bintang kanda”. ucap wanita yang tak lain adalah bunda Bintang. Sementara gadis cantik yang ada disebelahnya tak
“Apakah Intan tengah memikirkan apa yang tadi kanjeng romo dan bunda katakan”. ucap Bintang mencoba memecahkan kesunyian diantara mereka, ucapkan Bintang cukup membuat Intan mengangkat wajahnya dan menatap kearah Bintang. Tak ada jawaban kecuali anggukan diwajahnya. “Kakang benar-benar minta maaf sama Intan” “Maaf? Kenapa minta maaf kang, kakang tidak pernah salah kok sama Intan” “Kakang minta maaf tentang perjodohan ini kalau hanya membuat beban pikiran Intan” “Kakang tidak marah kok kalau Intan menolak perjodohan ini” “Tidak, bukan itu kang”. ucap Intan tiba-tiba. Keduanya saling menatap satu sama lain, tapi Intan cepat membuang pandangannya kearah lain. “Apa kakang setuju dengan perjodohan ini, padahal kakang belum mengenal Intan”. ucap Intan lagi. “Kakang percaya dengan kanjeng romo dan bunda, apapun yang menjadi pilihan mereka, pasti itu adalah yang terbaik”. ucap Bintang lagi tersenyum, Intan mengangkat wajahnya seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya baru
Kerajaan Karang sewu adalah sebuah kerajaan yang saat ini tengah berkembang, tapi beberapa waktu yang lalu, kerajaan ini tengah dirundung duka, gusti prabu karang sewu mangkat, padahal dalam beberapa waktu kedepan, gusti prabu akan menobatkan putra mahkota menjadi gusti prabu karang sewu. Kemangkatan gusti prabu karang sewu yang begitu tiba-tiba tidak membatalkan rencana pengangkatan putra mahkota dan acara penobatan tersebutpun akan dilangsungkan bersamaan dengan pembukaan bagi siapa saja yang ingin menjadi senopati agul kerajaan karang sewu, sayangnya kematian gusti prabu karang sewu yang secara tiba-tiba tidak mengundang tanda tanya dan dianggap wajar. Bahkan beberapa waktu kedepan, gusti prabu yang baru memimpin kerajaan karang sewu akan mengadakan kontes penerimaan senopati agul kerajaan yang terbuka untuk umum. *** Dari kerajaan karang sewu kita melompat ke sebuah bukit yang disepan
Kotaraja Karang sewu. Sebuah kota yang terlihat begitu ramai, disepanjang mata memandang hanya keramaian dan kesibukannya masing-masing yang terlihat, dan ini pula yang saat ini menjadi pemandangan dua sosok tubuh yang berdiri dipintu gerbang kotaraja. Kedua sosok tubuh itu dua sosok lelaki yang berbeda usia. Yang satu adalah sosok lelaki yang sudah cukup berumur, tapi masih kelihatan gagah dengan tubuh yang tegap berisi, pandangan matanya setajam mata elang, dan wajahnyapun terlihat begitu dingin. Sedangkan yang satunya lagi adalah sosok lelaki yang masih muda belia, yang mungkin masih berumur 19 tahunan. Keduanya tampak mengenakan pakaian sebagaimana orang jawa pada umumnya, mengenakan blankon, tapi sosok penampilan mereka jelas mencirikan kalau keduanya berasal dari kalangan persilatan. “Sudah lama sekali rasanya aku tidak kemari.”. ucap pemuda itu lagi seraya menarik napas panjang. “Kemana kita sekarang Bintang?”. “Sebaiknya kita ketempat paman R