Bab121
Panggilan telepon diputus Rumi, dan membuat Najib sangat panik, hingga meninju kasar setiran mobil.
"Jangan bicara omong kosong!" teriaknya pada Ganesa. "Kau pikir dirimu begitu hebat? Kalau anakku sampai kenapa-kenapa, aku tidak akan memaafkan kamu," lanjut Najib berapi-api.
"Mas, aku hanya tidak ingin wanita itu kesenangan, karena tahu kita panik."
"Kau pikir kalau mau bicara! Otak dipake! Jangan seperti Papahmu yang ceroboh itu," kata Najib kepalang emosi diubun-ubun.
Ganesa terhenyak, mendengar ucapan kasar Najib. Bahkan lelaki itu dengan tega, menyeret-nyeret nama Papahnya, yang baru meninggal 5 bulan ini.
Luka tidak berdarah, hal itulah yang sering Ganesa rasakan. Ketika Najib, menyalahkan Zaki, karena kerugian besar yang perusahaan mereka alami saat mereka tinggal di Singapur.
Mungkin yang orang katakan benar, pernikahan yang manis itu, hanyalah untuk pengantin baru.
Tidak dengan pernikahannya kini. Menginjak usia
Bab122Tidak semudah yang Rumi bayangkan. Ia yang begitu piawai memainkan peran selama ini, akhirnya tertangkap juga.Bukan karena tidak hati-hati. Tapi Rumi sudah terlalu jauh percaya diri, sehingga membuatnya terjatuh ke lubang yang dia gali sendiri."Kamu melakukan semuanya?""Ya." Tidak ada sedikit pun rasa takut, mau pun bentuk penyesalan yang terlihat dari wajah Rumi."Kamu tahu bukan, yang kamu lakukan ini adalah tindak kriminal. Kamu membunuh banyak orang yang kamu kenal. Bahkan, kamu melakukan penyiksaan, sebelum membunuh mereka. Kamu bisa saja, dituntut hukuman mati.""Tidak masalah.""Apakah kamu tidak sayang dengan diri sendiri? Wajah cantik sempurna, tetapi menjadi seorang pembunuh berdarah dingin."Rumi hanya menanggapi dengan tersenyum.Kedua Polisi yang melakukan intro
Bab123Melin memandangi seluruh pelayat dan mencari keluarga Gaby."Tante Ganesa tidak datang, Ndre? Kamu sudah ngabarin dia kan?" tanya Melin."Tante Ganesa tidak bisa datang, Mah. Katanya, dia dan keluarga di luar kota. Dan kita diminta untuk tidak menunggunya, dan menguburkan jenazah Mamah Gaby.""Kasihan sekali Gaby, bahkan diakhir napasnya pun, tidak ada satupun keluarganya yang mau datang. Bahkan di saat terakhir di dunia sekalipun, tetap tidak ada yang mau datang," lirih Melin sakit hati.Namun ketika dia memandangi jenazah Rumi. Hatinya meletup-letup penuh kebencian.Jika bukan karena wanita ini, Harumi pasti masih hidup, dan dia akan menggendong cucunya kini. Tapi apalah daya, takdir telah memporak-porandakan bayangan kebahagiaan mereka itu."Mah, jangan menatap jenazah Rumi begitu," tegur Andre.
Bab12410 tahun kemudian.Helena yang kini sudah beranjak dewasa. Dan umur gadis kecil itu, sudah menjadi 17 tahun.Ganesa pun menyiapkan ulang tahun terbaik, untuk putri semata wayangnya, yang lama tidak berjumpa.Semenjak kejadian yang menimpa Helena. Najib mengirim gadis itu ke Bandung, dan diurus keluarga Najib yang di sana.Meskipun awalnya Ganesa tidak setuju. Namun akhirnya dia tidak bisa mencegah keputusan itu. Demi mental si gadis kecil saat itu, dia merelakan terpisah bertahun-tahun dengan Helena.Semenjak kejadian penculikan yang kedua kalinya. Helena tidak mau dekat dengan Ganesa sama sekali, bahkan setiap kali melihat wajah Ganesa, Helena begitu marah.Hal itulah, yang menjadi alasan Najib, untuk mengirim Helena ke Bandung. Dan Ganesa, tidak dapat mencegah keputusan itu."Kamu yakin, menyiapkan semua ini?" tanya Najib tidak yakin, dengan semua kejutan, yang sedang Ganesa siapkan untuk menyambut kedatangan Putri mer
Bab125"Kak, mau jus buah nggak? Biar aku bikinkan," tawar Jesika dengan ramah."Boleh deh," sahut Najib. Kemudian berjalan ke arah Ganesa dan Arif."Kenapa kalian melihat aku dan Jesika seperti itu?" tanya Najib.Arif dan Ganesa tidak menyahut. "Ayo Kak, kubantu mendekornya," kata Arif.Ganesa mengangguk. Perasaan Ganesa kini terganggu, begitu juga dengan Arif. Melihat Jesika yang begitu bersikap manis, membuat Arif merasa curiga.Hal itu juga, yang membuatnya keluar dari rumah Ganesa, dan menyewa apartemen, untuk membina rumah tangga bersama Jesika.Sebab selama tinggal di rumah Ganesa, sikap Jesika terlalu manis dan terlalu perhatian pada Najib. Demi menjaga keutuhan rumah tangga keduanya, Arif memilih untuk pindah rumah.Meskipun Jesika sempat menolak beberapa kali, dan akhirnya mereka pun tetap pindah.Panggilan telepon masuk ke ponsel Najib, dia pun meraihnya dari kantong celana."Iya sayang," sahut Najib.
Bab126"Ah, Helena pasti capek! Ayo istirahat," ajak Jesika."Makan dulu, Nak!" timpal Ganesa.Helena mendengkus. "Lena capek! Mau langsung istirahat saja.""Helena, Mamah kamu sudah menyiapkan semuanya! Setidaknya kamu hargai dia," pinta Arif."Arif, Helena itu capek! Biar Jesika membawanya istirahat dulu." Najib menyahut."Najib, Arif itu benar. Helena makan dulu, sayang. Nenek nggak suka kamu begini."Dengan sikap malas, Helena berdiri, dan berjalan menuju dapur. Disusul Ganesa, juga Jesika.Sedangkan Ibu Ratna, yang merupakan Ibu mertua Ganesa, memandangi Najib dengan tajam.Namun Beliau tidak jadi bersuara, hanya menghela napas berat, dan berjalan menuju meja makan.Wajah Ganesa terlihat berat. Matanya berkaca-kaca, menahan perasaan perih di hatinya kini.Sedangkan Jesika, begitu bersikap manis dan perhatian pada Ratna dan Helena."Cobain ikan ini, enak loh," kata Jesika, sembari memberikan poto
Bab127"Mah, maaf ya," kata Arif, sambil berlalu menyusul Jesika, masuk ke dalam kamar lamanya."Jes, kamu ini kenapa? Susah diatur dan seolah-olah ingin mendekati Kak Najib. Ada apa ini? Kamu suka dengan Kakakku?" tuduh Arif yang sudah merasa kesal dengan tingkah Jesika.Jesika yang semula terisak, sambil menutup wajahnya di atas bantal. Mendengar tuduhan Arif, dia pun berbalik dan menatap tajam suaminya itu."Jangan sembarang tuduh kamu Mas! Ingat, tuduhan semacam itu bisa jadi doa," jawab Jesika."Doa? Doa atau itu kenyataannya sekarang ini. Lihat dirimu itu? Sikapmu sangat berlebihan dan keterlaluan. Jangan sampai, aku mengeluarkan kata-kata, yang akan kamu sesali, Jesika.""Mas, kamu ini kenapa sih? Curiga boleh, menuduh jangan. Aku senang berada di sini, rame dan tidak sepi. Berbeda dengan rumah kita, kadang aku kesepian di sana. Kalau di sini, aku merasa punya keluarga.""Kalau kamu senang di sini. Seharusnya kamu hargai kak Ga
Bab128●Pov Ganesa●Hidup memang tidak selalu bahagia, tidak juga selalu menderita.Kata orang, kehidupan nyata yang akan kamu jalani, ialah kehidupan pernikahan.Dulu kupikir salah. Aku sudah terbiasa sakit hati dan kecewa.Sakit hati karena takdir yang teramat mempermainkan hidup dan masa depanku saat itu.Di Singapur. Aku mendapatkan banyak kebahagiaan, terutama dalam menyenyam pendidikan. Aku memiliki teman yang banyak, dan hidup dengan baik di sana.Bersama Papah, yang lebih memilih tinggal bersamaku. Tentu saja tidak kusangka, semua bisa sebaik ini.Berpuluh-puluh tahun aku menjalani hidup di Negara orang dan kini menikah dengan lelaki yang baik dan memang pendiam.Kehidupan rumah tanggaku terbilang harmonis. Sebelum Papah mulai sakit-sakitan dan membuat kami banyak hutang.Perusahaan terancam bangkrut, dan kami kehilangan segalanya. Suamiku begitu marah dan selalu menyalahkan Papah.Kami pun
Bab129●Pov Ganesa●Pagi-pagi, aku sudah berkutat di dapur, seperti biasanya usai salat subuh, aku menyiapkan sarapan pagi."Pagi Ganesa," sapa Ibu mertuaku."Pagi, Mah. Duduk Mah, Ganesa bikinkan teh hangat.""Mamah bikin sendiri saja, sayang." Ibu mertuaku menyahut ramah. Beliau memang begitu lembut.Ibu mertua pun membuat teh, dan menyiapkannya di meja makan."Bikin nasi goreng ya?" tanya Ibu mertua."Iya, Mah. Kesukaan Helena," jawabku, dengan tangan masih mengaduk masi goreng."Wah, enak nih baunya," kata Ibu mertua lagi.Aku hanya tersenyum. Usai menggoreng, aku pun menyiapkan semua masakan yang sudah matang ke meja makan. Tentunya, dibantu oleh mertuaku yang begitu baik."Jesika belum bangun, Sa?" tanya Ibu mertua."Sepertinya belum, Bu.""Sudah jam 6 begini." Ibu mendesah. "Ibu bangunkan Helena dulu," kata Ibu lagi.Aku mengangguk. Dan menutup semua sarapan, sebelum semua