Hari ini aku dan Mas Kenzo pergi ke butik untuk mengepas baju pengantin ditemani oleh Ibu. Ah, rasanya seperti mimpi karena aku akan menikah dengan laki-laki lain yang sama sekali tidak aku cintai. Andai saja Mas Akmal tidak egois dan mementingkan Papanya yang jahat itu, aku sudah menolak lamaran Mas Kenzo dan kembali lagi dengan mantan suamiku.Sudahlah, mungkin sudah jalan takdirku menikah dengan ayah Saquina dan menjadi ibu sambung gadis itu. Aku yakin skenario Allah lebih indah alurnya, dan sebagai seorang hamba kita tinggal menjalani apa yang telah digariskan oleh-Nya."Kok kamu melamun, Fit?" tanya Ibu membuyarkan lamunanku."Oh, enggak, Bu. Aku lagi liatin Mas Kenzo. Eh, maksud aku bajunya Mas Kenzo!" jawabku salah tingkah."Jangan diliatin terus, belum halal. Nanti kalau udah halal, baru kamu liatin sepuasnya!"Wajah calon suamiku itu tiba-tiba bersemu merah mendengarnya. Ternyata dia lebih labil daripada anak baru gede.Pelayan butik mengeluarkan sebuah baju pengantin syar'
Aku tidak boleh suuzan. Harus mendengarkan penjelasannya dulu.“Ada apa, Mas?” “Mas itu punya penyakit gula dan sering kambuh. Mas lupa bilang sama kamu!”Aku menghela nafas lega. Kirain rahasia apa!“lantas?” aku menoleh menatap wajah sendu Mas Kenzo.“Mas Cuma tidak mau ada yang ditutup-tutupi. Dulu, Mas sudah mau menikah dengan teman Mas. Tapi dia membatalkannya setelah tahu Mas sakit. Katanya, penyakit gula itu tidak dapat disembuhkan. Dan tinggal menunggu malaikat maut menjemput saja!”Aku diam sesaat. “Hidup dan mati seseorang hanya Allah yang menentukan, Mas. Insya Allah kita akan melewatinya bersama. Aku juga belum mencintai Mas Kenzo, tapi aku yakin, cinta itu perlahan akan masuk ke celah-celah hatiku dan menyematkan nama Mas Kenzo di dalam sana!”Pria itu tersenyum memamerkan lesung pipinya. “Bismillah ya, Dek. Mudah-mudahan kita berjodoh sampai ke jannah!” “Aamiin.”***Aku berdiri di depan cermin sambil terus memindai wajahku yang sudah di rias oleh MUA yang ditunjuk o
Sebuah sentuhan lembut mendarat di kaki. Memijatnya perlahan, membuatku akhirnya tertidur karena keenakan.“Istriku tidur?” ucap Mas Kenzo dekat sekali di telinga, membuat bulu romaku meremang jadinya.“Belum ngasih upah, loh,” ucapnya lagi sambil mengecup pipiku.Aku membuka mata perlahan, menatap laki-laki di sebelahku yang sedang tersenyum-senyum sendiri. Ih, dasar aneh.“Uangku ada di tas, Mas. Kamu kaya tukang pijat aja pake tarif,” jawabku sembari menutup tubuh dengan selimut hingga ke bagian leher.“Bukan pake duit bayarnya, sayang. Tapi pake ....” Dia mengerling nakal.“Ish, tadi kan udah, Mas. Masa mau lagi?”“Nggak apa-apa, dong. ‘Kan udah halal,” laki-laki berhidung mancung itu memelukku dan ....Suara gemercik air membangunkanku dari tidur malam ini. Aku melihat jam dinding yang menggantung di tembok, ternyata masih jam dua pagi. Tidak lama kemudian Mas Kenzo keluar dengan tubuh hanya dililit handuk. Aku menutup wajahku ketika laki-laki itu menoleh, menyadari kalau diriny
“Bohong!” sanggah Salman. “Saya lihat Bapak ini mengendap masuk ke rumah Bunda, habis itu saya panggil Bibi karena kalau saya langsung masuk takut jadi fitnah. Dan saat kami berdua datang, saya mendengar bunda berteriak. Saya dan Bibi mencoba masuk tapi pintunya dikunci dari dalam. Akhirnya saya memecahkan kaca jendela dan melihat bandot tua itu hampir menodai Bunda!” terangnya emosi.“Dia juga memukul Bunda, menamparnya, hingga wajah bunda memar. Saya punya foto dan Bibi menyimpan hasil visum Bunda!” imbuhnya lagi.Salman menunjukkan foto wajahku yang terlihat babak belur, membuat mata Mas Akmal kembali berkabut.Setelah melakukan upaya mediasi yang terasa begitu alot, akhirnya polisi memutuskan untuk menahan Papa sampai sidang di gelar dan Papa terbukti tidak bersalah.“Fit, tunggu!” Mas Akmal mencekal lenganku ketika hendak keluar ruangan, namun segera ia lepaskan ketika suamiku menatapnya.“Aku mau ngomong sama Efita sebentar, Mas!”“Saya tidak mengizinkan. Sudah siang, permisi, A
Aku duduk di kursi panjang yang ada di koridor rumah sakit setelah melaksanakan salat isya di musala rumah sakit, memegangi kepala karena terasa agak sedikit pusing dan kliyengan. “Minum dulu!” Seseorang menyodorkan minuman sambil berdiri di hadapanku.Aku mendongak menatap wajah datarnya. Salim. Kenapa ekspresi bocah ini selalu datar, tidak seperti Salman yang ramah serta periang seperti Mas Kenzo. Apa dia bukan anak suamiku? Tapi, Mas Kenzo bilang kalau Salim anak kandungnya.“Terima kasih!” Mengambil botol air mineral tersebut, membuka tutupnya kemudian meneguk sedikit isinya.Salim duduk di sebelahku dengan jarak lima puluh centi.“Kenapa kamu mau menikah dengan ayah saya. Apa yang kamu inginkan dari dia?” Alisku bertaut, tidak percaya kalau Salim putra tiriku menyebut kamu kepadaku. Harusnya dia menyebutku dengan sebutan Bunda seperti yang lainnya.“Saya tahu kamu tidak mencintai ayah saya. Saya bisa baca dari sorot mata kamu. Lagian, kamu itu terlalu muda untuk ayah saya. Kamu
Membuka pintu mobil, lalu duduk di kursi belakang kemudi.“Ayah duduk di sebelah aku saja,” ucap Salim ketika Mas Kenzo sudah duduk di sisiku“Lah, emangnya kenapa kalau Ayah duduk di belakang?” tanya Mas Kenzo.“Kalau Ayah duduk di samping Kak Efita nanti ada adegan dewasanya!” pungkas laki-laki berusia dua puluh tahun itu.“Kamu pikirannya ngeres aja, Lim. Mana cewek kamu, kenalin sama Ayah, biar Ayah nikahkan kalian!” “Biar kita cepet punya cucu ya, Mas!” selorohku, akan tetapi langsung disambut tatapan tidak suka oleh Salim.Aku langsung membuang pandangan ke luar jendela. Lama-lama seram juga tatapan anak tiriku yang satu ini. Padahal dia ganteng kalau nggak jutek. Mobil yang kami tumpangi berhenti tepat di depan rumah kontrakan, karena Mas Kenzo meminta bermalam di rumah yang sudah aku sewa selama setahun itu.Salim memapah sang ayah masuk kemudian membantu membaringkannya di atas tempat tidur.“Makasih, Salim!” ucapku sambil duduk di sebelah Mas Kenzo.“Hmm ...!” Hanya itu ja
“Ya sudah, aku jalan dulu ya, Mas!” Meraih tangan Mas Kenzo, mencium punggung tangannya dengan takzim.Setelah itu aku berjalan mengekor di belakang Salim dan masuk ke dalam mobil.“Duduknya jangan di belakang dong. Emangnya saya sopir kamu!” ucapnya ketika aku sudah berada di dalam mobil.Ya Tuhan, aku ini ibunya loh. Kalau di sinetron-sinetron dan serial kartun kan ibu tiri yang jahat. Kenapa ini malah anak tirinya yang jahat seperti ini?Aku lalu pindah posisi duduk di sebelah kursi kemudi. Sepanjang perjalanan tidak satu patah kata pun yang keluar dari mulut kami. Aku dan Salim saling diam dengan pikiran masing-masing. Sesekali aku melirik Salim yang sedang fokus menyetir sambi menatap lurus jalanan yang lumayan cukup ramai. Hanya suara derum mobil yang terdengar, di iringi suara klakson yang saling bersahutan.“Lim, turun di depan pasar ya. Saya mau cari adik saya dulu!” ucapku memecah keheningan.Salim menoleh, menatap lekat wajah ini.“Kamu punya adik?!” tanya pria itu datar.“
Aku menggigit bibir sambil menahan perih di dada. Air mata berbondong-bondong jatuh dari sudut netraku, membasahi pipi ini."Ayo pulang. Ayah udah neleponin mulu dari tadi," ucap Salim sembari berjalan mendahuluiku.Aku masih tetap saja berdiri mematung, memandangi Dewi yang sedang bergelyut manja di bahu laki-laki hidung belang itu."Ayo, lelet banget sih!" Salim menarik tanganku hingga aku hampir terjatuh."Ya Allah, Salim. Saya ini bukan anak kecil yang bisa kamu perlakukan seenaknya begitu. Tolong hargai saya sedikit karena saya itu ibu kamu sekarang!" Menyingkirkan tangan Salim kemudian berjalan menuju parkiran.Salim melipat tangan di depan dada sambil menatapku. Benar-benar sudah kelewatan anak itu. Makin lama semakin dibuat jengah aku dengan perlakuannya.Aku membuka pintu mobil dan duduk di belakang kursi kemudi, tidak memedulikan ocehan Salim yang terus memintaku untuk duduk di sebelahnya."Kamu itu sebenarnya anak kandungnya Mas Kenzo apa bukan sih? Selain wajah kamu nggak
Pukul tujuh malam, selepas melaksanakan shalat isya, Ridwan kembali datang dan meminta Dewi untuk menjadi pendamping hidupnya. Kali ini dia meminta wanita tersebut kepada sang kakak, dan Efita tetap saja menyerahkan semuanya kepada Dewi. "Sudah aku bilang kan, Mas. Aku ini bukan wanita sempurna. Kamu akan menyesal jika menikah denganku nanti. Apa kamu tidak berpikir sampai kesitu, Mas?" Dewi membuang muka menghindari tatapan Ridwan yang begitu menghanyutkan."Saya akan menerima segala kekurangan serta kelebihan kamu, Wi. Lillahi taala. Menikah itu ibadah. Kebahagiaan sepasang suami istri itu bukan hanya karena adanya anak. Tapi dengan saling percaya serta melengkapi, kita akan merasa hidup bahagia selamanya. Apalagi sudah ada Arjuna. Dia juga butuh figur seorang ayah, Wi. Kamu jangan egois!" desak Ridwan memberi keyakinan kepada wanita yang dia kagumi."Justru karena aku tidak mau dianggap egois, makanya menolak kamu, Mas." "Wi, tolong pertimban
Keluarga besar Efita sudah bersiap-siap pergi ke kota Tegal untuk melangsungkan pernikahan Salman dengan putri sulung Gus Fauzan. Pernikahan yang rencananya akan diselenggarakan awal tahun, akan tetapi harus ditunda beberapa bulan karena Salman belum bisa mengambil cuti dan Nabila mendapat tugas dari kampusnya untuk melakukan kuliah kerja nyata di luar kota. Hal itulah yang membuat acara harus ditunda sementara, dan hari ini, dua insan manusia yang saling mencintai itu akan mengucap janji suci di depan Allah, menjadikan hubungan mereka menjadi halal serta diridhai Tuhan."Santai saja, nggak usah gemetar!" bisik Salim kepada sang adik ketika mereka sudah berada di masjid pesantren menunggu ijab qobul dimulai.Salman menerbitkan senyuman. Rasa grogi terlihat jelas di wajah pria berusia sudah genap dua puluh empat tahun itu, apalagi ketika pembawa acara memulai susunan acara.Keringat dingin terus saja membanjiri tubuhnya walaupun ruangan tempat dia akan meng
"Maaf, Wi. Kamu yang tenang. Kalau kamu tidak mau menyerahkan Arjuna tidak apa-apa. Mas tidak memaksa. Tapi kalau suatu saat Mas ingin mengajaknya bermalam di rumah, tolong kamu izinkan ya? Biar dia juga deket dengan Papa Surya."Mendengar nama Surya, entah mengapa ada rasa seperti termas-remas di dada Dewi. Dia ingat betul ketika pria paruh baya itu merenggut dengan paksa kehormatannya, melakukannya berkali-kali hingga akhirnya dia mengandung dan kehilangan masa depan. Selain itu, dia juga harus menjadi duri dalam daging di kehidupan rumah tangga Efita, merobohkan benteng yang telah dibangun dengan kokoh hingga hancur lebur serta rata dengan tanah.Tanpa terasa dua bulir air bening lolos begitu saja dari sudut netra perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu. Walaupun rasa benci terhadap Surya mendominasi di hati, akan tetapi dia begitu mencintai Arjuna. Apalagi Efita selalu memberinya wejangan, kalau anak adalah masa depan yang akan menjamin masa tua kita, j
#POV AuthorEfita sedang duduk di teras sambil mengawasi Arjuna, Syabil dan Faza bermain pasir di taman depan rumah. Dia segera menoleh ke arah pintu ketika mendengar seseorang mengucap salam. Seulas senyum tergambar di bibir Akmal, sambil menatap wajah Efita yang tertutup cadar. Ada rasa rindu yang kian menggebu di dalam kalbu, karena sampai saat ini dia belum benar-benar bisa melupakan sang mantan. Cinta yang ditancapkan Efita di dinding hatinya terlalu dalam dan tidak mudah terhapuskan.Semakin dia mencoba, maka rasa itu kian terasa serta menyiksa."Kamu apa kabar, Fit?" tanya Akmal setelah dia dipersilahkan masuk oleh mantan istrinya."Alhamdulillah aku sehat. Mas Akmal sendiri bagaimana kabarnya, tumben mampir ke rumah, setelah beberapa tahun tidak pernah keliatan batang hidungnya?" "Aku pengen ketemu Juna, Fit."Efita menanggapi dengan ber oh ria. Dia kemudian memanggil keponakan kesayangannya itu dan menyuruh pr
Setelah selesai memberikan keterangan kepada penyidik. Perawat serta polisi wanita yang mendampingi segera membawa Safina keluar dari ruangan tersebut karena harus segera kembali ke rumah sakit."Apa saya bisa bicara dengan Safina sebentar, Bu?" Ragu aku mengatakan hal itu, karena takut Safina kembali mengamuk jika aku mengajaknya berbicara."Silahkan, Pak." Kami pun berjalan menuju kursi panjang yang ada di teras kantor polisi, duduk di tempat tersebut dengan perasaan bersalah menyelimuti hati."Fin," panggilku pelan."Aku tahu apa yang ingin Mas Salim katakan sama aku," sahut Safina dengan suara parau. "Mas nggak usah khawatir. Aku tidak akan lagi mengganggu atau merepotkan Mas. Aku juga sudah ikhlas dengan pernikahan Mas dan Ning Azalia. Aku doakan, semoga kalian berdua hidup bahagia hingga maut yang memisahkan." Seulas senyum tercetak di bibir merah muda Safina walaupun aku lihat ada kabut di kedua sudut netranya.
"Kenapa liatin saya seperti itu?" tanya Fahri seraya menatap menghunus ke arahku.Aku mengangkat satu ujung bibir. Sepertinya Tejo dan Fahri begitu membenci diriku, padahal antara aku dan mereka berdua tidak pernah ada urusan apa-apa. Kenal saja baru-baru ini setelah aku menikah dengan Safina dan Azalia. Tapi, entah mengapa tatapan mereka terlihat penuh dengan kebencian kepadaku.Petugas menyuruh Fahri untuk duduk, menginterogasi dia menanyakan hubungan laki-laki tersebut dengan mantan istri, walaupun Fahri terus saja berbelit-belit memberikan keterangan, malah cenderung mengelak kalau dia tidak pernah melakukan pelecehan seksual terhadap SafinaHingga akhirnya seorang wanita berhijab ungu ditemani oleh seorang perawat juga dua orang polisi wanita datang, membuat Fahri serta Tejo tercengang. Gurat ketakutan tergambar jelas di wajah keduanya."Sa--Safina?" Bahkan Tejo sampai tergagap melihat kehadiran wanita yang sudah dia nodai tersebut.
"Insya Allah saya bersedia, Mas," jawab si wanita dengan intonasi sangat lembut serta gemetar, dan semua orang yang ada ramai gemuruh mengucap hamdalah."Alhamdulillah, berarti Bunda mau nambah mantu lagi!" seloroh Bunda Efita terdengar bahagia."Ini kenapa ujung-ujungnya jadi kaya lamaran begini?" Azalia ikut menimpali. "Cie...Bila, akhirnya bisa menikah dengan sang pujaan hati!" ledek istriku seraya memeluk adik sepupunya."Jangan ledekin aku terus dong, Mbak Lia. Aku 'kan jadi malu!" Nabila memonyongkan bibir manja. Dia persis seperti istriku ketika sedang merajuk. Semoga saja sifatnya juga sama seperti Azalia. Penyayang, bijaksana dan menghormati serta menyangi Bunda Efita tentunya."Kapan akan diadakan lamaran secara resmi, Gus. Biar saya siapkan segala keperluannya?" Bunda Efita terlihat begitu bersemangat."Tidak usah ada acara lamaran lagi, Mbak Fita. Sebaiknya langsung dinikahkan saja. Toh, mereka sudah sama-sama d
#Part menuju ending"Astaghfirullahaladzim!" teriak kami ketika tubuh Bu Veronika ambruk ke lantai.Kepanikan mulai terlihat di wajah Dokter Fatih ketika melihat sang ibu tidak sadarkan diri. Kedua mata laki-laki itu sudah dipenuhi kabut dan tidak lama kemudian buliran-buliran air bening mulai meluncur dari balik kelopaknya meninggalkan jejak lurus di pipi."Ibu, bangun, Bu. Ya Allah. Kenapa Ibu malah pingsan seperti ini, Bu?" Dia menepuk-nepuk pelan pipi ibunya."Angkat ibu kamu, Mas. Bawa dia ke kamar tamu atau direbahkan di sofa!" perintah bunda Efita dan segera dikerjakan oleh dokter berkacamata tebal tersebut.Azalia yang sejak tadi berdiri di ambang pintu berinisiatif mengambil minyak kayu putih lalu menggosokkannya ke pelipis serta dekat hidungnya.Tidak lama kemudian mata Bu Veronika terbuka. Dia memalingkan wajah ketika melihat sang anak yang sedang duduk di sebelahnya sambil menggenggam erat jari keriputnya. "
"Assalamualaikum!" Kami yang sedang duduk santai di teras menoleh secara serempak ketika mendengar suara Bu Veronika mengucap salam."Waalaikumussalam!" Ummi segera beranjak dari duduknya, berjalan menuju pintu garasi dan mempersilahkan ibunya Dokter Fatih untuk masuk.Kali ini Bu Veronika datang tidak hanya sendiri, tapi bersama anaknya yang meresahkan itu. Sepertinya dia menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Berpura-pura ingin mengenal lebih jauh keluarga besarku, padahal sebenarnya ingin melihat istriku yang memang begitu cantik memesona dan siapa pun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta.Dari balik kacamata tebalnya, terlihat sekali kedua bola mata Dokter Fatih membulat tanpa berkedip menatap ke dalam rumah. Aku menoleh berniat menyuruh Azalia masuk, tapi mataku dibuat memicing olehnya sebab yang sedang dia pandangi malah bukan istri, melainkan Bunda Efita. Sepertinya dokter genit tersebut terpesona dengan kecantikan wajah bunda yang tertutup niqo