Keesokan harinya. Irene terbangun dengan senyuman di wajahnya. Ia bisa melihat Adam tertidur di sampingnya dengan nyenyak setelah kejadian semalam.“Noah juga masih bobo,” batinnya sambil mengusap pelan pipi Noah yang tertidur di sebelahnya. Merasakan ada gerakan di dekatnya, Adam pun membuka mata dan melihat punggung sang istri di hadapannya. Ia melingkarkan tangannya di tubuh Irene dan mengecup tengkuk leher sang istri. “Morning. Kau sudah bangun atau nggak bisa tidur semalam?”Irene langsung berbalik dan membalas kecupan di tengkuknya itu dengan ciuman selamat pagi di bibir sang suami. “Aku tidur nyenyak, Adam.”Mereka berbagi kecupan sebelum akhirnya harus berhenti karena Noah terbangun. “Oh! Aku akan masak sop buntut untuk Grandpa dan Aldrich. Gimana?” tanya Irene setelah mereka selesai mandi.Adam mengangguk. “Aku akan pakaikan baju Noah. Kau duluan saja.”“Oke!”Irene segera keluar dari kamarnya menuju lantai 1, dapur dan ruang makan. Ia tidak melihat siapapun selain ART yan
“Giana?!” pekik Irene saat ia menghampiri ruang tamu dan mendapati sahabatnya datang dengan tas besar di bahunya. “Ada apa?”Giana terlihat kesal tetapi ia tetap menjawab pertanyaan Irene. Katanya, “Aku kabur.”Dan jawaban singkat itu membuat Irene tercengang. Seburuk-buruknya hidup, Giana bukan tipe perempuan yang kabur begitu saja. Irene segera membawa Giana ke kamar lamanya karena ia sudah tahu kalau sahabatnya itu jelas butuh tempat menginap.“Apa yang terjadi sampai kau kabur, Gi?” tanya Irene setelah menuangkan air untuk Giana minum. “Grandpa mulai mengadakan perjodohan untukku, padahal dia tahu aku nggak suka. Dia bilang aku harus segera menikah sebelum dia mati. Apa-apaan sih dia itu!” keluh Giana dengan nada penuh amarah. Irene pun juga tak habis pikir. Biasanya kakek Giana tak pernah sampai memaksa cucunya melakukan hal yang tak ia sukai. “Tapi kalau sampai Giana kabur, berarti maksanya sudah di luar batas kesabaran.” Irene membatin. Ia merasa ucapan kakek Giana mempunyai
Kembali ke satu menit yang lalu. Irene dan Adam mendengar Allan berbicara dengan seseorang, sepertinya melalui sambungan telepon. Walau hanya sekilas, mereka bisa mendengar nama asing yang diucapkan Allan. Franz.“Apa kau pernah dengar?” tanya Irene lagi pada Adam. “Sepertinya Grand marah sekali sama orang yang bernama Franz itu.”Sang suami menggeleng. Mereka memutuskan untuk tak lagi membahasnya dan masuk menuju ruang keluarga. Tak mereka sadari, ternyata Allan juga mengikuti mereka masuk ke dalam rumah. Irene sendiri pergi ke kamar untuk menidurkan Noah, sementara Adam berniat untuk menikmati waktu sendirinya di sofa ruang keluarga itu.Allan kemudian duduk di sampingnya dan menikmati teh yang masih ia bawa dari pesta kebun tadi. Dan setelah menyesap tehnya, ia kemudian bertanya, “Apa aku bisa pakai salah satu ruangan yang tak terpakai di rumahmu? Aku kedatangan tamu yang juga ingin kukenalkan pada kalian.” Tanpa bertanya lebih jauh, Adam mengangguk. “Sure, Grand. Aku akan min
Mendengar cerita Franz, bahkan Adam mulai panik kalau tebakan Allan benar. Namun, mereka langsung menghela nafas lega ketika mendengar jawaban franz. “Sandra Billie. Kau kenal, Dad? Katanya dia sedang liburan ke sini dan aku diminta mengejarnya. Ugh! Memalukan sekali pekerjaan ini.”Allan tergelak mendengarnya. “Pernikahan bukan pekerjaan, Franz. Kurasa ayahmu sedang mencarikan asuransi untukmu. Kau tahu kan, kau nggak akan bisa menggantikannya walau ia turun dari posisinya sekarang.”“Cih! Pria tua itu memang selalu kurang kerjaan,” keluh Franz sambil menggaruk bahunya yang tiba-tiba gatal. Ia menatap orang-orang yang baru beberapa menit dikenalnya dan sadar bahwa dunia mereka jelas berbeda.Ketidaknyamanan itu membuatnya ingin segera pergi dari sana. Namun, baru saja ia akan membuka mulut untuk pamit, Irene turun dari lantai 2 bersama Noah.“Oh! Ada tamu?” sapa Irene sambil menggosok matanya yang mengantuk. “Apa aku mengganggu? Noah bangun cari kamu, Adam.”Adam tersenyum sambil me
Beberapa hari setelah perkenalan Franz pada keluarga besar Allaster, Irene mendapat undangan dari Giana untuk datang berkunjung. Sahabatnya itu membuka area bar di lantai 2 restorannya. Tak pernah menebak bahwa Giana akan punya hubungan dengan Franz, Irene pun datang ke acara sang sahabat bersama dengan Noah. Tentu saja, seperti perintah Adam, ia juga membawa Regan bersamanya. “Kenapa ada orang itu di sini? Apa Giana sudah langsung membuka bar-nya untuk publik?” batin Irene bertanya-tanya, ketika ia mendapati sosok Franz tengah berbincang ramah dengan Giana di meja bar.“Oh! Irene! Noah! Sudah datang!” seru Giana sambil berjalan keluar dari belakang meja bar. Berusaha bersikap tenang, Irene pun membalas sapaan sang sahabat dengan ucapan selamat. “Congratz, Gi! Bar-nya keren banget!”Ha! Ha! Ha!Giana tergelak menerima pujian tulus Irene itu. Ia kemudian mendorong pundak Irene untuk duduk di salah satu sofa yang nyaman untuknya dan Noah.“Dan ibu menyusui nggak boleh minum di sini,
“Aku aman.”Ucapan yang terdengar mantap dari Giana tadi justru membuat Irene merasa was-was. Ia berharap bisa menempatkan orang yang ia percaya untuk menjaga Giana. Namun ia tahu, meminta Regan yang menjadi bodyguard Giana tidak akan disetujui Adam.Dan saat ini Irene sudah bersama Adam untuk kembali pulang. Tengah panik dengan semua bayangan negatif di kepalanya, Adam tiba-tiba berkata, “Ir, jangan khawatir. Masalah ini sudah kuceritakan pada Grandpa Allan. Kau tenang saja. Oke?”Irene menatap sang suami dengan tatapan terpana, seolah sang suami sudah melakukan hal terhebat baginya. Ia memeluk Adam erat sambil berkata, “Thanks, Adam. Aku nggak tahu lagi kalau sampai Giana terbawa-bawa dengan urusan Franz.”Adam mengusap punggung Irene dengan sayang. Walau Irene tidak meminta, tapi ia sudah menempatkan Regan di restoran Giana. Ia tidak suka melihat istrinya menghamburkan air mata kalau-kalau terjadi sesuatu pada sahabatnya itu.“Sampai Grandpa Allan memberi tanda kalau kondisi sudah
3 bulan setelah pemeriksaan.“Ini obatnya, Nyonya.” Nannia menyerahkan piring kecil berisi 5 butir pil yang harus diminum Irene. Semenjak hasil pengecekan rahim berjalan tak terlalu bagus, Darren sibuk mencarikan obat-obatan yang bisa memperkuat kondisi rahim dan juga janin di dalamnya.Rahim Irene sedikit melemah, sejak keguguran. Saat kehamilan Noah pun, Darren berusaha memberi semua yang terbaik, demi kehidupan sang putra mahkota itu. Saat itu, ia tidak memberitahu kondisi ini karena melahirkan Noah adalah sebuah keadaan yang harus terjadi bagaimanapun caranya. Setelah kehilangan bayi mereka karena kecelakaan yang ditimbulkan oleh Sarah, Darren tak punya hati untuk memberitahu mereka bahwa ada kondisi di mana 50% kehamilan Irene akan gagal. Karena itu, ia berjuang sendiri untuk menjaga kehamilan Irene. Namun, kali ini berbeda. Anak kedua bukan hal yang wajib terjadi. Adam sudah memenuhi syarat untuk menjadi pewaris Allaster. Itulah kenapa, akhirnya Darren memutuskan untuk memb
“Tuan Adam, ini kainnya,” ucap Nannia yang akhirnya bisa masuk ke ruang makan.Sebenarnya sejak tadi ia sudah tiba di sana, tetapi karena melihat majikannya sedang saling mengutarakan rasa cintanya dengan bahasa tubuh, ia memutuskan untuk menunggu sampai ada celah baginya untuk masuk.Adam segera mengambil kain itu dan melingkarkannya di tubuh Irene yang memeluk Noah. “Bilang kalau terlalu kencang ya.”“Mm. Sudah pas,” ujar Irene sambil menganggukkan kepala. “Thanks, Adam.”Sementara Irene menaruh perhatian penuh pada Noah, Adam memanggil Leon untuk membahas kebutuhan makan malam yang ia janjikan pada Irene. “Pesan kotatsu*. Juga meja makan pendek. Kursi yang lembut dan empuk untuk Irene bisa duduk di lantai. Siapkan untuk malam ini.” Adam memberi perintah pada Leon. Pria tua yang mendengarkan sang majikan, melirik jam yang melingkar di tangannya. Jelas waktunya tidak akan cukup jika harus memesan kotatsu asli dari Jepang.Namun, Leon tetap menjawab, “Baik, Tuan Adam. Akan segera sa