"Eh aku nebeng siapa ini?" Agatha tertegun, mobil Yanuar sudah penuh, Pinka tentu saja sudah boncengan dengan Agil. "Tunggu, masih ada satu personil lagi. Nanti kamu sama dia, ya?" Ujar Pinka dengan senyum lebar. Firasat Agatha jadi tidak enak. Lelaki bernama Andaru yang ciri-cirinya disebutkan Pinka tadi belum nampak. Itu artinya ... Agatha mendesah panjang. Mendadak mood-nya untuk ikut nongkrong jadi lenyap. Bukan apa-apa, bagaimanapun status Agatha adalah istri orang. Bagaimana kalau nanti ... "Nah itu dia! Kamu sama Andaru ya, Tha!"Sudah Agatha duga! Mendadak Agatha ragu, haruskah dia ikut? Atau mendadak ada alasan supaya bisa order ojek dan kembali pulang? Tapi nggak ada salahnya juga kalau dipikir. Daripada dia hanya berdiam diri di apartment, lebih baik ikut teman-temannya, bukan? "Nih helm, kebetulan tadi bawa karena pulang ntar mau jemput adek sekalian."Agatha tersenyum kikuk, ia memakai helm yang Andaru sodorkan dan segera naik ke atas boncengan. Ketika motor sudah me
"Serius nggak mau aku antar nih, Tha?"Agatha menghela napas panjang, ia menoleh dan mendapati Andaru mengejarnya sampai keluar. Ia hanya tersenyum lantas menggelengkan kepala perlahan. "Ngga-nggak perlu, Ru. Seriusan. Ini aku ada urusan soalnya. Makasih banyak tawarannya, ya!" Tolak Agatha yang tidak mau mencari-cari masalah baru. Dari nada Kelvin tadi, bisa dipastikan lelaki itu tidak macam-macam dengan ancamannya. Jadi lebih baik Agatha tidak mencari masalah dan segera sampai di rumah."Beneran? Yaudah kalo gitu. Tapi lain kali aku harap kamu nggak nolak aku anterin pulang, ya?" Gumamnya yang berhasil membuat Agatha sejenak tertegun. Agatha hendak menjawab, namun beruntung sekali ojol yang dia pesan sudah datang. Berhenti tepat di hadapan Agatha dan Andaru. "Dengan Kak Agatha, ya?" Tanya lelaki paruh baya itu sambil memperhatikan layar ponsel. "Ah iya, Kak. Saya sendiri!" Agatha tersenyum lalu menoleh ke arah Andaru yang masih berdiri di tempatnya. "Aku duluan ya, Ru. Ma--.""
"Kalo saya bilang saya dirugikan, memang kenapa?" Tantang Kelvin mulai habis kesabaran.Mata gadis itu membelalak, ia bahkan melangkah mendekati Kelvin sehingga jarak mereka menjadi lebih dekat. "Loh, emang aku ngapain sampai bikin rugi om?" Tidak terlihat sorot takut di mata itu. Agatha memang tidak bisa diremehkan begitu saja! "Iya lah saya dirugikan! Kamu pikir dengan kita yang cuma nikah pura-pura begini terus kamu bisa bebas gitu nongkrong sama cowok-cowok?" Mata Agatha makin membulat, "Loh masalahnya apa? Kita udah bahas kemarin, nggak--.""Memang kita sudah bahas bahwa status ini tidak akan mengikat kita seperti pernikahan umumnya, tapi itu tidak berarti lantas kamu bisa bebas temenan bahkan pacaran sama lelaki sebelum kontrak kesepakatan kita berakhir."Agatha tersenyum sinis, beberapa detik kemudian ia tertawa terbahak-bahak yang terdengar seperti nada mengejek di telinga Kelvin. Kelvin sendiri menghela napas panjang, ia berusaha untuk tetap sabar dan tidak kelewat batas m
"Enak, kan?" Kelvin tersenyum, ia menatap Agatha yang nampak tengah menyiapkan potongan cheesecake ke dalam mulut. Bisa Kelvin lihat wajah itu terkejut sesaat, namun setelahnya Agatha kembali menyiapkan potongan cheesecake ke dalam mulut. "Habiskan saja, nanti saya order kan lagi kalau kamu suka sama cheesecakenya." Desis Kelvin mencoba memancing Agatha buka suara. "Nelpon mama tadi?" Akhirnya Agatha bersuara, ekspresi wajahnya masih begitu datar, masih ada sorot tak suka di mata itu. "Ya ... Habisnya mau gimana lagi? Demi kamu biar nggak ngambek lagi." Jawab Kelvin jujur apa adanya. Kembali Agatha nampak terkejut, ia yang hendak menyuapkan cheesecake kontan terdiam, membiarkan sendok menggantung di depan mulut yang sudah dia tutup kembali. Agatha lantas menurunkan tangan dan meletakkan kembali sendok di piring. Balas menatap Kelvin dengan tatapan serius. "Memang kenapa kalo aku ngambek?" Tanya Agatha ketus. Kelvin menghela napas panjang, laki-laki adalah tempat salah, ditambah
"Ntar balik sendiri nih, Om?" Tanya Agatha ketika mobil Kelvin sudah berhenti di dekat gedung fakultas. "Kenapa balik sendiri? Saya jemputlah!" Jawab Kelvin cepat. Alis Agatha berkerut, ia menatap Kelvin dengan wajah penasaran. Pagi ini Kelvin mengantar Agatha dengan kaos oblong dan celana kolor pendek. Ia pikir awalnya Kelvin masuk siang, jadi kalau nanti lelaki ini bisa menjemputnya, itu berarti ... "Memang Om libur hari ini?" Tanya Agatha memastikan. "Masuk malem. Jadi bisalah ntar jemput kamu. Dah sana turun! Kuliah yang bener, biar besok jadi dokter yang bener juga!" Nasehat Kelvin yang malah dibalas cibiran oleh Agatha. Agatha hendak melangkah turun, ketika teriakan Kelvin menghentikan kakinya yang hampir menyentuh tanah. "Eh ... Eh! Tunggu dulu! Kebiasaan banget ini anak!"Agatha menoleh, menatap kesal ke arah Kelvin yang ia tahu betul hanya mencuci muka dan gosok gigi sebelum pergi tadi. "Apaan lagi sih, Om?" Tanya Agatha hampir emosi. Masih sepagi ini dan Kelvin sudah
"Tuh udah dichat bocil kesayangan kamu!"Kelvin yang baru beres mandi tertegun, ia buru-buru meraih ponsel yang ada di atas meja. Pesan dari Agatha belum dibuka, membuat Kelvin segera membuka pesan itu dan membacanya. Benar saja Agatha sudah mengirim pesan untuk minta dijemput. Kelvin buru-buru mengeringkan rambutnya yang basah, ia meraih kunci mobil lalu menjatuhkan kecupan di puncak kepala Namira. "Kalo gitu aku balik dulu, met istirahat, ya?" Bisiknya lirih lalu melangkah menuju pintu. Namira mencebik, air mukanya keruh sekali. Ada rasa tidak terima dalam hati ketika Kelvin bergegas pergi begitu mendapati pesan yang istrinya kirimkan."Oh iya, aku udah transfer ke rekening kamu. Cek, ya?" Ujar Kelvin sebelum menghilang dari balik pintu. Namira yang semula cemberut kontan tersenyum lebar. Namira meraih ponsel di atas kasur lalu membuka aplikasi m-mbaking miliknya. Benar saja, sejumlah uang Kelvin transfer ke rekening Namira! Kini wajah cemberut itu sudah tidak terlihat lagi. Na
"Enak?" Kelvin menatap Agatha yang nampak asyik mengunyah mie yang terhidang di meja. Entah ide dari mana, mereka sekarang ini duduk berdua di balkon. Menikmati angin semilir dengan masing-masing satu mangkuk mie kuah lengkap dengan sayuran dan udang. "Enak. Gimana ceritanya sejago ini masak malah jadi dokter, Om? Kenapa nggak jadi chef macam chef Arnold apa chef Juna?" Cecar Agatha yang masih penasaran, bagaimana bisa laki-laki songong model Kelvin begini bisa masak dengan begitu enak? Kelvin meletakkan sumpit di atas mangkuk, ia tersenyum dengan mata menatap lurus ke depan, menerawang kenangan-kenangan saat di mana ia lantas memutuskan untuk belajar memasak. "Justru karena pengen jadi dokter ini yang bikin saya bisa jago masak kayak gini, Cil!" Kelvin tersenyum getir, ia kembali meraih sumpit dan mengaduk mie di mangkok. "Hah? Begitu? Coba cerita! Aku penasaran, Om! Kalo karena biar ngirit, aku nggak percaya. Sekelas mama Dewi sama papa Ahmad nggak mungkin pelit, kan?"Kelvin t
"Ntar ikut, ya?" Ajak Pinka ketika mata kuliah dokter Bahri selesai. Agatha menoleh, ia menatap Pinka dengan alis berkerut. "Kemana?" "Nanti mo ke Cozy Place. Sumpah enak banget tempatnya buat belajar. Pada mau bahas materinya dokter Idris nih."Mata Agatha berbinar, kepalanya mengangguk cepat. Namun sedetik kemudian ia teringat sesuatu, membuat sorot binar mata yang tadinya cerah langsung meredup. "Tapi bentar dulu, aku izin Om aku dulu, ya?"Jawaban Agatha kontan membuat Pinka membelalak, ia menatap Agatha dengan tatapan aneh. "Emang om kamu strict banget, ya? Kita cuma mau nongki sambil bahas materi blok, bukan mau dugem, Tha!" Pinka tidak mengerti, segalak itukah om dari Agatha ini. "Iya aku tahu, cuma tetep harus izin dia dulu. Ntar deh ya, aku tel--.""Gaes, kelas bu Eliana kosong, ya. Diganti minggu depan double jam nanti." Suara Gina memotont kalimat Agatha, semua orang yang ada di kelas langsung menatap sosok berhijab dan berkaca mata itu. "Eh serius? Bisa langsung bal