Layla terbangun karena suara petir yang menggelegar di luar.Ia membuka mata dengan perlahan dan nyaris berteriak karena melihat wajah Arsen yang hanya beberapa senti di depan wajahnya. Kemudian, ia teringat dengan apa yang mereka lakukan sebelumnya—berpura-pura menjadi suami-istri yang romantis.Layla dan Arsen tidak berniat untuk tidur dalam posisi yang sama, tetapi itulah yang mereka lakukan. Mungkin karena hujan yang mengguyur di luar dan keduanya sama-sama mengantuk waktu itu. Layla tidak tahu kapan ia menutup mata dan akhirnya kegelapan membawanya ke alam mimpi.Sekarang, posisi mereka telah berubah menjadi saling berhadapan.Entah kenapa suasananya terasa berbeda. Jantung Layla tidak lagi memukul seperti gong, malahan ia merasa ... nyaman.Apakah ia sebenarnya sedang bermimpi?Jam di dinding menunjukkan pukul dua malam. Layla mencubit kecil pahanya dan meringis. Ia sedang tidak bermimpi. Ini nyata.Arsen masih memeluknya. Satu tangannya berada di punggungnya, sementara tangan l
Ibu mertuanya datang siang ini.Layla, Kiran, dan nenek sedang di dapur untuk membersihkan setelah makan siang ketika bel rumah berbunyi. Layla membukakan pintu dan terkejut mendapati ibu mertuanya berdiri di beranda.Arinda langsung tersenyum lebar dan membuka lengannya untuk memeluk Layla. Tidak ada yang menyangka kalau ibu Arsen akan datang hari ini, semua orang mengira Arinda akan kembali sehari sebelum ulang tahun Arsen dilangsungkan. Nenek dan Kiran bergegas keluar dari dapur ketika Layla memanggil."Ibu!" Kiran menyambut kedatangan ibu angkatnya dengan antusias.Arsen ikut muncul dari ruang kerjanya dan tersenyum lebar melihat ibunya yang tampak lebih sehat dari sebelumnya. Mereka berbicara sebentar, sebelum ibu Arsen memutuskan untuk beristirahat. Dia mengambil kamar yang berada di samping kamar nenek dan Kiran."Ayo, biar aku antar Ibu," ucap Kiran, mengambil alih tas ibunya dari tangan Arsen. "Aku ingin menceritakan beberapa hal," imbuhnya seraya menatap Layla dan Arsen deng
Rumah telah didekor.Tepat di bagian ruang tamu, Layla dan Kiran telah memasang banyak balon dan stiker nama Arsen Sergio. Sebenarnya mereka hanya ingin membuat yang sederhana sesuai dengan umur Arsen, tetapi hasilnya jadi sangat heboh karena Kiran membeli banyak sekali hiasan dan sayang kalau tidak dipakai.Arsen sudah kehabisan kata-kata untuk memarahi adiknya yang katanya memang gila.Layla keluar dari kamar setelah mandi sore dan berganti baju. Ia merasa senang karena orang tuanya akan datang besok. Katanya setelah makan siang, sekitar jam dua. Arsen telah mempersiapkan kamar di ujung lorong untuk mereka tempati.Lantai dua sendiri sama sekali tidak ditempati. Kiran terkadang berjalan-jalan ke sana dan Layla takut bekas kamarnya akan ketahuan, tetapi syukurlah gadis itu tidak memperhatikan setiap ruangan dengan detail.Mungkin Kiran tahu mengenai hubungan Arsen dan Olivia, tetapi dia mengira bahwa Layla dan Arsen tetap tidur di kamar yang sama. Jika dia tahu kebenarannya, maka dia
Penghuni rumah telah heboh sejak pagi.Ralat, tetapi Kiran yang luar biasa heboh, sampai-sampai semua anggota keluarga terheran-heran melihat tingkah gadis itu.Hari ini adalah ulang tahun Arsen.Layla bersama ibunya dan ibu mertuanya telah memasak banyak hidangan, terutama makanan berkuah yang merupakan kesukaan Arsen. Ibu mertuanya memiliki resep sup iga yang luar biasa enak, jadi Layla mempelajarinya pagi itu.Sebuah kue ulang tahun red velvet dua tingkat telah diletakkan di meja ruang tengah. Kiran menambahkan beberapa potong buah stroberi dan kiwi sebagai hiasan, kemudian menaruh lilin angka 2 dan 5 di bagian tengah kuenya.Pada pukul 11 pagi ketika semua orang telah mandi dan bersiap, mereka mulai berkumpul di ruang tengah untuk merayakan ulang tahun Arsen.Layla menatap orang tuanya, nenek, ibu mertuanya, Kiran, dan suaminya. Mereka semua memakai pakaian berwarna biru langit sesuai dengan kesepakatan setelah berdebat selama hampir satu jam.Rencananya, mereka akan merayakan ula
"Kak Arsen tidak mencium Kak Layla?"Pertanyaan itu dilontarkan secara terang-terangan dan Layla menahan keras dirinya untuk tidak melotot pada Kiran. Ia melirik Arsen yang tampak jelas terkejut, kemudian dia berusaha mengontrol ekspresinya dengan cepat. Layla sontak menatap Kiran yang berkedip-kedip tidak bersalah sambil cengengesan.Anak ini benar-benar melakukan segala cara. Tapi menyuruh Arsen menciumnya? Itu sudah kelewatan. Bagaimana kalau Arsen merasa kesal? Tentu dia tidak akan menunjukkannya di depan orang tua mereka, tetapi Layla takut Arsen akan menjauh karena ide-ide gila yang Kiran lontarkan."Biasanya 'kan memang begitu, seorang suami mencium istrinya di hari istimewa. Apalagi ini adalah pertama kalinya Kak Layla merayakan ulang tahun Kak Arsen. Benar 'kan, Ibu Sayang?" Kiran menyentuh lengan ibunya dengan lembut. Matanya menyipit dan bibirnya melengkung hingga ke telinga—Kiran tersenyum kelewat manis. Layla sampai diabetes melihatnya.Arinda tertawa kecil dan mengangg
Asap telah membumbung tinggi ke udara ketika Layla melangkah ke halaman belakang. Ia mengecek jagung, ikan, dan udang yang telah dibersihkan, juga tusuk bambu yang dibutuhkan.Malam ini, mereka ingin mengadakan acara bakar-bakar. Nenek bilang, mereka selalu melakukan hal itu saat Kiran berulang tahun selama di desa, jadi ia ingin melakukan hal yang sama pada Arsen.Bicara tentang Arsen, pria itu seolah menghindarinya setelah makan siang. Layla bertanya mengenai rencana pembangunan perpustakaan yang dia maksud, tetapi Arsen tidak mau menjawab lebih jauh. Katanya itu sebuah hadiah ulang tahun, jadi masih perlu dirahasiakan.Padahal Layla ingin bilang kalau Arsen tidak perlu melakukan hal itu. Sebuah perpustakaan—terlalu luar biasa untuknya. Ia hanya memberi Arsen dasi dan kemeja sebagai hadiah, bagaimana mungkin dia memberikan perpustakaan sebagai hadiah ulang tahunnya?Layla belum bicara lagi dengan Arsen setelah mengantar ayahnya pulang. Ada beberapa hal penting yang perlu ayahnya sel
Pada pukul delapan malam, semua jagung, ikan, dan udang telah selesai dibakar. Kiran membuat saus asam manis yang enak dan menuangkannya ke dalam beberapa piring.Semua orang sudah tidak sabar untuk makan, tetapi di sisi lain, Layla mengkhawatirkan sang suami yang sejak tadi duduk di tepi danau. Dia sama sekali tidak mendekat ke arah mereka, dan tampak merenung saat menatap air yang tenang."Layla, antarkan ini pada suamimu, Nak."Sebuah piring tersodor di depan Layla. Ia menoleh dan ibu mertuanya mengangsurkannya padanya.Layla mengambilnya, lalu melirik Arsen yang masih bergeming di tempatnya. Ia merasa ragu-ragu untuk mendekati pria itu, tetapi melihat tatapan ibu mertuanya, ia mau tak mau mengangguk."Antarkan padanya dan bicara ya, Nak. Dia sepertinya habis minum jika diam begitu," kata ibu mertuanya dengan suara pelan.Minum?Kenapa akhir-akhir ini Arsen sering minum alkohol? Atau mungkin itu memang kebiasaannya?Sepertinya tidak. Karena selama mereka bertemu sebelumnya, Arsen s
Mata Layla melebar ketika Arsen mulai melumat bibirnya.Arsen memiringkan kepalanya, sementara tangannya turun menuju punggungnya, merabanya dengan lembut. Napas mereka menyatu dan Arsen menekan bibirnya lebih kuat, lalu mendorong lidahnya ke dalam mulut Layla.Layla menekan tangannya ke paha, jantungnya memukul dengan sangat keras layaknya genderang. Bibir Arsen tak meninggalkan mulutnya sedikit pun, bahkan sampai napas Layla mulai terengah."Balas ciumanku, Layla," gumam Arsen serak, suaranya terdengar putus asa.Layla menatap ke dalam mata Arsen dan menemukan hasrat yang membara di sana, perutnya terasa melilit.Tatapan mereka terkunci satu sama lain ketika Arsen kembali menciumnya. Layla dirundung perasaan bingung, tetapi ciuman Arsen terasa menenggelamkannya. Lidah Arsen bergerak menyapu langit-langit hingga renten giginya, membuat Layla tanpa sadar melenguh.Arsen mengubah sudut ciumannya, dan gerakannya menjadi lebih terburu-buru, seolah dia tidak bisa menahan diri untuk mencic
Bermain api? Sejak kapan tepatnya?Arsen termangu di tempat, mencoba memikirkan kembali segala hal yang telah Kiran katakan padanya. Bahkan perkataan Layla tentang teman laki-laki Olivia kembali terngiang. Suara-suara aneh yang terdengar saat ia menelepon Olivia... semuanya muncul dalam kepalanya. Membentuk sebuah alur yang saling berhubungan.Apa yang selama ini telah Olivia lakukan ketika tidak bersamanya?Seharusnya Arsen merasa cemburu atau kecewa, tetapi hanya ada perasaan marah yang tertinggal di dadanya. Seolah-olah ia hanya marah karena merasa Olivia telah menipunya, dan bukan karena hubungan keduanya sebagai sepasang kekasih. Arsen bertanya-tanya kenapa ia tidak merasa sedih atau pun terpukul.Rasa cinta itu telah menghilang... atau memang tidak pernah ada?Arsen menghela napas dan meraih map yang Marlon berikan. Itu adalah beberapa foto Olivia yang tengah berada di bar, keluar dari bar, dan dijemput oleh seorang pria yang memakai topi. Wajahnya tidak terlihat di bawah cahaya
“Pelan-pelan saja,” kata Layla, menuntun Arsen untuk berjalan ke kamar. Dokter telah memperbolehkannya untuk pulang, dengan syarat Arsen harus rutin meminum obatnya. Kepalanya tidak lagi berdenyut nyeri, tetapi kakinya masih terasa sakit saat dipakai berjalan. Arsen setidaknya harus berjinjit-jinjit selama tiga hari sampai kakinya bisa ditekan ke lantai. “Pelan-pelan, jangan biarkan kakimu terlipat.” Layla kembali memberi instruksi, dengan hati-hati membantu Arsen untuk duduk di tepi tempat tidur. Layla membungkuk untuk melepaskan lingkaran lengan Arsen di bahunya dan puncak hidung mereka tidak sengaja bertemu. Tatapan mata Arsen terpaku padanya, begitu intens hingga membuat perut Layla bergejolak. Ia menelan ludah dan menjauhkan diri, mendadak merasa gugup. “Apa kau ingin buah potong?” tanya Layla, mengucapkan apa pun yang ada di otaknya. “Kau seharusnya beristirahat, Layla,” ucap Arsen, nada suaranya terdengar khawatir. Tatapannya kini terpaku pada lantai. “Tidak apa-apa. A
"Arsen?! Arsen, sadarlah!"Layla mengguncang keras bahu Arsen dan terdengar erangan kesakitan. Mata Arsen perlahan terbuka, tangannya menyentuh sisi kepalanya yang sempat terbentur. Ia kembali mengerang, merasakan denyutan menyakitkan ketika mencoba bergerak."Apa kepalamu sakit? Apa kau bisa mendengarku?" Layla bertanya dengan panik, ketakutan menjalari tubuhnya. Setelah mobil menghantam pohon, Arsen sempat kehilangan kesadaran. Layla telah mencoba beberapa kali sampai akhirnya Arsen membuka mata. "Aku—aku telah menelepon ambulans. Tolong bertahanlah, Arsen."Alih-alih menjawab, Arsen yang baru menyadari situasi dengan cepat menatap Layla. Gerakan itu membuat kepalanya berdenyut sakit, pamdangannya kabur, dan erangan kesakitan kembali lolos dari bibirnya. Tetapi mengabaikan hal itu, Arsen lebih mengkhawatirkan kondisi Layla. "Apa kau baik-baik saja, Layla? Apa ada yang terluka?" Matanya memindai tubuh sang istri dari atas sampai ke bawah."Tidak, aku tidak apa-apa. Justru kau yang bu
Arsen akan pulang malam ini.Layla tersenyum sambil menentang belanjaannya di kedua tangan. Ia baru saja membeli bahan kue di toko dan berniat untuk membuat kue sebelum Arsen tiba di rumah.Katanya, dia akan tiba sekitar jam sembilan malam.Sinar matahari sore menerpa wajah Layla ketika melangkah ke beranda toko. Gerimis ringan membasahi tanah, dan sepertinya akan berubah menjadi hujan deras.Layla terdiam dan menimbang-nimbang untuk langsung memesan taksi atau singgah di toko buah di seberang jalan. Saat ia tengah berpikir, ponselnya mendadak berdering.Arsen.Layla segera mengangkatnya. "Halo, Arsen?""Layla, kau di mana?"Apakah Arsen sudah tiba di rumah? "Aku—di toko bahan kue. Apa kau sudah sampai?""Ya, aku baru saja sampai dan terkejut karena rumah kosong."Layla tercengang. Ini baru jam enam sore, ia kira Arsen akan tiba pukul sembilan nanti. "Aku tidak tahu, aku minta maaf. Aku kira kau akan tiba malam nanti?""Iya tadinya, tapi penerbangannya tidak ditunda lagi, jadi aku bis
Bulan di balik jendela bersinar terang. Tidak seperti biasanya, malam ini cerah tanpa hujan deras yang mengguyur.Memasuki puncak musim hujan, hari-hari Layla selalu ditemani oleh langit mendung, awan hitam yang menggantung, angin kencang, aroma petrikor dan tanah yang basah, juga air hujan yang mengetuk atap.Musim hujan adalah defenisi dari pernikahannya. Tetapi bukan berarti ia berharap musim panas menjadi awal pertemuannya dengan suaminya.Ia sudah menerima apa yang terjadi dan akan bersabar menghadapinya. Seperti kata ibunya, inilah takdirnya.Layla menarik guling dan berbaring miring menatap pemandangan halaman belakang. Di lantai dua kamarnya, ia membayangkan pohon angsana juga kolam yang tenang di rumahnya.Sekarang sudah hampir tengah malam. Layla bertanya-tanya, apa Arsen sudah tidur? Dia telah sampai dengan selamat bersama ayahnya dan berjanji akan menelepon.Layla menunggunya sejak makan malam, tetapi ia pikir Arsen pasti kelelahan. Ia tidak ingin mengusik pria itu, jadi La
"Terima kasih, Pak. Nanti jemput saya lagi hari Jumat sore, ya.""Baik, Nona."Layla mengangkat tas berisi beberapa pakaiannya dan menyeberangi jalan. Ditatapnya rumah orang tuanya, kemudian senyumnya mengembang.Rasanya sudah lama sejak ia terakhir kali bertemu ibunya secara langsung. Mereka sering bertukar kabar lewat telepon, tetapi sulit untuk bertemu karena jarak yang jauh. Sekarang, ia memilih untuk menemani ibunya selama Arsen dan ayahnya pergi.Layla melangkah melewati pagar ketika ibunya muncul dengan tergopoh-gopoh. "Padahal Ibu berniat menjemputmu, Sayang.""Tapi aku sudah di sini, Ibu. Apa aku harus kembali lagi ke rumah?" kata Layla bercanda dan keduanya tertawa.Melissa menarik satu-satunya anak perempuannya itu ke dalam dekapan, lalu memeluknya erat-erat. Melepaskan kerinduan setelah sekian lama tak bertemu."Bagaimana kabar, Ibu?" Layla membenamkan wajahnya di pundak ibunya."Ibu baik, Sayang. Malah sangat baik setelah ayahmu mendapat proyek dari Nak Arsen. Ibu sangat s
Arsen melangkah cepat menaiki tangga menuju apartemen Olivia. Ia masih memiliki waktu setengah jam sebelum ke bandara dan berniat menemui wanita itu sebentar. Olivia tidak menjawab pesannya dan ia khawatir ada sesuatu yang terjadi.Tetapi begitu tiba di puncak tangga, langkah Arsen sontak terhenti ketika melihat sosok asing di pintu apartemen Olivia. Pria itu memakai topi dan masker, posisinya membelakangi Arsen dan dia tampak membungkuk ke arah Olivia.Apa yang sedang dia lakukan?"Olivia?" panggil Arsen dan pria itu langsung berbalik dengan terkejut.Wajah Olivia bahkan terlihat lebih syok sebelum dia bisa mengontrol ekspresinya. Arsen sempat melihat matanya yang terbuka lebar. Kenapa Olivia begitu terkejut?Olivia mendorong Bryan untuk mundur tatkala Arsen mendekat dengan kening berkerut. Ia berusaha untuk berekspresi senormal mungkin.Sial, kenapa Arsen tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan?"Ah, Arsen... aku kira, bukankah kau sudah harus berangkat ke bandara?""Aku ingin menemuim
Layla meletakkan air minum dan handuk saat Arsen melangkah mendekat. Keringat bercucuran di dahi, leher, dan bahu Arsen, membuat bagian atas kaos yang dipakainya basah.Melihat Arsen yang masih memakai sarung tinju, Layla mengulurkan tangannya dan membantu. Pria itu terus menatapnya dengan mata hitamnya yang dalam, sampai ia meletakkan dua sarung tinju itu di atas meja."Ke-kenapa?" tanya Layla, ingin tahu kenapa tatapan Arsen terus terpaku padanya.Arsen tersenyum tipis dan duduk di bangku. Ia tidak langsung menjawab, melainkan mengelap keringat di tubuhnya. Layla menatapnya, kemudian memalingkan wajah saat Arsen menoleh."Ini benar-benar sangat cocok untukmu. Kau terlihat cantik." Sebuah sentuhan tangan dingin terasa di kepala Layla. Ia mendongak dan Arsen tersenyum manis saat menyentuh ringan jepitan di kepala Layla."Ah itu..." Layla tersipu dan mengangguk pelan. "Kau sudah membeli banyak, jadi tidak mungkin aku hanya menyimpannya. Aku akan terus memakainya."Lagi, Arsen tidak men
Perpustakaan telah selesai hari ini.Layla yang sedang membersihkan dapur setelah sarapan bergegas keluar. Arsen menatapnya dengan senyum sumringah, ikut bahagia melihat betapa antusiasnya gadis itu."Kau terlihat begitu bersemangat." Arsen sengaja berkomentar dengan suara menggoda."Benarkah?" Layla menangkup pipinya dan tidak bisa menahan tawanya. "Padahal aku berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja."Arsen kontan terkekeh. "Kau tidak bisa menyembunyikannya dengan senyum lebar di wajahmu itu."Layla langsung menutup mulutnya dengan tangan, tetapi tetap saja matanya yang menyipit dengan jelas memperlihatkan rasa senangnya.Arsen kembali tertawa dan tanpa basa-basi meraih tangan Layla. "Ayo kita lihat perpustakaannya. Itu adalah hadiah untukmu, jadi aku senang jika kau menyukainya.""Kau memberiku terlalu banyak hadiah Arsen," sahut Layla. "Kemarin jepitan, dan sekarang perpustakaan ini juga selesai lebih cepat.""Sudah kubilang aku ingin membahagiakanmu, Layla," kata Arsen tanpa berp