“Tidak tahu, Pak.” Kiki menggeleng. “Aku rasa dia cocok jadi artis seperti Evelyn.” Naven menarik senyum tipis nyaris tak terlihat. Kiki hanya tersenyum. Tak berani berkomentar sama sekali. Mereka kembali bekerja setelah aksi Nerissa tadi. Saat jam pulang kerja, Naven terpaksa menunggu Nerissa. Mengingat wanita itu selalu pulang sedikit terlambat. “Ada untungnya juga aku menaruh treadmil di kantor.” Sambil menunggu Nerissa, Naven menggunakan waktunya untuk berolahraga. Kiki yang ada di ruangan Naven hanya mengangguk saja. Dia merapikan meja kerjanya. “Apa saya buatkan ruangan khusus, Pak?” Namun, sesaat kemudian Kiki menanggapi ucapan Naven. “Tidak perlu. Aku lebih suka olahraga di apartemen. Ini juga karena aku menunggu Nerissa saja.” Setelah satu jam lari di atas treadmil, Naven menghentikannya. Kemudian beristirahat sebentar. “Aku mandi dulu. Setelah itu kita pulang. Pastikan wanita itu sudah siap. Aku malas menunggu.” “Baik, Pak.” Naven segera menuju ke kamar mandi ya
Nerissa melihat Evelyn dari jauh. Dia begitu penasaran sekali dengan pacar Evelyn. “Apa dia artis juga atau pengusaha?” Pertanyaan itu keluar dari mulutnya.Akhirnya sebuah mobil berhenti di depan Evelyn. Nerissa berusaha untuk melihat orang di dalam mobil itu. Memastikan seperti apa wajah pacar wanita cantik itu.Dahi Nerissa berkerut dalam ketika melihat seseorang di dalam sana.“Kenapa wanita?” Nerissa melihat seorang wanita di balik kemudi. Berambut panjang dan memakai kacamata hitam. Tampak juga masker menempel di wajahnya. “Sepertinya yang dipanggil ‘sayang’ tadi bukan pacarnya.” Nerissa sedikit kecewa dengan yang dilihat.Tak mendapati apa yang dicari, akhirnya Nerissa memutuskan untuk kembali ke kantor. Ada banyak yang harus dikerjakan.Di mobil, Naven hanya melirik malas pada kekasihnya itu. Dia kesal ketika diberikan ide untuk memakai rambut palsu, kacamata hitam, dan masker.Beruntung ada yang bisa dimanfaatkan. Siapa lagi jika bukan Kiki.Untuk Naven sendiri. Dia hanya mem
Nerissa masuk ke rumah utama keluarga Zorion bersama Naven. Jika rumah Raven Zorion sudah besar. Kali ini, rumah utama keluarga Zorion lebih besar lagi.“Berapa orang yang tinggal di sini, Pak?” Nerissa tampak penasaran sekali.“Oma saja.”Nerissa tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Kedua bola mata indah yang dihiasi bulu mata cantik itu membulat sempurna.Tak bisa Nerissa tinggal di rumah sebesar ini dan sendiri.“Cucu Oma sudah datang.” Oma Clarisa berjalan ke arah Naven dan Nerissa.“Oma.” Naven memeluk neneknya itu.“Anak nakal. Sudah lama tidak ke sini.” Oma Clarisa yang melepaskan pelukannya, langsung mencubit pipi Naven.“Auch ....” Naven sebenarnya tidak merasa sakit, tapi dia pura-pura saja. “Maaf Oma, aku sibuk.”“Kamu ini, sibuk terus.”“Iya, aku janji akan sering ke sini.”Oma Clarisa yang tadinya kesal pun seketika langsung tersenyum. Dia segera beralih pada Nerissa. Raut wajah Oma Clarisa langsung berubah ketika melihat Nerissa.Tentu saja hal itu membuat Nerissa
“Pak Naven mau ke mana?” Asisten Evelyn melihat jika Naven hendak pergi. Karena itu, dia segera mengejar.“Suruh dia segera pulang! Aku akan menunggunya.” Jawaban itu sudah menjelaskan ke mana Naven akan pergi.“Baik, Pak. Saya akan memintanya segera pulang.”Naven segera keluar dari pesta. Tempat yang ditujunya adalah apartemen Evelyn. Apartemen itu adalah apartemen yang diberikan Naven untuk Evelyn. Jadi dia bisa menggunakan akses keluar masuk dengan mudah.Asisten Evelyn segera menghampiri artisnya. Dia berbisik pada Evelyn, “Pak Naven memintamu untuk segera pulang.”“Masih banyak produser dan sutradara di sini. Bagaimana bisa aku pulang?” Evelyn tidak bisa melepaskan kesempatan ini. Peluang untuk mendapatkan tawaran film setelah penghargaan yang didapatkanya.Di apartemen, Naven menunggu Evelyn sambil menikmati sebatang rokok. Sayangnya, yang ditunggu tidak kunjung datang.Sampai jam dua belas malam, tidak ada tampak tanda-tanda Evelyn pulang. Tentu saja itu membuat Naven kesal.“
Nerissa dan Naven sama-sama berteriak. Mereka sama-sama terkejut ketika saling tatap. Mereka langsung turun dari tempat tidur untuk menghindar satu dengan yang lain. “Kenapa kamu berteriak?” Naven merasa jika harusnya Nerissa tidak berteriak. Pastinya semalam Nerissa dengan sadar di kamarnya. Jadi tidak harus terkejut. “Pak Naven berteriak. Jadi wajar saya ikut teriak.” Naven berusaha untuk tenang lebih dulu. Baru setelah itu dia bicara. Dia memang masih amat terkejut dengan keberadaan Nerissa di kamarnya. “Kenapa kamu di kamarku?” “Semalam saya membantu Pak Naven melepaskan dasi, tapi Pak Naven menarik tubuh saya dan mengunci pergerakan. Jadi saya tidak bisa lepas.” Itulah yang ditakutkan oleh Naven. Dia tidak tahu apa yang dilakukan jika sudah terlalu mabuk. Karena itu, dia selalu berpesan untuk dibawa pulang. Takut dia melakukan hal-hal di luar norma bersama kekasihnya. “Sudah tahu aku mabuk, kenapa justru mendekat? Bukankah ada Kiki?” Naven justru menyalahkan istrinya itu.
Nerissa masih sangat kesal sekali dengan Naven. Dia pikir Naven berbeda dengan orang-orang, tapi ternyata sama saja. Merendahkan dirinya. Andai Naven tahu bagaimana berdebar jantungnya kemarin, berada di pelukan Naven, apakah pria itu akan mengatakan hal itu. Andai Naven tahu jika adalah pria pertama yang memeluknya. Tapi, bagi Nerissa tak perlu harus menjelaskan hal itu pada Naven. Karena tidak ada manfaatkan sama sekali. Hari ini mood Nerissa cukup buruk. Karena itu dia memilih untuk membuat segelas coklat hangat di pantry. “Sepertinya kamu sedang kesal. Apa suamimu sudah bosan denganmu?” Mendengar pertanyaan itu membuat Nerissa melirik ke sumber suara. Seperti dugaanya, pemilik suara itu Harry. “Kamu pikir aku sedang melakukan pernikahan baik-baik sampai bosan.” Nerissa menyindir Harry. “Sebagai seorang pengusaha pasti dia punya banyak wanita.” Harry sengaja membuat hati Nerissa panas. Dia tahu jika Nerissa minum coklat hangat, mood-nya sedang tidak baik-baik saja. “Sayangn
Kiki yang mendengar ancaman Naven pun seketika takut. Apalagi dia bekerja pada Naven. “Maaf Bu Nerissa, demi keberlangsungan hidup saya, sepertinya saya akan ikut menu Pak Naven.” Kiki akhirnya harus menerima tawaran Naven. Nerissa melirik kesal. Bisa-bisanya Naven mengancam Kiki dengan memecatnya. Jika sudah begini, tentu saja dia tidak bisa berbuat apa-apa. Pasrah saja ketika Kiki tidak mau makan dengannya. Naven puas sekali karena pada akhirnya dia yang menang. Saat punya kuasa, tentu saja dia dapat banyak hal di dunia ini. Makanan yang dipesan mereka akhirnya datang juga. Mereka menikmati makan bersama. Kiki yang makan bersama dua orang yang sedang berperang tentu saja merasa tidak nyaman. “Kamu marah padaku?” Saat selesai makan, barulah Naven mulai membicarakan apa yang membuatnya mengajak Nerissa makan siang. “Menurut Pak Naven?” Nerissa balik bertanya dengan nada menyindir. “Dengar, itu adalah salahmu. Kamu yang masuk ke kamarku saat aku mabuk. Jadi jangan salahkan aku be
Nerissa segera membuka pintu agar orang di luar tidak terlalu lama menunggu. “Kenapa malam-malam ke sini?” “Saya diminta Pak Naven untuk mengantarkan makanan.” Kiki menjelaskan sambil menyerahkan makanan di dalam kantung plastik yang dibawanya pada Nerissa. “Makananku sudah datang?” Belum sempat Nerissa menerima makanan tersebut, suara Naven terdengar. Pria itu berjalan menghampiri Nerissa dan juga Kiki. Melihat Naven yang datang, Nerissa langsung memiringkan tubuhnya agar Naven dapat leluasa berbicara dengan Kiki. “Ini makanan pesanan Pak Naven.” Kiki memberikan plastik berisi makanan itu pada Naven. “Bagus kamu datang tepat waktu. Aku sudah lapar.” Naven menerima makanan tersebut. “Kalau begitu saya permisi dulu, Pak.” Kiki segera berpamitan. Dia tersenyum pada Nerissa yang berdiri di samping Naven. “Baiklah.” Naven segera berbalik. Nerissa masih berdiri di depan pintu. Menunggu Kiki yang benar-benar menjauh dari apartemen. Saat pria itu sudah pergi, barulah Nerissa menut
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak