Share

Anne's Side

last update Last Updated: 2025-01-24 07:45:37

Pintu yang awalnya tertutup rapat, bahkan terkunci kini terbuka menimbulkan derit yang memecah heningnya malam. Celah kecil pintu semakin lebar dengan ujung kaki seseorang yang memakai sandal rumahan mulai melewati batas kamar dengan area luar.

Bola mata yang terhalang poni panjang itu berhasil menilik kamar yang hanya diterangi lampu tidur, sebelum berakhir pada seseorang yang terlelap di bawah selimut tebal. Lidah yang masih berada di tempatnya mendorong dinding pipi, lalu kelopak mata itu berkedip perlahan sebelum kaki panjangnya melangkah bersamaan dengan pintu yang kembali tertutup.

Cahaya jingga yang menjadi penerang satu-satunya kamar itu padam, ulah dari tangan yang terbungkus sarung tangan berbahan latex. Kini kamar itu benar-benar gelap. Masih seperti sebelumnya, hanya hening yang ada. Ah, tidak, hembusan nafas halus dari pemilik kamar menjadi suara yang masih terdengar, juga gumaman yang terdengar senada dengan hembusan nafas itu.

Sarung tangan latex yang dia pakai pun tertanggal, kaki yang menopang tubuh tegapnya turut tertekuk saat dia memutuskan untuk duduk di sisi sempit yang masih kosong. Tangan yang lebih besar dari pipi pemilik kamar mulai mengusap lembut meski gemetar terlihat dengan jelas. Perlahan, nafas yang menyamai oksigen yang hening kini mulai terdengar lebih jelas, terdengar seperti orang yang kesulitan bernafas.

Hi, Anne,” panggilnya dengan suara berbisik.

I’ve waited 4 years, thinking we’d never meet, but tonight … I faced my fears, even if no one else knows, except me.” Tangan itu menyingkirkan anak rambut yang menutupi kecantikan Anne.

Ibu jari itu dengan hati-hati menyentuh sudut bibir Anne, bergerak seringan kapas agar pemiliknya tak terbangun. “Before that, happy 18th birthday! I’m pleased to be the one.”

Bibirnya berkedut, sesuatu dalam dirinya semakin terpancing naik. Kelopak matanya berkedip lebih cepat mencoba untuk tetap waras di saat ketidakwarasan ingin mengambil alih. Nafas yang terdengar kian berat memaksa bibir untuk kembali berucap. “Kamu seperti yang aku bayangkan, Anne. Kulit lembutmu, aku rasa aku bisa menyentuhnya untuk waktu yang lebih lama. Sayangnya, aku harus segera mengakhiri ini dan membuktikan jika apa yang aku bayangkan tentangmu sepenuhnya benar.”

Tangan kiri yang menyangga tubuhnya dengan hati-hati menutup netra Anne yang telah tertutup kelopak mata perempuan itu sendiri, memangkas jarak wajahnya hingga dia dapat merasakan hembusan nafas hangat Anne yang teratur.

Bola mata itu bergerak turun, ke bibir yang sedikit terbuka. Seulas senyum menghiasi wajah rupawannya, bergerak semakin maju hingga bola mata itu membulat saat bibir mereka benar-benar bersentuhan. Kedua pasang daging lembut itu benar-benar bersentuhan, bukan lagi sepasang bibir lembut yang menyentuh kertas foto.

Because I know you so well,” bisiknya.

Sentuhan kasar yang terus Anne rasakan membuat tidur nyamannya terusik. Kulit hangat di atas kulit dinginnya membuat Anne berusaha untuk bangun dari mimpi yang terasa sangat nyata. Sesuatu yang basah berhasil membuat kakinya tersentak kaget dan kelopak mata yang tertutup erat berhasil terbuka. Sayangnya, hanya gelap yang dia temukan, tak ada cahaya temaram yang seharusnya mengisi retina.

Pria yang sedang menjamah kulit paha Anne pun tahu jika perempuan itu bangun. Tidak ada setitik panik yang dia tunjukkan, yang ada hanya seringai tipis kala bibirnya yang penuh dan simetris itu hendak meninggalkan bekas ciuman.

“Ah!” jerit Anne sebelum sebuah tangan membungkam bibirnya.

“Sstt, stay calm, Anne,” pintanya dengan berbisik di telinga Anne.

Nafas Anne tertarik dengan tempo berantakan, dia terkejut dan dia sangat takut mendengar suara berat itu. Anne benar-benar menahan nafas saat tangan hangat itu bergerak naik, melewati garis panggul, mengusap pinggangnya sebelum meremasnya lembut.

“Aku salah, aku kira hanya aku yang akan mengingat hal ini, tapi kamu juga akan mengingatnya,” ucapnya masih dengan suara lirih yang membuat degup jantung Anne semakin menggila. Bukan, bukan karena Anne menyukainya. Namun, karena rasa takut yang semakin menjadi.

“Aku menunggu waktu ini tiba hampir 4 tahun, Anne. Mengamatimu dari jauh dan membayangkan tubuhmu tanpa bisa aku sentuh secara langsung. Aku menahan semuanya hingga aku rasa umurmu sudah cukup dan aku berhasil menunggu hari ini tiba.” Jari telunjuknya bermain di sekeliling pusar Anne. Wajahnya menunjukkan jika pria itu sangat senang dengan kegiatannya.

“Aku menyukaimu, Anne. Tidak! Aku sangat-sangat mencintaimu! Sepanjang hari, aku hanya memikirkan wajahmu, bayangan tubuhmu dan bayangan saat kita melakukannya. Bagaimana desahan dan jeritan mu nanti? Aku semakin gila hanya dengan memikirkan semua itu.”

Anne berteriak meski akhirnya teredam saat tangan pria itu meremas dadanya. Perempuan itu mencoba menggerakkan tangan yang terasa lemas, berusaha menyingkirkan tangan pria yang tak dia ketahui wajahnya dari tubuhnya. Entah dia memang lemas atau terlalu shock dengan apa yang terjadi, tangannya tak berhasil menyingkirkan tangan pria itu.

Suara tawa berat pun mengisi ruang gelap itu. Tangan besar itu menggenggam tangan Anne, menariknya ke atas kepala perempuan itu sendiri sebelum melepas bungkamannya. Ruang gerak Anne semakin sempit hampir tidak ada.

“Kau gila! Lepaskan aku, brengsek!” teriak Anne, meronta keras yang lagi-lagi berakhir percuma.

“Aku tidak gila, Anne. Aku sangat sadar dengan apa yang aku lakukan. Dirimu, tubuhmu adalah milikku sejak pertama aku melihatmu dan akan aku pastikan hanya aku yang bisa menyentuhmu sampai kapanpun!”

Pria itu memejamkan mata saat Anne menolak sentuhannya.

“Kepar –” Bibir Anne kembali dibungkam, bukan dengan tangan seperti sebelumnya melainkan sepasang daging lembut juga cengkraman kuat di dagunya.

Anne menangis dibalik kain yang membuatnya buta. Cumbuan itu semakin menjadi, sentuhan kasar yang dia rasakan pun semakin berani dan dia hanya bisa diam tanpa memberi perlawanan apapun. Pria yang berhasil melumpuhkan Anne pun berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan dan pergi setelahnya. Sedangkan, Anne, dia berubah menjadi lebih pendiam dan menghindar dari para pria.

“Aku senang mendengarmu bersuara untukku, Anne. Namun, bukan kalimat kasar yang ingin aku dengar.”

***

Kelopak mata Anne berkedip saat tangan seseorang melambai di depan wajahnya. Berdehem lalu menarik dan menghembuskan nafasnya dengan perlahan, Anne lantas menarik garis senyum formalnya.

“Ada masalah?” tanya Genie.

Nope,” jawabnya sembari membaca berkas yang sempat tertunda. “Di mana yang lain?”

Really? I think there’s something.” Genie menatap wajah Anne lebih serius. “Ini bukan pertama kalinya, tapi ini pertama kalinya terjadi saat kita sedang rapat. Jangan memikirkannya sendiri, ada aku, kamu ingat? Yang lain? Aku menyuruh mereka pergi, lagi pula kamu tidak akan fokus.”

“Aku baik-baik saja, Genie. Mungkin hanya kurang tidur dan ada banyak pikiran. Kita akan memulai langkah yang lebih besar, jadi aku sedikit tertekan.” Anne melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Tidak ada hal lain ‘kan? Aku pikir aku akan pulang dan beristirahat agar besok bisa lebih baik. Terima kasih untuk bantuanmu, Gen. Sampaikan permintaan maafku pada mereka.” Anne mengemasi berkas juga laptopnya dan meninggalkan kantor. Dia akan melanjutkan pekerjaan di rumah setelah beristirahat nanti.

“Aku antar,” sahut Genie dengan cepat menyusul langkah Anne.

Anne menengok ke belakang, tawa kecil sempat mengudara dari bibir Anne. “Seharusnya aku bisa pergi sendiri ‘kan? Aku bahkan sudah 32.”

“Umur hanya angka, Anne. Entah 32 atau usiamu mencapai angka 70, jika aku bisa dan aku masih ada di sampingmu, aku akan mengantarmu. Jasmine menitipkanmu padaku.” Genie tertawa untuk mencairkan suasana yang terasa sendu.

“Terkadang aku ingin bisa melakukan apapun sendiri.” Suara Anne tak setegas biasanya.

You did it!” sergah Genie.

No, I’m not. Aku tidak bisa merasa tenang meski ada banyak orang di sekitarku, aku selalu merasa waspada dan takut. Nyatanya, 14 tahun tidak membuat semuanya sembuh. Aku masih dibayangi rasa takut.”

Heels yang keduanya pakai masuk ke dalam lift, menekan tombol tujuan mereka dan menunggu. Tidak ada obrolan selama lift menuju area basement, keduanya sama-sama terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing.

Thanks, Genie. Kamu bisa pulang jika ingin, jangan memaksakan diri,” ucap Anne yang mendapat anggukan dari Genie sebelum dia masuk ke dalam mobil.

Anne terlihat tenang, terlihat seperti orang yang bisa mengendalikan emosinya dengan baik. Namun, hanya sedikit orang yang tahu jika Anne sangat berantakan. Anne sangat terlatih untuk tak membuat orang lain khawatir.

Related chapters

  • Kontrak Menghamili   My Dolphin

    Axel melepas weightlifting belt yang dia pakai setelah melepaskan barbel dari genggamannya, memakai jaket bertudung miliknya dan bergegas kembali ke apartemen Anne setelah membaca pesan dari perempuan itu.Pria itu melatih fisiknya masih di tower apartemen yang sama di mana dia tinggal saat ini, itu kenapa dia tidak membutuhkan banyak waktu untuk sampai di unit. Namun, sesampainya dia di apartemen, ruangan yang bisa mereka gunakan bersama terlihat sepi. Tidak terlihat kehadiran Anne di ruangan itu, bahkan lampu belum menyala meski malam hampir tiba.Saat mencoba berkeliling mencari keberadaan Anne, dia menemukan punggung sempit perempuan itu dibalik pintu yang terhubung dengan balkon. Tak langsung mendekati Anne, Axel memutar arah menuju kamarnya dan keluar dengan membawa selimut.“Lagi hujan, kenapa di luar?” tanya Axel setelah menyelimuti tubuh Anne dengan selimut.Anne yang sedari tadi melamun pun terkejut dengan selimut yang kini menempel pada tubuhnya juga dengan kedatangan Axel.

    Last Updated : 2025-01-24
  • Kontrak Menghamili   First Step

    “Dolphin? Why are you calling me that?” Kedua alis Anne tertekuk tajam.“A special nickname for you from me. It'll bring us closer, maybe.” Axel menatap Anne sesekali lantaran dia yang sedang memotong tomat menjadi beberapa bagian lebih kecil.“Aku tidak butuh! Jangan memanggilku dengan sebutan itu lagi. Aku memperingatkanmu, Axel! Aku memintamu melakukan beberapa hal bukan berarti kamu bisa melewati semua batas.” Wajah Anne terlihat sangat serius dengan kedua tangan yang terkepal di kedua sisi tubuhnya.“Batas?” Salah satu alis Axel terangkat, suara tajam pisau yang menghantam talenan mengisi ruangan itu. Jarak dapur dan ruang tengah memang tidak terlalu luas, didukung keadaan yang hening membuat obrolan jarak jauh mereka tetap terdengar jelas.“Aku hanya memanggilmu My Dolphin agar kita bisa semakin akrab dan tujuanmu segera tercapai. It's the same like sweetheart, sweetie pie, honey, babe or anything else. Itu hanya panggilan akrab.” Axel menyalakan kompor, meletakkan teflon di ata

    Last Updated : 2025-01-24
  • Kontrak Menghamili   First Meet

    “Kamu cukup buat saya hamil dan kamu akan mendapat semua benefits yang tertulis di surat kontrak itu,” ucap Anne dengan suara tegasnya.Axel melihat kertas putih yang telah dibasahi tanda tangan Anne sebelum menatap perempuan yang berpenampilan layaknya orang dengan prinsip kuat dan sulit digoyahkan. Mereka memang baru pertama kali bertemu. Namun, Axel sangat berani bertaruh jika Anne memang seperti penilaiannya, apalagi perempuan itu memakai setelan kantor hitam yang masih terlihat kasual.“100 ribu dolar?” Axel menyebutkan jumlah uang yang menjadi bagian paling menarik meski Anne juga memberikan benefits lain di atas kertas itu.“Kurang? Berapa yang kamu mau?”Sejak kuliah hingga berusia 32 tahun Anne telah menggeluti dunia bisnis yang semakin menghasilkan setiap tahunnya, dia tidak takut jika harus membayar gigolo itu dengan bayaran yang lebih tinggi dari penawarannya, asal dia mendapatkan apa yang dia mau. Uang bukan batu besar yang menghalangi langkah Anne.“Untuk sekarang cukup,

    Last Updated : 2025-01-24
  • Kontrak Menghamili   Do's And Don'ts

    Axel keluar dari kamar, melihat sekitar apartemen yang temaram. Namun, netra abu miliknya masih bisa menangkap keberadaan Anne di ruang tengah. Itu semua karena cahaya dari laptop yang tergeletak di atas meja. Melihat jam dinding, Axel lantas melangkah ke dapur untuk membuat sesuatu.“Matcha addict?” gumamnya saat melihat isi lemari yang menyimpan bahan makanan.Tangan yang dihiasi urat menambah kesan maskulin Axel kini menyimpan cangkir berisi matcha yang telah dilarutkan di sisi kanan dan cangkir lebih besar berisi susu di tangan kiri. Dengan keahlian yang dia miliki, Axel berhasil membuat dolphin mengapung menghiasi matcha tersebut.“Still awake?” tanyanya berbasa-basi sembari mengisi bagian kosong sofa, tak lupa untuk meletakkan cangkir biru yang berisi matcha latte ke atas meja.Anne yang sebenarnya sedang melamun terkejut dengan kedatangan Axel, namun perempuan dengan rambut yang diikat acak itu dengan cepat bersikap biasa saja. “I have work.” Anne lantas menarik laptop dari mej

    Last Updated : 2025-01-24

Latest chapter

  • Kontrak Menghamili   First Step

    “Dolphin? Why are you calling me that?” Kedua alis Anne tertekuk tajam.“A special nickname for you from me. It'll bring us closer, maybe.” Axel menatap Anne sesekali lantaran dia yang sedang memotong tomat menjadi beberapa bagian lebih kecil.“Aku tidak butuh! Jangan memanggilku dengan sebutan itu lagi. Aku memperingatkanmu, Axel! Aku memintamu melakukan beberapa hal bukan berarti kamu bisa melewati semua batas.” Wajah Anne terlihat sangat serius dengan kedua tangan yang terkepal di kedua sisi tubuhnya.“Batas?” Salah satu alis Axel terangkat, suara tajam pisau yang menghantam talenan mengisi ruangan itu. Jarak dapur dan ruang tengah memang tidak terlalu luas, didukung keadaan yang hening membuat obrolan jarak jauh mereka tetap terdengar jelas.“Aku hanya memanggilmu My Dolphin agar kita bisa semakin akrab dan tujuanmu segera tercapai. It's the same like sweetheart, sweetie pie, honey, babe or anything else. Itu hanya panggilan akrab.” Axel menyalakan kompor, meletakkan teflon di ata

  • Kontrak Menghamili   My Dolphin

    Axel melepas weightlifting belt yang dia pakai setelah melepaskan barbel dari genggamannya, memakai jaket bertudung miliknya dan bergegas kembali ke apartemen Anne setelah membaca pesan dari perempuan itu.Pria itu melatih fisiknya masih di tower apartemen yang sama di mana dia tinggal saat ini, itu kenapa dia tidak membutuhkan banyak waktu untuk sampai di unit. Namun, sesampainya dia di apartemen, ruangan yang bisa mereka gunakan bersama terlihat sepi. Tidak terlihat kehadiran Anne di ruangan itu, bahkan lampu belum menyala meski malam hampir tiba.Saat mencoba berkeliling mencari keberadaan Anne, dia menemukan punggung sempit perempuan itu dibalik pintu yang terhubung dengan balkon. Tak langsung mendekati Anne, Axel memutar arah menuju kamarnya dan keluar dengan membawa selimut.“Lagi hujan, kenapa di luar?” tanya Axel setelah menyelimuti tubuh Anne dengan selimut.Anne yang sedari tadi melamun pun terkejut dengan selimut yang kini menempel pada tubuhnya juga dengan kedatangan Axel.

  • Kontrak Menghamili   Anne's Side

    Pintu yang awalnya tertutup rapat, bahkan terkunci kini terbuka menimbulkan derit yang memecah heningnya malam. Celah kecil pintu semakin lebar dengan ujung kaki seseorang yang memakai sandal rumahan mulai melewati batas kamar dengan area luar.Bola mata yang terhalang poni panjang itu berhasil menilik kamar yang hanya diterangi lampu tidur, sebelum berakhir pada seseorang yang terlelap di bawah selimut tebal. Lidah yang masih berada di tempatnya mendorong dinding pipi, lalu kelopak mata itu berkedip perlahan sebelum kaki panjangnya melangkah bersamaan dengan pintu yang kembali tertutup.Cahaya jingga yang menjadi penerang satu-satunya kamar itu padam, ulah dari tangan yang terbungkus sarung tangan berbahan latex. Kini kamar itu benar-benar gelap. Masih seperti sebelumnya, hanya hening yang ada. Ah, tidak, hembusan nafas halus dari pemilik kamar menjadi suara yang masih terdengar, juga gumaman yang terdengar senada dengan hembusan nafas itu.Sarung tangan latex yang dia pakai pun tert

  • Kontrak Menghamili   Do's And Don'ts

    Axel keluar dari kamar, melihat sekitar apartemen yang temaram. Namun, netra abu miliknya masih bisa menangkap keberadaan Anne di ruang tengah. Itu semua karena cahaya dari laptop yang tergeletak di atas meja. Melihat jam dinding, Axel lantas melangkah ke dapur untuk membuat sesuatu.“Matcha addict?” gumamnya saat melihat isi lemari yang menyimpan bahan makanan.Tangan yang dihiasi urat menambah kesan maskulin Axel kini menyimpan cangkir berisi matcha yang telah dilarutkan di sisi kanan dan cangkir lebih besar berisi susu di tangan kiri. Dengan keahlian yang dia miliki, Axel berhasil membuat dolphin mengapung menghiasi matcha tersebut.“Still awake?” tanyanya berbasa-basi sembari mengisi bagian kosong sofa, tak lupa untuk meletakkan cangkir biru yang berisi matcha latte ke atas meja.Anne yang sebenarnya sedang melamun terkejut dengan kedatangan Axel, namun perempuan dengan rambut yang diikat acak itu dengan cepat bersikap biasa saja. “I have work.” Anne lantas menarik laptop dari mej

  • Kontrak Menghamili   First Meet

    “Kamu cukup buat saya hamil dan kamu akan mendapat semua benefits yang tertulis di surat kontrak itu,” ucap Anne dengan suara tegasnya.Axel melihat kertas putih yang telah dibasahi tanda tangan Anne sebelum menatap perempuan yang berpenampilan layaknya orang dengan prinsip kuat dan sulit digoyahkan. Mereka memang baru pertama kali bertemu. Namun, Axel sangat berani bertaruh jika Anne memang seperti penilaiannya, apalagi perempuan itu memakai setelan kantor hitam yang masih terlihat kasual.“100 ribu dolar?” Axel menyebutkan jumlah uang yang menjadi bagian paling menarik meski Anne juga memberikan benefits lain di atas kertas itu.“Kurang? Berapa yang kamu mau?”Sejak kuliah hingga berusia 32 tahun Anne telah menggeluti dunia bisnis yang semakin menghasilkan setiap tahunnya, dia tidak takut jika harus membayar gigolo itu dengan bayaran yang lebih tinggi dari penawarannya, asal dia mendapatkan apa yang dia mau. Uang bukan batu besar yang menghalangi langkah Anne.“Untuk sekarang cukup,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status