Share

Anne's Side

Penulis: Diandra Kartika
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-24 07:45:37

Pintu yang awalnya tertutup rapat, bahkan terkunci kini terbuka menimbulkan derit yang memecah heningnya malam. Celah kecil pintu semakin lebar dengan ujung kaki seseorang yang memakai sandal rumahan mulai melewati batas kamar dengan area luar.

Bola mata yang terhalang poni panjang itu berhasil menilik kamar yang hanya diterangi lampu tidur, sebelum berakhir pada seseorang yang terlelap di bawah selimut tebal. Lidah yang masih berada di tempatnya mendorong dinding pipi, lalu kelopak mata itu berkedip perlahan sebelum kaki panjangnya melangkah bersamaan dengan pintu yang kembali tertutup.

Cahaya jingga yang menjadi penerang satu-satunya kamar itu padam, ulah dari tangan yang terbungkus sarung tangan berbahan latex. Kini kamar itu benar-benar gelap. Masih seperti sebelumnya, hanya hening yang ada. Ah, tidak, hembusan nafas halus dari pemilik kamar menjadi suara yang masih terdengar, juga gumaman yang terdengar senada dengan hembusan nafas itu.

Sarung tangan latex yang dia pakai pun tertanggal, kaki yang menopang tubuh tegapnya turut tertekuk saat dia memutuskan untuk duduk di sisi sempit yang masih kosong. Tangan yang lebih besar dari pipi pemilik kamar mulai mengusap lembut meski gemetar terlihat dengan jelas. Perlahan, nafas yang menyamai oksigen yang hening kini mulai terdengar lebih jelas, terdengar seperti orang yang kesulitan bernafas.

Hi, Anne,” panggilnya dengan suara berbisik.

I’ve waited 4 years, thinking we’d never meet, but tonight … I faced my fears, even if no one else knows, except me.” Tangan itu menyingkirkan anak rambut yang menutupi kecantikan Anne.

Ibu jari itu dengan hati-hati menyentuh sudut bibir Anne, bergerak seringan kapas agar pemiliknya tak terbangun. “Before that, happy 18th birthday! I’m pleased to be the one.”

Bibirnya berkedut, sesuatu dalam dirinya semakin terpancing naik. Kelopak matanya berkedip lebih cepat mencoba untuk tetap waras di saat ketidakwarasan ingin mengambil alih. Nafas yang terdengar kian berat memaksa bibir untuk kembali berucap. “Kamu seperti yang aku bayangkan, Anne. Kulit lembutmu, aku rasa aku bisa menyentuhnya untuk waktu yang lebih lama. Sayangnya, aku harus segera mengakhiri ini dan membuktikan jika apa yang aku bayangkan tentangmu sepenuhnya benar.”

Tangan kiri yang menyangga tubuhnya dengan hati-hati menutup netra Anne yang telah tertutup kelopak mata perempuan itu sendiri, memangkas jarak wajahnya hingga dia dapat merasakan hembusan nafas hangat Anne yang teratur.

Bola mata itu bergerak turun, ke bibir yang sedikit terbuka. Seulas senyum menghiasi wajah rupawannya, bergerak semakin maju hingga bola mata itu membulat saat bibir mereka benar-benar bersentuhan. Kedua pasang daging lembut itu benar-benar bersentuhan, bukan lagi sepasang bibir lembut yang menyentuh kertas foto.

Because I know you so well,” bisiknya.

Sentuhan kasar yang terus Anne rasakan membuat tidur nyamannya terusik. Kulit hangat di atas kulit dinginnya membuat Anne berusaha untuk bangun dari mimpi yang terasa sangat nyata. Sesuatu yang basah berhasil membuat kakinya tersentak kaget dan kelopak mata yang tertutup erat berhasil terbuka. Sayangnya, hanya gelap yang dia temukan, tak ada cahaya temaram yang seharusnya mengisi retina.

Pria yang sedang menjamah kulit paha Anne pun tahu jika perempuan itu bangun. Tidak ada setitik panik yang dia tunjukkan, yang ada hanya seringai tipis kala bibirnya yang penuh dan simetris itu hendak meninggalkan bekas ciuman.

“Ah!” jerit Anne sebelum sebuah tangan membungkam bibirnya.

“Sstt, stay calm, Anne,” pintanya dengan berbisik di telinga Anne.

Nafas Anne tertarik dengan tempo berantakan, dia terkejut dan dia sangat takut mendengar suara berat itu. Anne benar-benar menahan nafas saat tangan hangat itu bergerak naik, melewati garis panggul, mengusap pinggangnya sebelum meremasnya lembut.

“Aku salah, aku kira hanya aku yang akan mengingat hal ini, tapi kamu juga akan mengingatnya,” ucapnya masih dengan suara lirih yang membuat degup jantung Anne semakin menggila. Bukan, bukan karena Anne menyukainya. Namun, karena rasa takut yang semakin menjadi.

“Aku menunggu waktu ini tiba hampir 4 tahun, Anne. Mengamatimu dari jauh dan membayangkan tubuhmu tanpa bisa aku sentuh secara langsung. Aku menahan semuanya hingga aku rasa umurmu sudah cukup dan aku berhasil menunggu hari ini tiba.” Jari telunjuknya bermain di sekeliling pusar Anne. Wajahnya menunjukkan jika pria itu sangat senang dengan kegiatannya.

“Aku menyukaimu, Anne. Tidak! Aku sangat-sangat mencintaimu! Sepanjang hari, aku hanya memikirkan wajahmu, bayangan tubuhmu dan bayangan saat kita melakukannya. Bagaimana desahan dan jeritan mu nanti? Aku semakin gila hanya dengan memikirkan semua itu.”

Anne berteriak meski akhirnya teredam saat tangan pria itu meremas dadanya. Perempuan itu mencoba menggerakkan tangan yang terasa lemas, berusaha menyingkirkan tangan pria yang tak dia ketahui wajahnya dari tubuhnya. Entah dia memang lemas atau terlalu shock dengan apa yang terjadi, tangannya tak berhasil menyingkirkan tangan pria itu.

Suara tawa berat pun mengisi ruang gelap itu. Tangan besar itu menggenggam tangan Anne, menariknya ke atas kepala perempuan itu sendiri sebelum melepas bungkamannya. Ruang gerak Anne semakin sempit hampir tidak ada.

“Kau gila! Lepaskan aku, brengsek!” teriak Anne, meronta keras yang lagi-lagi berakhir percuma.

“Aku tidak gila, Anne. Aku sangat sadar dengan apa yang aku lakukan. Dirimu, tubuhmu adalah milikku sejak pertama aku melihatmu dan akan aku pastikan hanya aku yang bisa menyentuhmu sampai kapanpun!”

Pria itu memejamkan mata saat Anne menolak sentuhannya.

“Kepar –” Bibir Anne kembali dibungkam, bukan dengan tangan seperti sebelumnya melainkan sepasang daging lembut juga cengkraman kuat di dagunya.

Anne menangis dibalik kain yang membuatnya buta. Cumbuan itu semakin menjadi, sentuhan kasar yang dia rasakan pun semakin berani dan dia hanya bisa diam tanpa memberi perlawanan apapun. Pria yang berhasil melumpuhkan Anne pun berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan dan pergi setelahnya. Sedangkan, Anne, dia berubah menjadi lebih pendiam dan menghindar dari para pria.

“Aku senang mendengarmu bersuara untukku, Anne. Namun, bukan kalimat kasar yang ingin aku dengar.”

***

Kelopak mata Anne berkedip saat tangan seseorang melambai di depan wajahnya. Berdehem lalu menarik dan menghembuskan nafasnya dengan perlahan, Anne lantas menarik garis senyum formalnya.

“Ada masalah?” tanya Genie.

Nope,” jawabnya sembari membaca berkas yang sempat tertunda. “Di mana yang lain?”

Really? I think there’s something.” Genie menatap wajah Anne lebih serius. “Ini bukan pertama kalinya, tapi ini pertama kalinya terjadi saat kita sedang rapat. Jangan memikirkannya sendiri, ada aku, kamu ingat? Yang lain? Aku menyuruh mereka pergi, lagi pula kamu tidak akan fokus.”

“Aku baik-baik saja, Genie. Mungkin hanya kurang tidur dan ada banyak pikiran. Kita akan memulai langkah yang lebih besar, jadi aku sedikit tertekan.” Anne melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Tidak ada hal lain ‘kan? Aku pikir aku akan pulang dan beristirahat agar besok bisa lebih baik. Terima kasih untuk bantuanmu, Gen. Sampaikan permintaan maafku pada mereka.” Anne mengemasi berkas juga laptopnya dan meninggalkan kantor. Dia akan melanjutkan pekerjaan di rumah setelah beristirahat nanti.

“Aku antar,” sahut Genie dengan cepat menyusul langkah Anne.

Anne menengok ke belakang, tawa kecil sempat mengudara dari bibir Anne. “Seharusnya aku bisa pergi sendiri ‘kan? Aku bahkan sudah 32.”

“Umur hanya angka, Anne. Entah 32 atau usiamu mencapai angka 70, jika aku bisa dan aku masih ada di sampingmu, aku akan mengantarmu. Jasmine menitipkanmu padaku.” Genie tertawa untuk mencairkan suasana yang terasa sendu.

“Terkadang aku ingin bisa melakukan apapun sendiri.” Suara Anne tak setegas biasanya.

You did it!” sergah Genie.

No, I’m not. Aku tidak bisa merasa tenang meski ada banyak orang di sekitarku, aku selalu merasa waspada dan takut. Nyatanya, 14 tahun tidak membuat semuanya sembuh. Aku masih dibayangi rasa takut.”

Heels yang keduanya pakai masuk ke dalam lift, menekan tombol tujuan mereka dan menunggu. Tidak ada obrolan selama lift menuju area basement, keduanya sama-sama terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing.

Thanks, Genie. Kamu bisa pulang jika ingin, jangan memaksakan diri,” ucap Anne yang mendapat anggukan dari Genie sebelum dia masuk ke dalam mobil.

Anne terlihat tenang, terlihat seperti orang yang bisa mengendalikan emosinya dengan baik. Namun, hanya sedikit orang yang tahu jika Anne sangat berantakan. Anne sangat terlatih untuk tak membuat orang lain khawatir.

Bab terkait

  • Kontrak Menghamili   My Dolphin

    Axel melepas weightlifting belt yang dia pakai setelah melepaskan barbel dari genggamannya, memakai jaket bertudung miliknya dan bergegas kembali ke apartemen Anne setelah membaca pesan dari perempuan itu.Pria itu melatih fisiknya masih di tower apartemen yang sama di mana dia tinggal saat ini, itu kenapa dia tidak membutuhkan banyak waktu untuk sampai di unit. Namun, sesampainya dia di apartemen, ruangan yang bisa mereka gunakan bersama terlihat sepi. Tidak terlihat kehadiran Anne di ruangan itu, bahkan lampu belum menyala meski malam hampir tiba.Saat mencoba berkeliling mencari keberadaan Anne, dia menemukan punggung sempit perempuan itu dibalik pintu yang terhubung dengan balkon. Tak langsung mendekati Anne, Axel memutar arah menuju kamarnya dan keluar dengan membawa selimut.“Lagi hujan, kenapa di luar?” tanya Axel setelah menyelimuti tubuh Anne dengan selimut.Anne yang sedari tadi melamun pun terkejut dengan selimut yang kini menempel pada tubuhnya juga dengan kedatangan Axel.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Kontrak Menghamili   First Step

    “Dolphin? Why are you calling me that?” Kedua alis Anne tertekuk tajam.“A special nickname for you from me. It'll bring us closer, maybe.” Axel menatap Anne sesekali lantaran dia yang sedang memotong tomat menjadi beberapa bagian lebih kecil.“Aku tidak butuh! Jangan memanggilku dengan sebutan itu lagi. Aku memperingatkanmu, Axel! Aku memintamu melakukan beberapa hal bukan berarti kamu bisa melewati semua batas.” Wajah Anne terlihat sangat serius dengan kedua tangan yang terkepal di kedua sisi tubuhnya.“Batas?” Salah satu alis Axel terangkat, suara tajam pisau yang menghantam talenan mengisi ruangan itu. Jarak dapur dan ruang tengah memang tidak terlalu luas, didukung keadaan yang hening membuat obrolan jarak jauh mereka tetap terdengar jelas.“Aku hanya memanggilmu My Dolphin agar kita bisa semakin akrab dan tujuanmu segera tercapai. It's the same like sweetheart, sweetie pie, honey, babe or anything else. Itu hanya panggilan akrab.” Axel menyalakan kompor, meletakkan teflon di ata

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Kontrak Menghamili   Prettiest Thing

    “What the hell!” Anne mengumpat lirih saat motor vespa berhenti mendadak di depannya.“Apa aku mengejutkanmu?” tanya Axel setelah melepas helm, rambutnya yang sedikit berantakan pun disugar dalam satu gerakan.Anne menatap tak percaya pada Axel juga kendaraan yang pria itu bawa, perempuan itu bahkan berkedip beberapa kali untuk memastikan apa yang dia lihat.Axel dengan motor vespa, itu seperti lelucon bagi Anne. Apa Axel lupa pakaian apa yang dia pakai saat berangkat tadi? Anne memakai long skirt, motor bukan kendaraan yang tepat saat ini.“Axel?” panggilnya dengan nada tak percaya.“Why?” sahutnya dengan nada tengil yang menyebalkan bagi Anne.“See what I'm wearing and … vespa? You’re kidding?”Axel menatap penampilan Anne dari ujung kepala hingga ujung kaki. Perempuan itu masih cantik meski rambut yang pagi tadi tergerai kini telah dicepol. “I’m dead serious. Pakaianmu? Itu bukan masalah, kamu masih bisa duduk menyamping.”Anne menggeleng, masih dengan ketidak percayaannya. “Lebih

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Kontrak Menghamili   Not Now

    Salmon yang awalnya utuh perlahan berkurang. Setiap potongan kecil yang Anne lakukan membawa kenikmatan bagi indra perasanya.Roasted potatoes juga brokoli yang mendampingi pun perlahan berkurang. Semuanya mulai berkurang dari piring. Namun, tidak dengan tegang yang Anne rasakan. Tak ada obrolan yang tercipta, hanya hening yang memeluk keduanya juga detik jam yang samar.Axel yang telah menghabiskan makan malamnya beberapa menit yang lalu, kini tengah menikmati rosé wine sembari menunggu Anne selesai. Pria itu juga menjatuhkan manik abunya pada Anne yang terus tertunduk. Mengamatinya dalam diam.Setelah tegukan terakhir, Axel meletakkan gelasnya, mengambil botol wine lalu mengisi gelas itu lagi. Suara wine yang dituangkan membuat hening sedikit terpecah. “Kamu tidak ingin berkomentar tentang masakanku?” tanyanya.Anne menggeleng. Tangan dan mulutnya masih bekerjasama untuk menghabiskan hidangan makan malam.“Menurutku rasanya sedikit terlalu manis.” Axel kembali berujar dengan tangan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Kontrak Menghamili   Perfume

    Anne menghela nafas, dagunya tersimpan di antara lutut setelah bercerita panjang lebar. Perempuan itu memutuskan menghubungi Genie saat kedua matanya tak ingin terlelap. Dia butuh petuah untuk hubungan yang dia mulai. Hubungan kontrak yang Anne pikir mudah, nyatanya terasa sangat rumit. Genie yang berada di dalam layar laptop memusatkan perhatiannya pada Anne. “Semua tergantung dirimu. Kalau kamu memang belum siap, it’s fine. Katakan padanya dan aku yakin dia akan menghargaimu. Lagipula dia tidak memaksamu untuk buru-buru dan kamu yang memegang kendali hubungan itu ‘kan?” Genie benar, Axel memang tak ingin buru-buru. Namun, Anne yang ingin hubungan itu cepat selesai dan faktanya perempuan itu juga yang belum siap. “Based on your story, I think he’s a great person,” ujar Genie. “Kamu juga udah cari tahu latar belakangnya ‘kan?” lanjutnya bertanya. *** Anne menikmati teh hijau miliknya di kitchen bar, sembari menonton aksi memasak Axel di sisi seberang. Mereka memang berada

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Kontrak Menghamili   Safe Zone

    Axel menyalakan layar ponsel yang telah tergeletak sejak dia duduk di ruang tengah. Pukul 12.06, tengah malam telah terlewat. Namun, Anne tak kunjung pulang, bahkan satupun pesan ataupun telepon yang Axel lakukan tak mendapat balasan.Pria itu segera bangkit dari duduknya saat hentakan heels tertangkap rungunya setelah suara pintu yang dibuka terdengar. Bayangan seseorang mulai terlihat. Tanpa sadar, hela nafas lega terdengar di antara hening.“You late,” ucapnya saat Anne telah tertangkap netranya. Perempuan yang dia tunggu sejak matahari hampir terbenam hingga bulan telah tertutup awan dan kini hujan telah membasahi jalanan juga atap bangunan.Anne berhenti, wajah perempuan itu terlihat sangat lelah dengan kelopak mata yang turun. “Ada banyak hal yang harus aku kerjakan,” ujarnya dengan nada datar.Axel mengernyit. Pria itu masih ingat dengan obrolan ringan mereka tadi pagi, mengira jika Anne mulai membuka ruang untuknya. Namun, Axel lupa dengan kalimat terakhir yang Anne ucapkan. P

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Kontrak Menghamili   Happy Sunday

    “Don’t you ever get bored?” Anne menghampiri Axel setelah menyelesaikan sesi pilatesnya. Keringat masih membasahi pelipis dan lehernya.Walaupun pilates terlihat mudah, sebenarnya tidak semudah itu juga. Apapun itu, Anne tetap menyukainya. Perempuan itu kini tengah menyeka keringatnya dengan handuk yang tersimpan di tas yang berada di samping Axel.Biasanya Anne datang ke studio pilates seorang diri. Namun, hari ini dia datang dengan Axel yang memaksa ikut walaupun pria itu hanya duduk dan menonton di sudut ruangan.“Setelah aku pikir-pikir, akan lebih baik kalau aku mengantar-jemputmu. Selain aku ngerasa tenang, kamu juga bisa lebih cepat beristirahat di mobil,” ucap Axel setelah mereka menyelesaikan sarapan dan Anne yang hendak pergi.Anne awalnya menolak dengan alasan dia biasa sendiri. Namun, Axel sangat pandai membujuknya sehingga ia menyetujui. Lagipula Anne tidak dirugikan apapun.Axel yang telah memperhatikan Anne sejak perempuan itu memulai sesinya kini berdiri. “Never.” jawa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Kontrak Menghamili   Music and Sick

    Axel mengetuk-ngetuk kemudi dengan ujung jarinya, sudut matanya sesekali melirik Anne yang duduk tenang di sampingnya dengan bibir menggumamkan lirik dari lagu yang kini memenuhi mobil. Ini adalah hari pertama Axel menjemput Anne dan dia dikejutkan dengan playlist musik perempuan itu.“Push me down, hold me down, spit in my mouth while you turn me out,” gumam Anne, suaranya terdengar lembut, hampir terdengar seperti bisikan. Perempuan itu terlihat menghayati setiap lirik yang dia gumamkan. Kedua bola matanya bahkan bersembunyi di balik kelopak mata.Sedangkan Axel, pria itu mencengkram kemudi lebih erat saat gumaman itu menusuk setiap inci gendang telinganya. Telinga pria itu merona merah, dengan bibir bagian dalam yang tertahan di antara gigi. Setiap lirik yang keluar dari bibir Anne seakan mencekik leher Axel secara perlahan. Itu terlalu frontal.“Your music vibe –” Axel menoleh ke arah Anne saat lampu merah menghentikan gerak mobil mereka.Anne membuka kelopak matanya. “Something’s

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05

Bab terbaru

  • Kontrak Menghamili   Berbagi Kamar

    Anne menatap Axel dengan sinis setelah mendengar ide yang keluar dari mulut pria itu. “Kamu tidur di kamar ini … bersamaku? Big no! Obat itu lebih baik daripada ide gilamu.” “What’s on your mind, Anne?” Axel menggeleng dengan tawa kecil yang mengudara. “Aku hanya ingin membantumu lepas dari obat itu, juga mimpi burukmu. Aku hanya menemanimu tidur, tidur pada umumnya,” sambung Axel, suaranya terdengar ringan karena pria itu memang tidak memiliki maksud lain.“You can say that to an innocent girl outside,” ucap Anne dengan nada sinis. Perempuan itu lantas membaringkan tubuhnya, menarik selimut hingga setinggi leher. “Leave as soon as you’re done,” suruhnya dingin, lalu menutup seluruh wajahnya dan memunggungi Axel.Axel terdiam, pria itu belum menyerah. “Anne, dengarkan aku,” pintanya.Anne mengatupkan bibirnya. Namun, rungunya selalu menangkap setiap ocehan Axel.“Aku tidak sedang mencari kesempatan.” Axel menghela nafas, kedua bola matanya tertuju pada punggung Anne yang tertutu

  • Kontrak Menghamili   Music and Sick

    Axel mengetuk-ngetuk kemudi dengan ujung jarinya, sudut matanya sesekali melirik Anne yang duduk tenang di sampingnya dengan bibir menggumamkan lirik dari lagu yang kini memenuhi mobil. Ini adalah hari pertama Axel menjemput Anne dan dia dikejutkan dengan playlist musik perempuan itu.“Push me down, hold me down, spit in my mouth while you turn me out,” gumam Anne, suaranya terdengar lembut, hampir terdengar seperti bisikan. Perempuan itu terlihat menghayati setiap lirik yang dia gumamkan. Kedua bola matanya bahkan bersembunyi di balik kelopak mata.Sedangkan Axel, pria itu mencengkram kemudi lebih erat saat gumaman itu menusuk setiap inci gendang telinganya. Telinga pria itu merona merah, dengan bibir bagian dalam yang tertahan di antara gigi. Setiap lirik yang keluar dari bibir Anne seakan mencekik leher Axel secara perlahan. Itu terlalu frontal.“Your music vibe –” Axel menoleh ke arah Anne saat lampu merah menghentikan gerak mobil mereka.Anne membuka kelopak matanya. “Something’s

  • Kontrak Menghamili   Happy Sunday

    “Don’t you ever get bored?” Anne menghampiri Axel setelah menyelesaikan sesi pilatesnya. Keringat masih membasahi pelipis dan lehernya.Walaupun pilates terlihat mudah, sebenarnya tidak semudah itu juga. Apapun itu, Anne tetap menyukainya. Perempuan itu kini tengah menyeka keringatnya dengan handuk yang tersimpan di tas yang berada di samping Axel.Biasanya Anne datang ke studio pilates seorang diri. Namun, hari ini dia datang dengan Axel yang memaksa ikut walaupun pria itu hanya duduk dan menonton di sudut ruangan.“Setelah aku pikir-pikir, akan lebih baik kalau aku mengantar-jemputmu. Selain aku ngerasa tenang, kamu juga bisa lebih cepat beristirahat di mobil,” ucap Axel setelah mereka menyelesaikan sarapan dan Anne yang hendak pergi.Anne awalnya menolak dengan alasan dia biasa sendiri. Namun, Axel sangat pandai membujuknya sehingga ia menyetujui. Lagipula Anne tidak dirugikan apapun.Axel yang telah memperhatikan Anne sejak perempuan itu memulai sesinya kini berdiri. “Never.” jawa

  • Kontrak Menghamili   Safe Zone

    Axel menyalakan layar ponsel yang telah tergeletak sejak dia duduk di ruang tengah. Pukul 12.06, tengah malam telah terlewat. Namun, Anne tak kunjung pulang, bahkan satupun pesan ataupun telepon yang Axel lakukan tak mendapat balasan.Pria itu segera bangkit dari duduknya saat hentakan heels tertangkap rungunya setelah suara pintu yang dibuka terdengar. Bayangan seseorang mulai terlihat. Tanpa sadar, hela nafas lega terdengar di antara hening.“You late,” ucapnya saat Anne telah tertangkap netranya. Perempuan yang dia tunggu sejak matahari hampir terbenam hingga bulan telah tertutup awan dan kini hujan telah membasahi jalanan juga atap bangunan.Anne berhenti, wajah perempuan itu terlihat sangat lelah dengan kelopak mata yang turun. “Ada banyak hal yang harus aku kerjakan,” ujarnya dengan nada datar.Axel mengernyit. Pria itu masih ingat dengan obrolan ringan mereka tadi pagi, mengira jika Anne mulai membuka ruang untuknya. Namun, Axel lupa dengan kalimat terakhir yang Anne ucapkan. P

  • Kontrak Menghamili   Perfume

    Anne menghela nafas, dagunya tersimpan di antara lutut setelah bercerita panjang lebar. Perempuan itu memutuskan menghubungi Genie saat kedua matanya tak ingin terlelap. Dia butuh petuah untuk hubungan yang dia mulai. Hubungan kontrak yang Anne pikir mudah, nyatanya terasa sangat rumit. Genie yang berada di dalam layar laptop memusatkan perhatiannya pada Anne. “Semua tergantung dirimu. Kalau kamu memang belum siap, it’s fine. Katakan padanya dan aku yakin dia akan menghargaimu. Lagipula dia tidak memaksamu untuk buru-buru dan kamu yang memegang kendali hubungan itu ‘kan?” Genie benar, Axel memang tak ingin buru-buru. Namun, Anne yang ingin hubungan itu cepat selesai dan faktanya perempuan itu juga yang belum siap. “Based on your story, I think he’s a great person,” ujar Genie. “Kamu juga udah cari tahu latar belakangnya ‘kan?” lanjutnya bertanya. *** Anne menikmati teh hijau miliknya di kitchen bar, sembari menonton aksi memasak Axel di sisi seberang. Mereka memang berada

  • Kontrak Menghamili   Not Now

    Salmon yang awalnya utuh perlahan berkurang. Setiap potongan kecil yang Anne lakukan membawa kenikmatan bagi indra perasanya.Roasted potatoes juga brokoli yang mendampingi pun perlahan berkurang. Semuanya mulai berkurang dari piring. Namun, tidak dengan tegang yang Anne rasakan. Tak ada obrolan yang tercipta, hanya hening yang memeluk keduanya juga detik jam yang samar.Axel yang telah menghabiskan makan malamnya beberapa menit yang lalu, kini tengah menikmati rosé wine sembari menunggu Anne selesai. Pria itu juga menjatuhkan manik abunya pada Anne yang terus tertunduk. Mengamatinya dalam diam.Setelah tegukan terakhir, Axel meletakkan gelasnya, mengambil botol wine lalu mengisi gelas itu lagi. Suara wine yang dituangkan membuat hening sedikit terpecah. “Kamu tidak ingin berkomentar tentang masakanku?” tanyanya.Anne menggeleng. Tangan dan mulutnya masih bekerjasama untuk menghabiskan hidangan makan malam.“Menurutku rasanya sedikit terlalu manis.” Axel kembali berujar dengan tangan

  • Kontrak Menghamili   Prettiest Thing

    “What the hell!” Anne mengumpat lirih saat motor vespa berhenti mendadak di depannya.“Apa aku mengejutkanmu?” tanya Axel setelah melepas helm, rambutnya yang sedikit berantakan pun disugar dalam satu gerakan.Anne menatap tak percaya pada Axel juga kendaraan yang pria itu bawa, perempuan itu bahkan berkedip beberapa kali untuk memastikan apa yang dia lihat.Axel dengan motor vespa, itu seperti lelucon bagi Anne. Apa Axel lupa pakaian apa yang dia pakai saat berangkat tadi? Anne memakai long skirt, motor bukan kendaraan yang tepat saat ini.“Axel?” panggilnya dengan nada tak percaya.“Why?” sahutnya dengan nada tengil yang menyebalkan bagi Anne.“See what I'm wearing and … vespa? You’re kidding?”Axel menatap penampilan Anne dari ujung kepala hingga ujung kaki. Perempuan itu masih cantik meski rambut yang pagi tadi tergerai kini telah dicepol. “I’m dead serious. Pakaianmu? Itu bukan masalah, kamu masih bisa duduk menyamping.”Anne menggeleng, masih dengan ketidak percayaannya. “Lebih

  • Kontrak Menghamili   First Step

    “Dolphin? Why are you calling me that?” Kedua alis Anne tertekuk tajam.“A special nickname for you from me. It'll bring us closer, maybe.” Axel menatap Anne sesekali lantaran dia yang sedang memotong tomat menjadi beberapa bagian lebih kecil.“Aku tidak butuh! Jangan memanggilku dengan sebutan itu lagi. Aku memperingatkanmu, Axel! Aku memintamu melakukan beberapa hal bukan berarti kamu bisa melewati semua batas.” Wajah Anne terlihat sangat serius dengan kedua tangan yang terkepal di kedua sisi tubuhnya.“Batas?” Salah satu alis Axel terangkat, suara tajam pisau yang menghantam talenan mengisi ruangan itu. Jarak dapur dan ruang tengah memang tidak terlalu luas, didukung keadaan yang hening membuat obrolan jarak jauh mereka tetap terdengar jelas.“Aku hanya memanggilmu My Dolphin agar kita bisa semakin akrab dan tujuanmu segera tercapai. It's the same like sweetheart, sweetie pie, honey, babe or anything else. Itu hanya panggilan akrab.” Axel menyalakan kompor, meletakkan teflon di ata

  • Kontrak Menghamili   My Dolphin

    Axel melepas weightlifting belt yang dia pakai setelah melepaskan barbel dari genggamannya, memakai jaket bertudung miliknya dan bergegas kembali ke apartemen Anne setelah membaca pesan dari perempuan itu.Pria itu melatih fisiknya masih di tower apartemen yang sama di mana dia tinggal saat ini, itu kenapa dia tidak membutuhkan banyak waktu untuk sampai di unit. Namun, sesampainya dia di apartemen, ruangan yang bisa mereka gunakan bersama terlihat sepi. Tidak terlihat kehadiran Anne di ruangan itu, bahkan lampu belum menyala meski malam hampir tiba.Saat mencoba berkeliling mencari keberadaan Anne, dia menemukan punggung sempit perempuan itu dibalik pintu yang terhubung dengan balkon. Tak langsung mendekati Anne, Axel memutar arah menuju kamarnya dan keluar dengan membawa selimut.“Lagi hujan, kenapa di luar?” tanya Axel setelah menyelimuti tubuh Anne dengan selimut.Anne yang sedari tadi melamun pun terkejut dengan selimut yang kini menempel pada tubuhnya juga dengan kedatangan Axel.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status