"Darimana kamu tau kalo kakak adalah Alen Towsar?" tanya Alen memegang bahu kecil bocah tersebut."Alen, bagaimana kabar kamu?" Suara seseorang yang begitu familiar di telinga Alen. Alen menoleh dan terkejut melihat wanita yang sangat ia kenal berjalan menghampiri dirinya."Karen?" kata Alen tersenyum saat melihat sahabatnya tersenyum ke erahnya.Cantik, sexy, seakan tak seperti ibu dari anak tersebut."Apa ini anak kamu?" tanya Alen mengelus rambut bocah kecil itu yang berdiri di samping sahabatnya."Heem. Dia sangat mengidolakanmu. Dan, aku telah berjanji padanya kalo pulang dari Belanda aku akan mempertemukan kalian," kata Karen menjelaskan.Naya mengerling. Tatapan matanya tak berhenti menatap ke arah mereka yang terlihat sangat akrab. Sudut matanya mengerut, bibirnya memanyun saat Alen tersenyum manis ke arah wanita yang berdiri di hadapannya.Kenapa mas Alen tak memperkenalkan aku? Apa mereka mempunyai hubungan khusus sampai-sampai dia tak menghiraukan kehadiranku di sini? gumam
Naya mengambil dan mulai membacanya di bawah sinar lampu di taman restauran tersebut.Kedua matanya terbelalak kaget saat melihat nominal uang yang tertera di layar kwitansi tersebut.What? Pohon mangga ini harganya lima belas juta? batin Naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia mendongak, menatap lelaki yang saat ini begitu perhatian kepadanya."Serius, hanya ambil lima saja?" tanya Alen menoleh melihat naya memanyunkan bibirnya. Wajah cantik yang terbiasa ceria mendadak redup tak bersemangat lagi."Harganya lima belas juta, Mas?" tanya naya memastikan.Alen menghela nafas panjang. Ia mulai meletakkan mangga ke bawah dan berjalan menghampiri istri tercintanya."Apa bermasalah dengan harga lima belas juta?" tanya Alen sembari memegang kedua pipi yang dimiliki kanaya.Bibir Naya merapat. Kedua bola matanya berbinar mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir dengan paksa."Mahal, Mas! Mana sanggup aku membayarnya," gumam Naya yang membuat Alen terkekeh mendengarnya."Membay
"Nih, lihatlah! Kamu memposting enam jam yang lalu," kata pak Andre memperlihatkan pada Alen.Alen terbelalak kaget. Ia seakan tak percaya melihat apa yang tak pernah ia lakukan terpampang jelas di sosmed miliknya.Siapa yang membajak sosmedku? batin Alen bertanya. Di rumah, Naya tak sabar ingin menyaksikan acara langsung balap motor dari balik layar Televisi yang terpampang begitu besar di kamarnya. Kedua kaki melipat, jari jemari tangannya dengan setia menggengam camilan untuk dirinya."Ternyata seru juga menontonnya!" kata Naya menatap ke arah perutnya. Perlahan, ia mulai mengelus sembari tersenyum manis."Sayang, kamu tau! Dulu, sebelum bertemu dengan bunda, papa kamu adalah salah satu di antara mereka!" tunjuk Naya ke arah pembalap."Bahkan, bunda juga tak mengetahuinya!" gumam Naya tersenyum menatap wajah tampan suaminya yang mulai muncul di balik layar televisi tersebut.GlekTegakan salivanya mengalir dengan paksa. Ia tak menyangka dan tak habis pikir jika suaminya terlihat sa
Sesaat, bayangan wajah naya melintas di pikirannya. Senyum manis naya, rambut indah yang terurai membuat Azka tak bisa melupakan betapa sempurnanya wanita itu di matanya."Bagaimana kabar wanita itu?" tanya Azka menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut menatap ke arah teman-temannya yang sudah berkeluarga."Argh, sudah seharusnya aku memenuhi keinginan ayah untuk mencarikan menantu untuknya!" gumam Azka melajukan motor balapnya.Di rumah, bunda tak berhenti mengusap perut naya yang masih terlihat rata. Senyumnya selalu tertoreh dan seakan tak mampu menyembunyikan rasa bahagianya itu. Calon cucu yang akan menjadi penerus dirinya."Bunda, bunda tau darimana kalo naya sedang hamil? Apa mas Alen yang memberitahu bunda tentang semua ini?" tanya Naya penasaran."Ah, mana mungkin suami kamu memberitahu bunda akan hal ini. Sejak melihatmu makan rujak itu, bunda sudah menduga kalo kamu lagi ngidam. Makanya, bunda mengirimkan kamu sebuah tespeck dalam kotak kecil yang pernah bunda kirim k
"Ya, Opa?" tanya Alen mengangkat teleponnya.("Ada hal yang ingin opa bicarakan. Sekarang!") "Tapi, o ...," kata Alen terhenti saat opa menutup teleponnya secara tiba-tiba.Ada apa sebenarnya? Kenapa ucapan opa terdengar seperti sedang marah? tanya batin Alen seraya berpikir. Sesaat, ia menoleh menatap tangan mulus yang melingkar di pergelangan tangannya."Ada apa, Mas? Kenapa dengan opa?" tanya Naya penasaran.Alen tersenyum. Dengan lembut, ia mencium punggung tangan istrinya yang mulus tanpa noda."Opa ingin bertemu. Jadi, aku harus datang menemuinya!" jawab Alen membelai rambut indah istrinya."Apa boleh aku ikut, Mas?" tanya Naya berharap kata iya terlontar dari mulut suaminya."Naya, alangkah baiknya jika kamu ....""Nggak boleh? Padahal, aku ingin sekali naik motor balap dengan mas alen. Apa mas tak merindukanku sama sekali setelah sehari ini tak bersamaku?" tutur Naya memanyunkan bibirnya.Alen menegak salivanya dengan paksa. Wajah melas istrinya membuat dirinya tak mampu meno
"Apa opa percaya dengan semua itu?" tanya Alen memastikan opa tak terpengaruh dengan sepupunya itu.Opa menghela nafas panjang. Kedua tangannya menopang di dada seraya menatap tajam ke arah cucu kesayangannya itu."Menurutmu?" tanya opa balik."Opa seperti mempercayai perkataannya!" jawab Alen yang terkejut saat opa memukul kakinya dengan tongkat milik sang opa."Bicara apa kamu ini! Apa kamu amnesia dengan akting opa itu!" tunjuk opa ke arah jendela yang hancur karenanya."Lagian, opa juga tau kalo tabunganmu banyak!"Alen menoleh dan tersenyum melihatnya. Dengan santai, ia menghela nafas seraya menyilangkan kaki di depan sang opa."Opa-opa! Ngapain juga opa melakukan hal yang merugikan diri opa sendiri. Apa tak ada cara lain untuk meyakinkan mereka semua?" Pertanyaan Alen benar-benar membuat sang opa tak mampu berucap. Untuk kesekian Kalinya, ia selalu mendapat protes dari Alen atas tindakannya."Kalo saja, opa memberitahu alen terlebih dahulu, Alen bisa mengatasi ini semua dengan mu
"Iya. Saya ...," kata Naya terhenti."Sudah saya kira akan seperti itu. Padahal, kakak sangat cantik dan penampilan kakak mewah seperti konglomerat. Masa' membayar 250 saja nggak bisa!" tutur kasir itu yang terdengar begitu menyakitkan."Apa bicara kamu tak bisa sopan sedikit?" ucap Azka yang mengejutkan Kanaya.Naya terbelalak kaget melihat seorang lelaki yang sangat tak asing baginya.Bukankah lelaki ini yang menolongku waktu anak buahnya pak Lukman mencariku? tanya batin Naya yang mengingat jelas wajahnya."Apa atasan kamu tak melatih berbicara dengan sopan pada pembeli?" Sang kasir terdiam dan tak mampu berucap."Berapa semuanya? Biar saya yang bayar!" kata Azka menyodorkan beberapa lembar uang untuk membayar barang belanjaan milik Kanaya.Di luar, Naya tak berhenti berterima kasih pada Azka. Dua kali sudah, Azka menolong dirinya."Berhentilah mengucapkannya! Hampir lima kali kamu mengucapkan kata terima kasih padaku ...!" tutur Azka terhenti."Aku tak mungkin lupa akan pertolon
Alen membuka dan terbelalak kaget saat melihat isi pesan singkat yang tertuju pada istrinya.("Pagi, Nay!")("Ini aku Azka. Di save ya nomorku.")Azka? Siapa dia? Berani-beraninya dia menyuruh istriku menyimpan nomornya! gumam batin Alen melirik ke arah istrinya.Alen menatap ke arah ponsel dan mulai membaca satu persatu beberapa chat yang di kirim oleh orang yang tidak ia kenal.("Jika kamu sudah bangun, tolong balas chat dariku, ya!")("Aku ingin sekali ngobrol denganmu!")Seketika, emosi Alen tak tertahan. Dadanya seakan terasa sesak saat mengingat kata-kata yang terbilang merayu istrinya tersebut.Naya terbangun dari tidurnya. Ia mendongak menatap suaminya yang beralih duduk bersandar di sampingnya.Alisnya bertaut, bibirnya merapat saat suaminya melepas tangannya yang melingkar di perut sispex milik alen."Ada apa, Mas?" tanya naya beralih duduk di depan alen.Alen menatapnya dengan tajam. Tatapan matanya memicing seakan ingin meluapkan emosi yang ada.Naya terkejut saat tiba-tib