Share

L I M A

Penulis: wpwp
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-29 10:19:49

Selamat membaca!

.

.

Olive melempar remot teve—yang sejak lima menit lalu digenggamnya—ke sofa, membuat Indira dan Mahesa menjengit kaget. Sembari berjalan mondar-mandir dan mengurut pelipisnya.

“Duduk, Live.”

Olive mengangkat telunjuknya, mengisyaratkan agar Indira diam untuk beberapa saat.

“Maaf, Mbak.”

Telunjuk Olive bergerak untuk Mahesa.

“Lo.” Olive menunjuk Indira. “Terpaksa harus ngadain konferensi pers atas semua kegilaan yang dilakukan cowok ini,” ujarnya sambil beralih menunjuk Mahesa.

“Enggak usah dipeduliin, biar aja.”

“Kalau lo masih mau berkarir di dunia penuh nyinyiran ini, lebih baik lo buka semuanya tentang pernikahan lo. Kecuali soal Adrian.”

Olive melangkah mendekati Mahesa, lalu sedikit membungkuk untuk menyamakan tinggi pandangan mereka. “Dan lo, berhenti kerja di kelab malam.”

“Mana bisa, Mbak? Saya masih punya hutang di sana.”

“Live, kenapa Mahesa sampai harus berhenti dari kelab?”

“Lo lupa gimana cara kerja media? Bahkan sampai warna tai lo apaan, media bisa tahu, Dir!” kesal Olive. “Apalagi ini cuma tentang seorang cowok yang tiba-tiba muncul dan ngaku sebagai calon suami lo! Lo enggak lihat gosip di teve tadi? Dengan kecepatan media saat ini, paling cepet, entar malam informasi tentang Mahesa udah didapat mereka. Dan besok pagi, semua tentang kalian akan jadi berita paling dicari!”

“Iya juga, sih,” lirih Indira.

“Tapi, Indira, aku enggak mungkin berhenti bekerja. Aku enggak punya uang untuk melunasi hutang secepat itu sama Pak Rudi.”

“Dir. Lo lunasin hutang dia di kelab, setelah itu biarin Mahesa kerja di tempat lain.”

“Mau kerja di tempat lain di mana? Dia lulus kuliah aja belum.”

Olive menggeram kesal. “Lo kuliah apaan sih? Sampai belum lulus?”

“Kedokteran, terpaksa menunda kuliah, karena masalah keuangan.”

“Lo kuliah kedokteran?” kaget Indira seraya menatap horor Mahesa. “Kenapa baru bilang?”

“Kamu enggak nanya. Memangnya ada yang salah?”

“Enggak sih, cuma enggak nyangka aja. Gue pikir lo kuliah jurusan apaan gitu.”

“Maksud kamu?”

“Udah-udah! Gitu aja rencana sementara ini. Mulai hari ini lo udah enggak kerja di kelab lagi.”

“Tapi, Mbak—”

“Entar gue ke sana buat ngasih uang ke bos lo,” potong Olive.

“Terus soal konpersnya?”

“Gue yakin di lobi rame wartawan, lo berdua enggak akan bisa pergi untuk saat ini. Pas konpers nanti, lo cerita aja sesuai dengan cerita karangan ke orang tua lo berdua, tanpa menyinggung soal Adrian.”

“Kalau begitu, saya enggak harus keluar dari kerjaan saya, kan?”

“Mahesa! Lo belum paham juga dengan siapa lo bakalan nikah pura-pura? Dia Indira! Model, aktris, yang namanya lagi melejit. Lo enggak mau bikin orang yang udah nyelametin bapak lo tetiba jatuh miskin, kan? Tega lo?!”

Mahesa menggeleng.

“Bagus! Kalau gitu nurut apa kata gue. Sore ini, gue akan atur konpers di lobi apartemen. Kalian siap-siap aja,” pesan Olive, kemudian menyambar tasnya dan pergi ke kelab.

“Lo kenapa bikin masalah aja, sih?” kesal Indira seraya beranjak menuju dapur untuk menyeduh teh hangat.

“Maaf. Aku enggak mikir kalau efeknya bisa sampai seperti ini. Tadi, yang ada di otakku, yang penting kamu sama mama enggak bakal diganggu lagi sama mereka.”

Indira memutar tubuhnya dan menatap kesal pada Mahesa. “Terus? Berhasil?”

Mahesa menggeleng. “Malah jadi lebih buruk buat kamu.”

“Gue paham maksud lo, tapi lain kali jangan gini lagi. Ngerti?”

Mahesa mengangguk.

“Terima kasih.”

Mahesa mendongak dan menatap bingung Indira yang mengulurkan segelas air dingin padanya.

“Terima kasih udah mikirin mama.”

“Mama udah aku anggap seperti ibuku sendiri. Aku juga enggak cuma mikirin mama, tapi juga papa dan kamu. Karena bagaimanapun juga, kalian akan menjadi keluargaku selama tiga tahun ke depan.”

“Gue saranin, jangan terlalu pake perasaan. Yang ada, nanti lo yang repot sendiri. Paham?”

“Perasaan gimana maksud kamu?”

Indira tersenyum tipis, lalu sebuah ide nakal tiba-tiba saja hadir di otaknya. Sejauh dia mengenal Mahesa, kalau tidak mau dibilang bodoh, berarti pemuda ini sangat naif soal perasaan. Indira kembali duduk di samping Mahesa, terus menatap lekat netra Mahesa. Belum selesai sampai di situ, Indira semakin merapatkan tubuhnya pada Mahesa.

Sesuatu yang tidak diduga Indira terjadi, Mahesa menekan kening Indira dengan telunjukknya, menjauhkan wajah wanita itu.

“Kamu tenang aja. Aku enggak pernah mikir sampai sana.”

Indira menepis telunjuk Mahesa dan menatap kesal pria di hadapannya ini. Bisa-bisanya Mahesa terlihat biasa saja, bahkan raut wajahnya tidak berubah sedikitpun. Padahal selama ini, hampir setiap laki-laki yang berada di dekat Indira, selalu berhasil dibuatnya salah tingkah! Namun, Mahesa berbeda.

*Kalau kalian merasa koin di sini mahal, bisa langsung ke aplikasi karyakarsa buat baca lebih lanjut cerita ini. Cukup bayar 20ribu aja! Murah, kan? Dukung aku di sana ya!*

***

Konferensi pers berjalan lancar. Indira dengan sangat menyakinkan, menjelaskan bahwa Mahesa adalah calon suami yang selama ini dia sembunyikan dengan alasan ingin menjaga privasi seorang Mahesa. Tentu saja awalnya para pencari berita itu tidak percaya begitu saja, masih ada serentetan pertanyaan tentang siapa Mahesa, kenapa belum lulus kuliah, di mana dia bekerja, dan masih banyak lainnya. Di sinilah kemudian peran Olive sebagai manajer Indira berguna. Dengan alasan waktu habis, mau tidak mau, para wartawan akhirnya bubar. Setidaknya untuk sementara ini, sampai hari pernikahan mereka, semuanya akan aman—kecuali jika Mahesa berniat membuat gaduh lagi.

“Kenapa muka lo?” tanya Olive tanpa mengalihkan fokusnya dari layar ponsel dan—sesekali—teve, untuk memastikan para wartawan tadi tidak asal menulis berita. “Kayaknya semuanya aman terkendali, jadi lo sekarang bisa pulang.”

“Saya cuma bingung, Mbak.”

“Kenapa?”

“Kalau saya pulang sekarang, saya ngomong apa sama bapak? Padahal, baru juga saya keterima kerja, sekarang mesti nganggur lagi.”

“Siapa bilang lo nganggur? Kan lo masih kerja sama Indira?”

“Iya. Tapi kalau kerja sama Indira, kan enggak ada jam kerjanya.”

“Ya udah, sebagai ganti jam kerja lo di kelab, lo kerja aja di sini. Bersihin apartemen gue,” sahut Indira yang baru selesai mandi. “Lo bisa dateng ke sini setiap hari, bersihin setiap hari. Apalagi nanti pas kita udah nikah, kan emang lo bakal tinggal di sini.”

“Kita bakal tinggal di sini?”

Indira mengangguk. “Lo pikir bakal tinggal di mana? Di rumah lo?”

Mahesa tersenyum kikuk mendengar ucapan Indira. Memang suatu hal yang mustahil mengharapkan Indira mau tinggal di rumah kontrakannya bersama bapak, tapi kalau dirinya harus tinggal di sini bersama Indira—hanya berdua—lalu bagaimana dengan bapak?

“Lo masih bisa kok pulang ke kontrakan.”

Mahesa mengangguk mengerti mendengar kalimat Indira. “Ehm, boleh aku tanya satu hal?”

Olive dan Indira menoleh bersamaan, menatap penuh antisipasi pada Mahesa yang gugup.

“Jangan berulah lagi.”

“Enggak, Mbak. Saya cuma mau nanya, bolehkah saya kembali kuliah? Maksud saya, dengan gaji saya dari Indira, saya bisa meneruskan kuliah, lagipula tinggal menyelesaikan tugas akhir saja, Mbak Olive. Jadi, saya bisa kerja part time—”

“Jangan di kelab!” potong Olive.

“Enggak, Mbak. Sementara ini, saya akan kuliah sambil kerja di sini bersihin apartemennya Indira.”

Indira berdeham. “Gimana kalau lo kerja di perusahaan papa?”

“Tapi om tahunya dia udah punya usaha.”

“Itu gampang, Live. Entar gue yang urus ke papa. Gue tinggal bilang aja kalau kerjasama Mahesa dan teman-temannya bubar. Beres.” Indira terlihat seperti memikirkan sesuatu. “Ok, rencana lo enggak buruk-buruk amat.”

“Terserah kalian kalau soal itu. Gue enggak mau ikut campur kalau udah urusannya sama om dan tante. Gue ngurus media aja bikin tambah keriput, gimana ngurus soal om juga.” Olive beranjak dari duduknya. “Gue mau nyalon! Me time! Bye! Jangan ganggu gue!”

Sepeninggalan Olive, Mahesa langsung melangkah menuju dapur. Dia mulai mencuci piring dan gelas kotor di bak cuci piring. Di belakangnya, Indira berdiri memandangnya bingung.

“Ngapain lo?”

“Aku bantuin cuci piring. Anggap aja ini sebagai salah satu bentuk terima kasihku.”

Indira menghela napas. Sungguh dirinya bingung, bagaimana mungkin ada cowok seperti Mahesa di dunia ini. Cowok yang sangat sabar, tapi sekalinya marah, bisa seperti tadi siang. Mengerikan. Namun, yang membuat Indira kagum pada sosok Mahesa adalah rasa sayang yang dimiliki pemuda itu untuk orang-orang di sekitarnya, bahkan pada mama dan papa.

“Apa lihat-lihat? Ntar naksir, lho!”

“Dih! Apaan, sih! Itu kan kata-kata gue dulu!” kesal Indira, lalu mengambil air sabun di dekat keran air dan mengusapkannya ke wajah Mahesa. “Nih, cuci muka dulu biar mimpinya enggak keterusan!”

Namun, Mahesa lebih cepat mengelak dan kabur. Indira yang keburu kesal, langsung mengejarnya hingga ke ruang tamu. Sampai akhirnya Mahesa terpojok di sudut ruangan, dan Indira dengan senyum licik penuh kemenangannya semakin dekat. Tapi lagi-lagi Indira gagal, karena sebelum gadis itu berhasil mengusap wajah Mahesa, tangan Mahesa lebih dulu menangkap lengannya dan memutarnya ke punggung Indira.

“Curang!”

“Salah sendiri kamu pendek,” kekeh Mahesa, tapi melihat Indira yang cemberut membuat Mahesa mengalah. “Maaf. Seharusnya aku enggak boleh bikin kesel Ibu Bos!”

Mahesa melepaskan cengkeramannya, lalu berdiri tegap seraya menghela napas, dan kedua matanya terpejam.

“Daripada gaji aku dipotong, mendingan aku pasrah aja.”

Indira tergelak melihat tingkah Mahesa yang sekarang hanya berdiri diam. “Apaan, sih?! Udah sana, lanjutin nyuci piringnya.”

“Enggak jadi nyuci mukaku?” tanya Mahesa seraya mengintip.

“Enggak, gue capek. Mau tidur,” jawab Indira. “Nanti kalau lo udah selesai dan mau pulang, enggak usah pamit.”

Mahesa mengangguk, kemudian melangkah kembali menuju dapur. Namun, baru beberapa langkah dia berhenti dan memanggil Indira. Membuat gadis itu urung membuka pintu kamarnya.

“Besok kamu ada waktu?”

Indira terlihat berpikir sejenak. “Kenapa?”

Mahesa mengikis jarak di antara mereka. “Aku tahu pernikahan kita cuma pura-pura, tapi aku tetep pengen ngajak kamu buat ketemu sama ibu aku.”

“Ah iya, sebenernya ini yang dari kemarin gue pengen tanyain ke lo. Jadi, nyokap lo tinggal di mana?”

Mahesa tersenyum kecil. “Ibu aku udah meninggal. Jadi—”

Sorry, gue enggak—”

“Enggak apa-apa. Jadi, maksudku, aku pengen ngajak kamu ke makam ibuku,” jelas Mahesa lagi. “Tapi kalau kamu sibuk, enggak juga enggak apa-apa kok.”

“Bentar,” ujar Indira, lalu masuk ke kamar dan tak lama kemudian keluar dengan ponsel yang menelakup di telinganya. “Gue mau pastiin sama Olive soal jadwal gue.”

“Tapi Mbak Olive tadi bilang enggak mau diganggu.”

“Ah, Olive kalau sama gue pasti diangkat kok,” yakin Indira. “Ya, Live, enggak ada apa-apa. Enggak kok, Mahesa enggak buat ulah.”

Mahesa tersenyum kikuk dan sangat merasa bersalah. Olive benar-benar masih khawatir kalau tiba-tiba dia berbuat bodoh dan nekat seperti tadi.

“Besok gue mau ketemu sama camer gue. Makanya gue nanya lo. Oh, jadi enggak ada jadwal, ya? Ok, bye.” Indira memutuskan sambungan teleponnya. “See? Besok gue bisa ikut sama lo. Jam berapa?”

“Jam makan siang aja, gimana? Sekalian aku mau ngajak kamu makan siang di luar.”

Indira memicingkan matanya. “Ada angin apaan nih?”

“Enggak ada, cuma pengen ngerayain bisa kuliah lagi.”

“Ngerayainnya entar pas lo udah jadi dokter!” kekeh Indira. “Ya udah. Besok lo jemput gue seperti biasa—eh bentar, deh. Sini,” ajak Indira sembari menggandeng tangan Mahesa menuju pintu.

Indira sedikit membungkuk untuk menekan layar panel kunci pintu di hadapannya. Setelah itu, diraihnya jempol Mahesa dan menempelkannya di layar panel.

“Nah, sekarang kalau lo dateng, enggak perlu nunggu gue bukain. Lo bisa buka sendiri.”

Mahesa menatap tak percaya pada layar panel yang sudah merekam sidik jari jempolnya. Apa Indira sedang mabuk seperti tempo hari?

“Kamu enggak salah? Kamu kasih akses ke aku?”

Indira mengangguk. “Emang ada yang salah? Dulu Adrian juga aku kasih, kok. Apalagi kamu yang sebentar lagi bakal jadi suami aku, masa enggak aku kasih akses?”

“Tapi—”  

“Lo punya rencana jelek, ya?” tuduh Indira.

Mahesa menggeleng cepat mendengar tuduhan Indira. “Enggak!”

“Santai aja, Sa. Gue cuma bercanda lagian!” kekeh Indira. “Udah sana selesaiin cuci piring lo. Gue mau istirahat.”

“Ok. Selamat tidur, Indira.”

“Hem,” gumam Indira, kemudian masuk ke kamarnya.

***

Keesokan harinya, seperti yang dijanjikan oleh Mahesa, dirinya menjemput Indira untuk diajak ke makam ibu. Sesampainya di komplek pemakaman, Indira berjalan mengiringi Mahesa yang lebih dulu berjalan menuju makam. Indira berjongkok di samping sebuah makam seraya memanjatkan doa, Mahesa melakukan hal yang sama.

“Sa, boleh gue nanya?”

“Apa?”

“Ibu meninggal karena apa?”

Mahesa terdiam. Tatapannya masih fokus pada pusara yang sudah tertutup bunga tabur dari Indira. Bingung seketika menghampiri Mahesa. Bukannya tidak mau menjawab, hanya saja Mahesa bingung harus mulai darimana.

“Sakit. Ibu meninggal karena sakit.” Seutas kalimat itu yang akhirnya menjadi jawaban Mahesa.  

Indira mengangguk. Sudah cukup, Indira tidak akan menuntut penjelasan lebih lanjut jika Mahesa memang tidak ingin menjelaskannya. Selepas dari makam, keduanya menyempatkan diri untuk makan siang terlebih dahulu di salah satu kafe, sebelum Mahesa mengajak Indira ke kelab.

“Kamu beneran mau ikut ke sini? Enggak pulang dulu aja?”

Indira menggeleng seraya melepaskan helmnya. “Gue mau bilang maaf dan terima kasih ke Pak Rudi.”

Mahesa menggandeng tangan Indira memasuki kelab. Suasana masih sepi dan hanya beberapa petugas kebersihan masih menyapu dan mengepel lantai. Pandangan Mahesa beralih ke meja bar, dan di sana—seperti biasanya—Raga sibuk memastikan stok minumannya cukup untuk malam ini.

“Hai, Ga.”

“Hei, Sa! Gila lo ya, resign enggak bilang-bilang. Kata Pak Rudi—Njir! Ngapain mbak-mbak ini ke sini lagi?” pekik Raga.

“Kenalin, Ga. Namanya Indira.”

Indira tersenyum seraya mengulurkan tangannya untuk Raga.

“Calon istri gue.”

“Hah?!” Raga melotot kaget dan langsung menarik tangannya. Disambarnya lengan Mahesa dan menariknya meenjauh dari Indira. “Lo lagi bercanda, kan? Kok bisa lo mau kawin sama dia?”

“Ya, namanya cinta, Ga,” bohong Mahesa.

“Cinta? Lo kalau bohong ya kira-kira, Sa.”

“Cinta pada pandangan pertama, Ga.”

Raga mendecih kesal. Masih tidak percaya dengan jawaban yang diberikan oleh Mahesa.  

“Lho! Mbak Indira, ya?”

Mahesa dan Raga menoleh kembali pada Indira yang disapa seorang petugas kebersihan. Petugas itu segera mengambil kertas dari saku celananya dan memberikan pada Indira untuk ditanda tangani. Setelah itu meminta swafoto bersama. Kejadian yang berhasil membuat kening Raga mengkerut dalam.

“Ngapain si Ilham minta foto sama dia?”

Mahesa terkikik geli mendengar kalimat Raga. “Ternyata lo sama gue, masih kalah sama bapak dan Ilham yang tahu siapa Indira.”

“Maksudnya?”

Mahesa mengeluarkan ponselnya dan mengetik nama Indira di sana, lalu menyerahkan ponsel itu pada Raga.

“Hah? Dia artis?”

“Iya. Gue juga baru tahu pas ketemu sama Indira di ruangannya Pak Rudi yang kemarin itu.”

“Gila! Lo pake pelet apaan, Sa? Bisa ngegaet cewek kayak Indira? Bagi-bagilah rahasia lo!”

“Enak aja! Siapa juga yang pake pelet?”

Raga memicingkan matanya menatap Mahesa dan Indira bergantian. “Ada yang aneh! Ada yang aneh antara lo sama Indira.”

“Apanya yang aneh? Gue dan Indira sama-sama sayang, terus nikah. Di mana anehnya?”

“Anehnya, lo baru berapa hari ini kenal Indira! Terus tiba-tiba lo resign, semua hutang lo di Pak Rudi katanya juga lunas.” Raga mendekatkan bibirnya ke telinga Mahesa. “Lo jadi gigolonya Indira, ya?”

Gigolo, ya? Mirip, sih.

“Ehm, itu—”

“Keren lo, Sa!” teriak Raga sambil merangkul senang Mahesa. “Bisa nih, kenalin gue sama temennya Indira. Capek juga nih, jadi bartender mulu. Kayaknya jadi gigolo boleh juga!”

“Apaan deh lo! Gue sama Indira—”

Stop! Lo enggak perlu jelasin ke gue. Entah apapun yang terjadi antara lo sama Indira, lebih sedikit gue tahu, itu lebih baik. Kalau memang ada keadaan yang mengharuskan lo nikah sama Indira, gue turut bahagia buat lo, Sa.”

“Ga—”

“Beneran, Sa,” ujar Raga dengan senyum tulus. “Gue denger dari Pak Rudi, lo juga mau ngelanjutin kuliah lagi, ya?”

“Iya, gue kuliah nyambi kerja di kantor papanya Indira. Rencananya sih gitu,” bohong Mahesa lagi—dia semakin ahli—padahal belum tentu diterima oleh papa.

“Wah, cocok tuh! Jadi gelar sarjana dan dokter lo enggak kebuang. Eits! Jangan lupa sama gue ya kalau udah sukses!”

 Setelah menunggu dua jam, akhirnya Pak Rudi datang. Mahesa dan Indira langsung menemui beliau dan menyampaikan ucapan maaf dan terima kasih. Setelah itu, keduanya melaju pulang menuju apartemen.

“Enggak kerasa ya, tanggal nikahan kita makin deket,” bisik Indira yang memeluk erat pinggang Mahesa di boncengan motor.

“Iya.”

“Lo mau bulan madu ke mana?”

“Kamu mau bulan madu untuk pernikahan bohongan kita ini?”

Indira mencebik. “Biar bohongan, tapi mesti tetep bulan madu!”

“Jadwal kamu?”

Indira menghela napas. Benar juga, dia belum merencanakan hal ini dengan Olive dan Adrian. Dulu, Adrian menolak bulan madu setelah menikah, alasannya klise, karena dia sibuk dengan pekerjaannya, begitu pula dengan Indira. Mau tidak mau, Indira setuju dengan keputusan Adrian. Namun sekarang lain cerita, pria yang akan menikah dengannya adalah Mahesa. Pria pengangguran—saat ini—yang sedang menyelesaikan tugas akhirnya.

“Lebih baik enggak usah. Lagipula aku juga harus daftar ulang buat kuliah semester depan.”

“Kapan lo mulai kuliah lagi?”

“Bulan depan.” 

“Lo jadi kerja di kantornya papa?”

“Soal itu, aku belum yakin bisa bagi waktu buat kerja di sana. Sebagai gantinya, aku akan kerjakan semua pekerjaan mengurus apartemen kamu. Gimana?”

“Oh gitu.”

“O iya, kalau kamu emang mau bulan madu—”

“Enggak jadi. Kapan-kapan aja. Apa yang lo omongin bener, kita kan cuma pura-pura.”

Mendengar nada kecewa dalam kalimat Indira, seketika hati Mahesa diliputi rasa bersalah. Tapi dirinya juga tidak salah, kan? Semua ini hanya pura-pura, kan?

Namun satu yang tidak dimengerti hati Mahesa, Indira mengajaknya bulan madu bukan karena memang ingin berbulan madu. Indira hanya ingin beristirahat sejenak dari semua ini. Rentetan peristiwa sebulan terakhir ini, memaksanya untuk terus terjaga. Terus memikirkan, bagaimana menyelesaikan semuanya tanpa Adrian. Dan saat jalan keluar sudah didapatnya, yang diinginkan Indira hanya istirahat sejenak sebagai balasannya.

Mahesa hanya belum paham.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Muda Wamah
hahaha penulis yg Budiman.masih mikirin pembacanya soal koin.sy baca gratis sampai finis thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kontrak Cinta   E N A M

    Mahesa baru saja melingkari angka di kalender kamarnya. Besok, statusnya tidak lagi lajang, melainkan beristrikan seorang Indira. Mahesa tidak pernah tahu, bahwa hidupnya bisa selucu ini. Menolong seorang wanita mabuk yang kemudian melamarnya.Namun bohong rasanya, jika Mahesa tidak merasa bersalah pada bapak yang sedang mencoba pakaiannya di ruang tamu. Wajah tua itu sedari tadi tidak berhenti tersenyum di depan cermin. Juga memuji dirinya sendiri yang terlihat lebih muda dengan pakaian yang dibelikan Indira. Bisa apa Mahesa, selain berusaha membuat bapak tersenyum—meskipun hanya dalam waktu tiga tahu. Selepas itu—ah, sudahlah! Itu dipikirkan nanti saja.“Sa, telepon kamu tuh bunyi terus dari tadi,” kabar Bapak dari luar.Mahesa segera keluar kamar dan mengambil ponselnya yang tergeletak di meja tamu. Panggilan dari Olive—tumben.“Ya, Mbak?”Bapak yang tinggal mengancingkan kancing terakhir di bagian bawah

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • Kontrak Cinta   T U J U H

    Mahesa terburu membuka akses pintu masuk apartemen Indira, dan kegelapan menyambutnya, ketika dirinya sudah berhasil masuk. Buru-buru dia menghidupkan lampu, dan tidak ada tanda-tanda Indira sudah kembali dari toko perlengkapan. Mahesa kembali memeriksa ponsel, tidak ada kabar dari Indira. Sedari tadi, Mahesa juga sudah berulang kali mencoba menghubungi Indira, tapi ponselnya tidak aktif. Mahesa juga urung untuk menelepon mama dan papa, takut membuat mereka khawatir. Apalagi, baru kemarin mereka resmi menjadi suami-istri.“Kamu di mana, Indira?” gumam Mahesa, lalu tiba-tiba saja ponselnya berdering. “Ya, Mbak? Belum. Dia juga belum hubungin Mbak Olive? Mungkin Mbak Olive ada bayangan, ke mana kira-kira Indira pergi, misalkan saat dia benar-benar butuh sendiri?”Tak ada informasi berarti yang didapat Mahesa dari Olive. Olive juga sama butanya dengan Mahesa atas keberadaan Indira. Mahesa melangkah menuju kamar Indira, diperiksanya kamar istrinya&m

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • Kontrak Cinta   D E L A P A N

    “Lo gimana, sih? Lo suaminya, masak enggak tahu kalau Indira itu alergi sama kacang?! Adonan es krim ini tuh ada kacangnya! Untung aja gue lihat! Lo tahu, gimana Indira kalau—”“Lia, udah. Kan, guenya enggak apa-apa.”“Enggak bisa gitu, Dir! Lo juga, kenapa enggak ngasih tahu suami lo, kalau lo punya alergi?!” marah Lia sambil menunjuk wajah Indira dan Mahesa bergantian.“Iya-iya. Gue yang salah. Udah, dong. Malu dilihatin orang,” desis Indira berusaha menenangkan amarah sepupunya. “Udah, sini duduk. Makan, biar enggak rese lo.”“Gue ini ngasih tahu yang bener ke suami lo ya, Dir. Gue—”“Maaf.” Mahesa mengambil gelas es krim di tangan Natalia. “Lain kali aku akan lebih berhati-hati saat memesankan makanan untuk Indira. Terima kasih sudah mengkhawatirkannya.”“Udah-udah. Yuk, sini duduk. Gue traktir lo makan,” ujar Indira se

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • Kontrak Cinta   S E M B I L A N

    Jarum jam sudah hampir menunjuk pukul sepuluh malam, dan belum ada tanda-tanda Mahesa pulang. Bahkan Indira sudah menghabiskan dua porsi panas spesial ayam KFC terhitung mulai dari kepulangan Olive tadi sore. Berulang kali Indira mencoba menghubungi Mahesa, tapi hanya voice mail yang menjawab. Sial! Mahesa kembali berulah!Baru saja Indira hendak beranjak ke dapur untuk membuang bungkus sisa makanannya, saat dia mendengar suara panel pintu apartemen dibuka. Mahesa tersenyum menyapanya, setelah mengucapkan salam.“Ke mana aja lo?”“Aku ke rumah, ambil buku-buku aku buat bahan skripsi. Kemarin aku lupa, jadi hari ini aku balik lagi.”Indira melihat dua tas berukuran sedang yang terlihat sangat berat di tangan Mahesa. Lalu membiarkan Mahesa menuju kamarnya untuk menyimpan bukunya. Tak berapa lama kemudian, Mahesa muncul di sebelah Indira dan membantunya mencuci piring. Indira membiarkan hal itu, lalu dirinya sendiri mengambil

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • Kontrak Cinta   S E P U L U H

    Indira menatap tampilannya di depan cermin. Dirinya memastikan, bahwa make-up-nya sudah pantas untuk ke acara pertemuan Mahesa dan teman-temannya. Dia tidak mau terlihat seperti tante-tante genit dan berondongnya—meskipun usia mereka hanya terpaut lima tahun. Olive sengaja mengosongkan jadwal Indira akhir pekan ini, agar perempuan itu bisa mengawasi tingkah suaminya.Indira beranjak keluar kamar dan tertegun melihat Mahesa yang malah sibuk berkutat dengan laptopnya. Pria itu sepertinya semalam tidak tidur sama sekali.“Lo enggak tidur semalem?”“Hah?”Benar, kan? Mahesa seperti orang linglung dan hanya melongo menatap Indira yang sudah rapi.“Kamu mau ke mana?”“Siang ini, lo ada acara ketemuan sama temen-temen lo, kan?”“Kamu jadinya ikut?”Indira mengangguk. “Gih, buruan siap-siap sana.”Mahesa mengangguk, lalu melangkah menuju kamar

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • Kontrak Cinta   S E B E L A S

    Indira baru saja membuka matanya saat melihat Mahesa sudah bersiap untuk berangkat ke kampus. Kemarin suaminya bilang, kalau hari ini dia akan ada di kampus seharian, jadi Mahesa sudah mewanti-wanti Indira agar tidak pergi dengan Adrian dulu.Mahesa menoleh kepada Indira yang terduduk dan menatapnya dalam diam di atas ranjang. Lalu tersenyum menyapa, “Pagi.”“Hm. Udah mau berangkat lo?”“Iya. Inget ya, hari ini jangan pergi dulu sama Adrian. Kalaupun memang terpaksa, bilang aja kamu mau me time, soalnya aku udah bilang ke mama juga kalau aku akan di kampus sampai sore.”Indira mengangguk mengerti.“Aku udah masakin sarapan buat kamu,” ujar Mahesa, lalu mengambil tas laptopnya, mengecup kepala Indira, lalu keluar kamar.Tunggu! Apa itu tadi? Mahesa mengecup kepalanya? Beraninya pria itu! Minta diberi pelajaran sepertinya! Indira melompat turun dari kasurnya, kemudian berlari mengejar Ma

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • Kontrak Cinta   D U A B E L A S

    Sialan! Gara-gara lamunan mesumnya, Indira baru bisa memejamkan mata menjelang subuh. Setiap kali dia menutup mata, di saat yang sama potongan lamunan mesumnya bersama Mahesa terus melintas. Bahkan pagi tadi dia sengaja melewatkan sarapan dan buru-buru berangkat, tapi suara mama dari dapur langsung menghentikan langkah masuk mobil Indira. Mama bersikeras agar dirinya berangkat diantar Mahesa saja, kebetulan memang Mahesa sudah siap berangkat. Dan sepanjang perjalanan, Mahesa tidak berhenti bertanya tentang Kesehatan Indira.“Kamu yakin enggak apa-apa? Kamu diem aja dari tadi.”Oh! Seandainya Mahesa tahu alasan Indira menjadi diam seperti sekarang ini—entahlah, Indira tidak bisa membayangkan, apakah suaminya akan bangga menjadi bahan mesum Indira, atau malah sebaliknya merasa jijik?Ketika sampai di kantor, Indira merasa ada yang aneh. Dilihatnya arloji di tangan kirinya yang sudah menunjuk pukul sembilan, tapi tidak ada seorang pun di lantai ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29
  • Kontrak Cinta   T I G A B E L A S

    Mahesa baru saja mengetik tiga paragraf di bab empat tugas akhirnya, saat ponselnya yang ada di sebelah nampan berisi bungkus cheeseburger bergetar. Setelah mengantar Indira bertemu dengan Adrian tadi, sebenarnya Mahesa tidak benar-benar pergi dari restoran cepat saji ini. Dirinya memutar arah kembali setir mobilnya dan memilih menghabiskan waktu menunggu Indira dengan mengerjakan tugas akhirnya di McD—seperti kebanyakan anak kuliah lainnya. Oh iya, Mahesa melihat layar ponselnya berkedip, tanda sebuah panggilan. “Ya, Ma?” Mahesa tidak punya pilihan lain selain berbohong saat ini. “Aku sama Indira mungkin pulang menjelang pagi. Iya, di sini Olive dan yang lainnya belum selesai pesta. Iya, Ma. Ok, aku akan jaga Indira baik-baik.” Setelah sambungan terputus, Mahesa masih menatap layar ponselnya. Menjaga Indira? Apa istrinya itu perlu dijaga? Bahkan saat ini, wanita itu ada di pelukan pria yang sangat dicintai dan mencintainya. “Kak Mahe

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14

Bab terbaru

  • Kontrak Cinta   After Ending: Jarak di antara kita

    DELETE SCENE TERSEDIA GRATIS DI KARYAKARSA6 BAB EKSTRA DAN SPIN OFF HANYA TERSEDIA DI KARYAKARSASILAKAN CARI AKUN: KOMOREBI...Olive mengigiti kuku jarinya sejak lima menit yang lalu. Dirinya panik, khawatir, dan tidak tahu harus melakukan apa selain terus berusaha menghubungi Mahesa. Namun, entah mengapa sosok Mahesa yang biasanya langsung mengangkat telepon pada nada sambung ketiga, kini sulit sekali dihubungi.Olive bergantian menatap layar ponselnya dan Indira yang sedang memastikan bahwa mama sudah membawa paspornya. Ini mungkin akan menjadi kesempatan terakhir Olive membantu Mahesa untuk menyakinkan Indira, bahwa mereka layak mendapatkan kesempatan kedua, setelah hari berganti minggu dan Mahesa selalu gagal.“Ga! Lo di mana? Udah ketemu Mahesa? Buruan! Dira udah mau last call! Ya carilah! Tanya suster

  • Kontrak Cinta   L I M A P U L U H S A T U

    DELETE SCENE TERSEDIA GRATIS DI KARYAKARSA6 BAB EKSTRA DAN SPIN OFF HANYA TERSEDIA DI KARYAKARSASILAKAN CARI AKUN: KOMOREBI. ...Mama perlahan menutup pintu, lalu mengusap air matanya. Berusaha keras tersenyum saat menatap Mahesa yang sedari tadi menunggu di luar bersama bapak.“Maaf, Mahesa. Dira enggak mau ketemu siapapun. Termasuk kamu.”“Tapi Ma—”Mama kembali menyeka pipinya. “Tolong mengerti, Sa.”“Apa kata dokter?”“Dira syok dan harus banyak istirahat.”Mahesa mengangguk mengerti.“Ya udah, Mama masuk dulu.”“Ma,” panggil Mahesa, menghentikan langkah Mama yang hendak menutup pintu. “Tolong sampaikan pada Indira … Saya cinta Indira.”Mendengar kalimat Mahesa, m

  • Kontrak Cinta   L I M A P U L U H

    Delete Scene tersedia GRATIS di KARYAKARSA. Disarankan membaca cerita ini sampai tamat terlebih dahulu, sehingga tidak bingung saat membaca Delete Scene di KARYAKARSA. Silakan cari akun: KOMOREBI. 6 Bab ekstra dan Spin Off tersedia di KARYAKARSA...Pagi itu, mama menemukan sesuatu yang berbeda pada diri putri semata wayangnya. Jika biasanya di pagi hari, mama masih mendapati Indira mengurung diri di dalam kamarnya, tidak untuk hari ini. Sedari pagi, Indira sudah sibuk bersama Bik Harsi di dapur membuat bubur.“Masih enggak ada rasanya ya, Bik? Kurang gurih?”“Gampang, Non. Tambahin santan aja. Bentar, Bibik beli di warung depan ya.”“Kamu masak buat siapa, Dir? Tumben banget?”“Mama?!”Indira buru-buru mematikan kompornya, lalu tersenyum pada mama.“Kenapa kaget gitu? Kamu masa

  • Kontrak Cinta   E M P A T P U L U H S E M B I L A N

    Delete Scene tersedia GRATIS di KARYAKARSA. Disarankan membaca cerita ini sampai tamat terlebih dahulu, sehingga tidak bingung saat membaca Delete Scene di KARYAKARSA. Silakan cari akun: KOMOREBI. ..Pekarangan rumah itu masih tampak asri, bahkan sepertinya koleksi pohon buah dan bunga mama bertambah. Mama masih di sana, masih menjalankan rutinitas berkebunnya. Kali ini sedikit berbeda. Tidak ada papa yang menemaninya menyiram tanaman atau memilih membaca koran pagi di kursi santai teras.Mahesa mendorong pagar, lalu mengucapkan salam, dan—seperti dugaan Mahesa—mama tak mengacuhkannya seperti biasanya. Tidak apa, setidaknya mama tidak lagi melempar sendal ke wajahnya seperti saat di rumah sakit.“Mau apa kamu? Indira enggak ada di sini.”“Saya ke sini mau ketemu sama Mama.”Mama masih tak acuh, sibuk mematikan keran air, lalu duduk untuk mulai men

  • Kontrak Cinta   E M P A T P U L U H D E L A P A N

    Delete Scene tersedia GRATIS di KARYAKARSA. Disarankan membaca cerita ini sampai tamat terlebih dahulu, sehingga tidak bingung saat membaca Delete Scene di KARYAKARSA. Silakan cari akun: KOMOREBI. ..“Ah gila! Capek banget gue ngurusin si Mak Lampir!” keluh Olive yang tiba-tiba masuk ke kamar Indira dan melemparkan tubuhnya ke ranjang. “Ngapain lo, Dir?”“Baca laporan.”Olive mengubah posisinya menjadi miring menghadap Indira dengan sebelah tangannya sebagai tumpuan. Diperhatikannya sosok sahabatnya ini yang benar-benar berubah. Indira yang ada di hadapannya ini, bukan lagi Indira yang dulu selalu berbagi gosip dengannya, tertawa bersama, bahkan takut padanya. Indira yang sekarang, jauh lebih pendiam dan hanya tersenyum—itu pun dipaksakan—pada orang-orang tertentu saja.“Laporan mulu! Udah ada Raga sama Santi, kan?”“

  • Kontrak Cinta   E M P A T P U L U H T U J U H

    6 BAB EKSTRA DAN SPIN OFF HANYA TERSEDIA DI APLIKASI DAN WEBSITE KARYAKARSA. SILAKAN CARI AKUN: KOMOREBI. ..“Kamu enggak nerima lamaran Adrian, kan?”“Apa ucapanku kemarin kurang jelas? Aku enggak mau ketemu apalagi ngomong sama kamu!” tegas Indira, lalu membereskan barang-barangnya, dan hendak beranjak. Namun, Mahesa sudah lebih dulu menghalangi langkahnya. “Kamu mau bikin aku jadi bahan gosip lagi? Kamu mau aku jadi bahan olokan orang-orang yang ada di sini? Lepasin, Sa!” desis Indira.“Indira, aku enggak bermaksud seperti itu. Kita bicara sekarang, ya?”Tanpa menunggu persetujuan Indira, Mahesa langsung menggandeng tangan Indira. Namun, pekikan kesakitan langsung membuat Mahesa berhenti dan menoleh. Dilihatnya Indira menunduk, menyentuh kakinya yang masih terbalut perban. Mahesa berjongkok untuk melihat kondisinya.“Masih sak

  • Kontrak Cinta   E M P A T P U L U H E N A M

    6 BAB EKSTRA DAN SPIN OFF HANYA TERSEDIA DI APLIKASI DAN WEBSITE KARYAKARSA. SILAKAN CARI AKUN: KOMOREBI. ..“Gimana, Ma?”Mama menoleh dan mendapati Adrian sudah berdiri di sebelahnya. Wanita itu tersenyum, lalu mengangguk ke arah Indira, memberi semangat pada putrinya yang sedang ikut menjalani terapi.“Udah kemajuan banget dua minggu ikut terapi. Kemarin dia udah enggak pake kruk.”“Syukurlah.”“Mama belum sempet ngucapin makasih sama kamu. Makasih ya, Ian.”“Buat apa, Ma?”“Kamu selalu ada buat Dira. Kapan pun dan di mana pun. Beruntung Dira punya kamu, Ian.”“Aku yang beruntung punya Dira, Ma.”Mama kembali melemparkan tatapannya pada putri semata wayangnya yang tengah tertawa bersama terapisnya. “Ian, kamu enggak berencana ngelamar Dira lagi? Apa orang tua kamu

  • Kontrak Cinta   E M P A T P U L U H L I M A

    6 bab ekstra dan Spin Off hanya tersedia di aplikasi / web KaryaKarsa. Silakan cari akun: Komorebi..Mahesa masih berdiri di sana. Menatap dua petugas kebersihan yang sedang mengepel lantai dan membersihkan kamar mandi. Kamar itu sudah kosong, dan itu artinya Mahesa kembali kehilangan jejak Indira.Mahesa pikir, dia sudah cukup kuat menyiapkan hatinya saat bertemu kembali dengan Indira. Menyusun setiap kata maaf dan penjelasan yang akan diucapkannya. Namun, saat wanitanya itu menjerit histeris dan mengusirnya, semua hancur berantakan.Mahesa kira dirinya masih—meskipun sedikit—dicintai oleh Indira dan angin kebahagiaan yang diberikan Raga akan bertahan sedikit lebih lama, tapi nyatanya semua itu kembali direnggut paksa, karena kalimat Raga kala itu, tidak berakhir di sana.“Indira dan Adrian, hubungan mereka bukan seperti itu. Mereka bukan suami-istri. Mereka enggak p

  • Kontrak Cinta   E M P A T P U L U H E M P A T

    Extra Part dan Spin Off hanya tersedia di apps / web KARYAKARSASilakan cari akun: Komorebi.Berkebun mungkin adalah salah satu cara mama untuk tidak terus larut dalam kesedihan setelah ditinggalkan papa. Seperti saat ini, beliau tengah menikmati udara sore yang masih hangat, sembari bersenandung, dan memotong cabang tanamannya yang mati. Secangkir teh hijau juga menjadi temannya menikmati kudapan saat tubuhnya perlu diistirahatkan.“Sore, Ma,” sapa Indira yang baru turun dari mobil dan langsung menghampiri mama untuk mencium kedua pipinya.“Kamu sore banget ke sininya? Nanti pulangnya enggak kemalaman?”“Aku mau nginep di sini malam ini, kan weekend.”“Tumben. Memangnya kamu enggak ada janji makan malam sama Adrian weekend ini? Udah lama banget dia enggak ke sini. Terakhir waktu kalian pergi sama Arya, kan?”Indira menghela napas lelah, lalu duduk di kursi teras

DMCA.com Protection Status