Mau jadi 10 Jason, kesukaannya tetap sama
“Jason, jangan begini ... ada banyak orang ....” Elena menyingkirkan tangan Jason yang berkelana di balik bajunya. Tangan Jason seperti magnet berbeda kutub dengan tubuh Elena. Setiap kali Elena menepisnya, tangan itu kembali lagi menempel di tempat semula. Dudukan Elena di pangkuan Jason juga terasa semakin tak nyaman. Ada ganjalan yang kian membesar. Hawa panas mulai terasa di tubuh Elena meskipun dirinya ada di tempat dengan udara malam yang dingin. Sungguh, Elena sangat mudah tergoda jika merasakan atau melihat milik Jason. Tak seperti dulu saat bersama Johan. “Aku takut, Elena ....” Jason semakin merapatkan badan dan membenamkan wajah di ceruk leher Elena. Memberikan sesapan basah hingga tercetak tanda kepemilikan di sana. “Ah ... Jason ... geli ... jangan seperti ini. Nanti saja kalau pulang ....” “Kita pulang sekarang. Aku sangat takut di sini terlalu lama ...,” pinta Jason mengiba. Elena terkekeh kecil sambil melepaskan pelukan Jason. Dia paling suka melihat Jason yang m
Elena mencari-cari sesuatu di tempat yang kini kosong melompong. Dia jelas-jelas menaruh kostum kesukaan Jason di sana!“Ugh, aku harus membawanya saat bulan madu nanti. Kenapa tidak ada?”Elena menemui para pelayan untuk menanyakan keberadaan pakaian seksinya. Tetapi, tak ada satu pun dari pelayan yang mencuci pakaian itu.Dia baru sadar jika dirinya sendiri yang mencuci dan mengeringkan di kamar mandi karena malu menunjukkan kepada orang lain.“Oh, Nyonya, saya tadi melihat Tuan Jason membawa kardus ke belakang rumah. Apa mungkin Tuan Jason membuang pakaian Anda?”Elena gegas menuju halaman belakang. Dan benar, di sana Jason sedang berdiri sambil menatap kardus yang telah terbakar sebagian dengan sorot mata penuh kecemburuan.“Jason, apa yang sedang-” Kalimat Elena terhenti saat maniknya menatap kain-kain yang terlalap api. Mulutnya sontak terbuka lebar akan keterkejutan. “Kenapa kau membakar pakaianku? Bukankah kau menyukainya? Kau sendiri yang membeli itu semua!”Jason ters
Hangatnya mentari yang menyinari bumi, seperti hangatnya hati Jason yang kini memeluk Elena sambil menatap cakrawala.Kabut tebal yang menciptakan panorama bak awan di langit kian menipis. Hingga terlihat samar pemandangan indah kawah gunung di depan mereka.“Sudah mulai panas, aku ingin segera membersihkan diri ...,” rengek Elena, tetapi dia tetap menempel di badan Jason.“Kau ingin kita pulang seperti ini? Aku bisa menggendongmu sampai vila kalau kau mau ....”“Kakimu bisa patah, Jason! Berat badanku akhir-akhir ini bertambah.”“Siapa bilang? Kau sangat ringan seperti kapas, Elena. Hanya pria lemah yang tidak bisa mengangkat wanitanya.”Elena melompat dari tempat duduknya. Kemudian merentangkan tangan ke arah Jason.“Kalau begitu, aku mau digendong di punggungmu!”Jason segera berbalik sambil berlutut dengan kedua tangan di belakang, siap menangkap Elena. Dengan mudah Jason berdiri saat Elena telah berada dalam gendongan punggungnya.“Katakan kalau kau lelah ... Aku tidak m
“Bukan apa?” Elena kebingungan saat Jason tak sadarkan diri. Akan tetapi, setelah mendengar deru napas Jason yang kembali normal, Elena mendengus kesal. “Ya ampun, aku kira kenapa, ternyata hanya mengigau ....” Elena memandangi wajah sang suami yang terlelap. Kening Jason sesekali mengerut. Bibirnya terkadang cemberut. Jemari Elena gatal memegang wajah Jason. Jari telunjuknya mengitari pipi Jason yang memiliki rahang tegas, lalu mencubit kecil hidung mancungnya. Elena mengikik kecil saat Jason menggoyangkan kepala, lalu menepuk pipinya sendiri. “Kau pikir aku nyamuk?” bisik Elena, “Bukankah ini bulan madu kedua kita? Kenapa kau malah sakit?” Telapak tangan Elena tak merasakan suhu yang panas saat menyentuh kening Jason. Dia berharap Jason terbangun dan mengajaknya bermain cinta, tetapi Jason sungguh terlelap. Elena tak tahu jika Jason sedang memimpikan dirinya. Tepatnya, ingatan saat Jason Baru bertemu dengan Elena di kantor Forbes Group. Jason seakan menjadi orang ketiga yang m
“Sungguh? Apa kau tahu tempat ini?” Jason balas bertanya. Tentu saja, Jason menutupi bahwa dia mendengar dari Elena sendiri, bahwa sang istri pernah ingin menghabiskan waktu berdua bersama dengan Johan di tempat itu. Jason tak khawatir sama sekali jika Elena akan mengingat Johan. Bahkan, dalam mimpi pun, Elena tak akan sudi mengingat Johan. Jason sangat yakin itu. “Iya ... dulu ... aku pernah melihat tempat ini sewaktu sakit. Maksudku, saat sebelum ... kau tahu maksudku, bukan?” Jason tersenyum. “Ternyata, kita punya pemikiran yang sama.” Beruntung, Jason tak mengatakan semua yang terjadi saat Elena sedang sakit di kehidupan pertama. Dan ketika menarik jiwa Elena, Jason terlalu mendalami peran sebagai leluhur Keluarga Wright hingga dia melupakan untuk mengatakannya. “Tapi, apa kau dulu ingin ke sini bersama Johan?” pancing Jason. Elena memutar bola mata malas. “Oh!! Kau bisa membahas apa pun asalkan bukan membicarakan Johan!” “Maaf. Kita istirahat dulu ke sana.” Jason menunjuk
“Jason! Kau mengejutkanku!” pekik Elena. Dia sudah sangat takut karena sepatu yang dikenakan Jason bukan miliknya. “Di mana sepatumu?” Jason masuk membawa nampan yang penuh dengan makanan. Bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyuman karena wajah lucu Elena yang ketakutan. “Sepatuku terkena bara dan aku meninggalkan di taman. Tuan Jimmy yang meminjamiku sepatu ini.” Jason meletakkan nampan di meja, lalu menyiapkan hidangan untuk sang istri. “Duduklah. Tadi kau hanya makan camilan, bukan?” Elena mendengus kesal sambil menutup pintu. Dia mengempaskan badan di kursi sambil cemberut. “Kau masih lapar? Apa kita akan ke sana lagi?” Elena sudah tak mau lagi ke taman. Dia ingin segera berduaan dengan Jason. “Tidak perlu.” Jason tersenyum sambil menatap Elena sarat makna. “Kita ke sini untuk bulan madu, bukan untuk bersosialisasi.” Elena tersenyum samar. “Makan yang banyak, Jason. Kau harus mengisi tenaga supaya tidak lemas sampai pagi,” ujar Elena sambil mengusap paha Jason naik-turun m
“Papa kecelakaan?” Dunia Elena seakan berputar. Mendadak kepalanya terasa pusing. “Kapan kecelakaan itu terjadi?” “Tadi waktu kita jalan-jalan keluar ….” Elena seolah kehilangan tenaga. Seharusnya dia tak terlalu menggebu-gebu menyuruh Jason untuk menunda mengangkat panggilan telepon William. Rasa takut dan kesedihan yang dulu kembali terasa. Apakah takdir akan berubah seperti sedia kala? Hanya waktu kejadian saja yang berputar lebih lambat dari yang seharusnya? “Kita berkemas sekarang. Papa William dirawat di rumah sakit.” Jason gegas memasukkan semua barang bawaan mereka. Untung saja, mereka hanya membawa barang-barang sisa perjalanan kemarin yang tidak terlalu banyak. “Papa … dirawat di rumah sakit?” gumam Elena lirih, mengulang kata-kata Jason seolah tak percaya. Elena pikir, William mengalami kecelakaan seperti dulu hingga merenggut nyawa. Rupanya, William selamat dari kecelakaan itu. Namun, Elena masih belum tenang jika tidak memastikan dengan kedua matanya sendiri bahwa
“Pulanglah, Elena … hanya kaki Papa yang sakit. Kau seharusnya juga masih menghabiskan waktu bulan madu dengan Jason. Ada banyak pengawal di depan kamar. Kau tidak perlu mengkhawatirkan Papa.” Sudah hampir dua hari Elena menginap di rumah sakit untuk menjaga William. Jason juga selalu mendampingi dirinya meski sesekali keluar mengurus kasus kecelakaan William bersama Logan. “Tidak ada hal yang lebih penting dibanding papaku …. Bulan madu bisa di mana dan kapan saja. Lagi pula, aku juga sudah puas jalan-jalan bersama Jason.” Elena tersenyum bahagia. “Jason sepertinya sudah melupakan tentang masalah itu, Papa. Dia jadi semakin manis ….” William ikut tersenyum sambil mengusap puncak kepala Elena. “Baguslah. Sudah Papa duga jika menghabiskan liburan berdua akan memperbaiki sikap Jason. Dia hanya kelelahan mengurus banyak hal, Elena. Ajaklah Jason bepergian seminggu sekali.” Elena mengangguk dengan senyuman. “Karena itu, kau harus pulang dan bersiap menggantikan Papa bekerja di kantor.