Ketiga temannya hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat tingkah salah satu teman mereka tidak berhenti tersenyum. Padahal, baru semalam orang tersebut menangis sambil tersedu-sedu, orang tersebut bahkan terlihat tidak punya semangat hidup lagi. Dan sekarang orang tersebut sangat berbeda 180 derajat. Dia tampak selalu tersenyum, dia ramah pada semua mahasiswa yang ada di lorong kampus. Bahkan sesekali dia tampak tebar pesona pada gadis-gadis yang ada di sana. Untung wajahnya memang tampan, jika dilihat dari keempatnya dialah yang paling tampan. Meski, ada salah satu dari mereka yang juga tidak kalah tampannya dari orang yang sedang sedikit sinting itu.
"Rey, lu kesambet apaan sih?" tanya salah satu temannya.
Yang satunya lagi bertugas untuk mengecek kening orang yang bernama Rey itu. Yang ditanya tidak menjawab, dia masih asik tebar pesona pada gadis-gadis. Bahkan dia tidak merespon meski temamnya ada yang mengecek keningnya. Dia tetap sibuk mengedipkan matanya pada gadis-gadis yang ada di kampus ini. Dan ini memang kebiasaannya setiap hari, sebenarnya itu tidak cukup mengherankan. Hanya saja, mereka tahu semalam Rey itu nangis-nangis saat mereka berkumpul di salah satu cafe.
"Semalem lu tidur di mana, Rey?"
"Di kosan lah, ya kali di rumah pacar lu," jawabnya enteng tanpa dosa dan itu cukup membuatnya mendapatkan jitakan dari temamnya yang bernama Arfan itu.
"Gua serius kali, Rey," ucap Arfan kesal.
"Lu kayak nggak tahu aja si monyet ini kan paling tidak bisa diajak serius," sanggah Dimas menimpali. Yang disebut monyet tidak merasa berdosa meski sudah membuat tamannya itu cukup kesal.
"Gua serius, gua tidur di kosan," katanya dengan menaik-turunkan alisnya pada Naufal yang sejak tadi hanya diam saja.
Sontak saja Dimas dan Arfan langsung melihat penuh selidik pada Naufal. Pikiran mereka sepertinya sama kali ini, meski bentukan luarnya tidak sama. "Jangan bilang lu minjemin dia duit lagi untuk bayar kosannya, Fal?" tanya keduanya kompak.
"Yapsss ... Benar sekali." Itu bukan Naufal yang menjawab. Akan tetapi itu jawaban dari orang yang tidak tahu malu bermana Rey. Bagaimana tidak, dia sudah tiga kali meminjam uang pada Naufal untuk membayar kosannya dan tidak tahu kapan dia akan menggantinya. Pasalnya dia saat ini sedang menganggur dan tidak punya pekerjaan sampingan. Rey sudah dipecat dari restoran tempat dia bekerja karena selalu telat datang.
...."Fal, liat deh yang di meja depan. Itu yang pake baju selutut cukup ketat, cantik dan seksi kan?" bisik Rey pada Naufal.
Kedua temannya yang lain sedang menikmati bakso yang mereka pesan. Sedangkan bakso milik Rey belum tersentuh karena dia sibuk memandangi cewek yang pake baju warna merah selutut itu. Sungguh itu bentukan yang sangat sempurna menurut Rey, meski dia tidak berniat untuk memiliki, akan tetapi Rey sering merasa sangat terkesan dengan gadis semacam itu. Dia terlahir sempurna dan seksi.
Naufal melihat sekilas gadis yang ditunjukkan Rey itu, kemudian Naufal berbalik menatap Rey dengan malas. Ditatapnya Rey yang masih tidak melepaskan matanya dari gadis yang sepertinya sedang asik berbincang dengan teman-temannya.
"Lu seriusan ngomong gini?" Tanya Nuafal penasaran.
Arfan dan Dimas juga ikut menatap gadis itu setelah Naufal yang bertanya seperti itu pada Rey. Dan bagi keduanya, gadis itu memang cukup menarik. Cantik dan sangat seksi. Sayangnya gadis seperti dia belum tentu masih perawan, sulit mendapati gadis seseksi gadis itu dalam keadaan yang masih perawan. Apalagi ini di kota metropolitan, tidak ada yang benar-benar bersih dan polos.
"Ya emangnya kenapa? Seksi nggak?" tanya Rey belum mengerti dengan pertanyaan Naufal.
Naufal hanya menarik napasnya yang terasa berat. Berapa kali dia harus ingatkan Rey soal ini. "Lu lupa lu siapa Rey?"
"Nggak, gua ingat. Gua Rey," jawab Rey sambil melihat pada Naufal. Sepertinya Rey mengerti apa yang ditanyakan Naufal.
"Lu itu sama dia sama Rey, sama-sama perempaun," tegas Naufal pada Rey. Ini yang sering Rey lupa, meski seberapa sering Naufal mengingatkan tentang jati diri Rey sebenarnya selalu saja Rey seakan lupa akan hal itu.
Naufal tidak pernah menyangka kalau sahabatnya yang dia kenal sejak masuk di kampus ini ternyata adalah seorang perempuan. Bagi Naufal, Dimas, Arfan dan Aisyah, ini bukan rahasia lagi. Bahkan semua dosen tahu Rey itu perempuan yang berpenampilan laki-laki. Teman-teman seangkatan juga banyak yang tahu dia itu perempuan, hanya saja masih saja ada yang dengan terang-terangan naksir berat pada Rey. Semakin hari, semakin banyak para gadis yang jatuh cinta dengan pesona Rey yang memang kelewat tampan itu. Sampai saat ini tidak ada yang tahu apa alasan Rey sebenarnya memilih berpenampilan laki-laki, setiap ditanya dia hanya bilang lebih nyaman saja.
"Gua cuma suka lihat dia saja, bukan berarti gua suka dia, Fal."
"Heran gua, lu itu cewek tapi suka lihat cewek seksi. Emang lu nggak ada tertariknya gitu sama cowok?" tanya Dimas sedikit penasaran.
"Salah, yang ada cowok yang nggak tertarik sama dia. Mana ada cowo yang mau sama gadis seperti dia. Yang ada mereka entar dikira homo," seloroh Arfan.
Semuanya pun tertawa tidak terkecuali Rey. Sudah dibilang dia itu tidak akan marah meski diejek begitu, karena tidak ada perkataan teman-temannya yang dia masukkan hati. Cuma rasanya aneh saja, dia yang dihina, dia juga yang ikut tertawa.
Aisyah baru saja keluar dari perpustakaan bersama dengan Zahra temannya. Tadi dia inginnya mengajak Naufal dan teman-temannya yang lain untuk ke perpustakaan, tapi mereka pada menolak dan memilih pergi ke kantin. Naufal kalau sudah bersama mereka pasti jadi ikutan juga, jadi tidak mau diajak ke perpustakaan. Untungnya tadi ada Zahra yang mau Aisyah ajak ke perpustakaan, diapun tidak jadi sendirian. Di belokan depan perpustakaan Aisyah dan Zahra berpencar, Aisyah akan pergi ke kantin menyusul suami dan teman-temannya yang lain. Pasti mereka sedang melihat wanita-wanita yang ada di kantin. Jangan sampai Naufal ikutan dalam hal itu, dia tidak boleh melihat wanita lain."Kalian betah sekali di kantin," Aisyah duduk di samping Naufal yang kosong, di samping kirinya ada Rey yang sedang membahas hal tidak penting bersama dengan Dimas dan Arfan. "Kok cepet dari perpusnya?" tanya Naufal pada istrinya itu."Boong dia pasti, palingan dia nggak jadi ke perpusnya," sanggah Arfan yang langsung di
"Aisyah sama Naufal mana?"Rey baru saja sampai di taman yang sudah mereka janjikan. Biasanya kalau ada waktu senggang mereka akan mengajak untuk kumpul. Maklum, mereka semua selain punya kesibukan sebagai mahasiswa, mereka juga sibuk bekerja sampingan. Arfan bekerja sebagai penjaga toko milik orang tua Dimas, karena orang tua Dimas termasuk orang tua yang berkecukupan sehingga memiliki beberapa toko. Makanya Arfan bisa bekerja sebagai penjaga toko milik orang tua Dimas. Biasanya Dimas juga akan menemani Arfan untuk menjaga tokonya agar dia tidak terlalu kesepian karena harus menjaga toko sendirian. Sekarang yang pengangguran itu hanya Rey sendiri, Naufal dan Aisyah bekerja sebagai tenaga pengajar di salah satu sekolah islam yang tidak jauh dari kampus mereka. "Lu tahu lah, ini malam jumat. Suami istri nggak bakal keluar rumah kalau malam jumat gini," sahut Dimas sambil terkekeh kecil yang dibarengi anggukan oleh Arfan. "Sunnah rasul mereka," sambung Arfan masih dengan tawanya.Rey
Dosennya kali ini cukup baik karena mereka keluar setengah jam lebih awal dari jadwal biasanya. Katanya dosennya masih ada acara jadi harus keluar lebih cepat dari biasanya. Itu menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi mahasiswa karena mereka dapat pulang lebih cepat.Hal ini juga berlaku untuk Rey yang sangat bahagia karena dosennya keluar lebih awal. Setidaknya dirinya bisa pulang cepat dan bisa langsung tidur. Semalam dia tidur jam tiga dini hari karena mengerjakan tugas kuliah untuk hari ini. Untung dia termasuk mahasiswa dengan otak yang encer sehingga baginya tidak masalah mengerjakan tugas dalam waktu yang mepet, asal dia masih dapat nilai yang tinggi. Rey menghampiri bangku Naufal. Kebetulan mereka satu kelas, mereka sama-sama anak fakultas ekonomi. Sedangkan Aisyah anak fakultas pendidikan dan kedua cecurut yang lain itu sama-sama anak fakultas ekonomi hanya beda kelas dengan Rey dan Naufal. "Woiii ... " sapa Rey sambil menepuk pundak Naufal cukup keras. Yang ditepuk sepe
"Mau ngomong apa? Ngomong aja kali, Syah," Rey masih menanggapi santai perkataan Aisyah. "Ini mungkin agak serius, Rey.""Apa kalian mau menagih uang itu sekarang? Duh, kan kalian tahu gua belum kerja. Gua mau dapat uang darimana buat bayar itu sama kalian," perkiraan Rey ternyata salah. Dia mengira kalau Aisyah dan Naufal akan menagih hutangnya. "Bukan itu, Rey. Bukan. Ini ada hal lain yang perlu gua dan Naufal omongin sama lu," lanjut Aisyah."Oh, bukan itu. Emangnya apa yang perlu kalian omongin ke gua?"Aisyah melirik Naufal yang tampak tidak tenang, dia membuang muka kesegala arah. Aisyah tahu Naufal tidak akan tega mengatakan itu semua pada Rey. Akan tetapi, kalau mereka tidak mengatakannya segera, maka pernikahan itu juga tidak akan segera terlaksana. "Gua dan Naufal sedang ada masalah. Gua rasa lu sudah tahu masalah gua sama Naufal, gua udah pernah ceritakan sama lu, sama Arfan dan juga Dimas.""Tentang lu yang masih belum hamil?" tebak Rey. Karena dia ingat Aisyah pernah
Rey tidak menghiraukan teriakan demi teriakan para gadis yang melihatnya itu, Rey sangat buru-buru. Dia sudah terlambat lima menit. Harusnya dia tidak terlambat seperti apa yang sudah semalam dia rencanakan. Hanya saja semalam dia bisa tidur jam dua dan akhirnya diapun harus menerima kalau dirinya bangun kesiangan. Dari saking buru-burunya hari ini Rey tidak mandi. Dia hanya membasuh muka, memakai deodoran dan parfum yang cukup banyak. Yang penting dia tetap terlihat tampan meskipun dia tidak mandi. Toh, tidak akan ada orang yang tahu kalau dirinnya itu belum mandi.Sampai di depan kelasnya, pintu kelas sudah tertutup, ini menandakan kalau kelasnya sudah dimulai. Rey berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang sangat ngos-ngosan karena dari tadi dia terus berlari. Bahkan di dalam lift rasanya dia ingin tetap berlari agar segera bisa sampai ke kelasnya. Dan sekarang dia sudah ada di depan kelasnya yang pintunya sudah tertutup. Rey mengumpulkan semua keberaniannya. Dia tahu kalau hari
"Yah, kalian udah pada habis makan?" Rey tampak kecewa saat melihat mangkok milik keempat tamannya yang sudah kosong tak bersisa. Padahal Rey baru saja bergabung dengan mereka.Rey baru saja habis mandi, untung jam-jam segini musholla kampus cukup sepi sehingga dia bisa mandi dengan mudah tanpa halangan. Dia memang sudah seringkali mandi di toilet mushalla, setiap dia datang karena kesiangan dan tidak mandi. Dia pasti akan kegerahan sendiri dan memilih mandi di toilet mushalla. Rey tidak masalah mandi di mana saja, asal dia tidak lagi kegerahan.Rey duduk di dekat Naufal, ini hanya karena di dekat Naufal tempat yang masih kosong. Sedangkan Naufal masih terlihat tidak nyaman dengan adanya Rey. Rey berusaha tidak masalah dengan itu, mungkin Naufal seperti itu karena dia yang merasa bersalah pada Rey. Toh, di sini Rey hanya niat membantu."Ya habisnya lu lama banget, lu mandi apa bertapa. Betah banget mandinya," kata Arfan menyahuti."Ya gua mandi lah, gua kan pengen keliatan tampan di
"Untung lu cepet dateng, Syah," kata Rey masih sedikit ngos-ngosan.Mereka bertiga sudah masuk mobil, Naufal juga sudah menyalakan mesinnya. Itu tandanya mereka akan segera keluar dari kampus itu. Dan Rey sangat bersyukur karena dia sudah bebas dari gadis-gadis yang tergila-gila padan. "Bukannya lu seneng mereka gituin?" tanya Aisyah sinis.Rey mengambil air dari dalam tasnya, Rey memang biasa membawa air dari kosan. Karena dia kadang suka haus saat pulang dari kampus dan dia males yang mau mampir ke toko ataupun warung. Jadi, dia berinisiatif untuk membawanya dari kosan sendiri."Apaan, gua nggak suka mereka kayak gitu. Sumpah! Mereka, tuh, agresif banget.""Ya mereka agresif karena lu memberikan mereka kesempatan Rey, mereka nggak akan seperti itu kalau nggak lu kasih kesempatan," sanggah Aisyah malas. Aisyah tidak mau menyalahkan gadis-gadis itu, karena biasanya memang Rey yang suka tebar pesona pada mereka semua. Jadi, mereka pasti merasa diberikan kesempatan untuk dekat dengan
"Kak Tasya datang ... Kak Tasya datang ....""Yeeeyyy ... hari ini kita bisa belajar karate sama Kak Tasya.""Aku mau ambil seragam karateku."Rey tersenyum ketika melihat anak-anak panti yang heboh dengan kedatangan Rey. Padahal, kali ini Rey datang hanya dengan tangan kosong. Tidak seperti saat dia masih bekerja, dia akan datang dengan membawakan mereka banyak makanan dan mainan. Sekarang, satupun Rey tidak bawa. Dia benar-benar tidak punya apa-apa sekarang. Uangnya juga semakin menipis, dia tidak tahu bisa bertahan sampai kapan dengan kondisinya yang seperti ini. Bukan Rey namanya kalau terlihat sedih dengan hal itu, Rey tidak akan pernah menunjukkan rasa sedihnya. Dia hanya perlu terlihat baik-baik saja. Dan kedatangannya ke panti ini mungkin bisa menjadi penyemangat yang bisa membuatnya lupa bahwa saat ini dirinya hanya seorang pengangguran yang tidak punya sumber penghasilan."Datang juga akhirnya si sibuk ini," seru Ibu Aminah sambil menghampiri Rey yang sudah duduk bersama de
"Dim, gua hari ini mau ke rumah lu, ya," ucao Rey ketika mereka baru saja keluar dari kelas. Hari ini, kelas mereka keluar secara bersamaan jadi mereka bisa langsung untuk ngumpul.Kalau Naufal? Anak itu tadi katanya mau ke fakultas Aisyah dulu, dia mau memastikan Aisyah masih ada kelas lagi atau tidak. Jadi, saat ini hanya berkumpul Rey, Arfan dan juga Dimas. Seperti biasa, sore-sore begini mereka memilih ngaso di bawah pohon yang berada di halaman fakultas mereka. "Lu yakin?" tanya Dimas."Iya, gua yakin kok. Gua udah sembuh. Lu liat aja kaki gua udah sembuh gini," kata Rey. Sebenarnya tidak benar-benar sembuh. Hanya lebih lumayan ketimbang hari kemarin.Sedangkan Arfan, sejak tadi sepertinya dia tengah sibuk dengan isi pikirannya sendiri. Dia tidak ikut mengobrol dengan Rey dan Dimas. Rey yang menyadari jika Arfan sedang dengan dunianya segera menyenggol Arfan."Lu apaan sih, Rey? Main senggol aja, lu pikir gua ubin? Lu pikir gua dinding bisa lu senggol?""Lagian lu kenapa? Kayak
Rey menghapus air matanya yang terus saja mengalir meski sudah berusaha untuk ditahan oleh Rey. Rasa sesak itu belum hilang dari dada Rey. Jujur saja, kenyataan tentang kehamilan Aisyah itu membuat Rey terus kepikiran. Rey masuk ke dalam rumah ketika Aisyah masuk ke dalam kamarnya menyusul Naufal, saat itu Rey diam-diam masuk ke dalam kamarnya. Namun, sampai di dalam kamarnya Rey masih tak bisa menghentikan air mata yang terus saja mengalir bak anak sungai di pipinya. Rey tahu hal ini cepat atau lambat akan terjadi, pernikahannya dengan Naufal hanyalah pernikahan kompromi yang hanya ingin mendapatkan anak. Dan sekarang, Naufal ataupun Aisyah sudah tidak membutuhkan dirinya lagi. Sesal memang tidak datang sejak awal. Andaikan dulu Rey bisa meyakinkan Aisyah bahwa dia bisa memiliki anak tanpa harus melibatkan Rey, mungkin pernikahan ini tidak akan terjadi. Andai setiap kali Dimas menawarkan untuk bekerja di toko orang tuanya Rey sanggupi tanpa perlu pikir panjang, mungkin Rey tidak akan
"Kak Rey," panggil Cindy dengan setengah teriak.Akhirnya, setekah beberapa hari Cindy tidak ketemu dengan Rey. Kali ini Cindy sangat bahagia karena dia bisa ketemu dengan Rey, meskipun saat ini Rey tengah bersama dengan tiga temannya yang lain. Cindy tidak peduli, yang penting dia bisa ketemu dengan Rey.Berbeda dengan Cindy yang tampak bahagia karena bisa ketemu dengan Rey, Naufal tampak tak suka ketika Cindy berjalan mendekati mereka. Naufal ingat ketika di mana Rey sedang bersama dengan Naufal dan tiba-tiba Cindy ini menelpon Reu dan mengajak Rey untuk ketemuan."Akhirnya ketemu juga," ucap Cindy setelah dirinya sampai di dekat Rey. Cindy langsung duduk di samping Rey, tidak peduli dengan ketiga teman Rey yang ada di sana sambil melihat sikap Cindy yang cukup clingy terhadap Rey."Ada apa, Cin?" tanya Rey."Kangen tahu," ujar Cindy sambil terlihat manja dengan Rey. Rey tidak menyangka dengan sikap Cindy yang tiba-tiba itu, Rey cukup risih. Padahal, Cindy sudah biasa seperti ini de
Sebelum subuh, Rey sudah berada di kamar mandi kareena merasakan mual yang tak terkira. Sudah berulang kali dia memuntahkan isi perutnya, tapi mualnya itu tetap tak juga hilang."Huek ... Huek ...."Rey merasa sangat lemas, belum lagi kakinya yang sekarang malah terlihat bengkak. Padahal, semalam seperti tidak apa-apa. Untuk jalan Rey merasa sangat kesulitan, sekarang Rey harus merasakan lemas karena mual."Gua kenapa, sih? Perasaan mualnya nggak ilang-ilang dari kemarin," keluhnya.Rumah masih sepi, karena ini memang masih belum masuk waktu subuh. Mungkin Naufal atupun Aisyah masih terlelap tidur. Untung Rey merasakan mual ini sekarang, entah jika nanti. Rey hanya tidak ingin membuat Aisyah ataupun Naufal harus merasa khawatir dengan dirinya. Cukup dengan numpang makan dan tinggal gratis di rumah ini saja. Rey tak ingin merepotkan mereka dengan hal lain.Di sisi lain, Aisyah terbangun karena merasa kebelet pipis. Aisyah melirik Naufal yang masih terlelap. Setelah memasang kembali jil
Sampai di rumah, Aisyah sudah tampak berdiri di teras kontrakan mereka yang sederhana itu. Rey turun setelah Naufal membukakan pintu mobilnya. Dan itu tidak lepas dari pandangan Aisyah, seketika hati Aisyah terasa terbakar. "Loh, kok kamu ada di luar?" tanya Naufal.Aisyah tak menjawab, dia masih menatap tajam ke arah Rey yang berjalan dengan kaki pincang. "Dia kenapa?" tanya Aisyah dengan nada yamg sangat kentara jika dia marah terhadap Rey. Pertanyaan itu dia tujukan pada Naufal.Rey memilih menundukkan kepalanya, karena selain karena Rey sedikit takut Aisyah marah, Rey juga sedang berusaha untuk menyembunyikan merah di bagian lehernya akibat perbuatan Naufal. "Itu yang aku bilang tadi, Syah," kata Naufal sambil melirik Rey yang masih menunduk. Naufal sebenarmya juga tak tenang saat tahu Aisyah sudah menunggu mereka, Naufal takut jika Aisyah melihat bekas perbuatannya di leher Rey. "Rey tadi jatuh dari motor.""Kok bisa?" Aisyah menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya dia naik motor
"Aw, sakit tahu, Fal," keluh Rey. Karena kakinya tersentuh kasa seperti itu makin tambah perih saja."Apa gua bilang! Ngeyel, sih. Untung lu nggak apa-apa," protes Naufal sambil membersihkan luka di kaki Rey.Rey yang tadinya sedang mencoba motor gede milik Dimas berakhir tragis dengan mencium aspal yang membuat kakinya luka. Lengan sebelah kirinya juga seperti patah, cuma sepertinya, karena sampai saat ini Rey masih kekeh tak mau dibawa ke rumah sakit. Suasana seru itu langsung berubah panik saat Rey terjatuh dari motor gede milik Dimas. Orang-prang yang ada di taman itu juga sempat panik dan berkerumun untuk melihat Rey. Tapi akhirnya mereka pergi juga setelah tahu Rey hanya lecet sedikit."Sorry, Dim. Gua nggak sengaja," kata Rey yang merasa bersalah. Ini semua terjadi dengan tiba-tiba, Rey menjadi sangat pusing dan mual saat sebelum kejadian jatuh tersebut. Pusing dan mual yang datang tiba-tiba. Rey yang tak fokus itu akhirnya terjatuh juga. "Gua ganti deh. Kayaknya itu spion mot
"Jangan lama-lama," pesan Aisyah."Iya, Syah. Kita juga cuma mau main sebentar," jelas Naufal. Sebeanenya kasihan juga melihat wajah pucat Aisyah. Tapi, dia juga butuh refreshing dengan teman-temannya. Seharian menjaga Aisyah di rumah membuatnya merasa sedikit bosan."Awas! Jangan deket-deket sama Rey. Inget, kita sudah tidak butuh dia lagi. Aku juga sudah hamil," kata Aisyah dengan ketus. Dia tak ingin jika suaminya itu nanti malah kepincut dengan Rey. Meskipin dia yakin jika Naufal tak akan kepincut dengan Rey, rasanya Aisyah memamg perlu mengingatkan tentang itu.Aisyah mau tak mau mengizinkan Naufal pergi berdua dengan Rey karena selama ini juga Naufal tidak pernah mengekang Aisyah ketika dia juga mau keluar dengan teman-temannya yang lain. Sayang saja Aisyah lagi kurang enak badan, kalau dia sehat sudah pasti dia nggak akan ngebiarin Naufal berduaan saja pergi bersama dengan Rey. Aisyah sudah pasti akan ikut."Iya," jawab Naufal singkat.Belum tahu saja Aisyah jika tadi sore Nauf
Rey memasuki kamarnya setelah selesai masak dibantu oleh Naufal, lebih tepatnya Naufal yang dibantu oleh Rey. Karena ternyata Naufal lebih jago ketimbang Rey masaknya. Hasilnya juga tak kalah enak dengan buatan Aisyah. Rey berniat untuk istirahat sebentar, karena hari ini tidak ada jadwal. Rey bisa istirahat. Beberapa hari ini kepalanya jadi sering pusing, dia juga jadi sering merasa lemas dan mual. Rey masih berpikir jika itu semua terjadi karena dirinya yang kekurangan jam istirahat.Belum lima menit Rey menidurkan tubuhnya di kasur yang tak seberapa itu. Ponsel di sakunya tiba-tiba berdering. Tanda ada orang yang tengah menelponnya. Meski dalam keadaan sangat malas untuk mengangkat telpon, Rey tak sampai hati untuk mengabaikannya. Siapa tahu itu Ibu Aminah, Rey tak ingin membuat Ibu Aminah kecewa terhadap dirinya."Ya," sapa Rey saat telponnya itu tersambung. Dia juga tak melihat siapa yang tertera di layar ponselnya. Terlalu malas untuk melakukan itu. "Aku punya motor baru!" ter
Ini masih sangat pagi, yang lainpun sepertinya belum ada yang bangun. Sedangkan Rey sudah berada di kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Dia harus terbangun sepagi ini karena mual yang tiba-tiba datang itu. Rey sudah berada di kamar mandi sejak lima belas menit yang lalu, badannya terasa lemas setelah semua isi perutnya dia tumpahkan. Rey yang masih lemas hanya duduk tak berdaya sambil merasakan ubin kamar mandi yang dingin. Untungnya mual itu sudah hilang, Rey harus segera kembali ke kamarnya untuk berganti dengan pakaian yang lebih bersih. Setelah itu dia akan mengambil wudhu untuk shalat. Ya, dia hanya akan mengambil wudhu, dia tidak akan mandi. Setelah dirasa lebih baik, Rey melanjutkan niatnya tadi untuk kembali ke kamarnya. Diliriknya kamar sebelah yang masih tertutup rapat. Sepertinya penghuni sebelah belum bangun, semalam Rey tidak tahu mereka tidur jam berapa. Karena sehabis isya' Rey langsung tidur karena kelelahan. "Apa aku bangunin mereka, ya?" gumam Rey ragu. Seb