Dosennya kali ini cukup baik karena mereka keluar setengah jam lebih awal dari jadwal biasanya. Katanya dosennya masih ada acara jadi harus keluar lebih cepat dari biasanya. Itu menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi mahasiswa karena mereka dapat pulang lebih cepat.
Hal ini juga berlaku untuk Rey yang sangat bahagia karena dosennya keluar lebih awal. Setidaknya dirinya bisa pulang cepat dan bisa langsung tidur. Semalam dia tidur jam tiga dini hari karena mengerjakan tugas kuliah untuk hari ini. Untung dia termasuk mahasiswa dengan otak yang encer sehingga baginya tidak masalah mengerjakan tugas dalam waktu yang mepet, asal dia masih dapat nilai yang tinggi.
Rey menghampiri bangku Naufal. Kebetulan mereka satu kelas, mereka sama-sama anak fakultas ekonomi. Sedangkan Aisyah anak fakultas pendidikan dan kedua cecurut yang lain itu sama-sama anak fakultas ekonomi hanya beda kelas dengan Rey dan Naufal.
"Woiii ... " sapa Rey sambil menepuk pundak Naufal cukup keras. Yang ditepuk sepertinya sedikit kaget karena buku yang dia pegang harus jatuh ke lantai. Untuk menutupi kesalahannya Rey pun mengambilkan buku milik Naufal itu.
"Nyapa itu pelan-pelan, kalau gua ada penyakit jantung gimana?" Naufal tampak kesal karena Rey yang telah membuatnya terkejut.
"Hehe ... Sorry. Gua kan udah biasa gitu sama lu dan yang lain. Selow aja kali." Rey hanya cengengesan tanpa rasa bersalah. Naufal mengelus dadanya. Dia tidak yakin untuk membicarakan ini dengan Rey. Kalau bukan karena ini adalah permintaan Aisyah, Naufal pasti akan menolaknya.
Naufal melihat Rey dari atas sampai bawah. Saat ini Rey menggunakan celana levis berwarna hitam dengan kemeja kotak-kotak berwarna senada yang kancing depannya dia biarkan terbuka hingga terlihat kaos di dalamnya. Di pergelangan tangannya ada jam tangan hitam yang juga melingkar dengan baik. Rambut yang sedikit acak-acakan dan baru saja disisir dengan tangannya. Tidak ada hal yang menunjukkan kalau dirinya adalah seorang perempuan. Naufal ragu dengan apa yang Aisyah lihat dari sosok Rey ini.
Rey cukup sadar jika Naufal sedari tadi melihat kepadanya. "Lu ngapain liatin gua segitunya sih, Fal?" tanya Rey tidak sabar karena dia tidak biasanya dilihat sampai segitunya. "Ada yang salah dengan penampilan gua?"
"Nggak ada."
"Terus?"
"Ya gua hanya pengen lihat teman gua sendiri. Emangnya salah?"
"Ya nggak sih," jawab Rey. "Habis ini lu masih nungguin Aisyah?"
"Iya," jawab Naufal singkat.
"Kalau gitu gua pulang duluan deh, gua capek mau langsung tidur."
Rey sudah hendak keluar dari dalam kelas. Hanya saja Naufal langsung memanggil Rey lagi. Dia harus bicara pada Rey karena saat ini suasana kelas juga sudah sepi.
"Iya, kenapa?" Rey masih mematung di depan pintu sambil menunggu Naufal untuk bicara. Naufal masih sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Kemudian perlahan mendekati Rey.
"Habis ini lu ikut gua dan Aisyah makan di restoran Amanda," ucap Naufal yang langsung membuat mata Rey berbinar. Pasalnya kalau urusan makan Rey paling senang, apalagi itu gratis. Dan biasanya kalau diajak makan sama Naufal dan Aisyah itu pasti ditraktir. Hitung-hitung menghemat uangnya yang semakin menipis itu.
"Serius? Dalam rangka apa nih? Ditaraktir kan gua?" Rey membrondongi Naufal dengan banyak pertanyaan. Sedangkan Naufal berusaha untuk tetap tampak tenang di depan Rey, agar Rey tidak curiga.
"Iya, gua serius. Nggak dalam rangka apa-apa."
Jawaban Naufal itu membuat Rey berjoget kesenangan, Rey langsung merangkulkan lengannya pada pundak Naufal. "Lu dan Aisyah emang sahabat gua yang paling the best deh."
Keduanya keluar dari dalam kelas dengan tetap Rey yang merangkul Naufal. Itu sudah biasa mereka lakukan, karena mereka menganggap kalau mereka itu sama-sama laki-laki. Sehigga tidak ada yang aneh jika Rey merangkul Naufal seperti itu.
....
Naufal, Aisyah dan Rey saat ini sudah ada di dalam mobil milik Naufal. Ini adalah mobil yang orang tua Naufal belikan untuk Naufal dan Aisyah agar memudahkan mereka saat bepergian. Awalnya Naufal menolaknya, akan tetapi Abi dan Uminya tetap membelikan mobil itu untuk Naufal. Akhirnya Naufalpun menggunakan mobil itu untuk kesehariannya bersama dengan Aisyah, termasuk saat pergi ke kampus.
Aisyah dan Naufal duduk di depan dengan Naufal yang mengemudi. Sedangkan Rey duduk dengan anteng di kursi belakang sambil sibuk memainkan ponselnya itu. Sepertinya dia sibuk ngegame karena sedari tadi dia tidak bicara sama sekali. Padahal anak itu biasanya tidak berhenti bicara sama sekali. Naufal mencoba untuk melihat Rey yang ada di belakang melalui kaca depan. Dan ternyata benar, Rey sedang sibuk ngegame.
Naufal melihat pada Aisyah yang sedari tadi juga tidak bicara apa-apa. Aisyah sepertinya mengerti kalau Naufal sedang melihat ke arahnya. Aisayahpun balik menatap Naufal.
"Apa kamu yakin akan melakukan ini?" Naufal sebenarnya tidak yakin untuk melakukan ini. Dia tidak mau mengkhianati cintanya pada Aisyah, dia sudah berjanji dari awal bahwa dia tidak akan memasukkan orang lain dalam hubungannya dengan Aisyah. Tidak disangka, saat ini Aisyah yang berusaha untuk memasukkan orang lain dalam pernikahan mereka. Meskipun orang itu adalah Rey, tetap saja ini tidak sesuai dengan apa yang sejak dulu Naufal janjikan pada dirinya sendiri dan juga pada Aisyah.
"Kenapa aku harus ragu? Aku sudah menemukan orang yang cocok untuk ini semua. Rey orangnya," kata Aisyah mantap.
Lagi-lagi Naufal memastikan kalau Rey masih fokus pada gamenya sehingga tidak harus mendengar saat ini apa yang sedang dirinya dan Aisyah bicarakan. Dan beruntung karena Rey masih menunduk pada ponselnya, sesekali dia memekik kesal. Mungkin dia kalah dalam gamenya.
"Kenapa harus Rey?"
"Karena padanya aku percaya, aku percaya Rey tidak akan membuatmu jatuh cinta. Rey juga tidak akan jatuh cinta padamu."
"Tapi dia sahabat kita, apa kamu tidak kasihan harus mengorbankan dia demi keinginan kita?"
"Kita sudah banyak membantu dia, sudah seharusnya dia balik membantu kita."
....
Makanan yang dipesan sudah tersaji di atas meja, sekarang Rey juga sudah memakan makanannya. Dia sangat senang karena setelah sekian lama setelah dia dipecat, dia tidak pernah makan seenak ini. Dia sangat beruntung memiliki teman seperti Naufal dan Aisyah yang mau mengajaknya makan dan mentraktirnya. Ini anugrah yang paling Rey senangi.
Rey menyuapi pasta ke dalam mulut dengan penuh. Ya, Rey memesan pasta dan satu gelas jus alpukat. Makanan dan minuman kesukaannya sejak dulu. Rey tetap fokus pada makanannya, dia sama sekali tidak melihat pada sekelilingnya yang sangat rame. Jam-jam seperti ini memang semua restoran akan dipenuhi dengan pengunjung, karena jam seperti ini adalah jam untuk makan siang. Apalagi, di sebelah barat restoran ini adalah perusahaan besar yang otomatis kebanyakan karyawannya akan makan siang ke tempat ini.
Aisyah hanya melihat Rey yang sedang makan dengan lahap itu. Makanan Aisyah sendiri dibiarkan menganggur tanpa dia sentuh. Aisyah merasa kalau Rey sangat cocok untuk dijadikan istri kedua Naufal. Sangat sesuai dengan kriteria yang dia inginkan. Wanita yang tidak cantik, karena Rey itu tampan bukan cantik. Wanita yang tidak tertarik pada pria, dan Rey wanita yang tidak bisa berdandan. Semua ada di diri Rey, apalagi Rey juga sudah banyak dibantu oleh Aisyah dan Naufal. Ini semakin membuat Aisyah yakin untuk meminta Rey membantunya dan menikah dengan Naufal. Apalagi, Rey saat ini sedang butuh biaya hidup. Dia saat ini sedang menganggur, ditraktir makan saja dia sudah sangat senang. Pasti ini sangat mudah untuk membuat Rey menyetujui semuanya.
"Kok makanannya nggak dimakan?" tanya Naufal saat mengetahui makanan Aisyah tidak tersentuh sama sekali.
Rey melihat pada Aisyah dan benar Aisyah tidak memakan makanannya, padalah punya Rey sebentar lagi akan habis makanannya. Sedangkan punya Aisyah tidak tersentuh sama sekali. "Lu nggak makan, Syah?" tanya Rey heran.
Aisyah menggeleng, "Gua udah kenyang lihat lu makan."
"Gua jadi malu lu ngomong gitu," kata Rey sambil memonyongkan mulutnya.
"Kenapa harus malu, lu makan aja punya gua kalau kurang. Nih," Aisyah menyodorkan pasta miliknya pada Rey.
"Jangan, gua udah kenyang," jawab Rey jujur.
Aisyah tidak mau membuang kesempatan ini, dia harus segera bicara pada Rey. "Rey, gua sama Naufal mau ngomong sama lu," kata Aisyah yang langsung mendapat tatapan penuh tanya dari Rey.
Naufal yang juga ada di sana tampak berusaha tenang sambil terus membuang muka dari Rey. Dia tidak bisa melihat wajah Rey, dia takut Rey akan kecewa karena ini benar-benar tidak seperti yang Rey pikirkan. Sahabatnya tega melakukan ini semua demi kebahagiaannya sendiri. Mungkin kedengarannya ini sangat egois. Tapi, Naufal tidak dapat menolak permintaan Aisyah ini. Naufal tidak mau Aisyah semakin tertekan.
"Mau ngomong apa? Ngomong aja kali," Rey masih menanggapi santai perkataan Aisyah.
"Mau ngomong apa? Ngomong aja kali, Syah," Rey masih menanggapi santai perkataan Aisyah. "Ini mungkin agak serius, Rey.""Apa kalian mau menagih uang itu sekarang? Duh, kan kalian tahu gua belum kerja. Gua mau dapat uang darimana buat bayar itu sama kalian," perkiraan Rey ternyata salah. Dia mengira kalau Aisyah dan Naufal akan menagih hutangnya. "Bukan itu, Rey. Bukan. Ini ada hal lain yang perlu gua dan Naufal omongin sama lu," lanjut Aisyah."Oh, bukan itu. Emangnya apa yang perlu kalian omongin ke gua?"Aisyah melirik Naufal yang tampak tidak tenang, dia membuang muka kesegala arah. Aisyah tahu Naufal tidak akan tega mengatakan itu semua pada Rey. Akan tetapi, kalau mereka tidak mengatakannya segera, maka pernikahan itu juga tidak akan segera terlaksana. "Gua dan Naufal sedang ada masalah. Gua rasa lu sudah tahu masalah gua sama Naufal, gua udah pernah ceritakan sama lu, sama Arfan dan juga Dimas.""Tentang lu yang masih belum hamil?" tebak Rey. Karena dia ingat Aisyah pernah
Rey tidak menghiraukan teriakan demi teriakan para gadis yang melihatnya itu, Rey sangat buru-buru. Dia sudah terlambat lima menit. Harusnya dia tidak terlambat seperti apa yang sudah semalam dia rencanakan. Hanya saja semalam dia bisa tidur jam dua dan akhirnya diapun harus menerima kalau dirinya bangun kesiangan. Dari saking buru-burunya hari ini Rey tidak mandi. Dia hanya membasuh muka, memakai deodoran dan parfum yang cukup banyak. Yang penting dia tetap terlihat tampan meskipun dia tidak mandi. Toh, tidak akan ada orang yang tahu kalau dirinnya itu belum mandi.Sampai di depan kelasnya, pintu kelas sudah tertutup, ini menandakan kalau kelasnya sudah dimulai. Rey berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang sangat ngos-ngosan karena dari tadi dia terus berlari. Bahkan di dalam lift rasanya dia ingin tetap berlari agar segera bisa sampai ke kelasnya. Dan sekarang dia sudah ada di depan kelasnya yang pintunya sudah tertutup. Rey mengumpulkan semua keberaniannya. Dia tahu kalau hari
"Yah, kalian udah pada habis makan?" Rey tampak kecewa saat melihat mangkok milik keempat tamannya yang sudah kosong tak bersisa. Padahal Rey baru saja bergabung dengan mereka.Rey baru saja habis mandi, untung jam-jam segini musholla kampus cukup sepi sehingga dia bisa mandi dengan mudah tanpa halangan. Dia memang sudah seringkali mandi di toilet mushalla, setiap dia datang karena kesiangan dan tidak mandi. Dia pasti akan kegerahan sendiri dan memilih mandi di toilet mushalla. Rey tidak masalah mandi di mana saja, asal dia tidak lagi kegerahan.Rey duduk di dekat Naufal, ini hanya karena di dekat Naufal tempat yang masih kosong. Sedangkan Naufal masih terlihat tidak nyaman dengan adanya Rey. Rey berusaha tidak masalah dengan itu, mungkin Naufal seperti itu karena dia yang merasa bersalah pada Rey. Toh, di sini Rey hanya niat membantu."Ya habisnya lu lama banget, lu mandi apa bertapa. Betah banget mandinya," kata Arfan menyahuti."Ya gua mandi lah, gua kan pengen keliatan tampan di
"Untung lu cepet dateng, Syah," kata Rey masih sedikit ngos-ngosan.Mereka bertiga sudah masuk mobil, Naufal juga sudah menyalakan mesinnya. Itu tandanya mereka akan segera keluar dari kampus itu. Dan Rey sangat bersyukur karena dia sudah bebas dari gadis-gadis yang tergila-gila padan. "Bukannya lu seneng mereka gituin?" tanya Aisyah sinis.Rey mengambil air dari dalam tasnya, Rey memang biasa membawa air dari kosan. Karena dia kadang suka haus saat pulang dari kampus dan dia males yang mau mampir ke toko ataupun warung. Jadi, dia berinisiatif untuk membawanya dari kosan sendiri."Apaan, gua nggak suka mereka kayak gitu. Sumpah! Mereka, tuh, agresif banget.""Ya mereka agresif karena lu memberikan mereka kesempatan Rey, mereka nggak akan seperti itu kalau nggak lu kasih kesempatan," sanggah Aisyah malas. Aisyah tidak mau menyalahkan gadis-gadis itu, karena biasanya memang Rey yang suka tebar pesona pada mereka semua. Jadi, mereka pasti merasa diberikan kesempatan untuk dekat dengan
"Kak Tasya datang ... Kak Tasya datang ....""Yeeeyyy ... hari ini kita bisa belajar karate sama Kak Tasya.""Aku mau ambil seragam karateku."Rey tersenyum ketika melihat anak-anak panti yang heboh dengan kedatangan Rey. Padahal, kali ini Rey datang hanya dengan tangan kosong. Tidak seperti saat dia masih bekerja, dia akan datang dengan membawakan mereka banyak makanan dan mainan. Sekarang, satupun Rey tidak bawa. Dia benar-benar tidak punya apa-apa sekarang. Uangnya juga semakin menipis, dia tidak tahu bisa bertahan sampai kapan dengan kondisinya yang seperti ini. Bukan Rey namanya kalau terlihat sedih dengan hal itu, Rey tidak akan pernah menunjukkan rasa sedihnya. Dia hanya perlu terlihat baik-baik saja. Dan kedatangannya ke panti ini mungkin bisa menjadi penyemangat yang bisa membuatnya lupa bahwa saat ini dirinya hanya seorang pengangguran yang tidak punya sumber penghasilan."Datang juga akhirnya si sibuk ini," seru Ibu Aminah sambil menghampiri Rey yang sudah duduk bersama de
Arfan dan Dimas pulang duluan, karena uang yang dibawa oleh Arfan itu ternyata dibutuhkan oleh bokap Dimas. Dan Arfan tidak membawa motor, dia berangkat nebeng sama Dimas. Mau tidak mau mereka pulang duluan. Sekarang hanya tinggal Rey dan Naufal yang juga akan pulang dengan Naufal yang akan mengantar Rey pulang. Meski awalnya Rey tidak mau tapi Naufal kekeh ingin mengantar pulang Rey. Rey sebenarnya tidak nyaman jika harus pulang dengan Naufal. Mungkin karena rencana pernikahan itu yang membuat Rey harus tidak nyaman. Karena sebelumnya, Naufal sudah cukup sering mengantar Rey pulang dan biasa-biasa saja rasanya, tidak seperti sekarang. "Masuk Rey," seru Naufal yang sudah ada di kursi kemudi. Rey mengangguk saja, dia akan masuk ke kursi belakang seperti biasanya. Karena Rey selalu duduk di kursi belakang jika pulang bersama dengan Naufal dan Aisyah. Dan sekarang mereka hanya berdua saja, Rey tetap akan duduk di belakang."Lu mau duduk di belakang?" decak Naufal. "Iya," jawab Rey po
Waktu bergerak sangat cepat, satu minggu berjalan tanpa terasa dan akhirnya sekarang tiba juga di hari yang akan mengubah semuanya. Tidak ada yang spesial, hanya ada beberapa orang yang diundang untuk menjadi saksi. Ya, hari pernikahan itu tiba. Mereka sepakat akan menikah di kantor KUA setempat. Baik Naufal atuapun Rey tidak ada yang berdandan. Mereka hanya mengenakan baju rapi. Jangan lupakan Aisyah yang sejak tadi sibuk menenangkan Naufal. Seolah dia benar-benar tidak masalah dengan kehadiran Rey di dalam hidup mereka. Naufal mengenakan kemeja warna putih, begitu juga dengan Rey. Keduanya sama-sama mengenakan kemeja warna putih. Aisyah sempat menawarkan kebaya yang dia kenakan saat pernikahannya dengan Naufal dulu, tapi Rey menolaknya. Dia lebih nyaman menggunakan kemeja putih dan celana hitam panjang."Bagaimana kalian sudah siap?" tanya bapak penghulu.Rey melirik Naufal yang tampak tegang, kemudian Rey melihat Aisyah dengan raut wajah yang terlihat seperti ragu-ragu. Rey menari
Naufal terbangun ketika sayup-sayup dia mendengar suara adzan dari masjid yang tidak jauh dari rumahnya ini. Naufal bangun sambil menggeliatkan tubuhnya, dilihatnya Aisyah yang masih sangat pulas. Naufal tersenyum melihat Aisyah masih berada di sampingnya. Aisyahnya masih menjadi orang yang paling setia berada di samping Naufal baik dalam keadaan susah ataupun senang. Naufal bergerak mendekat pada Aisyah yang masih tertidur, dengan perlahan Naufal mendekatkan wajahnya pada wajah Aisyah. Melihat Aisyah dari dekat seperti ini adalah kebiasaan Naufal yang tidak Aisyah ketahui. Karena Naufal akan melakukannya ketika Aisyah sedang tertidur dengan pulas. "Syah, bangun ... Ini sudah subuh," Naufal berusaha membangunkan Aisyah dengan suara cukup pelan. Dia tidak mau kalau Aisyahnya terkejut jika Naufal membangunkan dengan suara yang cukup nyaring. "Syah, ayo bangun.""Hmmm .."Aisyah mengucek-ngucek matanya, perlahan Aisyah membuka matanya. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah Naufal yan
"Dim, gua hari ini mau ke rumah lu, ya," ucao Rey ketika mereka baru saja keluar dari kelas. Hari ini, kelas mereka keluar secara bersamaan jadi mereka bisa langsung untuk ngumpul.Kalau Naufal? Anak itu tadi katanya mau ke fakultas Aisyah dulu, dia mau memastikan Aisyah masih ada kelas lagi atau tidak. Jadi, saat ini hanya berkumpul Rey, Arfan dan juga Dimas. Seperti biasa, sore-sore begini mereka memilih ngaso di bawah pohon yang berada di halaman fakultas mereka. "Lu yakin?" tanya Dimas."Iya, gua yakin kok. Gua udah sembuh. Lu liat aja kaki gua udah sembuh gini," kata Rey. Sebenarnya tidak benar-benar sembuh. Hanya lebih lumayan ketimbang hari kemarin.Sedangkan Arfan, sejak tadi sepertinya dia tengah sibuk dengan isi pikirannya sendiri. Dia tidak ikut mengobrol dengan Rey dan Dimas. Rey yang menyadari jika Arfan sedang dengan dunianya segera menyenggol Arfan."Lu apaan sih, Rey? Main senggol aja, lu pikir gua ubin? Lu pikir gua dinding bisa lu senggol?""Lagian lu kenapa? Kayak
Rey menghapus air matanya yang terus saja mengalir meski sudah berusaha untuk ditahan oleh Rey. Rasa sesak itu belum hilang dari dada Rey. Jujur saja, kenyataan tentang kehamilan Aisyah itu membuat Rey terus kepikiran. Rey masuk ke dalam rumah ketika Aisyah masuk ke dalam kamarnya menyusul Naufal, saat itu Rey diam-diam masuk ke dalam kamarnya. Namun, sampai di dalam kamarnya Rey masih tak bisa menghentikan air mata yang terus saja mengalir bak anak sungai di pipinya. Rey tahu hal ini cepat atau lambat akan terjadi, pernikahannya dengan Naufal hanyalah pernikahan kompromi yang hanya ingin mendapatkan anak. Dan sekarang, Naufal ataupun Aisyah sudah tidak membutuhkan dirinya lagi. Sesal memang tidak datang sejak awal. Andaikan dulu Rey bisa meyakinkan Aisyah bahwa dia bisa memiliki anak tanpa harus melibatkan Rey, mungkin pernikahan ini tidak akan terjadi. Andai setiap kali Dimas menawarkan untuk bekerja di toko orang tuanya Rey sanggupi tanpa perlu pikir panjang, mungkin Rey tidak akan
"Kak Rey," panggil Cindy dengan setengah teriak.Akhirnya, setekah beberapa hari Cindy tidak ketemu dengan Rey. Kali ini Cindy sangat bahagia karena dia bisa ketemu dengan Rey, meskipun saat ini Rey tengah bersama dengan tiga temannya yang lain. Cindy tidak peduli, yang penting dia bisa ketemu dengan Rey.Berbeda dengan Cindy yang tampak bahagia karena bisa ketemu dengan Rey, Naufal tampak tak suka ketika Cindy berjalan mendekati mereka. Naufal ingat ketika di mana Rey sedang bersama dengan Naufal dan tiba-tiba Cindy ini menelpon Reu dan mengajak Rey untuk ketemuan."Akhirnya ketemu juga," ucap Cindy setelah dirinya sampai di dekat Rey. Cindy langsung duduk di samping Rey, tidak peduli dengan ketiga teman Rey yang ada di sana sambil melihat sikap Cindy yang cukup clingy terhadap Rey."Ada apa, Cin?" tanya Rey."Kangen tahu," ujar Cindy sambil terlihat manja dengan Rey. Rey tidak menyangka dengan sikap Cindy yang tiba-tiba itu, Rey cukup risih. Padahal, Cindy sudah biasa seperti ini de
Sebelum subuh, Rey sudah berada di kamar mandi kareena merasakan mual yang tak terkira. Sudah berulang kali dia memuntahkan isi perutnya, tapi mualnya itu tetap tak juga hilang."Huek ... Huek ...."Rey merasa sangat lemas, belum lagi kakinya yang sekarang malah terlihat bengkak. Padahal, semalam seperti tidak apa-apa. Untuk jalan Rey merasa sangat kesulitan, sekarang Rey harus merasakan lemas karena mual."Gua kenapa, sih? Perasaan mualnya nggak ilang-ilang dari kemarin," keluhnya.Rumah masih sepi, karena ini memang masih belum masuk waktu subuh. Mungkin Naufal atupun Aisyah masih terlelap tidur. Untung Rey merasakan mual ini sekarang, entah jika nanti. Rey hanya tidak ingin membuat Aisyah ataupun Naufal harus merasa khawatir dengan dirinya. Cukup dengan numpang makan dan tinggal gratis di rumah ini saja. Rey tak ingin merepotkan mereka dengan hal lain.Di sisi lain, Aisyah terbangun karena merasa kebelet pipis. Aisyah melirik Naufal yang masih terlelap. Setelah memasang kembali jil
Sampai di rumah, Aisyah sudah tampak berdiri di teras kontrakan mereka yang sederhana itu. Rey turun setelah Naufal membukakan pintu mobilnya. Dan itu tidak lepas dari pandangan Aisyah, seketika hati Aisyah terasa terbakar. "Loh, kok kamu ada di luar?" tanya Naufal.Aisyah tak menjawab, dia masih menatap tajam ke arah Rey yang berjalan dengan kaki pincang. "Dia kenapa?" tanya Aisyah dengan nada yamg sangat kentara jika dia marah terhadap Rey. Pertanyaan itu dia tujukan pada Naufal.Rey memilih menundukkan kepalanya, karena selain karena Rey sedikit takut Aisyah marah, Rey juga sedang berusaha untuk menyembunyikan merah di bagian lehernya akibat perbuatan Naufal. "Itu yang aku bilang tadi, Syah," kata Naufal sambil melirik Rey yang masih menunduk. Naufal sebenarmya juga tak tenang saat tahu Aisyah sudah menunggu mereka, Naufal takut jika Aisyah melihat bekas perbuatannya di leher Rey. "Rey tadi jatuh dari motor.""Kok bisa?" Aisyah menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya dia naik motor
"Aw, sakit tahu, Fal," keluh Rey. Karena kakinya tersentuh kasa seperti itu makin tambah perih saja."Apa gua bilang! Ngeyel, sih. Untung lu nggak apa-apa," protes Naufal sambil membersihkan luka di kaki Rey.Rey yang tadinya sedang mencoba motor gede milik Dimas berakhir tragis dengan mencium aspal yang membuat kakinya luka. Lengan sebelah kirinya juga seperti patah, cuma sepertinya, karena sampai saat ini Rey masih kekeh tak mau dibawa ke rumah sakit. Suasana seru itu langsung berubah panik saat Rey terjatuh dari motor gede milik Dimas. Orang-prang yang ada di taman itu juga sempat panik dan berkerumun untuk melihat Rey. Tapi akhirnya mereka pergi juga setelah tahu Rey hanya lecet sedikit."Sorry, Dim. Gua nggak sengaja," kata Rey yang merasa bersalah. Ini semua terjadi dengan tiba-tiba, Rey menjadi sangat pusing dan mual saat sebelum kejadian jatuh tersebut. Pusing dan mual yang datang tiba-tiba. Rey yang tak fokus itu akhirnya terjatuh juga. "Gua ganti deh. Kayaknya itu spion mot
"Jangan lama-lama," pesan Aisyah."Iya, Syah. Kita juga cuma mau main sebentar," jelas Naufal. Sebeanenya kasihan juga melihat wajah pucat Aisyah. Tapi, dia juga butuh refreshing dengan teman-temannya. Seharian menjaga Aisyah di rumah membuatnya merasa sedikit bosan."Awas! Jangan deket-deket sama Rey. Inget, kita sudah tidak butuh dia lagi. Aku juga sudah hamil," kata Aisyah dengan ketus. Dia tak ingin jika suaminya itu nanti malah kepincut dengan Rey. Meskipin dia yakin jika Naufal tak akan kepincut dengan Rey, rasanya Aisyah memamg perlu mengingatkan tentang itu.Aisyah mau tak mau mengizinkan Naufal pergi berdua dengan Rey karena selama ini juga Naufal tidak pernah mengekang Aisyah ketika dia juga mau keluar dengan teman-temannya yang lain. Sayang saja Aisyah lagi kurang enak badan, kalau dia sehat sudah pasti dia nggak akan ngebiarin Naufal berduaan saja pergi bersama dengan Rey. Aisyah sudah pasti akan ikut."Iya," jawab Naufal singkat.Belum tahu saja Aisyah jika tadi sore Nauf
Rey memasuki kamarnya setelah selesai masak dibantu oleh Naufal, lebih tepatnya Naufal yang dibantu oleh Rey. Karena ternyata Naufal lebih jago ketimbang Rey masaknya. Hasilnya juga tak kalah enak dengan buatan Aisyah. Rey berniat untuk istirahat sebentar, karena hari ini tidak ada jadwal. Rey bisa istirahat. Beberapa hari ini kepalanya jadi sering pusing, dia juga jadi sering merasa lemas dan mual. Rey masih berpikir jika itu semua terjadi karena dirinya yang kekurangan jam istirahat.Belum lima menit Rey menidurkan tubuhnya di kasur yang tak seberapa itu. Ponsel di sakunya tiba-tiba berdering. Tanda ada orang yang tengah menelponnya. Meski dalam keadaan sangat malas untuk mengangkat telpon, Rey tak sampai hati untuk mengabaikannya. Siapa tahu itu Ibu Aminah, Rey tak ingin membuat Ibu Aminah kecewa terhadap dirinya."Ya," sapa Rey saat telponnya itu tersambung. Dia juga tak melihat siapa yang tertera di layar ponselnya. Terlalu malas untuk melakukan itu. "Aku punya motor baru!" ter
Ini masih sangat pagi, yang lainpun sepertinya belum ada yang bangun. Sedangkan Rey sudah berada di kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Dia harus terbangun sepagi ini karena mual yang tiba-tiba datang itu. Rey sudah berada di kamar mandi sejak lima belas menit yang lalu, badannya terasa lemas setelah semua isi perutnya dia tumpahkan. Rey yang masih lemas hanya duduk tak berdaya sambil merasakan ubin kamar mandi yang dingin. Untungnya mual itu sudah hilang, Rey harus segera kembali ke kamarnya untuk berganti dengan pakaian yang lebih bersih. Setelah itu dia akan mengambil wudhu untuk shalat. Ya, dia hanya akan mengambil wudhu, dia tidak akan mandi. Setelah dirasa lebih baik, Rey melanjutkan niatnya tadi untuk kembali ke kamarnya. Diliriknya kamar sebelah yang masih tertutup rapat. Sepertinya penghuni sebelah belum bangun, semalam Rey tidak tahu mereka tidur jam berapa. Karena sehabis isya' Rey langsung tidur karena kelelahan. "Apa aku bangunin mereka, ya?" gumam Rey ragu. Seb