Luke merengkuh pinggang Rena dengan senyuman lembutnya ketika Hendry dan Amora memasuki ruang rias itu. Luke terlihat bahagia hingga Amora yang biasanya bersikap kurang ramah padanya jadi tersenyum dan menatap kedua orang di sana dengan lembut. Di hari kebahagian keduanya Amora hanya akan mengalah.
Hendry dan Amora tadi ingin mengunjungi Rena yang berubah menjadi tidak baik saat di tengah acara. Tapi sekarang, melihat mereka seperti ini, sepertinya Rena sudah baik-baik saja. Mereka terlihat sangat berbahagia.
“Kalian terlihat serasi.” Hendry langsung berkomentar dan Luke segera menemukannya yang berdiri di ambang pintu.
“Kalian di sini. Pesta masih berjalan, harusnya kalian menikmatinya atau itu kurang menarik?” Luke melepaskan Rena dan berjalan mendekati Hendry untuk memeluknya sebentar. Amora juga melakukan hal yang sama pada Rena. Bedanya mereka berpelukan sedikit lebih lama dan berbisik-bisik kecil setelahnya, menggoda R
Perempuan mungil itu menggeliat dalam tidur. Ia mengernyit beberapa kali sebelum membuka mata perlahan. Mata cokelatnya mengerjap sebelum benar-benar terbuka dengan benar. Ia merasa sedikit pening, mungkin karena ia tertidur sedikit lebih lama dari kebiasaannya. Ia menggerakkan tubuh tapi kemudian merasa sesuatu meliliti perutnya. Ia melirik dan menemukan tangan suaminya tengah memeluknya.Luke Armstrong, suaminya. Pria yang memeluknya sekarang telah menjadi suaminya. Ia masih merasa ini seperti mimpi, namun kenyataanya mereka telah menjadi pasangan suami istri. Luke yang kini telah menjadi suaminya adalah pria sangat tampan, itulah mengapa ia merasa tidak percaya mereka telah menjadi pasangan seumur hidup.Tangan kurus Rena terangkat untuk selanjutnya mendarat di sekitar tulang pipi dan rahang Luke. Ia tidak begitu khawatir bahwa Luke akan terbangun karena ia ingin menikmati waktu bersama suaminya. Di malam sebelumnya ia malah tertidur dan ia tidak menja
“Kita akan menemui Hongli besok siang.” Luke berbicara sambil menutup pintu. Perkataannya mengintrupsi Rena yang tengah mengurus lemari mereka.“Ya, tentu.” Rena benar-benar penurut. Ia bahkan langsung setuju meski keningnya mengkerut penuh tanya.“Aku bersyukur Riana menghentikan kita tadi pagi.” Luke duduk di tepi ranjang dan menatap Rena yang tengah menyusun baju mereka yang baru saja ia lipat.“Bersyukur?” Rena bertanya dan membatu di depan lemari yang masih terbuka. Ia mulai berpikir bahwa Luke tidak menyukai pelayanannya.“Ya, ibu mengingatkanku untuk berkonsultasi pada dokter kandunganmu mengenai hubungan seksual kita agar kamu dan bayi kita aman.” Luke mengatakannya dengan ringan karena itu adalah hal yang wajar untuk dibicarakan pasangan suami istri. Namun yang ia lihat Rena tetap saja tersipu.“Apakah tidak apa-apa?” Rena berbicara lirih setelahnya. Ia t
“Bagaimana kabarmu, Rena?” Hongli kembali dengan beberapa kertas di tangan dan duduk perlahan. Ekspresi wajahnya masih terlihat ramah dan ceria.“Aku baik.” Sedangkan Rena menyahut dengan nyaman. Diam-diam Luke mengakui kemampuan Hongli sebagai dokter kandungan karena ia bisa memberikan kenyamanan pada pasiennya.“Memang terlihat seperti itu. Kamu tidak pernah terlalu kelelahan, bukan?” Hongli bertanya lagi, kini matanya tampak bergerak-gerak karena membaca isi kertas yang ia baca.“Sekali.” Rena menyahut lirih dan Luke memandangnya heran dengan kening berkerut.“Oh! Kenapa?” Hongli juga tampak heran.“Karena pernikahan kami.”Hongli sempat terkekeh dengan reflek mendengar sahutan polos itu. Rena benar-benar polos dan itu sedikit membuatnya terlihat menggemaskan. Hongli sangat jarang untuk merasa gemas dengan seseorang yang tengah mengandung.“
Bunyi isakan Rena yang terlalu keras mengusik Luke dan membuat mata bulat pria itu terbuka perlahan. Luke sempat mengerjapkan matanya beberapa kali, merasa terganggu dengan bunyi tangisan di ruangan yang lain. Tapi kemudian ia menyadari kalau tempat tidur di sebelahnya terasa dingin. Luke terkejut, Rena telah bangun dan menangis sendirian di kamar mandi.“Rena, kamu di kamar mandi?” Luke memanggil Rena. Ia bergerak bangun dengan perlahan dan mengernyitkan kening saat tidak mendengar sahutan dari istrinya.“Kamu di dalam, Rena?” Luke kembali bertanya. Tubuhnya yang tinggi menjulang berjalan cepat ke kamar mandi.Rena menutup mata dalam kesengsaraan saat mendengar suara Luke yang semakin mendekat. Ia semakin mengisak di antara bunyi muntahannya. Rena tiba-tiba merasa sangat ingin menangis semakin keras saat mendengar suara Luke. Ia menjadi sangat emosional saat mendengar suara suaminya, hingga ia menyadari bahwa ia membutuhkan
“Rena! Riana!” Suara Bella yang antusias terdengar dari depan. Mereka mengejutkan dua perempuan yang tengah bersantai di ruang tengah.Rena dan Riana mengangkat kepala mereka secara bersamaan dan menemukan Bella yang berlari disusul Amora dan Ben yang berjalan dengan santai di belakangnya. Bella segera menerjang Baekhyun untuk memeluknya lalu melakukan hal yang sama pada Minseok.“Aku merindukan kalian.” Bella berucap kegirangan, merasa benar-benar bahagia. Sudah begitu lama mereka tidak bertemu dan sekarang setelah bertemu, rasanya sangat rindu.Sedangkan Amora hanya tersenyum manis lalu mendekati Rena dan Riana dengan tenang. Di tangannya ada beberapa tas kertas. Sebagian ada yang berlogo kafenya dan sebagian lagi tidak.“Kami juga merindukan kalian.” Rena yang menyahut. Ia mewakili Riana yang masih malu-malu dengan kedua teman barunya. Ia tahu kalau Riana menyenangi Amora dan Bella, tapi masih bingung m
Riana terdiam mendengar kalimat-kalimat panjang Luke di dapur. Ia sudah terbiasa selama kurang lebih empat bulan ini. Luke menjadi sedikit lebih cerewet dengan hampir apapun yang Rena lakukan. Jeffrey pernah berkata jika Luke telah perlahan-lahan menjadi dirinya yang dahulu, saat ia masih mengecap keutuhan kasih sayang. Jeffrey mengatakan itu wajar, tapi baginya itu luar biasa. Seperti percintaan Luke dan Rena yang menjadi lebih luar biasa. Rena masih menjadi dirinya yang dulu, masih rendah hati dan penuh kasih. Sementara Luke telah banyak berubah menjadi lebih lembut dan perhatian pada istrinya.“Sudah kukatakan untuk mengonsumsi sesuatu yang lebih bergizi baru kemudian kamu boleh memakan bolu cokelatmu.” Luke masih menggerutu. Ia berdiri di dekat Rena dengan kedua tangan di pinggang. Dahinya berkerut dalam dan matanya menunjukkan kekesalan.Luke sebenarnya baru saja kembali dari pekerjaan. Setelah melepas jas dan dasinya ia langsung pergi ke
“King!” Luke berteriak saat melihat Hendry yang tengah kewalahan melawan beberapa musuh. Ia terlihat mengenaskan dengan luka di seluruh tubuhnya. Ia terlihat lelah hingga tampak tidak lagi mampu bergerak banyak. “Aku akan mengurus mereka. Kamu masuk dan selamatkan Amora.” Luke bergerak dengan cepat ke dekat Hendry, mengambil alih apa yang menghambat pergerakan laki-laki itu. Luke menjadi benar-benar cepat untuk membantu karena ia bisa mendengar teriakkan Amora dari dalam rumah. “Baiklah, aku serahkan masalah ini padamu.” Hendry menyahut dan setelah melihat anggukan mantap Luke ia segera berlari memasuki kediamannya. Hendry tidak perlu khawatir dengan James. Ia hanya perlu khawatir dengan Amora, kekasihnya. Ia belum memasuki rumah saat penyerangan tiba-tiba dilakukan. Ia tahu Amora di dalam dan ia tahu Amora akan diperlakukan tidak baik. Amora adalah kekasihnya, kekasih yang orang kira belum ia ikat dalam pernikahan. Nyatanya mereka telah menika
Luke memasuki rumah setelah tadi sempat mengangguk beberapa kali pada pengawal yang tengah berjaga. Sebenarnya ia telah selesai sedari tadi, tapi sesuatu menahannya. Ia membantu Hendry mengurus luka-lukanya sementara menunggu Helena untuk mengobati luka-luka yang lebih serius. Ia juga harus mengurus Amora, membantu Hendry yang terluka untuk mengurus kekasihnya. Selain itu ia juga sudah meminta maaf pada pasangan itu karena ia menyebut perempuan yang berharga itu dengan sebutan jalang. Sebutan paling hina yang tidak pantas ia tujukan.“Riana?” Luke pergi ke dapur untuk mencari Rena dan ia malah menemukan Riana yang tengah sibuk di meja dekat lemari pendingin.“Oh, Luke! Kamu telah kembali.” Riana menyapanya dan menyambutnya dengan senyuman yang hampir sama menyenangkannya dengan milik Rena.“Ya, apa yang kamu lakukan?” Luke berbasa-basi. Ia sibuk beberapa hari ini dan tidak memiliki banyak waktu bahkan untuk seked
Rena bergerak ke dalam pelukan suaminya. Kulit mereka yang sama polosnya menyentuh satu sama lain. Ini adalah malam hari jadi pernikahan tahun kelima mereka. Riana dan Jeffrey membawa Edrick untuk menginap di rumah Hendry untuk bermain bersama putri Hendry dan Amora, Liliana Lewis. Mereka bermaksud memberikan waktu berdua pada Luke dan Rena untuk menikmati waktu mereka. Hingga mereka sekarang berada di atas tempat tidur, memutuskan untuk mengakhiri hari jadi pernikahan untuk saling menghangatkan.Rena tersenyum samar dan perlahan menangkup wajah suaminya. Luke terlihat tampan meski keringat mulai membasahi wajah. Menatap Luke seperti ini perlahan membuat Rena mengingat lagi tentang masa lalu mereka. Ia kembali mengingat bagaimana Luke saat dulu pertama kali menyentuhnya. Ia juga kembali mengingat bagaimana raut wajah yang ia tunjukkan. Dahulu wajah tampan itu terisi dengan belas kasihan dan sedikit rasa peduli. Tapi sekarang wajah itu menunjukkan cinta dan kebah
Rena hampir menangis karena air susunya tidak cukup untuk menyusui Edrick. Untung saja ibu mertuanya ikut ke rumah Ploy dan mengambil air susu di lemari pendingin. Ia sempat memerah air susunya sesaat sebelum ia berangkat untuk menyelamatkan Luke.“Sudah, tidak apa-apa. Kamu harus lebih tenang agar produksi susumu baik untuk menyusui Edrick selanjutnya. Air susu perah ini hanya cukup untuk menyusuinya sekali ini saja.” Ibu Luke yang menggendong Edrick dan membantunya meminum susunya, membiarkan Rena menenangkan dirinya sendiri.“Baik, Ibu. Aku mengerti.” Rena menyahut setelah menghela napas panjang untuk sedikit menenangkan diri. Sebenarnya ia tidak bisa tenang saat Luke harus menghadapi bahaya. Tapi ia akan berusaha karena bahkan Ibu Luke sekalipun menunjukkan sikap tubuh penuh ketenangan.“Bagus. Kamu harus tenang. Sebenarnya bukan hanya untuk Edrick tapi juga dirimu sendiri. Kalau kamu terlalu stress dan kelelahan k
Orang-orang itu memasuki sebuah ruangan dengan tenang, mengabaikan wajah terkejut banyak laki-laki di sana. Mereka adalah tamu yang tidak disangka akan datang. Mereka adalah Phoenix dan King. Mereka orang-orang terkejam yang sanggup membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka. Terlebih, mereka datang setelah musibah yang menghampiri Phoenix dan terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh itu.“Ini wilayahku dan kalian masuk tanpa persetujuanku. Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Mark yang geram menyambut keduanya.“Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama? Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan sebelumnya. Hanya saja aku lebih bermoral karena tidak memasuki wilayahmu dengan menyelundup.” Luke menyahut dengan tenang sementara matanya berpendar mencari seseorang lagi pembuat masalah. Hingga ia menemukannya, Jane yang mendekati Mark setelah keluar dari sebuah ruangan,“Sialan. Apa yang ingin kamu l
“Aku tidak bangun untuk melihatmu menangis, Rena.” Suara laki-laki yang masih terdengar lemah itu berisi dengan rasa khawatir. Ia baru saja terbangun lalu menemukan Rena yang langsung menangis.Sedangkan Rena malah menangis semakin keras karena Luke yang berupaya menenangkannya. Rasa lega yang menerjangnya terasa terlalu keras hingga ia sendiri kelimpungan dalam menanggapi. Ia hanya terlalu lega hingga kini membuat Luke yang berubah khawatir padanya.“Apa yang harus dikhawatirkan? Lihatlah! Aku baik-baik saja.” Jawaban Luke membuat ibunya menghela napas jengah.“Kamu membuatku khawatir, Luke. Kamu kehilangan kesadaran di depan wajahku. Saat tenaga medis berusaha menyelamatkanmu, kamu dalam kondisi tidak stabil karena kekurangan darah. Sedangkan di rumah sakit ini hanya tersisa satu kantong darah untukmu dan itu tidak banyak membantu. Aku panik sekali.” Kini Rena yang berbicara, nada suaranya terdengar sedikit kes
Luke tengah berada di ruang operasi. Tenaga medis tengah melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi operasi itu berjalan lama karena kondisi Luke yang tidak stabil. Ia kehilangan banyak darah, sehingga penanganannya harus sangat hati-hati.“Rena, aku tahu kamu cemas. Tapi aku mohon duduklah sebentar, kamu sudah berdiri terlalu lama. Aku tidak mau kamu pingsan saat nanti Edrick harus kau susui.” Itu Alexa yang berbicara. Ia cerewet hari ini karena melihat Rena yang terlalu ceroboh untuk dirinya sendiri. Sebenarnya ia lebih cerewet sebelumnya saat ia menyuruh Rena mengganti baju dengan baju yang Riana bawa. Ia memang sengaja meminta Riana untuk segera menyusul ke rumah sakit dengan bantuan Ben dan membawa setelan baju yang seukuran dengan tubuh kurus Rena. Ia hanya khawatir saat melihat tubuh Rena berbalut darah. Ia juga seseorang yang rela untuk sangat direpotkan saat membantu Rena untuk menghapus noda-noda dara
Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.
Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la
Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia
Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia