“King!” Luke berteriak saat melihat Hendry yang tengah kewalahan melawan beberapa musuh. Ia terlihat mengenaskan dengan luka di seluruh tubuhnya. Ia terlihat lelah hingga tampak tidak lagi mampu bergerak banyak.
“Aku akan mengurus mereka. Kamu masuk dan selamatkan Amora.” Luke bergerak dengan cepat ke dekat Hendry, mengambil alih apa yang menghambat pergerakan laki-laki itu. Luke menjadi benar-benar cepat untuk membantu karena ia bisa mendengar teriakkan Amora dari dalam rumah.
“Baiklah, aku serahkan masalah ini padamu.” Hendry menyahut dan setelah melihat anggukan mantap Luke ia segera berlari memasuki kediamannya.
Hendry tidak perlu khawatir dengan James. Ia hanya perlu khawatir dengan Amora, kekasihnya. Ia belum memasuki rumah saat penyerangan tiba-tiba dilakukan. Ia tahu Amora di dalam dan ia tahu Amora akan diperlakukan tidak baik. Amora adalah kekasihnya, kekasih yang orang kira belum ia ikat dalam pernikahan. Nyatanya mereka telah menika
Warning! Kata-kata kasar bukan untuk ditiru! Hanya untuk keperluan cerita! Tolong bijak dalam membaca!
Luke memasuki rumah setelah tadi sempat mengangguk beberapa kali pada pengawal yang tengah berjaga. Sebenarnya ia telah selesai sedari tadi, tapi sesuatu menahannya. Ia membantu Hendry mengurus luka-lukanya sementara menunggu Helena untuk mengobati luka-luka yang lebih serius. Ia juga harus mengurus Amora, membantu Hendry yang terluka untuk mengurus kekasihnya. Selain itu ia juga sudah meminta maaf pada pasangan itu karena ia menyebut perempuan yang berharga itu dengan sebutan jalang. Sebutan paling hina yang tidak pantas ia tujukan.“Riana?” Luke pergi ke dapur untuk mencari Rena dan ia malah menemukan Riana yang tengah sibuk di meja dekat lemari pendingin.“Oh, Luke! Kamu telah kembali.” Riana menyapanya dan menyambutnya dengan senyuman yang hampir sama menyenangkannya dengan milik Rena.“Ya, apa yang kamu lakukan?” Luke berbasa-basi. Ia sibuk beberapa hari ini dan tidak memiliki banyak waktu bahkan untuk seked
Sejak kehamilan dan pernikahannya, Rena merasakan hidupnya lebih berarti. Memikirkan tentang seorang bayi yang kelak bergelar menjadi anaknya berlindung dan bergantung padanya juga seorang suami yang akan mencintai serta bergantung pada pelayanannya, ia merasa lebih bahagia. Kini ia memahami maksud dari pendewasaan di fase kehidupan yang tepat. Mungkin dalam kasusnya ia menjadi seorang ibu karena ketidaksengajaan. Tapi ia menerimanya dengan hati terbuka. Hatinya telah lebih dulu jatuh cinta pada perasaan berbunga yang ia rasakan di kesehariannya meski sebenarnya masih berwarna biru.Ia yang biasanya hanya merasakan indahnya kehidupan dari bayang-bayang barisan kalimat di tumpukan kertas kini telah merasakan manisnya rasa dari harapan. Ia telah mengerti dengan yang seorang penulis katakan bahwa kata-kata tidak perlu suara untuk berekspresi, kata-kata tidak perlu telinga untuk menyusup ke relung hati. Tapi sekarang ia diberikan harapan untuk merasakan sedikit defi
“Apa-apaan dengan tatapanmu itu?” Tanpa sadar Luke membandingkan Bella dan Rena. Mereka sangat berbeda namun anehnya malah bersahabat. Tapi Ben lebih aneh lagi karena malah mencintai makhluk semenyebalkan itu.“Kenapa? Ingin menjelaskan padaku bahwa seorang perempuan haruslah tidak menatap laki-laki dengan cara seperti ini?” Bella menantang, melangkah maju dan tetap memaku tatapannya dengan cara yang sama.“Bukan seperti itu. Tapi aku bahkan tidak melakukan apapun.” Luke kembali berbicara, menyuarakan sesuatu yang terasa seperti harus ia katakan.“Aku hanya bertingkah kurang sopan pada laki-laki yang menurutku kurang ajar dan berengsek. Sepertimu.”“Aku membuat kesalahan?” Luke menjadi terkejut karena semburan Bella yang tiba-tiba seperti itu. Ia tidak tahu apa yang membuat Bella jadi kesal padanya. Ia ingin berpikir bahwa ia dapat bersifat acuh dengan emosi yang Bella tujukan. Tapi
“Sayang? Apa yang kamu lakukan? Kenapa lama sekali?” Luke berteriak dari dekat kamar mereka. Ia melihat pergelangan tangannya beberapa kali, memeriksa angka jam tangan. Ia tengah menunggu istrinya bersiap-siap karena jadwal mereka malam ini. Kurang lebih 45 menit lagi adalah waktu makan malam mereka.“S-sebentar, Luke. Aku akan keluar dalam kurang dari 5 menit.” Rena menyahut dengan teriakan yang terdengar lembut, meminta suaminya untuk sedikit bersabar.“Baiklah, aku tunggu.” Luke menyahut dengan ringan, tahu Rena akan benar-benar keluar dalam waktu kurang dari 5 menit. Ia menunggu dengan sabar sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku depan celana. Tubuhnya yang tegap membelakangi pintu kamar mereka.Rena keluar dari kamar dan menemukan suaminya yang menunjukkan punggung padanya. Luke tidak tampak gelisah tapi gesturnya yang terlihat menunggu lama tetap membuatnya merasa tidak enak. Riana yang tadi membantu
“Aku senang sekali. Luke rupanya serius ingin berubah, kesempatan ini sangat jarang ia berikan.” Bella kembali mengoceh, merasa benar-benar senang. Rena hanya tertawa di sebelahnya, membiarkan Bella memeluk satu lengannya. Sebenarnya mereka tidak berjalan banyak, mengingat kaki Rena yang sedang bengkak karena kehamilan. Tapi setidaknya mereka duduk dan bercerita banyak di suasana yang berbeda, menerbangkan memori pada saat-saat Rena masih lajang. “Aku juga senang. Kupikir Luke akan melarangku dan kembali bersikap keras kepala seperti biasanya. Aku tidak menyangka bahwa ia bisa bersikap kooperatif.” “Aku juga tidak menyangka, bahkan Ben yang merupakan adik sepupunya. Ia berkata bahwa Luke adalah orang yang sangat keras kepala. Luke sangat sulit untuk diluluhkan, Ben bahkan tidak memiliki satu pun sejarah luluhnya Ben yang bisa ia ingat.” Bella berujar antusias, membandingkan sikap yang Luke berikan pada Ben dan pada Rena. “Kamu tahu, ter
“Kurasa aku tahu. Tapi aku tidak tahu dengan pasti dimana mereka menyandra Rena dan Bella.” Joseph berbicara setelah bertemu mereka. Ia mungkin tahu siapa yang melakukan hal ini tapi ia tidak memiliki petunjuk apapun mengenai tempat kedua submisif itu berada. Luke mengemeletakkan giginya. Joseph memang tahu siapa dalang dibalik semua kekacauan ini tapi ia tidak tahu dimana orang itu berada. Joseph tahu karena mungkin itu adalah orang yang dulu mempekerjakannya tapi ia bukan Ben yang memiliki kemampuan melacak posisi seseorang. “Kita pergi temui Ben, aku yakin ia tahu dimana mereka berada.” Luke yang berbicara. Ia tahu Ben tidak akan memunda waktu untuk melacak dimana letak dua perempuan tersebut mengingat dua orang itu sangat berarti baginya. Kemudian mereka mendengar suara tarikan pelatuk di dekat mereka. Hendry dan Luke benar-benar terkejut dan Joseph bergerak reflek menarik senjata yang ia selipkan di dekat ikat pinggangnya. Tapi kemudian na
“Aku mendapatkan posisi mereka dari melacak ponsel Bella. Aku selalu meletakkan pelacak di sana atas izinnya, tapi terakhir kali aku mendapatkan posisi mereka beberapa saat kemudian mereka menghilang. Kupikir si keparat itu sudah membuang ponselnya, sekarang setidaknya menurutku posisi mereka tidak jauh.” Ben berkata seperti itu dengan menekan keyboard laptopnya cepat. Sepertinya ia masih berusaha mencari posisi Bella dan Rena sekarang.Luke mengerutkan dahi. Apa yang ia pahami dari perkataan Ben adalah mereka kehilangan jejak Bella dan Rena. Itu membuat Luke kebingungan dan ia merasa ini adalah hal yang aneh karena Ben tidak pernah gagal hanya untuk mencari lokasi.“Kamu kehilangan jejak mereka?” Hendry yang bertanya, mewakili semua orang yang berada di dalam mobil itu. Mereka semua merasakan kebingungan yang sama.“Tidak, aku rasa tidak. Aku sudah mulai hampir mendapatkannya, tapi ini hanya sedikit lebih sul
“Kamu ingat apa yang terjadi sebelum kamu tidak sadarkan diri? Itu yang terjadi dan aku tidak tahu kita berada dimana.” Bella menjelaskan dengan perlahan dan berusaha terdengar setenang mungkin saat Rena bangun. Jika ia panik maka Rena dapat menjadi lebih panik.“Kita diculik? Tapi karena apa? Ikatan ini sangat kuat, Bella.” Rena masih menggerakkan tubuhnya dan itu membuat Bella khawatir.“Tenang. Jangan menyakiti dirimu sendiri.” Rena berusaha menenangkan sahabatnya itu.“Bagaimana aku bisa tenang? Kita sedang diculik dan Jeff baru saja tertembak. Itu sesuatu yang buruk.” Rena berujar panik dan ia masih terus bergerak hingga sekarang mulai berkeringat.“Kamu harus tenang, ingat anak yang tengah kamu kandung.” Kata-kata Bella berhasil membuat Rena terdiam. Bella benar, ia bisa saja menyakiti bayinya jika ia terlalu banyak bergerak.“Tenang, Ben dan Luke tidak akan tingg
Rena bergerak ke dalam pelukan suaminya. Kulit mereka yang sama polosnya menyentuh satu sama lain. Ini adalah malam hari jadi pernikahan tahun kelima mereka. Riana dan Jeffrey membawa Edrick untuk menginap di rumah Hendry untuk bermain bersama putri Hendry dan Amora, Liliana Lewis. Mereka bermaksud memberikan waktu berdua pada Luke dan Rena untuk menikmati waktu mereka. Hingga mereka sekarang berada di atas tempat tidur, memutuskan untuk mengakhiri hari jadi pernikahan untuk saling menghangatkan.Rena tersenyum samar dan perlahan menangkup wajah suaminya. Luke terlihat tampan meski keringat mulai membasahi wajah. Menatap Luke seperti ini perlahan membuat Rena mengingat lagi tentang masa lalu mereka. Ia kembali mengingat bagaimana Luke saat dulu pertama kali menyentuhnya. Ia juga kembali mengingat bagaimana raut wajah yang ia tunjukkan. Dahulu wajah tampan itu terisi dengan belas kasihan dan sedikit rasa peduli. Tapi sekarang wajah itu menunjukkan cinta dan kebah
Rena hampir menangis karena air susunya tidak cukup untuk menyusui Edrick. Untung saja ibu mertuanya ikut ke rumah Ploy dan mengambil air susu di lemari pendingin. Ia sempat memerah air susunya sesaat sebelum ia berangkat untuk menyelamatkan Luke.“Sudah, tidak apa-apa. Kamu harus lebih tenang agar produksi susumu baik untuk menyusui Edrick selanjutnya. Air susu perah ini hanya cukup untuk menyusuinya sekali ini saja.” Ibu Luke yang menggendong Edrick dan membantunya meminum susunya, membiarkan Rena menenangkan dirinya sendiri.“Baik, Ibu. Aku mengerti.” Rena menyahut setelah menghela napas panjang untuk sedikit menenangkan diri. Sebenarnya ia tidak bisa tenang saat Luke harus menghadapi bahaya. Tapi ia akan berusaha karena bahkan Ibu Luke sekalipun menunjukkan sikap tubuh penuh ketenangan.“Bagus. Kamu harus tenang. Sebenarnya bukan hanya untuk Edrick tapi juga dirimu sendiri. Kalau kamu terlalu stress dan kelelahan k
Orang-orang itu memasuki sebuah ruangan dengan tenang, mengabaikan wajah terkejut banyak laki-laki di sana. Mereka adalah tamu yang tidak disangka akan datang. Mereka adalah Phoenix dan King. Mereka orang-orang terkejam yang sanggup membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka. Terlebih, mereka datang setelah musibah yang menghampiri Phoenix dan terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh itu.“Ini wilayahku dan kalian masuk tanpa persetujuanku. Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Mark yang geram menyambut keduanya.“Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama? Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan sebelumnya. Hanya saja aku lebih bermoral karena tidak memasuki wilayahmu dengan menyelundup.” Luke menyahut dengan tenang sementara matanya berpendar mencari seseorang lagi pembuat masalah. Hingga ia menemukannya, Jane yang mendekati Mark setelah keluar dari sebuah ruangan,“Sialan. Apa yang ingin kamu l
“Aku tidak bangun untuk melihatmu menangis, Rena.” Suara laki-laki yang masih terdengar lemah itu berisi dengan rasa khawatir. Ia baru saja terbangun lalu menemukan Rena yang langsung menangis.Sedangkan Rena malah menangis semakin keras karena Luke yang berupaya menenangkannya. Rasa lega yang menerjangnya terasa terlalu keras hingga ia sendiri kelimpungan dalam menanggapi. Ia hanya terlalu lega hingga kini membuat Luke yang berubah khawatir padanya.“Apa yang harus dikhawatirkan? Lihatlah! Aku baik-baik saja.” Jawaban Luke membuat ibunya menghela napas jengah.“Kamu membuatku khawatir, Luke. Kamu kehilangan kesadaran di depan wajahku. Saat tenaga medis berusaha menyelamatkanmu, kamu dalam kondisi tidak stabil karena kekurangan darah. Sedangkan di rumah sakit ini hanya tersisa satu kantong darah untukmu dan itu tidak banyak membantu. Aku panik sekali.” Kini Rena yang berbicara, nada suaranya terdengar sedikit kes
Luke tengah berada di ruang operasi. Tenaga medis tengah melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi operasi itu berjalan lama karena kondisi Luke yang tidak stabil. Ia kehilangan banyak darah, sehingga penanganannya harus sangat hati-hati.“Rena, aku tahu kamu cemas. Tapi aku mohon duduklah sebentar, kamu sudah berdiri terlalu lama. Aku tidak mau kamu pingsan saat nanti Edrick harus kau susui.” Itu Alexa yang berbicara. Ia cerewet hari ini karena melihat Rena yang terlalu ceroboh untuk dirinya sendiri. Sebenarnya ia lebih cerewet sebelumnya saat ia menyuruh Rena mengganti baju dengan baju yang Riana bawa. Ia memang sengaja meminta Riana untuk segera menyusul ke rumah sakit dengan bantuan Ben dan membawa setelan baju yang seukuran dengan tubuh kurus Rena. Ia hanya khawatir saat melihat tubuh Rena berbalut darah. Ia juga seseorang yang rela untuk sangat direpotkan saat membantu Rena untuk menghapus noda-noda dara
Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.
Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la
Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia
Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia