“Sayang? Apa yang kamu lakukan? Kenapa lama sekali?” Luke berteriak dari dekat kamar mereka. Ia melihat pergelangan tangannya beberapa kali, memeriksa angka jam tangan. Ia tengah menunggu istrinya bersiap-siap karena jadwal mereka malam ini. Kurang lebih 45 menit lagi adalah waktu makan malam mereka.
“S-sebentar, Luke. Aku akan keluar dalam kurang dari 5 menit.” Rena menyahut dengan teriakan yang terdengar lembut, meminta suaminya untuk sedikit bersabar.
“Baiklah, aku tunggu.” Luke menyahut dengan ringan, tahu Rena akan benar-benar keluar dalam waktu kurang dari 5 menit. Ia menunggu dengan sabar sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku depan celana. Tubuhnya yang tegap membelakangi pintu kamar mereka.
Rena keluar dari kamar dan menemukan suaminya yang menunjukkan punggung padanya. Luke tidak tampak gelisah tapi gesturnya yang terlihat menunggu lama tetap membuatnya merasa tidak enak. Riana yang tadi membantu
“Aku senang sekali. Luke rupanya serius ingin berubah, kesempatan ini sangat jarang ia berikan.” Bella kembali mengoceh, merasa benar-benar senang. Rena hanya tertawa di sebelahnya, membiarkan Bella memeluk satu lengannya. Sebenarnya mereka tidak berjalan banyak, mengingat kaki Rena yang sedang bengkak karena kehamilan. Tapi setidaknya mereka duduk dan bercerita banyak di suasana yang berbeda, menerbangkan memori pada saat-saat Rena masih lajang. “Aku juga senang. Kupikir Luke akan melarangku dan kembali bersikap keras kepala seperti biasanya. Aku tidak menyangka bahwa ia bisa bersikap kooperatif.” “Aku juga tidak menyangka, bahkan Ben yang merupakan adik sepupunya. Ia berkata bahwa Luke adalah orang yang sangat keras kepala. Luke sangat sulit untuk diluluhkan, Ben bahkan tidak memiliki satu pun sejarah luluhnya Ben yang bisa ia ingat.” Bella berujar antusias, membandingkan sikap yang Luke berikan pada Ben dan pada Rena. “Kamu tahu, ter
“Kurasa aku tahu. Tapi aku tidak tahu dengan pasti dimana mereka menyandra Rena dan Bella.” Joseph berbicara setelah bertemu mereka. Ia mungkin tahu siapa yang melakukan hal ini tapi ia tidak memiliki petunjuk apapun mengenai tempat kedua submisif itu berada. Luke mengemeletakkan giginya. Joseph memang tahu siapa dalang dibalik semua kekacauan ini tapi ia tidak tahu dimana orang itu berada. Joseph tahu karena mungkin itu adalah orang yang dulu mempekerjakannya tapi ia bukan Ben yang memiliki kemampuan melacak posisi seseorang. “Kita pergi temui Ben, aku yakin ia tahu dimana mereka berada.” Luke yang berbicara. Ia tahu Ben tidak akan memunda waktu untuk melacak dimana letak dua perempuan tersebut mengingat dua orang itu sangat berarti baginya. Kemudian mereka mendengar suara tarikan pelatuk di dekat mereka. Hendry dan Luke benar-benar terkejut dan Joseph bergerak reflek menarik senjata yang ia selipkan di dekat ikat pinggangnya. Tapi kemudian na
“Aku mendapatkan posisi mereka dari melacak ponsel Bella. Aku selalu meletakkan pelacak di sana atas izinnya, tapi terakhir kali aku mendapatkan posisi mereka beberapa saat kemudian mereka menghilang. Kupikir si keparat itu sudah membuang ponselnya, sekarang setidaknya menurutku posisi mereka tidak jauh.” Ben berkata seperti itu dengan menekan keyboard laptopnya cepat. Sepertinya ia masih berusaha mencari posisi Bella dan Rena sekarang.Luke mengerutkan dahi. Apa yang ia pahami dari perkataan Ben adalah mereka kehilangan jejak Bella dan Rena. Itu membuat Luke kebingungan dan ia merasa ini adalah hal yang aneh karena Ben tidak pernah gagal hanya untuk mencari lokasi.“Kamu kehilangan jejak mereka?” Hendry yang bertanya, mewakili semua orang yang berada di dalam mobil itu. Mereka semua merasakan kebingungan yang sama.“Tidak, aku rasa tidak. Aku sudah mulai hampir mendapatkannya, tapi ini hanya sedikit lebih sul
“Kamu ingat apa yang terjadi sebelum kamu tidak sadarkan diri? Itu yang terjadi dan aku tidak tahu kita berada dimana.” Bella menjelaskan dengan perlahan dan berusaha terdengar setenang mungkin saat Rena bangun. Jika ia panik maka Rena dapat menjadi lebih panik.“Kita diculik? Tapi karena apa? Ikatan ini sangat kuat, Bella.” Rena masih menggerakkan tubuhnya dan itu membuat Bella khawatir.“Tenang. Jangan menyakiti dirimu sendiri.” Rena berusaha menenangkan sahabatnya itu.“Bagaimana aku bisa tenang? Kita sedang diculik dan Jeff baru saja tertembak. Itu sesuatu yang buruk.” Rena berujar panik dan ia masih terus bergerak hingga sekarang mulai berkeringat.“Kamu harus tenang, ingat anak yang tengah kamu kandung.” Kata-kata Bella berhasil membuat Rena terdiam. Bella benar, ia bisa saja menyakiti bayinya jika ia terlalu banyak bergerak.“Tenang, Ben dan Luke tidak akan tingg
“Selamat datang, Tamuku.” Mark berujar demikian setelah melihat Luke dan Hendry yang juga memasuki ruangan itu. Tapi ia tidak bergerak sedikitpun, masih menyatu dengan tubuh liat Bella.“Berhenti! Menjauh darinya!” Ben meraung, rasa marahnya telah sampai ke ubun-ubun.“Kamu pikir aku akan melepaskannya? Kenikmatan ini yang sangat aku dambakan. Kamu tidak berhak menyuruhku, kamu hanya anjing Phoenix”“Berhenti sekarang atau aku akan menembakmu!” Ben berteriak mengancam, moncong pistolnya mengarah ke arah Mark yang tidak berhenti bergerak.Nafas Ben memburu saat mendengar kalimat meremehkan Mark. Tapi ia tidak mampu menyangkal, Mark benar bahwa ia hanya bawahan Phoenix. Semarah apapun ia, ia tidak boleh menarik pelatuknya tanpa perintah dari tuannya.DOR!Semua orang di ruangan itu membeku. Mark terdiam lalu roboh. Tubuh tegap itu tergeletak tak bergerak.“Kalian
Luke melangkah dengan Rena di rengkuhannya. Rena terlihat ragu dan canggung untuk melangkah memasuki rumah sederhana Bella dan Ben. Ia menjadi lebih ragu saat Ben membukakan pintu kamar dan mempersilakan ia masuk.“Ayo masuk, Rena.” Luke berbicara dengan nada membujuk. Tangannya bertengger tanpa kekuatan di pinggul istrinya. Ia tidak ingin memaksa Rena karena ia tahu perempuan itu masih menata perasaannya. Karena itu juga Luke yang memegang sebuket bunga yang tadi diminta Rena. Mereka membawa sebuket bunga tulip merah muda. Bunga-bunga yang indah seindah maknanya.Luke tersenyum lembut saat Rena telah memberanikan diri untuk melangkah masuk. Sedikit banyak ia merasa bangga melihat Rena yang berusaha menguasai ketakutannya. Istrinya adalah seseorang yang kuat.“Ini untuk Bella. Bunga ini melambangkan perasaan kasih dan harapan baik kami untuknya. Kami memilih bunga yang menggambarkan jiwanya. Jiwa penuh kepedulian, kemurnian dan ke
Kini sudah sebulan sejak Bella pergi ke Amerika. Ben memutuskan untuk membawa Bella ke sana. Tempat itu adalah tempat yang Ben yakini dapat membantu kesembuhan Bella. Sepertinya hal itu benar, mengingat Bella yang kemarin menghubungi Rena dengan lebih ceria. Hingga Rena juga menjadi lebih ceria hari ini.“Hei, Rena!” Luke menyapa Rena yang sedang duduk di dekat meja makan. Susu ibu hamil yang tersisa sedikit berada di depannya. Sedangkan Riana sedang sibuk di dekat kompor, sepertinya sedang membuat makanan manis karena Luke menghirup bau coklat bahkan sejak ia masih di ruang tengah.“Oh, Luke! Kamu sudah pulang.” Rena bangkit dari duduknya dengan gerakan yang lambat. Perut Rena telah lebih besar dari sebelumnya, meski masih belum bisa dikatakan normal. Perempuan yang tidak begitu berisi itu mulai kepayahan membawa perutnya sendiri sehingga ia menjadi lamban.“Ya, sebenarnya sudah cukup lama karena aku sempat ke kamar d
“Jane, keluar dari ruanganku. Apapun yang coba kamu jelaskan tidak memiliki hubungan apapun lagi denganku.” Luke berbicara dengan keras. Ia tidak marah tentang apa yang Jane lakukan. Ia hanya merasa terganggu karena Jane masih bertingkah seperti kekasihnya di saat mereka tidak lagi dalam hubungan apapun.“Aku dan Mark, kami tidak memiliki hubungan apapun. Kamu tahu aku, aku hanya mencintaimu.” Jane kembali menjelaskan, sama kerasnya dengan usaha Luke untuk mengusirnya.“Jane, kita tidak lagi memiliki hubungan apapun. Tidak sejak aku jatuh cinta dengan istriku. Terlebih karena ia mengandung, aku tidak lagi ingin mengkhianatinya.”“Semua hanya karena ia dapat hamil? Kamu mencintainya karena ia dapat hamil? Kalau kita berdua, kita bahkan masih bisa memiliki anak.” Jane mulai protes, tidak terima dengan alasan Luke menolaknya.“Aku jatuh cinta padanya karena itu dia, terlebih dia telah
Rena bergerak ke dalam pelukan suaminya. Kulit mereka yang sama polosnya menyentuh satu sama lain. Ini adalah malam hari jadi pernikahan tahun kelima mereka. Riana dan Jeffrey membawa Edrick untuk menginap di rumah Hendry untuk bermain bersama putri Hendry dan Amora, Liliana Lewis. Mereka bermaksud memberikan waktu berdua pada Luke dan Rena untuk menikmati waktu mereka. Hingga mereka sekarang berada di atas tempat tidur, memutuskan untuk mengakhiri hari jadi pernikahan untuk saling menghangatkan.Rena tersenyum samar dan perlahan menangkup wajah suaminya. Luke terlihat tampan meski keringat mulai membasahi wajah. Menatap Luke seperti ini perlahan membuat Rena mengingat lagi tentang masa lalu mereka. Ia kembali mengingat bagaimana Luke saat dulu pertama kali menyentuhnya. Ia juga kembali mengingat bagaimana raut wajah yang ia tunjukkan. Dahulu wajah tampan itu terisi dengan belas kasihan dan sedikit rasa peduli. Tapi sekarang wajah itu menunjukkan cinta dan kebah
Rena hampir menangis karena air susunya tidak cukup untuk menyusui Edrick. Untung saja ibu mertuanya ikut ke rumah Ploy dan mengambil air susu di lemari pendingin. Ia sempat memerah air susunya sesaat sebelum ia berangkat untuk menyelamatkan Luke.“Sudah, tidak apa-apa. Kamu harus lebih tenang agar produksi susumu baik untuk menyusui Edrick selanjutnya. Air susu perah ini hanya cukup untuk menyusuinya sekali ini saja.” Ibu Luke yang menggendong Edrick dan membantunya meminum susunya, membiarkan Rena menenangkan dirinya sendiri.“Baik, Ibu. Aku mengerti.” Rena menyahut setelah menghela napas panjang untuk sedikit menenangkan diri. Sebenarnya ia tidak bisa tenang saat Luke harus menghadapi bahaya. Tapi ia akan berusaha karena bahkan Ibu Luke sekalipun menunjukkan sikap tubuh penuh ketenangan.“Bagus. Kamu harus tenang. Sebenarnya bukan hanya untuk Edrick tapi juga dirimu sendiri. Kalau kamu terlalu stress dan kelelahan k
Orang-orang itu memasuki sebuah ruangan dengan tenang, mengabaikan wajah terkejut banyak laki-laki di sana. Mereka adalah tamu yang tidak disangka akan datang. Mereka adalah Phoenix dan King. Mereka orang-orang terkejam yang sanggup membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka. Terlebih, mereka datang setelah musibah yang menghampiri Phoenix dan terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh itu.“Ini wilayahku dan kalian masuk tanpa persetujuanku. Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Mark yang geram menyambut keduanya.“Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama? Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan sebelumnya. Hanya saja aku lebih bermoral karena tidak memasuki wilayahmu dengan menyelundup.” Luke menyahut dengan tenang sementara matanya berpendar mencari seseorang lagi pembuat masalah. Hingga ia menemukannya, Jane yang mendekati Mark setelah keluar dari sebuah ruangan,“Sialan. Apa yang ingin kamu l
“Aku tidak bangun untuk melihatmu menangis, Rena.” Suara laki-laki yang masih terdengar lemah itu berisi dengan rasa khawatir. Ia baru saja terbangun lalu menemukan Rena yang langsung menangis.Sedangkan Rena malah menangis semakin keras karena Luke yang berupaya menenangkannya. Rasa lega yang menerjangnya terasa terlalu keras hingga ia sendiri kelimpungan dalam menanggapi. Ia hanya terlalu lega hingga kini membuat Luke yang berubah khawatir padanya.“Apa yang harus dikhawatirkan? Lihatlah! Aku baik-baik saja.” Jawaban Luke membuat ibunya menghela napas jengah.“Kamu membuatku khawatir, Luke. Kamu kehilangan kesadaran di depan wajahku. Saat tenaga medis berusaha menyelamatkanmu, kamu dalam kondisi tidak stabil karena kekurangan darah. Sedangkan di rumah sakit ini hanya tersisa satu kantong darah untukmu dan itu tidak banyak membantu. Aku panik sekali.” Kini Rena yang berbicara, nada suaranya terdengar sedikit kes
Luke tengah berada di ruang operasi. Tenaga medis tengah melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi operasi itu berjalan lama karena kondisi Luke yang tidak stabil. Ia kehilangan banyak darah, sehingga penanganannya harus sangat hati-hati.“Rena, aku tahu kamu cemas. Tapi aku mohon duduklah sebentar, kamu sudah berdiri terlalu lama. Aku tidak mau kamu pingsan saat nanti Edrick harus kau susui.” Itu Alexa yang berbicara. Ia cerewet hari ini karena melihat Rena yang terlalu ceroboh untuk dirinya sendiri. Sebenarnya ia lebih cerewet sebelumnya saat ia menyuruh Rena mengganti baju dengan baju yang Riana bawa. Ia memang sengaja meminta Riana untuk segera menyusul ke rumah sakit dengan bantuan Ben dan membawa setelan baju yang seukuran dengan tubuh kurus Rena. Ia hanya khawatir saat melihat tubuh Rena berbalut darah. Ia juga seseorang yang rela untuk sangat direpotkan saat membantu Rena untuk menghapus noda-noda dara
Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.
Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la
Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia
Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia