Luke melangkah dengan Rena di rengkuhannya. Rena terlihat ragu dan canggung untuk melangkah memasuki rumah sederhana Bella dan Ben. Ia menjadi lebih ragu saat Ben membukakan pintu kamar dan mempersilakan ia masuk.
“Ayo masuk, Rena.” Luke berbicara dengan nada membujuk. Tangannya bertengger tanpa kekuatan di pinggul istrinya. Ia tidak ingin memaksa Rena karena ia tahu perempuan itu masih menata perasaannya. Karena itu juga Luke yang memegang sebuket bunga yang tadi diminta Rena. Mereka membawa sebuket bunga tulip merah muda. Bunga-bunga yang indah seindah maknanya.
Luke tersenyum lembut saat Rena telah memberanikan diri untuk melangkah masuk. Sedikit banyak ia merasa bangga melihat Rena yang berusaha menguasai ketakutannya. Istrinya adalah seseorang yang kuat.
“Ini untuk Bella. Bunga ini melambangkan perasaan kasih dan harapan baik kami untuknya. Kami memilih bunga yang menggambarkan jiwanya. Jiwa penuh kepedulian, kemurnian dan ke
Kini sudah sebulan sejak Bella pergi ke Amerika. Ben memutuskan untuk membawa Bella ke sana. Tempat itu adalah tempat yang Ben yakini dapat membantu kesembuhan Bella. Sepertinya hal itu benar, mengingat Bella yang kemarin menghubungi Rena dengan lebih ceria. Hingga Rena juga menjadi lebih ceria hari ini.“Hei, Rena!” Luke menyapa Rena yang sedang duduk di dekat meja makan. Susu ibu hamil yang tersisa sedikit berada di depannya. Sedangkan Riana sedang sibuk di dekat kompor, sepertinya sedang membuat makanan manis karena Luke menghirup bau coklat bahkan sejak ia masih di ruang tengah.“Oh, Luke! Kamu sudah pulang.” Rena bangkit dari duduknya dengan gerakan yang lambat. Perut Rena telah lebih besar dari sebelumnya, meski masih belum bisa dikatakan normal. Perempuan yang tidak begitu berisi itu mulai kepayahan membawa perutnya sendiri sehingga ia menjadi lamban.“Ya, sebenarnya sudah cukup lama karena aku sempat ke kamar d
“Jane, keluar dari ruanganku. Apapun yang coba kamu jelaskan tidak memiliki hubungan apapun lagi denganku.” Luke berbicara dengan keras. Ia tidak marah tentang apa yang Jane lakukan. Ia hanya merasa terganggu karena Jane masih bertingkah seperti kekasihnya di saat mereka tidak lagi dalam hubungan apapun.“Aku dan Mark, kami tidak memiliki hubungan apapun. Kamu tahu aku, aku hanya mencintaimu.” Jane kembali menjelaskan, sama kerasnya dengan usaha Luke untuk mengusirnya.“Jane, kita tidak lagi memiliki hubungan apapun. Tidak sejak aku jatuh cinta dengan istriku. Terlebih karena ia mengandung, aku tidak lagi ingin mengkhianatinya.”“Semua hanya karena ia dapat hamil? Kamu mencintainya karena ia dapat hamil? Kalau kita berdua, kita bahkan masih bisa memiliki anak.” Jane mulai protes, tidak terima dengan alasan Luke menolaknya.“Aku jatuh cinta padanya karena itu dia, terlebih dia telah
“Luke, cobalah untuk sedikit lebih tenang.” Amora baru saja datang. Laki-laki itu terlihat sangat cemas dan berantakan, Amora jadi khawatir. Hanya satu yang membuatnya sedikit lega, Luke sudah mengganti pakaiannya. Itu berarti Jeffrey menuruti perkataannya saat datang ke rumahnya dan Hendry.“Amora.” Luke menggumamkan dalam sebuah bisikan. Ia tidak terkejut, hanya heran bagaimana Amora bisa berada di sana saat ia tidak mengabari siapapun.“Ia datang bersama Hendry, aku yang meminta mereka kemari. Kita perlu darah. Hanya Hendry, Ben dan Bella yang memiliki golongan darah yang sama dengan Rena. Tapi aku tahu kamu pasti melarang aku memberitahu Ben agar Bella baik-baik saja di sana. Jadi aku memberitahu Hendry dan memintanya untuk mendonorkan darah.” Jeffrey menjawab pertanyaan yang tidak Luke utarakan. Ia hidup bersama Luke selama hampir di seumur hidupnya sehingga menjadi sangat mengenal perangai laki-laki itu.
Lampu ruangan operasi telah padam. Sebentar lagi Hongli akan keluar, Luke yakin itu. Ia merasa yakin tapi juga takut dengan apa yang akan dokter itu sampaikan. Ia takut terlebih saat ia tidak mendengar bunyi tangis bayinya.Luke meremas tangannya sendiri. Ia sangat takut sekarang. Ia takut bayinya tidak bertahan. Hingga saat ia melihat seorang perawat tengah mendorong sesuatu dan keluar dari ruangan operasi.“Luke.” Hongli keluar dengan wajahnya yang tampak lelah. Operasi ini sangat rumit dan menjadi lebih lama dari yang ia bayangkan.“Hongli, bagaimana?” Luke segera bertanya dan ia melihat Hongli sempat tersenyum dan membungkuk pada orang tuanya.“Selamat, Luke. Istrimu memang luar biasa. Ia kuat, ia mampu melewati semuanya.” Hongli tersenyum hangat.“Syukurlah, tapi bagaimana bayiku? Aku tidak mendengar suara tangisnya.” Luke sedikit bersyukur tapi masih merasa panik.“Bay
Luke mengusap wajahnya yang lelah setelah tertidur singkat. Matanya yang bulat menjelajah mengelilingi kamar rawat istrinya. Rena masih di sana, masih terdiam dengan mata yang tertutup rapat. Perlahan Luke bangun, sekarang ia hanya sendiri. Jeffrey tengah keluar bersama Riana untuk membeli makanan dan sepertinya mereka pulang sebentar untuk menyiapkan peralatan Jeffrey yang akan ikut menginap. Sedangkan ayah dan ibunya sudah pergi karena mereka memang sangat sibuk.“Sayang, kenapa tidurmu lama sekali? Kamu lelah?” Luke mulai berbicara sendiri. Tangannya yang kasar dan kekar terangkat untuk mengusap kening dan rambut istrinya.“Kamu pasti lelah. Kamu telah berjuang, Sayang. Kamu luar biasa, kamu ibu yang hebat. Sekarang bayi kita telah lahir dengan sehat dan selamat. Terima kasih.” Kali ini matanya terlihat berkaca-kaca. Ia benar-benar sangat bersyukur dan merasa begitu beruntung karena dipertemukan dengan seorang malaikat tanpa say
“Sudah selesai, Tuan. Nyonya Armstrong sudah boleh ditemui.” Seorang perawat yang tadi dipercaya untuk menangani Rena keluar dari ruang rawat inap dengan tersenyum.“Baiklah. Aku akan menemuinya. Terima kasih.” Luke menyahut dengan sedikit ceria lalu segera memasuki ruangan berpintu putih itu. Tanpa sadar ia bergerak sendiri, sedangkan orang-orang di sana memilih untuk diam dan memberikan mereka waktu untuk berdua.Luke membuka pintu dengan perlahan untuk kemudian melihat tatapan Rena yang mengarah padanya. Luke kembali tersenyum, berusaha besar mengendalikan langkahnya agar tidak terlihat memburu. Ia sangat tidak sabar untuk dapat menyentuh istrinya, memeluk dan membelainya seperti sebelumnya.“Luke …” Rena membisikkan namanya dengan penuh minat. Mata coklatnya mengikuti setiap langkah suaminya.“Hei!” Sedangkan Luke menyahutnya dengan sapaan kecil yang terdengar akrab. Bibir tebal itu
Rena menatap Edrick yang tengah menyusu padanya dengan pandangan yang lembut. Hari ini adalah hari terakhirnya di rumah sakit setelah hampir dua minggu ia dan putranya mendapat perawatan di sana. Riana sedang sibuk mengurus barang-barangnya. Sedangkan Jeffrey tengah menjemput Luke dari kantor yang akan ikut menjemputnya.“Rena.” Riana memanggil dengan lembut. Ia merasa sedikit segan untuk mengganggu Rena bersama putranya.“Ya?” Rena menyahut tapi masih tidak berhenti memperhatikan putranya yang sedang menyusu. Edrick sangat menggemaskan, pipinya yang bulat dan kemerahan menempel di dadanya hingga terlihat sangat gempal.“Aku akan mengurus beberapa urusanmu, kamu tunggulah di sini. Jeff mengatakan padaku bahwa mereka akan tiba sebentar lagi.” Riana berbicara sambil meletakkan tas yang membawa peralatan Rena dan Edrick ke atas sofa. Ia terlihat tidak terlalu peduli dengan Rena yang bahkan tidak berpaling menatapnya
Suara tawa yang ceria mengisi kamar yang megah itu. Seorang makhluk kecil terlihat menggeliat antusias di atas tempat tidur. Sedang seorang perempuan mungil yang baru saja memakaikannya baju sedang tertawa gemas. Edrick termasuk bayi aktif untuk ukuran bayi yang lahir prematur. Ibunya sampai merasa sedikit kewalahan untuk memandikannya. Sebenarnya Riana ingin membantu adiknya yang masih dalam tahap pemulihan itu, tapi Rena menolak dan mengatakan jika ia merasa senang untuk mengurus putranya.“Putra Mommy sudah tampan, sekarang kita akan menemui Aunty Riana. Edrick ingin bermain, bukan?” Rena menggendong tubuh ringan bayinya untuk ia titipkan pada Riana. Ia ingin bermain dengan putranya, tapi ia harus segera bersiap. Hari ini ia harus mengunjungi Hongli untuk memeriksakan bekas jahitan.Rena mengecup pipi gembil putranya kembali lalu memilih untuk keluar kamar. Suasana rumah mereka benar-benar sepi meski Luke memiliki beberapa
Rena bergerak ke dalam pelukan suaminya. Kulit mereka yang sama polosnya menyentuh satu sama lain. Ini adalah malam hari jadi pernikahan tahun kelima mereka. Riana dan Jeffrey membawa Edrick untuk menginap di rumah Hendry untuk bermain bersama putri Hendry dan Amora, Liliana Lewis. Mereka bermaksud memberikan waktu berdua pada Luke dan Rena untuk menikmati waktu mereka. Hingga mereka sekarang berada di atas tempat tidur, memutuskan untuk mengakhiri hari jadi pernikahan untuk saling menghangatkan.Rena tersenyum samar dan perlahan menangkup wajah suaminya. Luke terlihat tampan meski keringat mulai membasahi wajah. Menatap Luke seperti ini perlahan membuat Rena mengingat lagi tentang masa lalu mereka. Ia kembali mengingat bagaimana Luke saat dulu pertama kali menyentuhnya. Ia juga kembali mengingat bagaimana raut wajah yang ia tunjukkan. Dahulu wajah tampan itu terisi dengan belas kasihan dan sedikit rasa peduli. Tapi sekarang wajah itu menunjukkan cinta dan kebah
Rena hampir menangis karena air susunya tidak cukup untuk menyusui Edrick. Untung saja ibu mertuanya ikut ke rumah Ploy dan mengambil air susu di lemari pendingin. Ia sempat memerah air susunya sesaat sebelum ia berangkat untuk menyelamatkan Luke.“Sudah, tidak apa-apa. Kamu harus lebih tenang agar produksi susumu baik untuk menyusui Edrick selanjutnya. Air susu perah ini hanya cukup untuk menyusuinya sekali ini saja.” Ibu Luke yang menggendong Edrick dan membantunya meminum susunya, membiarkan Rena menenangkan dirinya sendiri.“Baik, Ibu. Aku mengerti.” Rena menyahut setelah menghela napas panjang untuk sedikit menenangkan diri. Sebenarnya ia tidak bisa tenang saat Luke harus menghadapi bahaya. Tapi ia akan berusaha karena bahkan Ibu Luke sekalipun menunjukkan sikap tubuh penuh ketenangan.“Bagus. Kamu harus tenang. Sebenarnya bukan hanya untuk Edrick tapi juga dirimu sendiri. Kalau kamu terlalu stress dan kelelahan k
Orang-orang itu memasuki sebuah ruangan dengan tenang, mengabaikan wajah terkejut banyak laki-laki di sana. Mereka adalah tamu yang tidak disangka akan datang. Mereka adalah Phoenix dan King. Mereka orang-orang terkejam yang sanggup membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka. Terlebih, mereka datang setelah musibah yang menghampiri Phoenix dan terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh itu.“Ini wilayahku dan kalian masuk tanpa persetujuanku. Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Mark yang geram menyambut keduanya.“Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama? Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan sebelumnya. Hanya saja aku lebih bermoral karena tidak memasuki wilayahmu dengan menyelundup.” Luke menyahut dengan tenang sementara matanya berpendar mencari seseorang lagi pembuat masalah. Hingga ia menemukannya, Jane yang mendekati Mark setelah keluar dari sebuah ruangan,“Sialan. Apa yang ingin kamu l
“Aku tidak bangun untuk melihatmu menangis, Rena.” Suara laki-laki yang masih terdengar lemah itu berisi dengan rasa khawatir. Ia baru saja terbangun lalu menemukan Rena yang langsung menangis.Sedangkan Rena malah menangis semakin keras karena Luke yang berupaya menenangkannya. Rasa lega yang menerjangnya terasa terlalu keras hingga ia sendiri kelimpungan dalam menanggapi. Ia hanya terlalu lega hingga kini membuat Luke yang berubah khawatir padanya.“Apa yang harus dikhawatirkan? Lihatlah! Aku baik-baik saja.” Jawaban Luke membuat ibunya menghela napas jengah.“Kamu membuatku khawatir, Luke. Kamu kehilangan kesadaran di depan wajahku. Saat tenaga medis berusaha menyelamatkanmu, kamu dalam kondisi tidak stabil karena kekurangan darah. Sedangkan di rumah sakit ini hanya tersisa satu kantong darah untukmu dan itu tidak banyak membantu. Aku panik sekali.” Kini Rena yang berbicara, nada suaranya terdengar sedikit kes
Luke tengah berada di ruang operasi. Tenaga medis tengah melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi operasi itu berjalan lama karena kondisi Luke yang tidak stabil. Ia kehilangan banyak darah, sehingga penanganannya harus sangat hati-hati.“Rena, aku tahu kamu cemas. Tapi aku mohon duduklah sebentar, kamu sudah berdiri terlalu lama. Aku tidak mau kamu pingsan saat nanti Edrick harus kau susui.” Itu Alexa yang berbicara. Ia cerewet hari ini karena melihat Rena yang terlalu ceroboh untuk dirinya sendiri. Sebenarnya ia lebih cerewet sebelumnya saat ia menyuruh Rena mengganti baju dengan baju yang Riana bawa. Ia memang sengaja meminta Riana untuk segera menyusul ke rumah sakit dengan bantuan Ben dan membawa setelan baju yang seukuran dengan tubuh kurus Rena. Ia hanya khawatir saat melihat tubuh Rena berbalut darah. Ia juga seseorang yang rela untuk sangat direpotkan saat membantu Rena untuk menghapus noda-noda dara
Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.
Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la
Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia
Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia