“Hati-hati, Rena.” Luke mengucapkannya saat Rena menaiki anak tangga terakhir menuju kamar mereka. Setelah sedikit berbincang dengan sekretaris Hendry tadi mereka segera kembali. Luke semakin mantap untuk kembali dan memasuki ruang kerjanya setelah ia menemukan kain bertuliskan darah di dalam mobilnya. Lagi, teror yang sama. Untung saja Luke lebih dulu memasuki mobil dan sempat menyimpan kain itu di saku celana formalnya tepat sebelum membantu Rena untuk duduk di sebelahnya.
Berbicara tentang teror, Luke telah meminta Ben untuk menghubungi seseorang terpercaya pada hari-hari sebelumnya agar segera menyelidiki. Luke telah menyerahkan kain yang sebelumnya pada Ben. Ia benar-benar berhati-hati sehingga memberi itu saat Rena beristirahat di rumah sakit.
Luke langsung melepaskan jasnya sesaat setelah mereka memasuki kamar dan Rena yang melihat itu segera mendekati Luke untuk menyampirkan jas itu di lengannya. Rena tampak lelah, Luke kira itu karena
Luke bisa melihat seorang pria jangkung memasuki ruangannya dengan cara yang cukup formal. Johnny Lee adalah seorang detektif swasta yang juga bekerja untuk ia dan Hendry mengingat mereka selalu memberikan uang yang benar-benar tebal untuknya. Johnny membungkuk dalam lalu mengangkat tubuh setelah Luke mengangguk. Mereka masih diam hingga pintu telah ditutup oleh pengawal yang tadi mengantar Johnny. “Bagaimana kabarmu, Phoenix?” Ia mulai menyapa. “Cukup baik jika kamu memberikan apa yang aku mau.” Benar-benar Phoenix, jawaban yang membuat Johnny menyeringai. “Seperti biasa, selalu tajam. Bagaimana jika tidak?” Johnny mengangkat satu alisnya main-main. “Maka kamu akan menemukan tubuhmu sendiri dalam kondisi terikat dan setidaknya dua tulang patah besok pagi.” Luke mengendikkan bahunya dengan acuh, sungguh berbeda dengan kalimatnya yang mengerikan. “Wow! Relax, Phoenix.” Johnny tertawa lalu mendudukan tubuhnya pada sebuah
Rena mengambil sebuah celana kain hitam dari dalam sebuah lemari, lalu meletakkannya di atas ranjang. Kaki-kakinya yang mungil kemudian melangkah ke arah lemari yang lain untuk mengambil sebuah kemeja. Tapi ia berencana untuk tidak dulu mengambil dasi karena ia tidak tahu di mana Luke akan bekerja hari ini. Luke hanya akan mengenakan dasi dan jas jika ia bekerja di kantor.“Yang hitam.” Rena tersentak saat sebuah suara mengintrupsinya. Ia berbalik perlahan untuk menemukan Luke yang berdiri di depan pintu kamar mandi dengan sebuah handuk yang melingkar rendah di pinggulnya.“Hari ini adalah kemeja hitam tanpa dasi. Aku ingin kemeja hitam.” Luke kembali berbicara saat menemukan Rena yang hanya terdiam menatapnya. Tatapannya yang tajam sedikit menghujam Rena, Luke terlihat marah meski ia tahu rasa marah itu bukan untuknya.Rena segera berbalik untuk memilah sebuah kemeja hitam yang tergantung banyak di lemari. Rena tahu kurang
“Orang itu mengancam untuk melibatkan Irene. Aku tidak bisa untuk menolak.” Joseph berkata jujur, sejujur yang ia bisa untuk menjelaskan bahwa ia juga tertekan. “Tapi kamu tidak mengatakan apapun pada kami.” Luke mulai menuntut. “Apa kamu kira tetesan darah itu murni karena kecerobohanku? Aku tidak sebodoh itu. Aku adalah kaki tangan seorang King. Berhati-hati adalah bagian dari diriku dan aku tidak pernah melupakan itu. Aku memberitahumu, Phoenix.” “Kamu benar-benar kaki tangan yang luar biasa. Aku kagum pada cara cerdasmmu. Untuk sekarang, bisakah kamu sedikit bermurah hati memberitahuku siapa dalang dari semua ini?” Luke berjongkok di depan wajah Joseph, menatapnya dengan tatapan penuh perintah. “Aku tidak bisa.” Tapi Joseph malah menolak. “Kamu tidak bisa, maka aku akan meminta sebuah alasan.” Luke mulai menggertak. Ia mulai bosan dengan permainan menjijikkan ini. “Aku tidak bisa membiarkan mereka menyentuh Irene.”
“Bagaimana kabarmu?” Ben sedikit berbasa-basi. Sedikit banyak ia menyampaikan pertanyaan Bella karena kekasihnya itu sungguh mengkhawatirkan kondisi Rena yang tengah mengandung. Kekasih Ben itu sebenarnya sangat merindukan Rena. Tapi beberapa hari ini Amora tidak sering menjalankan kafe sehingga Bella yang dipercaya untuk mengambil alih.“Aku baik, orang-orang memperlakukanku dengan sangat baik.” Rena tersenyum dan dari senyuman itu Ben tahu Rena tidak berbohong.“Aku senang mendengarnya. Oh, ya! Bella menitipkan salam untukmu. Ia sangat merindukanmu.” Laki-laki itu juga ikut tersenyum, merasa lega,“Titipkan salamku juga padanya. Aku juga sangat merindukannya.”“Tentu saja, aku pasti menyampaikannya. Bella akan merasa senang. Di mana Riana?” Ben mengalihkan pembicaraan saat ia tidak menemukan satu lagi perempuan yang mengisi rumah besar ini.“Ia di da
Rena telah bersiap lebih pagi. Luke menghubunginya tadi malam tepat di malam kedua pria itu tidak bersamanya. Luke mengatakan tentang bersiap untuk fitting dan Rena menjadi terlalu bersemangat bahkan hanya karena pikiran untuk bertemu Luke.“Kuharap kamu memakan buah-buahan yang telah aku siapkan.” Riana membuyarkan lamunan Rena. Sebenarnya ia tidak sengaja melamun. Awalnya hanya tentang seberapa antusiasnya ia yang akan bertemu calon suaminya namun semakin lama berubah melamunkan saat-saat pertama mereka bertemu.Dulu, ia tahu Luke tidak menunjukkan sikap yang terbaik terhadapnya. Tidak ada rasa peduli. Tidak ada kelembutan. Luke menunjukkan kemuakkannya dan ia cukup tahu diri jika ia adalah orang yang menjijikkan. Tapi jika orang-orang banyak mengatakan jika seseorang dapat berubah, maka Rena merasa itu memang benar. Luke berubah secara perlahan. Rena tidak tahu apakah perubahan itu memang yang terbaik untuk mereka berdua atau malah
Mata Luke menjelajahi sekitar ruangan yang baru saja ia masuki. Tempat ini adalah tempat di mana ia akan melakukan fitting bersama Rena. Sebuah tempat terelit di kota ini. Mengingat tentang Rena, mau tidak mau ia juga ingat lagi dengan kejadian yang terjadi pagi ini.Luke mendengus dalam rasa ketidaknyamanan. Pipinya masih terasa perih, masih merasakan tamparan keras ibunya tercetak di sana. Itu adalah sebuah ketidakberuntungan untuknya di mana ibunya datang saat wanita bayaran itu baru saja melangkah keluar dari apartemennya. Ia telah menjelaskan mengenai alasan mengapa ia melakukan itu. Tapi ibunya berkata jika itu adalah hal yang tidak pantas dan ia dapat melakukan hal lain yang lebih baik agar tidak mengkhianati Rena. Tapi tolong jawab Luke, apakah ada ide yang lebih baik dari itu?“Tuan Armstrong, selamat datang.” Seorang wanita mendekatinya dengan wajah ceria. Ia menyadarkan Luke dari pikirannya yang berkecamuk.&ld
Rena meremat tangannya dengan gelisah, ia merasa sangat gugup. Ini pertama kalinya dalam hidupnya untuk merasa gugup dan antusias setengah mati. Ia berada di sebuah ruangan dengan cermin besar yang berada di depan tubuhnya. Ia telah diirias hingga sangat cantik hingga ia sendiri bahkan sempat terperangah dan tidak mengakui bayangan di cermin itu adalah dirinya. Karena ia terlihat sempurna, ia terlihat luar biasa menawan.“Rena …” Seseorang memasuki pintu dan memanggilnya. Ia adalah Alexa, salah satu orang yang Luke percaya untuk menemaninya.Rena menoleh pada Alexa dan menemukan tatapan memuja dari matanya yang indah itu. Alexa menatapnya seperti sebuah keindahan dari anugerah. Tubuh kecil itu dibalut gaun yang indah. Gaun yang putih, kulit yang putih dipadukan dengan mata cokelat dan rambut yang cokelat. Riasan wajah yang mahal dan menarik serta keanggunan sejati yang ia pancarkan. Ia adalah sebuah keindahan yang sempurna. Rena terliha
“Mengapa tidak mengatakan apapun jika kamu merasa lelah?” Luke memapah Rena dengan hati-hati menuju ruang riasnya. Setidaknya tempat itu tidak dipenuhi banyak manusia dan sedikit lebih tenang.Wajah laki-laki itu mengkerut-kerut prihatin karena rasa kesal dan khawatir. Perempuan itu tiba-tiba saja agak terhuyung di tengah pesta. Untung saja Luke berada di dekatnya, jadi dapat segera merengkuh pinggangnya. Jika tidak, dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada Rena. Ia tidak dapat membayangkan, apa yang akan terjadi pada bayi mereka.“Kamu bertemu teman-temanmu. Aku tidak ingin mengganggu.” Rena duduk dengan perlahan saat Luke membawanya menuju sebuah kursi. Ia sedikit merasa bersalah ketika melihat ekspresi wajah seseorang yang kini telah menjadi suaminya.“Aku hampir sehari-hari bertemu mereka. Kamu adalah yang terpenting. Harusnya kamu mengatakan sesuatu.” Luke menuntut. Tangannya bergerak membuka jacket
Rena bergerak ke dalam pelukan suaminya. Kulit mereka yang sama polosnya menyentuh satu sama lain. Ini adalah malam hari jadi pernikahan tahun kelima mereka. Riana dan Jeffrey membawa Edrick untuk menginap di rumah Hendry untuk bermain bersama putri Hendry dan Amora, Liliana Lewis. Mereka bermaksud memberikan waktu berdua pada Luke dan Rena untuk menikmati waktu mereka. Hingga mereka sekarang berada di atas tempat tidur, memutuskan untuk mengakhiri hari jadi pernikahan untuk saling menghangatkan.Rena tersenyum samar dan perlahan menangkup wajah suaminya. Luke terlihat tampan meski keringat mulai membasahi wajah. Menatap Luke seperti ini perlahan membuat Rena mengingat lagi tentang masa lalu mereka. Ia kembali mengingat bagaimana Luke saat dulu pertama kali menyentuhnya. Ia juga kembali mengingat bagaimana raut wajah yang ia tunjukkan. Dahulu wajah tampan itu terisi dengan belas kasihan dan sedikit rasa peduli. Tapi sekarang wajah itu menunjukkan cinta dan kebah
Rena hampir menangis karena air susunya tidak cukup untuk menyusui Edrick. Untung saja ibu mertuanya ikut ke rumah Ploy dan mengambil air susu di lemari pendingin. Ia sempat memerah air susunya sesaat sebelum ia berangkat untuk menyelamatkan Luke.“Sudah, tidak apa-apa. Kamu harus lebih tenang agar produksi susumu baik untuk menyusui Edrick selanjutnya. Air susu perah ini hanya cukup untuk menyusuinya sekali ini saja.” Ibu Luke yang menggendong Edrick dan membantunya meminum susunya, membiarkan Rena menenangkan dirinya sendiri.“Baik, Ibu. Aku mengerti.” Rena menyahut setelah menghela napas panjang untuk sedikit menenangkan diri. Sebenarnya ia tidak bisa tenang saat Luke harus menghadapi bahaya. Tapi ia akan berusaha karena bahkan Ibu Luke sekalipun menunjukkan sikap tubuh penuh ketenangan.“Bagus. Kamu harus tenang. Sebenarnya bukan hanya untuk Edrick tapi juga dirimu sendiri. Kalau kamu terlalu stress dan kelelahan k
Orang-orang itu memasuki sebuah ruangan dengan tenang, mengabaikan wajah terkejut banyak laki-laki di sana. Mereka adalah tamu yang tidak disangka akan datang. Mereka adalah Phoenix dan King. Mereka orang-orang terkejam yang sanggup membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka. Terlebih, mereka datang setelah musibah yang menghampiri Phoenix dan terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh itu.“Ini wilayahku dan kalian masuk tanpa persetujuanku. Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Mark yang geram menyambut keduanya.“Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama? Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan sebelumnya. Hanya saja aku lebih bermoral karena tidak memasuki wilayahmu dengan menyelundup.” Luke menyahut dengan tenang sementara matanya berpendar mencari seseorang lagi pembuat masalah. Hingga ia menemukannya, Jane yang mendekati Mark setelah keluar dari sebuah ruangan,“Sialan. Apa yang ingin kamu l
“Aku tidak bangun untuk melihatmu menangis, Rena.” Suara laki-laki yang masih terdengar lemah itu berisi dengan rasa khawatir. Ia baru saja terbangun lalu menemukan Rena yang langsung menangis.Sedangkan Rena malah menangis semakin keras karena Luke yang berupaya menenangkannya. Rasa lega yang menerjangnya terasa terlalu keras hingga ia sendiri kelimpungan dalam menanggapi. Ia hanya terlalu lega hingga kini membuat Luke yang berubah khawatir padanya.“Apa yang harus dikhawatirkan? Lihatlah! Aku baik-baik saja.” Jawaban Luke membuat ibunya menghela napas jengah.“Kamu membuatku khawatir, Luke. Kamu kehilangan kesadaran di depan wajahku. Saat tenaga medis berusaha menyelamatkanmu, kamu dalam kondisi tidak stabil karena kekurangan darah. Sedangkan di rumah sakit ini hanya tersisa satu kantong darah untukmu dan itu tidak banyak membantu. Aku panik sekali.” Kini Rena yang berbicara, nada suaranya terdengar sedikit kes
Luke tengah berada di ruang operasi. Tenaga medis tengah melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi operasi itu berjalan lama karena kondisi Luke yang tidak stabil. Ia kehilangan banyak darah, sehingga penanganannya harus sangat hati-hati.“Rena, aku tahu kamu cemas. Tapi aku mohon duduklah sebentar, kamu sudah berdiri terlalu lama. Aku tidak mau kamu pingsan saat nanti Edrick harus kau susui.” Itu Alexa yang berbicara. Ia cerewet hari ini karena melihat Rena yang terlalu ceroboh untuk dirinya sendiri. Sebenarnya ia lebih cerewet sebelumnya saat ia menyuruh Rena mengganti baju dengan baju yang Riana bawa. Ia memang sengaja meminta Riana untuk segera menyusul ke rumah sakit dengan bantuan Ben dan membawa setelan baju yang seukuran dengan tubuh kurus Rena. Ia hanya khawatir saat melihat tubuh Rena berbalut darah. Ia juga seseorang yang rela untuk sangat direpotkan saat membantu Rena untuk menghapus noda-noda dara
Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.
Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la
Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia
Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia