"Mana pengantin prianya?" tanya sang penghulu yang sedari tadi menunggu kedatangan mempelai pria. Namun, sampai sekarang tak tampak batang hidungnya. "Saya sudah cukup lama menunggu di sini."
Luna Baswari, wanita yang ingin dinikahi oleh Agam Herlambang, sudah menunggu sejak tadi. Begitu pun dengan kedua orang tua masing-masing yang terlihat cemas bukan main. Raut wajah Luna mendadak berubah menjadi cemas. Ia kemudian menelepon pria itu berkali-kali, tetapi tak kunjung jua Agam mengangkat panggilan tersebut.
"Sabar Pak Penghulu, mungkin sebentar lagi mempelai prianya akan datang," ujar ayah Luna, bernama Agus.
Penghulu itu pun akhirnya mau menunggu lagi. Padahal sudah cukup lama berada di sini. Luna sedari tadi terus memikirkan Agam. Di mana pria itu kini berada. Panggilan teleponnya tak diangkat satu kali pun.
Luna kini menghampiri kedua orang tuanya yang berada di jejeran belakang. Kemudian, ia genggam tangan sang Ibu untuk membuatnya sedikit tenang.
"Bu, gimana ini? Ke mana Mas Agam?" tanya Luna pada Bu Tari, sang Ibu. "Aku takut, kalau Mas Agam kenapa-kenapa di jalan."
Bu Tari menggenggam tangan sang Anak. "Sabar Nak, mungkin Agam akan kemari sebentar lagi. Ibu yakin kok, dia gak papa," ujar Bu Tari seraya tersenyum tipis
Hati Luna masih diselimuti oleh rasa cemas. Ia takut terjadi apa-apa pada Agam saat menuju perjalanan ke sini. Kedua orang tuanya mencoba untuk sedikit menghibur. Namun, baginya terasa percuma.
Hari ini mereka akan melangsungkan ijab kabul. Namun, yang ditunggu pun masih belum memunculkan diri. Entah sudah berapa lama Luna menunggu Agam. Pria itu membuatnya menunggu lama.
"Lun, coba kamu telepon Agam lagi," suruh Bu Tari.
Luna mencoba lagi menghubungi Agam, tapi hasilnya masih sama, nihil. Rentetan chat pun tak ada yang dibalas. Tak tahu lagi sekarang harus berbuat apa. Ia hanya bisa bersabar saja untuk menunggu. Kedua orang tua Agam pun, berkali-kali menghubungi putra mereka.
Tiba-tiba, terdengar suara deru mobil di luar ruangan. Luna yakin itu pasti Agam. Dengan cepat ia melangkah ke luar seorang diri. Hatinya senang sekaligus lega, karena yang ditunggu-tunggu datang juga.
Ya, memang benar itu adalah sosok Agam, yang ke luar dari dalam mobil. Namun, pria itu sama sekali tak mengenakan pakaian pengantin. Luna jadi terheran-heran sendiri. Agam pun membukakan pintu mobil yang berada di sisi kiri, entah siapa yang kini bersamanya.
Terlihat sosok wanita yang ke luar bersama Agam dari mobil. Mata Luna terbuka lebar melihat pemandangan itu. Sang calon suami kini bergenggaman mesra dengan seorang wanita cantik.
"Sabrina?" panggil Luna begitu terkejut.
Agam dan Sabrina saling bergenggaman tangan, layaknya sepasang kekasih. Melihat pemandangan itu, hati Luna hancur. Bagaikan teriris ribuan belati yang mengoyak hatinya. Ia bertanya-tanya, ada hubungan apa antara mereka berdua.
"Ke–kenapa kalian bergenggaman tangan?" tanya Luna. Matanya mulai berkaca-kaca melihat Agam dan Sabrina seperti ini. Kemudian, berdatanganlah orang tua mereka masing-masing ke luar dan para tamu yang hadir di acara tersebut.
Pria itu hanya terdiam. Menatap banyak orang yang kini tengah melihatnya dan juga Sabrina. Namun, Agam harus menjawab pertanyaan dari Luna tersebut.
"Maafkan aku Lun, aku gak bisa melanjutkan pernikahan ini. A–aku ... sangat mencintai Sabrina ketimbang kamu. Kami berdua sama-sama saling mencintai. Jadi, maaf kalau pernikahan ini harus dibatalkan," ujarnya dengan enteng.
Air mata Luna berderai membasahi pipi. Ia tak menyangka bahwa dikhianati seperti ini oleh Agam dan Sabrina, wanita itu merupakan sahabatnya sendiri. Bahkan Agam bilang bahwa dirinya dan Sabrina sama-sama saling mencintai.
Sontak, semua para tamu undangan tengah berbisik-bisik membicarakan mereka. Kedua orang tua masing-masing pun tampak syok, terlebih Ayah dan ibunya Agam.
Pria itu meminta maaf kepada orang tua Luna, karena tak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ia juga minta maaf karena telah memberikan Luna harapan yang begitu besar sampai sekarang.
"Kenapa kalian berdua tega mengkhianati aku, hah?! Kenapa?" Luna terlihat marah sekali pada Agam dan juga Sabrina. Ia mendorong dada pria itu dengan kasar. Berkali-kali Luna menumpahkan rasa kesalnya. Namun, Agam hanya bisa diam, karena tahu bahwa dirinya bersalah.
"Lun, maafin aku, Lun," ujar Sabrina yang berusaha meraih tangan sahabatnya, tapi Luna tepis dengan kasar.
"Aku kecewa sama kalian berdua. Kalian berdua sama-sama orang yang aku sayangi. Tapi, kamu dan Agam sungguh tega melakukan hal ini!"
Tepat di hari pernikahan yang seharusnya penuh kebahagiaan dan romantis, kini mendadak berubah menjadi petaka. Luna dikhianati oleh sahabatnya sendiri dan sang calon suami. Kedua orang tuanya pun tampak sangat kecewa sekaligus malu. Tak pernah mereka bayangkan akan seperti ini jadinya.
Para tamu undangan serta penghulu terlihat membubarkan diri sambil tengah berbisik-bisik. Orang tua Agam terlihat marah besar dan malu karena ulah anak mereka sendiri.
Luna menangkup wajahnya sendiri dengan kedua tangan. Ia menangis histeris. Tak peduli lagi riasan di wajah cantiknya yang kini terlihat acak-acakan.
"Lun, maafin aku. Aku tergoda sama Sabrina." Agam perlahan-lahan meraih tangan Luna. "Aku ga bisa melanjutkan pernikahan kita. Lebih baik kamu cari pria yang lebih baik dari pada aku," ujar Agam.
Luna sontak menampar pipi Agam dengan keras. "Dasar pengecut! Aku sudah tulus mencintai kamu. Tapi, ini balasan yang aku dapatkan dari cintamu yang semu ini, hah?!" Emosi Luna masih meledak-ledak. Ia tak terima kalau dipermainkan seperti ini. Amarahnya begitu besar pada Agam dan juga Sabrina.
"Kamu bukan sahabat aku lagi, Sab!" ujar Luna ketus.
Kemudian, Luna berlari kencang untuk menghindari mereka semua. Orang tuanya berteriak dengan nyaring, tapi tak dipedulikan sama sekali. Amarah, kecewa, serta rasa malu kini bercampur jadi satu. Luna tak bisa melupakan hari ini, di mana dirinya dikhianati oleh pasangannya sendiri dan juga seorang sahabat.
Tak peduli lagi dengan polesan di wajah, rambut yang kini juga ikut acak-acakan. Luna masih terus berlari tak tentu arah. Semua orang yang lewat di jalan, tengah memandanginya.
Luna tak akan pernah melupakan apa yang Agam lakukan hari ini. Suatu hari, ia pasti akan membalas perbuatan pria itu dan juga Sabrina.
"Aku gak akan pernah melupakan hari ini begitu saja. Aku pasti akan membalas kalian berdua. Lihat saja nanti!" Dengan sorot mata yang nyalang, Luna bertekad akan membalas mereka berdua.
Ia masih berlari sekencang-kencangnya. Luna sama sekali tak memperhatikan jalan yang ada di depan. Sambil terus menangis terisak, terus berlari tak tentu ke mana arah tujuan.
Keluarganya juga pasti sangat malu karena kejadian ini. Tak pernah menyangka bahwa hari ini batal menikah dan pria yang begitu ia cintai, harus direbut oleh sahabat sendiri. Bagai jatuh, tertimpa tangga pula. Sakitnya berkali-kali lipat.
Sampai akhirnya, ada sebuah mobil yang lewat dan melintas jalanan tersebut. Luna yang tak memperhatikan jalan, tiba-tiba terkejut dengan kedatangan mobil itu.
"Aaaaa ...!"
"Astaga!" pekik seorang pria yang sedang mengerem mobil. Ia terkejut karena mendapati seorang wanita tengah berpakaian baju pengantin dan terjatuh tepat di depan mobilnya.Fanno Bagaskara langsung ke luar dari mobil. Ia langsung melihat kondisi wanita tersebut. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya sembari celingak-celinguk menatap keadaannya.Namun, Luna sepertinya enggan bertatapan dengan pria itu. Pandangannya tertunduk ke bawah, hingga tak melihat dengan jelas. Ia pun lantas bangkit berdiri dan segera berlari kecil.Fanno merasa agak sedikit heran melihat wanita itu. Berpakaian baju pengantin, tetapi terlihat kumal, riasan wajahnya sudah mulai luntur, dan rambut yang jadi acak-acakan, tak karuan. Namun, itu semua membuatnya jadi penasaran. Ia sekilas melihat wajah wanita itu."Dia kenapa, ya? Sekilas terlihat cantik, sih." Fanno terus geleng-geleng kepala sambil memikirkannya.Fanno jadi memikirkan wanita itu yang sudah berjalan cukup jauh. Lantas, ia
"Lun, kok, kamu bawa koper segala, sih?" tanya Agam saat melihat Luna."Apa pedulimu, hah?!" Luna menatap tajam ke arah Agam. "Sana pergi! Urusi saja si Sabrina!"Agam meraih pergelangan tangan Luna, tapi sedetik kemudian langsung ditepisnya dengan kasar. Ia sudah tak peduli lagi dengan mantan kekasihnya itu. Luna memutuskan untuk terus berjalan.Namun, Agam rupanya masih mengikuti langkahnya. Pria itu lalu mencekal pergelangan tangannya lagi."Apa, sih?! Lepasin tangan aku gak?!" Luna naik pitam dan berusaha berontak, melepaskan cekalan Agam dari pergelangan tangannya.Agam menggelengkan kepalanya dan berucap, "aku gak akan lepasin kamu. Kamu ceritakan dulu apa yang terjadi."Luna mencebik sesaat. Rupanya pria itu tak sadar diri karena terus ingin tahu apa yang terjadi. Padahal Luna seperti ini karena Agam juga."Kamu gak perlu tahu lagi apa yang terjadi sama aku, Gam! Hubungan kita pun sudah berakhir, kan?" Luna berhasil melepaskan
"Dengan cara apa kamu bisa membantuku?" Wajah Luna sedikit tegang."Nanti kita bicarakan di rumahku, ya," balas Fanno sambil menyuap nasi ke dalam mulut.Suasana saat ini dibumbui dengan sedikit ketegangan. Entah apa yang akan dibicarakan Fanno padanya. Luna melirik sekilas wajah tampan itu. Baru pertama kenal, Fanno sudah menyuguhkan kebaikan terhadapnya.Luna mengangguk pelan serta mengunyah makanan. Pria yang ada di depannya tak peduli terhadap penampilannya yang sudah acak-acakan. Di samping Fanno duduk, ada koper merah muda miliknya.'Dia ternyata pria yang baik.'***Di depan rumah mewah nan besar, bernuansa putih krim yang menyuguhkan pemandangan elegan, Fanno menghentikan mobilnya tepat di halaman. Mata Luna menatap takjub ke sekitar sini. Celingak-celinguk melihat keindahan taman depan yang berhiaskan bermacam-macam bunga.Ada juga beberapa penjaga bertubuh besar sedang berjaga di depan gerbang dan pintu masuk. Fanno lantas m
Setelah mandi, Luna segera mengenakan baju kaos lengan pendek berwarna putih, serta celana jeans. Tak banyak pakaian yang berada di dalam koler berukuran size 16 itu. Ia juga tak menemukan pakaian kesayangannya di dalam saja. Maklum saja karena Bu Tari yang asal-asalan menaruh baju-baju ini.Mengingat hal tersebut, Luna jadi bersedih lagi. Mimik wajahnya berubah drastis, tak seceria tadi. Di pojok ranjang, Luna kembali menitikkan bulir bening di sudut matanya.Ia mendongak, menatap ke langit-langit kamar berwarna cream muda ini. Bagaimana pun, kedua orang tuanya telah lancang mengusirnya dari rumah hanya karena gagal bersanding dengan Agam hari ini."Aku seperti trauma untuk membuka hati lagi setelah kejadian ini. Agam dan Sabrina benar-benar sudah kelewatan! Bisa-bisanya mereka berkhianat di belakang aku," ujarnya disertai dengan isak tangis.Walaupun begitu, nasi sudah menjadi bubur. Untuk mengeluh pun, tiada guna lagi. Luna mencoba untuk melupakan keja
Setelah mandi, Luna segera mengenakan baju kaos lengan pendek berwarna putih, serta celana jeans. Tak banyak pakaian yang berada di dalam koler berukuran size 16 itu. Ia juga tak menemukan pakaian kesayangannya di dalam saja. Maklum saja karena Bu Tari yang asal-asalan menaruh baju-baju ini.Mengingat hal tersebut, Luna jadi bersedih lagi. Mimik wajahnya berubah drastis, tak seceria tadi. Di pojok ranjang, Luna kembali menitikkan bulir bening di sudut matanya.Ia mendongak, menatap ke langit-langit kamar berwarna cream muda ini. Bagaimana pun, kedua orang tuanya telah lancang mengusirnya dari rumah hanya karena gagal bersanding dengan Agam hari ini."Aku seperti trauma untuk membuka hati lagi setelah kejadian ini. Agam dan Sabrina benar-benar sudah kelewatan! Bisa-bisanya mereka berkhianat di belakang aku," ujarnya disertai dengan isak tangis.Walaupun begitu, nasi sudah menjadi bubur. Untuk mengeluh pun, tiada guna lagi. Luna mencoba untuk melupakan keja
"Dengan cara apa kamu bisa membantuku?" Wajah Luna sedikit tegang."Nanti kita bicarakan di rumahku, ya," balas Fanno sambil menyuap nasi ke dalam mulut.Suasana saat ini dibumbui dengan sedikit ketegangan. Entah apa yang akan dibicarakan Fanno padanya. Luna melirik sekilas wajah tampan itu. Baru pertama kenal, Fanno sudah menyuguhkan kebaikan terhadapnya.Luna mengangguk pelan serta mengunyah makanan. Pria yang ada di depannya tak peduli terhadap penampilannya yang sudah acak-acakan. Di samping Fanno duduk, ada koper merah muda miliknya.'Dia ternyata pria yang baik.'***Di depan rumah mewah nan besar, bernuansa putih krim yang menyuguhkan pemandangan elegan, Fanno menghentikan mobilnya tepat di halaman. Mata Luna menatap takjub ke sekitar sini. Celingak-celinguk melihat keindahan taman depan yang berhiaskan bermacam-macam bunga.Ada juga beberapa penjaga bertubuh besar sedang berjaga di depan gerbang dan pintu masuk. Fanno lantas m
"Lun, kok, kamu bawa koper segala, sih?" tanya Agam saat melihat Luna."Apa pedulimu, hah?!" Luna menatap tajam ke arah Agam. "Sana pergi! Urusi saja si Sabrina!"Agam meraih pergelangan tangan Luna, tapi sedetik kemudian langsung ditepisnya dengan kasar. Ia sudah tak peduli lagi dengan mantan kekasihnya itu. Luna memutuskan untuk terus berjalan.Namun, Agam rupanya masih mengikuti langkahnya. Pria itu lalu mencekal pergelangan tangannya lagi."Apa, sih?! Lepasin tangan aku gak?!" Luna naik pitam dan berusaha berontak, melepaskan cekalan Agam dari pergelangan tangannya.Agam menggelengkan kepalanya dan berucap, "aku gak akan lepasin kamu. Kamu ceritakan dulu apa yang terjadi."Luna mencebik sesaat. Rupanya pria itu tak sadar diri karena terus ingin tahu apa yang terjadi. Padahal Luna seperti ini karena Agam juga."Kamu gak perlu tahu lagi apa yang terjadi sama aku, Gam! Hubungan kita pun sudah berakhir, kan?" Luna berhasil melepaskan
"Astaga!" pekik seorang pria yang sedang mengerem mobil. Ia terkejut karena mendapati seorang wanita tengah berpakaian baju pengantin dan terjatuh tepat di depan mobilnya.Fanno Bagaskara langsung ke luar dari mobil. Ia langsung melihat kondisi wanita tersebut. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya sembari celingak-celinguk menatap keadaannya.Namun, Luna sepertinya enggan bertatapan dengan pria itu. Pandangannya tertunduk ke bawah, hingga tak melihat dengan jelas. Ia pun lantas bangkit berdiri dan segera berlari kecil.Fanno merasa agak sedikit heran melihat wanita itu. Berpakaian baju pengantin, tetapi terlihat kumal, riasan wajahnya sudah mulai luntur, dan rambut yang jadi acak-acakan, tak karuan. Namun, itu semua membuatnya jadi penasaran. Ia sekilas melihat wajah wanita itu."Dia kenapa, ya? Sekilas terlihat cantik, sih." Fanno terus geleng-geleng kepala sambil memikirkannya.Fanno jadi memikirkan wanita itu yang sudah berjalan cukup jauh. Lantas, ia
"Mana pengantin prianya?" tanya sang penghulu yang sedari tadi menunggu kedatangan mempelai pria. Namun, sampai sekarang tak tampak batang hidungnya. "Saya sudah cukup lama menunggu di sini."Luna Baswari, wanita yang ingin dinikahi oleh Agam Herlambang, sudah menunggu sejak tadi. Begitu pun dengan kedua orang tua masing-masing yang terlihat cemas bukan main. Raut wajah Luna mendadak berubah menjadi cemas. Ia kemudian menelepon pria itu berkali-kali, tetapi tak kunjung jua Agam mengangkat panggilan tersebut."Sabar Pak Penghulu, mungkin sebentar lagi mempelai prianya akan datang," ujar ayah Luna, bernama Agus.Penghulu itu pun akhirnya mau menunggu lagi. Padahal sudah cukup lama berada di sini. Luna sedari tadi terus memikirkan Agam. Di mana pria itu kini berada. Panggilan teleponnya tak diangkat satu kali pun.Luna kini menghampiri kedua orang tuanya yang berada di jejeran belakang. Kemudian, ia genggam tangan sang Ibu untuk membuatnya sedikit tenang.